Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM KESEHATAN KERJA

PEMERIKSAAN AUDIOMETRI

Dosen Pengampu :
Reni Wijayanti dr., M. Sc.

Disusun Oleh:
Kelompok 4
(Kelas C)
1. Miralda Puteri Difani (V8122056)
2. Nasywa Salsabila Putri A. (V8122067)
3. Novia Safitri (V8122072)
4. Rahmi Nelvani (V8122077)
5. Resantya Adista Maharani (V8122081)
6. Shofwan Farid S.P (V8122091)

PROGRAM STUDI DIPLOMA 4 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2023
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PEMBUKAAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................ 2
D. Manfaat...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4
A. Anatomi dan Fisiologi Pendengaran ......................................................... 4
B. Definini Gangguan Pendengaran............................................................... 7
C. Pemeriksaan Audiometri ........................................................................... 8
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 10
A. Hasil .......................................................................................................... 10
B. Pembahasan ............................................................................................... 11
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 18
A. Kesimpulan................................................................................................ 18
B. Saran .......................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 20
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 21

ii
BAB I
PEMBUKAAN

A. Latar Belakang
Kesehatan dan keselamatan kerja atau disebut juga Occupational Safety and Health
merupakan suatu peningkatan dan pemeliharaan derajat tertinggi semua pekerja baik secara
mental, fisik, dan kesejahteraan sosial pada semua jenis pekerjaan, serta menjadi upaya
pencegahan terjadinya gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan. Pengertian
tersebut dikemukakan oleh World Health Organization (WHO) dan Internasional Labour
Organization (ILO). Menurut Occupational Safety Health Administrasi atau disingkat
OSHA, kesehatan dan keselamatan kerja adalah pengaplikasian ilmu yang mempelajari
properti (industri atau tidak industri) dan resiko keselamatan manusia. Kesehatan dan
keselamatan kerja juga didefinisikan sebagai ilmu multidisiplin yang terdiri atas kimia,
biologi, fisika, dan ilmu perilaku dengan adanya aplikasi manufaktur, dan transportasi
menangani suatu material berbahaya. Definisi-definisi tersebut menimbulkan perbedaan
pendapat atas definisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menurut WHO-ILO dengan
OSHA.
Melindungi pekerjaan dari timbulnya resiko karena faktor-faktor yang memicu
terganggunya kesehatan. Hal ini juga dapat memelihara dan menempatkan pekerja sesuai
dengan lingkungan kerja baik yang berhubungan dalam kondisi psikologis maupun
fisiologis pekerja. Ini bertujuan untuk menciptakan kesesuaian antara pekerja dengan tugas
atau pekerjaannya.Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengandung beberapa nilai
sebagai K3 merupakan usaha untuk mengendalikan bahaya/kecelakaan ditempat kerja, serta
K3 merupakan hak asasi seorang pekerja tersebut. Dan setiap pekerja juga berhak
mendapatkan perlindungan tentang kesehatan dan keselamatan kerja nya.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 Nilai Ambang Batas
(NAB) kebisingan yang diperkenankan adalah 85 dB dengan waktu maksimum 8 jam
perhari. Tingkat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas dapat mempengaruhi
timbulnya gangguan pendengaran dan risiko kerusakan pada telinga baik bersifat sementara
maupun permanen. Berdasarkan World Health Organization (WHO) pada tahun 2019 data
di Indonesia menunjukkan prevalensi ketulian cukup tinggi yaitu penyakit telinga 18,5 %,
gangguan pendengaran 16,8%, ketulian berat 0,4% dan populasi tertinggi di kelompok usia
sekolah (7-18 tahun). Tingkat penurunan kemampuan pendengaran (ambang pendengaran)
pada individu salah satunya dapat diketahui dengan cara tes audiometri. Audiometer adalah

1
alat untuk mengukur tingkat pendengaran seseorang secara umum. Frekuensi umumnya
yang diukur yaitu 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 6000 Hz, dan
8000 Hz.
Kehadiran alat dan mesin produksi dari pabrik mampu menciptakan intensitas suara yang
menimbulkan kebisingan hingga membahayakan kesehatan pekerja. Gangguan lain juga
dapat timbul akibat kebisingan seperti gangguan komunikasi, gangguan mental, dan
fisiologis. Tingkat kebisingan ambang batas dapat menyebabkan ketulian dan bahkan resiko
kerusakan sementara atau permanen pada telinga setelah periode paparan tanpa peralatan
pelindung yang tepat. Intensitas suara yang dihasilkan teknologi dapat menimbulkan
kebisingan. Hal tersebut juga membahayakan kesehatan pekerja.
Menurut Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian bahwa
gangguan pendengaran akibat bising adalah pendengaran tipe sensorial yang mengalami
penurunan. Hal ini menyerang kedua telinga dan awalnya tidak disadari. Derajat keparahan
ketulian dipengaruhi oleh faktor resiko seperti frekuensi, intensitas bising, masa kerja, lama
pajanan per hari, usia, dan kepekaan individu. Oleh karena itu, ini dapat dipahami bahwa
kerusakan yang diperoleh sebanding dengan jumlah pajanan energi bising yang diterima
(Komnas PGPKT, 2014).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah mahasiswa mengerti dan dapat menggunakan audiometri sebagai alat
pengukuran tingkat gangguan telinga sebagai Penyakit Akibat Kerja dengan benar dan
sesuai aturan?
2. Faktor apa saja yang menyebabkan turunnya tingkat pendengaran pada manusia?
3. Tujuan dan fungsi apa saja yang didapat dari pemeriksaan audiometri?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengerti bagaimana cara penggunaan audiometri yang baik dan
benar sesuai dengan prosedur yang ada.
2. Agar mahasiswa mengetahui faktor apa saja yang dapat menyebabkan penurunan tingkat
pendengaran pada manusia
3. Agar mahasiswa paham betul manfaat dan fungsi dari pengukuran audiometri
D. Manfaat
1. Bagi Praktikum
Mahasiswa dapat menganalisis situasi dan mengidentifikasi masalah pada gangguan
pendengaran penyakit akibat kerja menggunakan audiometri. Mahasiswa diharapkan
memberikan pembuktian mengenai kualitas pendengaran dengan faktor-faktor disekitar

