Anda di halaman 1dari 32

MATRIKULASI KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN

KESEHATAN KERJA

KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN KESEHATAN KERJA


DALAM KEPERAWATAN DAN RUANG LINGKUP KESELAMATAN
PASIEN DAN KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

Oleh
Kelompok II

1. Luh Eka Desriana Putri (P07120216047)


2. Indah Cantika Wahadi (P07120216048)
3. Ni Putu Ayu Sucita Dewi (P07120216049)
4. Ni Putu Indah Prastika Dewi (P07120216050)
5. Ni Putu Natiya Giyanti (P07120216051)
6. Fendy Anugrah Pratama (P07120216052)

KELAS B - PRODI NERS – SEMESTER I

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga penulis berhasil

menyelesaikan makalah ini puji syukur tepat pada waktunya yang berjudul

“Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam

Keperawatan dan Ruang Lingkup Keselamatan Pasien dan Keselamatan

Kesehatan Kerja”

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu di

harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga

Tuhan Yang Maha Esa senantiasa merestui segala usaha kita.

Denpasar, 02 Juli 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan Masalah..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
A. Kebijakan K3 Yang berkaitan Dengan Keperawatan Di Indonesia...............3
1. Relevansi kebijakan K3 Nasional dengan tugas perawat:..............................3
2. Peran perawat dalam  melaksanakan K3RS (Kesehatan Dan Keselamatan
Kerja).......................................................................................................................4
B. Konsep Dasar K3, Kesehatan Kerja, Riziko dan Hazard Dalam Pemberian
Asuhan Keperawatan (Somatic, Perilaku, Lingkungan, Ergonomic,
Pengorganisasian Pekerjaan, dan Budaya Kerja).....................................................7
1. Konsep Dasar K3............................................................................................7
2. Kesehatan Kerja..............................................................................................8
3. Risiko dan Hazard dalam Pemberian Asuhan Keperawatan..........................9
C. Risiko Dan Hazzard Dalam Pengkajian Keperawatan.................................12
1. Risiko dalam Pengkajian Keperawatan........................................................12
2. Hazard Dan Pengendaliannya......................................................................12
3. Penerapan Manajemen Risiko Dalam Tatanan Klinis..................................15
A. SIMPULAN..................................................................................................26
B. SARAN.........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai suatu lingkungan kerja yang kompleks keselamatan kerja

merupakan suatu faktor utama yang harus diperhatikan. Keselamatan kerja

merupakan salah satu faktor yang akan memberikan pengaruh terhadap kinerja

mereka yang bekerja pada lingkungan tersebut. Keselamatan kerja merupakan

salah satu faktor yang akan memberikan pengaruh terhadap kinerja mereka yang

bekerja pada lingkungan tersebut. Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya

Rumah Sakit telah diidentifikasi sebagai sebuah lingkungan di mana terdapat

aktivitas yang berkaitan dengan ergonomi antara lain mengangkat, mendorong,

menarik, menjangkau, membawa benda, dan dalam hal penanganan pasien.

Petugas kesehatan, terutama yang bertanggung jawab untuk perawatan pasien,

memiliki potensi bahaya lebih rentan yang dapat menyebabkan gangguan

muskuloskeletal dibandingkan berbagai bidang lainnya. (OSHA, 2013).

Berdasarkan data riset yang dilakukan oleh International Labour

Organization (2003) menemukan bahwa setiap hari rata-rata 6.000 orang

meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun

akibat kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Merujuk kepada peraturan

pemerintah berkenaan dengan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja,

pedoman ini juga mengambil dari beberapa sumber “best practices” yang berlaku

secara Internasional, seperti 2 National Institute for Occupational Safety and

Health (NIOSH), The Centers for Disease Control (CDC), The Occupational

Safety and Health Administration (OSHA), The US Environmental Protection

1
Agency (EPA), dan lainnya. Data tahun 2014, 4% perawat di USA adalah petugas

medis. Dari laporan yang dibuat oleh The National Safety Council (NSC), 41%

petugas medis mengalami absenteisme yang diakibatkan oleh penyakit akibat

kerja dan injury, dan angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor

industri lainnya (Depkes, 2010).

Berdasarkan hal tersebut perlu dibuatkan sebuah sistem yang disebut

keselamatan pasien dan keselamatan kesehatan kerja di tempat pelayanan fasilitas

kesehatan. Hal ini dilakukan agar keselamatan pasien dapat terjaga dan

keselamatan tenaga medis juga dapat terjaga dengan baik.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja Kebijakan K3 yang berkaitan dengan keperawatan di Indonesia?

2. Bagaiman konsep dasar K3, kesehatan kerja, riziko dan hazard dalam

pemberian asuhan keperawatan (somatic, perilaku, lingkungan, ergonomic,

pengorganisasian pekerjaan, dan budaya kerja)?

3. Apa saja risiko dan hazzard dalam pengkajian keperawatan?

C. Tujuan Masalah

1. Mendeskripsikan kebijakan K3 Yang berkaitan Dengan Keperawatan Di

Indonesia.

2. Mendeskripsikan konsep dasar K3, kesehatan kerja, riziko dan hazard

dalam pemberian asuhan keperawatan (somatic, perilaku, lingkungan,

ergonomic, pengorganisasian pekerjaan, dan budaya kerja).

3. Mendeskripsikan risiko dan hazzard dalam pengkajian keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebijakan K3 Yang berkaitan Dengan Keperawatan Di Indonesia

1. Relevansi kebijakan K3 Nasional dengan tugas perawat:

a. Pemberi Asuhan Keperawatan

Seorang perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan kepada tiap

pasien, asuhan keperawatan berfungsi untuk memberikan asuhan atau pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh perawat.

b. Penyuluh dan konselor bagi klien

Setiap informasi mengenai kesehatan dan perawatan yang didapat oleh klien,

seorang perawat haru wajub memberikan informasi terkait kondisi klien ataupun

perawatan yang didapatkan oleh klien, selain itu perawat juga dapat menjadi

konselor bagi klien atas sekala permasalahan yang terkait dengan kondisi klien.

c. Pengelola pelayanan keperawatan

d. Peneliti keperawatan

Seorang perawat diharapkan mampu untuk terus berinovasi memberikan

pelayanan terbaik kepada kliennya dengan temuan-teman baru dalam bidang

keperawatan

e. Pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang

Perawat juga melaksanakan tugas dalam pemberian asuhan keperawatan kepada

pasien dengan diberikan pelimpahan wewenang oleh tenaga kesehatan lain,

seperti dokter.

f. Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.

3
2. Peran perawat dalam  melaksanakan K3RS (Kesehatan Dan

Keselamatan Kerja)

American Association of Occupational Health Nurses mendefenisikan

perawat hiperkes sebagai “Orang yang memberikan pelayanan medis kepada

tenaga kerja”. Sedangkan Departement of Labor (DOL) USA mendefenisikan

sebagai “Orang yang memberikan pelayanan medis atas petunjuk umum

kesehatan kepada si sakit atau pekerja yang mendapat kecelakaan atau orang lain

yang menjadi sakit atau menderita kecelakaan di tempat kerja. Seorang perawat

hiperkes adalah seseorang yang berijazah perawat dan memiliki

pengalaman/training keperawatan dalam hiperkes dan bekerja melayani kesehatan

tenaga kerja di perusahaan.

Fungsi seorang perawat hiperkes sangat tergantung kepada kebijaksanaan

perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah

tenaga kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan. Perawat merupakan satu-

satunya tenaga kesehatan yang full time di perusahaan, maka fungsinya adalah :

a. Membantu dokter perusahaan dalam menyusun rencana kerja hiperkes di

perusahaan.

b. Melaksanakan program kerja yang telah digariskan, termasuk administrasi

kesehatan kerja.

c. Memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan perawatan dan pengobatan.

d. Memelihara alat-alat perawatan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan

perusahaan.

e. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan sesuai cara-cara yang telah

disetujui.

4
f. Ikut membantu menentukan kasus-kasus penderita, serta berusaha

menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan kepadanya.

g. .Ikut menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor

pekerjaan dan melaporkan kepada dokter perusahaan.

h. Membantu usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan perusahaan

sesuai kemampuan yang ada.

i. Ikut mengambil peranan dalam usaha-usaha kemasyarakatan

j. Membantu, merencanakan dan atau melaksanakan sendiri kunjungan

rumah sebagai salah satu dari segi kegiatannya.

k. Menyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang dilayani.

l. Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja.

m. Mengumpulkan data-data dan membuat laporan untuk statistic dan evaluasi.

n. Turut membantu dalam usaha penyelidikan kesehatan tenaga kerja

o. .Memelihara hubungan yang harmonis dalam perusahaan

p. Memberikan penyuluhan dalam bidang kesehatan

q. Bila lebih dari satu paramedis hiperkes dalam satu perusahaan, maka

pimpinan   paramedis hiperkes harus mengkoordinasi dan mengawasi

pelaksanaan semua usaha      perawatan hiperkes.