2
yang memicu penyakit akibat kerja. Selain itu, diharapkan mahasiswa memiliki
pengalaman belajar sehingga terbentuk sikap tanggap dan peduli terhadap permasalahan
yang ada di lingkungan yang nyata.
2. Bagi Pembaca
Sebagai sarana menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai pengukuran tingkat
gangguan telinga menggunakan audiometri sebagai alatnya. Serta dapat memahami suatu
permasalahan di bidang Ilmu pengetahuan kesehatan kerja sesuai dengan pokok
permasalahan mengenai penerangan di tempat kerja.
3. Bagi Institusi
Manfaat bagi program studi keselamatan dan kesehatan kerja sebagai materi referensi
penelitian serta memberikan informasi, pengetahuan tambahan pada instansi dalam
pelayanan kesehatan yang paripurna (promotive, preventive, curative, and rehabilitative)
serta yang berkaitan dengan lingkup studi ilmu kesehatan kerja

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Pendengaran


1. Anatomi
Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang udara kemudian
gelombang mekanik ini diubah menjadi impuls pulsa listrik dan diteruskan ke korteks
pendengaran melalui saraf pendengaran. Telinga merupakan organ pendengaran dan
keseimbangan. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi ke
otak dimana bunyi tersebut akan dianalisis dan diinterpretasikan. Cara paling mudah
untuk menggambarkan fungsi dari telinga adalah dengan menggambarkan cara bunyi
dibawa dari permulaan sampai akhir dari setiap bagian-bagian telinga yang berbeda.
Anatomi telinga dan mekanisme mendengar telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu
(Buchari, 2007):
a. Telinga bagian luar
Terdiri dari daun telinga (pinna), saluran telinga (canalis auditorius externus)
dan pada ujung terdapat gendang telinga (membran timpani). Telinga bagian luar
berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan
membran timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran semakin cepat pula
membran tersebut bergetar dan begitu pula sebaliknya. Canalis auditorius externus
berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas telinga dalam regio 3000 Hz-4000 Hz.
Kanal ini berukuran panjang sekitar 2,5 cm dengan sepertiga adalah tulang rawan
sementara dua pertiga dalamnya berupa tulang. Kanal ini dapat diluruskan dengan
cara mengangkat daun telinga ke atas dan ke belakang. Membran timpani berfungsi
menyalurkan getaran di udara ke tulang-tulang kecil telinga tengah. Tekanan suara
yang melebihi 160 dB dapat memecahkan gendang telinga. Apabila gendang telinga
pecah, biasanya dapat sembuh kembali seperti jaringan lainnya. Karena gendang
telinga sendiri terdiri dari sel-sel hidup.
b. Telinga bagian tengah
Terdiri atas osside yaitu 3 tulang kecil (tulang pendengaran yang halus) yaitu
Martil-landasan-Sanggurdi yang berfungsi memperbesar getaran dari membran
timpani dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval window yang bersifat
fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung koklea.

4
Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung udara.
Rongga tersebut terletak sebelah dalam membran timpani yang memisahkan rongga
itu dari meatus auditorius externa. Dalam telinga tengah bagian yang paling utama
adalah osikulus yang terdiri dari palu (maleus), landasan (inkus), dan sanggurdi
(stapes). Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke
tulang pendengaran. Setiap tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke
tulang berikutnya. Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil di tubuh
meneruskan getaran ke koklea. Osikulus ini berperan penting dalam menyesuaikan
impedansi di gendang telinga dengan impedansi ruang-ruang berisi air di telinga
dalam.
Tekanan suara di bagian dalam mengalami penguatan akibat kerja tulang-tulang
tersebut sebagai tuas. Bahkan terjadi penguatan yang lebih besar karena luas
gendang telinga yang relatif besar dibandingkan dengan luas jendela oval.
Pinggir tuba eustachius juga termasuk dalam telinga tengah. Tuba Eustachius
menghubungkan ruangan pada telinga tengah ke kerongkongan. Dalam keadaan
biasa, hubungan tuba eustachius dan telinga tengah tertutup lalu terbuka ketika
mengunyah dan menguap. Hal ini menjelaskan mengapa penumpang pesawat terasa
pekak sementara ketika mendarat. Rasa pekak tersebut disebabkan karena perbedaan
tekanan antara udara di dalam pesawat dan udara di sekeliling ketika mendarat.
Tekanan udara di sekitar telah menurun, sedangkan tekanan pada telinga tengah
masih tekanan udara biasa. Perbedaan ini dapat diatasi dengan mekanisme
mengunyah sesuatu atau menguap.
c. Telinga bagian dalam
Disebut juga koklea dan berbentuk rumah siput. Koklea mengandung cairan
yang didalamnya mengandung membran basilar dan organ korti yang terdiri dari sel-
sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Getaran dari oval window akan
diteruskan oleh cairan koklea, mengantarkan membran basilar. Getaran ini
merupakan impuls bagi organ korti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui saraf
pendengar (nervus cochlearis).
Telinga dalam terdiri dari koklea, yaitu sebuah struktur kecil berbentuk spiral
berisi cairan. Ketika gendang telinga bergerak, osikulus di telinga tengah
menyebabkan stapes menekan membran lentur yang menutupi jendela oval koklea
dan menyalurkan tekanan ke cairan ke dalam koklea. Getaran ini menyebabkan
gerakan di membran basilaris fleksibel. Gerakan inilah yang merangsang sel-sel

5
rambut atau hair cells di organ korti untuk kemudian menghasilkan pulsa-pulsa
listrik (potensial aksi). Sinyal ini kemudian disalurkan ke otak melalui saraf
auditorius. Saraf ini memberikan informasi mengenai frekuensi dan intensitas suara
yang kita dengar. Dalam koklea terdapat jendela oval yang terletak di salah satu
ujung rongga vestibular pada ruang tengah adalah duktus koklearis, dan ruang ketiga
adalah rongga timpani.
2. Fisiologi
Suara merupakan suatu sinyal analog/kontinyu yang secara teoritis mengandung
informasi yang tak terhingga jumlahnya, yang direpresentasikan pada tak terhingga
banyaknya jumlah frekuensi dan tiap frekuensi tersebut memiliki informasi fasa dan
magnitudo. Suara yang didengar telinga manusia mengalami perubahan dari sinyal
akustik yang bersifat mekanik menjadi sinyal listrik yang diteruskan saraf pendengaran
ke otak. Proses mendengar tentunya tidak lepas dari organ pendengaran manusia yakni
telinga.
Proses pendengaran ini diawali dengan masuknya gelombang bunyi yang ditangkap
oleh daun telinga melewati meatus acusticus eksternus. Daun telinga dan meatus
acusticus eksternus ini menyerupai pipa kira-kira sepanjang 2 cm sehingga memiliki
mode resonansi dasar pada frekuensi sekitar 4 kHz. Kemudian gelombang suara yang
telah ditangkap akan membuat membran timpani telinga bergetar. Seseorang menerima
suara berupa getaran pada I membran timpani dalam daerah frekuensi pendengaran
manusia. Getaran tersebut dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan udara yang dihasilkan
oleh sumber bunyi dan dirambatkan ke medium sekitarnya, yang dikenal sebagai medan
akustik. Variasi tekanan pada atmosfer disebut tekanan suara, dalam satuan Pascal (Pa).
Setelah melalui membran timpani, getaran tersebut akan menggetarkan ketiga tulang
pendengaran (maleus, incus, stopes). Pada saat maleus bergerak, incus ikut bergerak
karena maleus terikat kuat dengan incus oleh ligamen-ligamen. Artikulasi dari incus dan
stapes menyebabkan stapes terdorong ke depan pada cairan cochlear. Ketiga tulang
pendengaran tadi mengubah gaya kecil dari partikel udara pada gendang telinga menjadi
gaya besar yang menggerakkan fluida dalam koklea. Impedansi matching antara udara
dan cairan koklea adalah sekitar 1 kHz.
Pada telinga bagian dalam terdapat koklea dan di dalam koklea terdapat membran
basilar yang bentuknya seperti serat panjangnya sekitar 32 mm. Getaran dari tulang
pendengaran diteruskan melalui jendela oval, yang kemudian akan menggerakkan fluida
sehingga membran basilar ikut bergetar akibat resonansi. Bentuk membran basilar

6
memberikan frekuensi resonansi yang berbeda pada suatu bagian membran. Gelombang
dengan frekuensi tertentu akan beresonansi secara sempurna dengan membran basilar
pada titik tertentu, menyebabkan titik tersebut bergetar dengan keras. Prinsip ini sama
dengan nada tertentu yang akan membuat garputala bergetar. Frekuensi tinggi
menyebabkan resonansi pada titik yang berada di dekat jendela oval dan frekuensi rendah
menyebabkan resonansi pada titik yang berada lebih jauh dari jendela oval. Organ korti
yang terletak di permukaan membran basilar yang terdiri dari sel-sel rambut ini akan
mengubah getaran mekanik menjadi sinyal listrik. Laju firing (firing rate) sel rambut
dirangsang oleh getaran membran basilar. Kemudian sel saraf (aferen) menerima pesan
dari sel rambut dan meneruskannya ke saraf auditori, yang akan membawa informasi
tersebut ke otak dan disadari sebagai rangsang pendengaran.
B. Definisi Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran adalah hilangnya kemampuan untuk mendengar bunyi dalam
cakupan frekuensi yang normal untuk didengar (Beatrice, 2013). Gangguan pendengaran
dapat mengenai salah satu atau kedua telinga sehingga penderitanya mengalami kesulitan
dalam mendengar percakapan (WHO, 2015).
Secara terminologi, gangguan pendengaran diartikan sebagai penurunan kemampuan
untuk mendengar pada cakupan yang luas, tingkatannya dapat mulai dari gangguan
pendengaran secara subjektif sampai tuli total. Gangguan pendengaran dapat disebabkan
akibat gangguan konduksi suara ke telinga bagian dalam, persepsi suara oleh sel sensori
pada telinga, atau memproses suara pada saraf koklea, saluran pendengaran, pusat
pendengaran di organ corti. Menurut jenisnya, gangguan pendengaran diklasifikasikan
menjadi tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campuran. Tuli konduktif atau gangguan
pendengaran konduktif disebabkan dengan adanya obstruksi atau gangguan mekanik pada
telinga bagian luar atau telinga bagian dalam. Tuli sensorineural diartikan sebagai gangguan
pendengaran yang diakibatkan oleh disfungsi kombinasi koklea dan sarafnya.Sedangkan tuli
campuran merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran tipe konduktif dan tipe
sensorineural.
Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
proses penuaan yang terjadi pada manusia. Perubahan patologik pada organ pendengaran
akibat degenerasi dapat mengakibatkan gangguan pendengaran pada individu dengan usia
lanjut. Proses penuaan merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dicegah dimana
semua individu berharap akan menjalani hidupnya dengan tenang, damai, serta menikmati
sisa hidupnya bersama sanak dan saudaranya. Namun pada usia lanjut, seseorang akan