Menurut Jane A. Le R.N dalam bukunya The New Nurse in Industry,

beberapa fungsi specifik dari perawat hiperkes adalah :

a. Persetujuan dan kerjasama dari pimpinan perusahaan atau industry dalam

membuat program dan pengolahan pelayanan hiperkes yang mana bertujuan

memberikan pemeliharaan atau perawatan kesehatan yang sebaik mungkin

kepada tenaga kerja

5
b. Memberikan atau menyediakan primary nursing care untuk penyakit

-penyakit atau korban kecelakaan baik akibat kerja maupun yang bukan

akibat kerja bedasarkan petunjuk- petunjuk kesehatan yang ada.

c. Mengawasi pengangkutan si sakit korban kecelakaan ke rumah sakit , klinik

atau ke kantor dokter untuk mendapatkan perawatan atau pengobatan lebih

lanjut

d. Melakukan referral kesehatan dan pencanaan kelanjutan perawatan dan

follow up dengan rumah sakit atau klinik spesialis yang ada.

e. Mengembangkan dan memelihara system record dan report kesehatan

dan keselamatan yang sesuai dengan prosedur yang ada di perusahaan.

f. Mengembangkan dan memperbarui policy dan prosedur servis perawatan.

g. Membantu program physical examination (pemeriksaan fisik) dapatkan data-

data keterangan-keterangan mengenai kesehatan dan pekerjaan. Lakukan

referral yang tepat dan berikan suatu rekomendasi mengenai hasil yang

positif.

h. Memberi nasehat pada tenaga kerja yang mendapat kesukaran dan jadilaj

perantara untuk membantu menyelesaikan persoalan baik emosional maupun

personal.

i. Mengajar karyawan praktek kesehatan keselamatan kerja yang baik,dan

memberikan motivasi untuk memperbaiki praktek-praktek kesehatan.

j. Mengenai kebutuhan kesehatan yang diperlukan karyawan dengan obyektif

dan menetapkan program Health Promotion, Maintenance and Restoration.

k. Kerjasama dengan tim hiperkes atau kesehatan kerja dalam mencari

jalan bagaimana untuk peningkatan pengawasan terhadap lingkungan kerja

6
dan pengawasan kesehatan yang terus menerus terhadap karyawan yang

terpapar dengan bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatannya.

l. Tetap waspada dan mengikuti standar-standar kesehatan dan keselamatan

kerja yang ada dalam menjalankan praktek-praktek perawatan dan

pengobatan dalam  bidang hiperkes ini.

m. Secara periodic untuk meninjau kembali program-program perawatan dan

aktifitas perawatan lainnya demi untuk kelayakan dan memenuhi kebutuhan

serta efisiensi.

n. Ikut serta dalam organisasi perawat (professional perawat) seperti

ikatan paramedik hiperkes, dan sebagainya.Merupakan tanggung jawab

pribadi yang tidak boleh dilupakan dan penting adalah mengikuti kemajuan

dan perkembangan professional (continues education).

D. Konsep Dasar K3, Kesehatan Kerja, Riziko dan Hazard Dalam

Pemberian Asuhan Keperawatan (Somatic, Perilaku, Lingkungan,

Ergonomic, Pengorganisasian Pekerjaan, dan Budaya Kerja).

1. Konsep Dasar K3

Menurut (Depnakes: 2005), Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

segala daya upaya pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah,

menanggulangi dan mengurangi terjadinya kecelakan dan dampak melalui

langkah-langkah identifikasi, analisis dan pengendalian bahaya dengan

menerapkan pengendalian bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-

undangan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

7
Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Prawirosentono Suyadi

(2002:91) adalah” menciptakan suasana dan lingkungan kerja yang menjamin 15

kesehatan dan keselamatan karyawan agar tugas pekerjaan di wilayah kerja

perusahaan dapat berjalan lancar”. Menurut Sibarani Mutiara (2012:163), “

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk

menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga

kerja khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk

menuju masyarakat adil dan makmur”.