7
mengalami perubahan dari berbagai aspek dalam hidupnya, baik dari aspek fisik, kognitif,
bahkan kehidupan psikososialnya pun akan berubah. Hal tersebut akan mempengaruhi
kualitas hidup dari usia lanjut. Ketidakmampuan mendengar akibat gangguan pendengaran
akan berefek terhadap fungsi-fungsi organ dari suatu individu. Perubahan fungsi tersebut
akan mempengaruhi kualitas hidup dari seseorang.
C. Pemeriksaan Audiometri
Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur
(uji pendengaran). Audiometri adalah teknik untuk mengidentifikasi dan menentukan
ambang pendengaran seseorang dengan mengukur sensitivitas pendengarannya
menggunakan alat yang disebut audiometer, sehingga perawatan medis atau salah satu alat
bantu dengar yang tepat dapat diresepkan.
Dengan teknik ini, rangsangan pendengaran dengan taraf intensitas yang berbeda-beda
disajikan kepada pasien yang akan menanggapi rangsangan ini. Tingkat intensitas minimum
rangsangan yang diperoleh dari respon yang konsisten diambil sebagai ambang
pendengaran. Berdasarkan ambang pendengaran, sensitivitas pendengaran pasien dapat
diestimasi dengan menggunakan sebuah audiogram. Sebuah audiogram adalah grafik taraf
intensitas ambang dan frekuensi. Ada berbagai macam prosedur audiometri yang berbeda-
beda tergantung pada rangsangan digunakan, diantaranya adalah audiometri nada murni dan
audiometri tutur.
Audiometer adalah peralatan elektronik untuk mengukur ambang pendengaran yang
biasa digunakan untuk mendiagnosis pendengaran seseorang. Pada audiometer nada murni,
kedua telinga akan diperiksa satu persatu. Untuk memeriksa gangguan pendengaran
konduksi kedua telinga akan dipasang oleh headphone, sedangkan untuk memeriksa
gangguan pendengaran sensorineural kedua telinga akan dipasang oleh bone
vibrator.Audiometer terdiri dari berbagai jenis, tergantung pada rentang frekuensi, berbagai
output akustik, modus penyajian akustik, fasilitas masking, prosedur yang digunakan, dan
jenis stimulus akustik. Audiometer mampu menghasilkan nada murni pada frekuensi
tertentu, taraf intensitas tertentu, dan durasi, baik tunggal atau gabungan. Sebuah audiometer
konvensional terdiri dari tombol-tombol dengan skala kalibrasi untuk menyeleksi frekuensi
nada tingkat tertentu. Terdapat dua macam audiometer yakni audiometer nada murni dan
tutur
Pemeriksaan audiometri bertujuan untuk mengetahui derajat ketulian secara kuantitatif
dan mengetahui keadaan fungsi pendengaran secara kualitatif (pendengaran normal, tuli
konduktif, tuli sensorineural dan tuli campuran).

8
Tahap-tahap pemeriksaan audiometri telah diatur sebagai berikut:
a. Pemeriksaan audiometri diawali dengan menempatkan pasien pada ruangan kedap suara,
b. Selanjutnya pasien mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh audiometer melalui
earphone.
c. Pasien harus memberi tanda saat mulai mendengar bunyi dan saat bunyi tersebut
menghilang.
d. Cara membaca hasil audiometri adalah dengan melihat grafik yang dihasilkan.
e. Grafik Air Conductor (AC) untuk menunjukan hantaran udara, sedangkan grafik Bone
Conductor (BC) untuk melihat hantaran tulang.
f. Telinga kiri ditandai dengan warna biru, sedangkan telinga kanan ditandai dengan warna
merah.
g. Derajat ketulian dapat dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, adapun rumus dari
indeks Fletcher yaitu: Ambang Dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1.000 Hz + AD 2.000
Hz + AD 4.000 Hz.
Dalam menginterpretasikan hasil audiogram, perlu diingat bahwa tampilan audiogram
tidak seperti grafik kebanyakan, yaitu garis horizontal yang naik pada grafik
mengindikasikan pendengaran normal dan yang menurun menunjukkan frekuensi dimana
terjadinya hearing loss. Indikasi awal terjadinya penurunan pendengaran frekuensi tinggi
yaitu terjadi pada frekuensi 3000-6000 Hz. Pada kondisi dimana penurunan pendengaran
semakin meningkat, terdapat karakteristik pada audiogram yaitu adanya takik pada
frekuensi 4000 Hz.
Penurunan pendengaran didefinisikan sebagai pergeseran ambang dengar rata rata pada
frekuensi 500, 1000, 2000 dan 3000 atau 4000 Hz. Berikut merupakan derajat penurunan
pendengaran atau ketulian berdasarkan standar ISO :
a. Normal : rata-rata ambang dengar pekerja adalah 0-25 dB
b. Penurunan pendengaran/tuli ringan : rata-rata ambang dengar pekerja adalah >25-40 dB
c. Penurunan pendengaran/tuli sedang : rata-rata ambang dengar pekerja adalah >40-60 dB
d. Penurunan pendengaran/tuli berat : rata-rata ambang dengar pekerja adalah >60-90 dB
e. Penurunan pendengaran/tuli sangat berat : rata-rata ambang dengar pekerja adalah >90
dB

9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pemeriksaan Audiometri
NO NAMA UMUR L/P BAGIAN MASA TELINGA KANAN RATA- TELINGA KIRI RATA- KETERANGAN
KERJA 500 1000 2000 4000 RATA 500 1000 2000 4000 RATA
(th)
1. Nasywa 19 P 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Salsabila
2. Shofwan 20 L 30 10 5 5 12,5 20 15 5 20 15
Farid

2. Audiogram Nasywa Salsabila

Perhitungan Nasywa Salsabila


Monaural Kanan = = 5-25 Monaural Kiri = = 5-25
= -20 dB = -20dB
= -20 x 1,5% = -20 x 1,5 %
= - 30% = -30% dB

Binaural
• Telinga kanan (Sama Baik) = -30% x 5 = -150%
• Telinga kiri (Sama Baik) = -30% x 5 = -150%
Jumlah = - 300 %
Binaural = - 300% : 6
= - 50 %

10
3. Audiogram Shofwan Farid

Perhitungan Shofwan Farid


Monaural Kanan= = 12,5-25 Monaural Kiri= = 15-25
= -12,5 dB = -10 dB
= -12,5 x 1,5% = -10 x 1,5 %
= - 18,75% = -15 % dB

Binaural
• Telinga kanan (Lebih Baik) = -18,75% x 5 = -93,75%
• Telinga kiri (Lebih Buruk) = -15% x 5 = -75%
Jumlah = - 168,75 %
Binaural = - 168,75 % : 6
= - 28,125 %
B. Pembahasan
1. Audiometri Nada Murni
Audiometri nada murni adalah suatu tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan
pendengaran seseorang pada berbagai frekuensi suara. Tes ini dilakukan dengan
menggunakan earphone yang terhubung dengan mesin audiometer. Mesin ini akan
menghasilkan nada murni dengan intensitas dan frekuensi yang berbeda-beda ke dalam
telinga seseorang. Seseorang akan diminta untuk memberikan respons setiap kali
mendengar suara, misalnya dengan menekan tombol atau mengangkat tangan. Hasil tes
ini akan ditampilkan dalam bentuk grafik yang disebut audiogram. Audiogram ini
menunjukkan ambang pendengaran seseorang pada setiap frekuensi suara.

11
Audiometri nada murni merupakan alat diagnostik dan skrining pendengaran yang
penting, karena dapat mendeteksi adanya gangguan pendengaran sensorineural atau
konduktif, serta menentukan derajat dan jenis gangguan pendengaran tersebut.
Audiometri nada murni juga dapat digunakan untuk memantau perkembangan kondisi
pendengaran, mengevaluasi efektivitas pengobatan atau alat bantu dengar, dan
memberikan rekomendasi rehabilitasi pendengaran.
Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui dalam melakukan tes audiometri ini,
antara lain:
a. Intensitas suara, yaitu tingkat kenyaringan suara yang diukur dalam satuan desibel
(dB). Semakin tinggi intensitas suara, semakin keras suara yang didengar.
b. Nada suara, yaitu tingkat kecepatan getaran gelombang bunyi yang diukur dalam
satuan Hertz (Hz). Semakin tinggi nada suara, semakin tinggi frekuensi suara yang
didengar.
c. Ambang pendengaran, yaitu intensitas suara terkecil yang dapat didengar oleh telinga
pada frekuensi tertentu. Ambang pendengaran normal adalah kurang dari 25 dB pada
semua frekuensi.
Untuk menilai hasil tes audiometri murni, Anda perlu membandingkan ambang
pendengaran Anda dengan ambang pendengaran normal. Berikut ini adalah kriteria untuk
menentukan derajat gangguan pendengaran berdasarkan hasil tes audiometri murni:

a. Normal: ambang pendengaran kurang dari 25 dB pada semua frekuensi.


b. Ringan: ambang pendengaran antara 25-40 dB pada beberapa atau semua frekuensi.
c. Sedang: ambang pendengaran antara 41-65 dB pada beberapa atau semua frekuensi.
d. Parah: ambang pendengaran antara 66-90 dB pada beberapa atau semua frekuensi.
e. Mendalam: ambang pendengaran lebih dari 90 dB pada beberapa atau semua
frekuensi.
2. Probandus
Probandus dalam tes audiometri adalah orang yang berperan sebagai pasien palsu
yang digunakan untuk tujuan pendidikan atau penelitian. Probandus biasanya dilatih
untuk menirukan gejala atau keluhan tertentu yang sesuai dengan skenario yang
diberikan. Probandus dapat membantu mahasiswa kedokteran, dokter, atau audiologis
untuk berlatih melakukan pemeriksaan audiometri dengan cara yang profesional dan etis.
Pada Praktikum Kesehatan Kerja saat ini, terdapat 2 orang yang menjadi probandus
sebagai bahan uji tes audiometri nada murni, yakni ; Nasywa Salsabila (19 Tahun) dan

12
Shofwan Farid (20 Tahun). Dalam praktikum ini mereka melakukan tes audiometri
secara bergantian. Proses tes audiometri dilakukan beberapaa kali pengecekan. Pertama
melakukan/dimulai dari telinga kanan probandus dengan intensitas suara 40 dB hingga 5
dB dan Frekuensi 500 Hz hingga 4000 Hz. Berikutnya telinga kiri dan cara yang
dilakukan sama mengatur intensitas suara 40 dB hingga 5 dB dan Frekuensi 500 Hz
hingga 4000 Hz.
3. Hasil Probandus
Dalam hal ini semua data yang di butuhkan untuk mengetahui hasil dari masing -
masing probandus telah didapatkan. Proses tes audiometri ini dilakukan selama kurang
lebih 30 menit. Hasil dari probandus Nasywa Salsabila menunjukkan jika pada seluruh
frekuensi masih tetap dapat mendengarkan nada murni dari mesin hingga batas desibel
(dB) yang dapat Nasywa Salsabila dengarkan mencapai 5 dB, Menunjukkan tanda jika
probanduss nindy telah melewati batas normal dari pendengaran yang batas normal dari
pendengaran normal yaitu 25dB pada seluruh frekuensi pada telinga kanan maupun kiri.
Hasil dari Probandus Shofwan Farid menunjukkan hasil yang sebaliknya, terdapat
beberapa frekuensi yang tidak stabil. Berikut hasil dari tes audiometri nada murni
probandus Shofwan Farid, pada telinga kanan dengan Frekuensi 500 Hz mencapai 30 dB,
Frekuensi 1000 Hz mencapai 10 dB dan untuk frekuensi 2000 Hz dan 4000 Hz masing
masing 5 dB dengan rata-rata 12,5 dB pada semua frekuensi, pada telinga kiri dengan
Frekuensi 500 Hz mencapai 20 dB, Frekuensi 1000 Hz mencapai 15 dB, Frekuensi 2000
Hz mencapai 5 dB, dan Frekuensi 4000 Hz mencapai 20 dB dengan rata-rata 15 dB pada
semua frekuensi. Hasil dari probandus farid menunjukkan bahwa pada rata rata seluruh
frakuensi pendengaran telinga kanan dan kiri adalah normal, akan tetapi pada frekuensi
500 Hz di telinga kanan hanya pada 30 dB yang menunjukkan ada sedikit gejala
pendengaran ringan.
4. Faktor Yang Mempengaruhi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil tes audiometri adalah sebagai
berikut:
a. Kondisi telinga saat melakukan tes : misalnya adanya sumbatan lilin telinga, infeksi,
atau cairan di telinga tengah.
b. Kondisi lingkungan saat melakukan tes : misalnya adanya kebisingan luar yang
mengganggu, suhu ruangan yang tidak nyaman, atau perangkat tes yang tidak
terkalibrasi dengan baik.

13
c. Kondisi psikologis saat melakukan tes : misalnya adanya rasa cemas, stres, lelah, atau
bosan yang dapat mengurangi konsentrasi dan respons.
d. Kondisi fisik saat melakukan tes : misalnya adanya gangguan pendengaran
sensorineural atau konduktif yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti neuroma
akustik, trauma akustik, tuli karena usia, infeksi kronis, sindrom Alport, labirinitis,
paparan suara bising, atau penyakit Meniere.
Pada tes audiometri nada murni ini terdapat beberapa faktor yang dapat mempengarusi
hasil dari tes audiometri ini, seperti; pada poin b yakni kondisi lingkungan saat
melakukan tes audiometri, yang seharusnya kondisi ruangan senyap dari kebisingan akan
tetapi saat melakukan tes audiometri kali ini tidak berada pada ruangan kedap suara,
kemudian juga masalah pada earphone dari alat audiometri, dikarenakan ruangan tidak
kedap suara, suara yang dihasilkan dari mesin nada murni dapat dibedakan dengan suara
bising ruangan sehingga hal itu dapat menandakan apakah operator menekan atau
tidaknya signal. Selebihnya kurang lebih ketika melakukan proses tes audiometri nada
murni dapat dinyatakan cukup.
5. Rekomendasi
Pada masing-masing ambang pendengaran pasti masalah dan cara untuk mengatasinya
akan berbeda tergantung pada ambang mana hasil akhir dari tes audiometri nada murni
yang dilakukan secara sesuai seperti prosedur. Berikut ini adalah rekomendasi yang
cocok untuk masing-masing derajat gangguan pendengaran berdasarkan hasil tes
audiometri nada murni:
a. Normal: Jika hasil tes audiometri nada murni menunjukkan ambang pendengaran
normal, yaitu kurang dari 25 dB pada semua frekuensi, maka tidak perlu khawatir
tentang kondisi pendengaran. Namun, tetap perlu menjaga kesehatan telinga dengan
cara-cara sebagai berikut:
1) Hindari paparan suara bising yang dapat merusak sel-sel rambut di dalam koklea.
2) Gunakan penyumbat telinga jika berada atau bekerja dalam tempat yang terlalu
bising.
3) Perhatikan penggunaan earphone. Hindari penggunaan earphone lebih dari 60
menit setiap harinya. Perhatikan juga tingkat volume jika menggunakan earphone.
4) Bersihkan telinga secara teratur dengan cara yang benar. Hindari penggunaan
cotton bud atau benda-benda tajam lainnya yang dapat merusak gendang telinga.
5) Jika mengalami infeksi atau peradangan pada telinga, segera obati dengan obat
yang diresepkan oleh dokter.

14
6) Lakukan pemeriksaan audiometri secara berkala untuk memantau kondisi
pendengaran.
b. Ringan: Jika hasil tes audiometri nada murni menunjukkan ambang pendengaran
ringan, yaitu antara 25-40 dB pada beberapa atau semua frekuensi, kemungkin
mengalami kesulitan mendengar suara-suara lembut atau jauh, terutama di tempat
yang bising. Sebaiknya berkonsultasi dengan dokter spesialis THT atau audiologis
untuk mengetahui penyebab gangguan pendengaran dan mendapatkan saran tentang
pengobatan atau alat bantu dengar yang sesuai. Selain itu, juga perlu melakukan hal-
hal berikut:
1) Menggunakan alat bantu dengar jika dianjurkan oleh dokter atau audiologis. Alat
bantu dengar dapat membantu Anda mendengar suara-suara yang hilang atau
lemah dengan lebih jelas dan nyaman.
2) Menggunakan teknik komunikasi yang efektif, seperti meminta orang lain untuk
berbicara lebih pelan dan jelas, menghadap orang yang berbicara, membaca gerak
bibir dan bahasa tubuh, dan menggunakan isyarat visual seperti teks atau gambar.
3) Menghindari tempat yang bising atau menggunakan penyumbat telinga jika harus
berada di tempat tersebut. Kebisingan dapat menyulitkan Anda untuk mendengar
suara-suara penting dan dapat memperburuk gangguan pendengaran Anda.
4) Menjaga kesehatan telinga dengan cara-cara yang sama seperti pada derajat
normal.
c. Sedang: Jika hasil tes audiometri nada murni menunjukkan ambang pendengaran
sedang, yaitu antara 41-65 dB pada beberapa atau semua frekuensi, kemungkin
mengalami kesulitan mendengar suara-suara normal atau keras, terutama di tempat
yang bising. Anda sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter spesialis THT atau
audiologis untuk mengetahui penyebab gangguan pendengaran dan mendapatkan
saran tentang pengobatan atau alat bantu dengar yang sesuai. Selain itu, juga perlu
melakukan hal-hal berikut:
1) Menggunakan alat bantu dengar jika dianjurkan oleh dokter atau audiologis. Alat
bantu dengar dapat membantu Anda mendengar suara-suara yang hilang atau
lemah dengan lebih jelas dan nyaman. Anda mungkin memerlukan alat bantu
dengar yang lebih kuat atau canggih untuk mengatasi gangguan pendengaran
sedang Anda.
2) Menggunakan teknik komunikasi yang efektif, seperti meminta orang lain untuk
berbicara lebih pelan dan jelas, menghadap orang yang berbicara, membaca gerak

15
bibir dan bahasa tubuh, dan menggunakan isyarat visual seperti teks atau gambar.
Anda juga dapat menggunakan alat bantu komunikasi lainnya, seperti telepon
amplifikasi, sistem FM, atau sistem induksi loop.
3) Menghindari tempat yang bising atau menggunakan penyumbat telinga jika harus
berada di tempat tersebut. Kebisingan dapat menyulitkan Anda untuk mendengar
suara-suara penting dan dapat memperburuk gangguan pendengaran Anda.
4) Menjaga kesehatan telinga dengan cara-cara yang sama seperti pada derajat
normal.
d. Parah: Jika hasil tes audiometri nada murni menunjukkan ambang pendengaran parah,
yaitu antara 66-90 dB pada beberapa atau semua frekuensi, maka kemungkin
mengalami kesulitan mendengar suara-suara keras atau sangat keras, bahkan di tempat
yang tenang. Anda sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter spesialis THT atau
audiologis untuk mengetahui penyebab gangguan pendengaran dan mendapatkan
saran tentang pengobatan atau alat bantu dengar yang sesuai. Selain itu, juga perlu
melakukan hal-hal berikut:
1) Menggunakan alat bantu dengar jika dianjurkan oleh dokter atau audiologis. Alat
bantu dengar dapat membantu Anda mendengar suara-suara yang hilang atau
lemah dengan lebih jelas dan nyaman. Anda mungkin memerlukan alat bantu
dengar yang sangat kuat atau canggih untuk mengatasi gangguan pendengaran
parah Anda. Anda juga dapat menggunakan implan koklea jika memenuhi syarat
untuk operasi tersebut.
2) Menggunakan teknik komunikasi yang efektif, seperti meminta orang lain untuk
berbicara lebih pelan dan jelas, menghadap orang yang berbicara, membaca gerak
bibir dan bahasa tubuh, dan menggunakan isyarat visual seperti teks atau gambar.
Anda juga dapat menggunakan alat bantu komunikasi lainnya, seperti telepon
amplifikasi, sistem FM, atau sistem induksi loop.
3) Menghindari tempat yang bising atau menggunakan penyumbat telinga jika harus
berada di tempat tersebut. Kebisingan dapat menyulitkan Anda untuk mendengar
suara-suara penting dan dapat memperburuk gangguan pendengaran Anda.
4) Menjaga kesehatan telinga dengan cara-cara yang sama seperti pada derajat
normal.
e. Mendalam: Jika hasil tes audiometri murni menunjukkan ambang pendengaran
mendalam, yaitu lebih dari 90 dB pada beberapa atau semua frekuensi, maka mungkin
tidak dapat mendengar suara-suara apapun, bahkan yang sangat keras sekalipun.

16
sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter spesialis THT atau audiologis untuk
mengetahui penyebab gangguan pendengaran dan mendapatkan saran tentang
pengobatan atau alat bantu dengar yang sesuai. Selain itu, juga perlu melakukan hal-
hal berikut:
1) Menggunakan alat bantu dengar jika dianjurkan oleh dokter atau audiologis. Alat
bantu dengar dapat membantu Anda mendengar suara-suara yang hilang atau
lemah dengan lebih jelas dan nyaman. Namun, alat bantu dengar mungkin tidak
cukup efektif untuk mengatasi gangguan pendengaran mendalam Anda. Anda juga
dapat menggunakan implan koklea jika memenuhi syarat untuk operasi tersebut.
2) Menggunakan teknik komunikasi yang efektif, seperti meminta orang lain untuk
berbicara lebih pelan dan jelas, menghadap orang yang berbicara, membaca gerak
bibir dan bahasa tubuh, dan menggunakan isyarat visual seperti teks atau gambar.
Anda juga dapat menggunakan alat bantu komunikasi lainnya, seperti telepon
amplifikasi, sistem FM, atau sistem induksi loop.
3) Menghindari tempat yang bising atau menggunakan penyumbat telinga jika harus
berada di tempat tersebut. Kebisingan dapat menyulitkan Anda untuk mendengar
suara-suara penting dan dapat memperburuk gangguan pendengaran Anda.
4) Menjaga kesehatan telinga dengan cara-cara yang sama seperti pada derajat
normal.
5) Belajar bahasa isyarat sebagai cara alternatif untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Bahasa isyarat adalah bahasa visual yang menggunakan tangan, wajah, dan
tubuh untuk menyampaikan makna.

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam tes audiometri nada murni, hasil pemeriksaan pendengaran dua probandus,
Nasywa Salsabila dan Shofwan Farid, telah dihasilkan. Nasywa Salsabila menunjukkan
ambang pendengarannya masih dalam batas normal, dengan ambang pendengaran kurang
dari 25 dB pada semua frekuensi. Sementara itu, Shofwan Farid memiliki beberapa
frekuensi yang menunjukkan gangguan pendengaran ringan pada telinga kanannya, dengan
ambang pendengaran mencapai 30 dB pada frekuensi 500 Hz.
Tes audiometri nada murni adalah alat diagnostik penting untuk mengidentifikasi dan
memantau gangguan pendengaran, baik sensorineural maupun konduktif. Hasil tes ini dapat
digunakan untuk memberikan rekomendasi yang sesuai, seperti penggunaan alat bantu
dengar atau teknik komunikasi yang efektif. Faktor-faktor seperti kondisi lingkungan saat
tes, kondisi psikologis, dan kondisi fisik individu dapat mempengaruhi hasil tes ini. Oleh
karena itu, penting untuk memeriksa dan menilai kondisi keseluruhan sebelum memberikan
rekomendasi yang sesuai.
Dalam hal ini, rekomendasi disesuaikan dengan derajat gangguan pendengaran masing-
masing individu. Untuk Nasywa Salsabila, yang memiliki pendengaran normal, menjaga
kesehatan telinga dan menghindari paparan suara bising merupakan langkah-langkah yang
disarankan. Sementara itu, Shofwan Farid yang memiliki gangguan pendengaran ringan
dapat mempertimbangkan penggunaan alat bantu dengar dan teknik komunikasi yang
efektif. Selain itu, semua individu perlu menjaga kesehatan telinga dan melakukan
pemeriksaan audiometri secara berkala.
B. Saran
Hasil audiometri pada dua probandus, Nasywa Salsabila dan Shofwan Farid,
menunjukkan beberapa perbedaan yang signifikan dalam derajat gangguan pendengaran
mereka. Audiometri nada murni adalah alat penting dalam menilai kondisi pendengaran
seseorang. Hasil dari tes ini dapat memberikan informasi yang sangat berharga tentang
tingkat pendengaran seseorang pada berbagai frekuensi suara. Untuk memahami dan
menginterpretasi hasil audiometri, kita harus memahami beberapa konsep penting seperti
intensitas suara, nada suara, dan ambang pendengaran.

18
Probandus Nasywa Salsabila menunjukkan hasil yang menunjukkan ambang
pendengaran normal pada semua frekuensi, dengan ambang pendengaran kurang dari 25 dB.
Ini mengindikasikan bahwa pendengarannya dalam kondisi yang baik. Namun, pada
probandus Shofwan Farid, hasil audiometri menunjukkan beberapa perbedaan. Meskipun
secara rata-rata ambang pendengaran pada semua frekuensi masih dalam batas normal,
terdapat beberapa perbedaan pada frekuensi tertentu, seperti 500 Hz pada telinga kanan yang
mencapai 30 dB. Hal ini mengindikasikan adanya sedikit gejala pendengaran ringan pada
frekuensi tertentu.
Beberapa faktor dapat memengaruhi hasil audiometri, seperti kondisi telinga saat tes,
kondisi lingkungan, kondisi psikologis, dan kondisi fisik. Oleh karena itu, penting untuk
memastikan bahwa tes dilakukan dalam kondisi yang sesuai dan di lingkungan yang tenang,
serta oleh operator yang terlatih dan alat yang terkalibrasi dengan baik.
Berdasarkan hasil audiometri, rekomendasi dapat diberikan kepada individu sesuai
dengan tingkat gangguan pendengarannya. Untuk Nasywa Salsabila yang memiliki
pendengaran normal, disarankan untuk menjaga kesehatan telinga, menghindari paparan
suara bising, dan melakukan pemeriksaan audiometri secara berkala.
Sedangkan untuk Shofwan Farid yang menunjukkan beberapa gejala gangguan
pendengaran ringan pada frekuensi tertentu, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter
spesialis THT atau audiologis. Mereka dapat memberikan penilaian lebih lanjut tentang
penyebab gangguan pendengarannya dan memberikan saran mengenai pengobatan atau
penggunaan alat bantu dengar yang sesuai. Selain itu, teknik komunikasi yang efektif dan
penghindaran tempat yang bising juga dapat membantu mengelola gangguan pendengaran.
Penting untuk diingat bahwa hasil audiometri adalah alat penting dalam menentukan
langkah-langkah selanjutnya untuk menjaga atau memperbaiki pendengaran seseorang, dan
konsultasi dengan profesional medis adalah langkah yang bijaksana dalam menghadapinya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Duthey, B. (2013). Background paper 6.11: Alzheimer disease and other dementias. A public
health approach to innovation, 6, 1-74.
Punnoose, A. R., Lynm, C., & Golub, R. M. (2012). Adult hearing loss. JAMA, 307(11), 1215-
1215.
Suwento R, Hendramin H. Gangguan pendengaran pada geriatri. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku ajar kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala & leher. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2012. hlm. 36-8.
Zahnert, T. (2011). The differential diagnosis of hearing loss. Deutsches ärzteblatt
international, 108(25), 433.
Zhang M, Gomaa N, Ho A. Presbycusis: A critical issue in our community. International
Journal of Otolaryngology and Head & Neck Surgery. 2013. 2(1):111-20.

20
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Pemeriksaan Praktikum Audiometri Lampiran 2. Lembar Audiogram Nasywa Salsabila

Lampiran 3. Lembar Audiogram Shofwan Farid Lampiran 4. Audiometer

Lampiran 5. Pemeriksaan pada Sofwan Farid Lampiran 6. Pemeriksaan pada Nasywa Salsabila

21

Anda mungkin juga menyukai