Menurut Barthos Basir (2009:138) di Indonesia berbagai peraturan

perundang seperti ketentuan pokok tentang perlindungan tenaga kerja dalam UU

No.14 tahun 1969 dan UU No. 1 tahun 1970 serta peraturan-peraturan lainnya

yang melengkapi dalam ketentuan tersebut khususnya dalam pasal 9 dan 10

tercantum beberapa hal sebagai berikut : “Tiap tenaga kerja mendapatkan

perlindungan atas keselamatan, kesehatan kesusilaan, pemeliharaan moril manusia

atas perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan agama.”

2. Kesehatan Kerja

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk

menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan nyaman sehingga dapat

mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang

ada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja (Tarwaka,

2014). Keselamatan kerja meliputi perlindungan karyawan dari kecelakaan

ditempat kerja. Sedangkan kesehatan merujuk kepada kebebasan karyawan dari

penyakit secara fisik dan mental.

8
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah kondisi yang aman atau selamat

dari penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja. Resiko keselamatan

kerja merupakan aspek-aspek dari dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan

kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang,

kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran (Silalahi, 1995). Kesehatan

kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari kondisi yang bebas dari fisik,

mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko

kesehatan kerja merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja

melebihi periode waktu yang telah ditentukan.

3. Risiko dan Hazard dalam Pemberian Asuhan Keperawatan.

a. Risiko

Risiko (Risk) adalah menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan/

kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu (Tarwaka, 2008).

Penilaian risko adalah proses untuk menentukan pengendalian terhadap tingkat

risiko kecelakaan kerja/ penyakit akibat kerja. Penilaian risko adalah proses

evaluasi risiko-risiko yang diakibatkan adanya bahaya-bahaya, dengan

memperhatikan kecukupan pengendalian yang dimiliki, dan menentukan apakah

risikonya dapat diterima atau tidak (Operasional Procedure).

9
b. Hazard

Bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang menpunyai

kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan,

maupun manusia (Budiono, 2003).

Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan yang dapat mengakibatkan cidera

(injury) atau kerusakan (damage) baik manusia, properti dan setiap kegiatan yang

dilakukan tidak ada satupun yang bebas dari resiko yang ditimbulkan dari bahaya.

c. Risiko dan hazard dalam perencanaan asuhan keperawatan

Menurut (Sumamur, 2014), Risiko dan hazard dalam perencanaan asuhan

keperawatan kesalahan saat merencanakan pengkajian. Misalnya jika perawat

salah dalam mengkaji, maka perawat akan salah dalam memberikan proses

perawatan/pengobatan yang  pada akhirnya akan mengakibatnya kesehatan pasien

malah semakin terganggu. Hal lainnya yang dapat terjadi yaitu jika perawat salah

dalam merencanakan tindakan keperawatan maka perawatnya juga akan

mendapatkan bahaya seperti misalnya tertularnya  penyakit dari pasien karena

kurangnya perlindungan diri terhadap perawatnya (Pratama AK, 2015).

Contoh kasus resiko dan hazard saat melakukan perawatan: Pada tanggal

27 maret 2016, di rumah sakit di Singapora terjadi kasus nyata kekerasan fisik dan

verbal pada saatperawat melakukan pengkajian. Perawat tersebut pada saat

melakukan pengkajian kepada pasien, mendapatkan kekerasan fisik sekaligus

verbal dari  pasien yang dikaji. Seperti yang dikutip dalam media online : “ketika

perawat Nur melakukan pendekatan untuk melakukan data, salah satu pasiiennya

mengamuk, berteriak dan memukul-mukul kepalanya di dinding. Dia mencoba

menghentikan dan menenangkannya tapi pasiennya malah emosi dan menendang

10
dadanya, sehingga membuatnya terluka. Kejadian kekerasan fisik maupun verbal

dalam kasus tersebut tidak disebut berasal dari kesalahan parawat sendiri ataukah

pasien memiliki emosional yang tidak dapat terkontrol.

Dalam proses pengkajian sendiri, terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan oleh perawat mulai dari pemahaman akan pengertian pengkajian,

tahap-tahap dalam melakukan  pengkajian (Notoadmodjo, 2014) hingga metode

yang digunakan dalam melakukan pengkajian. Dalam melakukan pengkajian

terhadap pasien, perawat harus tau akan adanya hazard atau resiko yang mungkin

mereka akan dapatkan.

Upaya yang dapat dilakukan oleh perawat untuk meminimalisirkan risiko

atau hazard yang akan terjadi, seperti:

1) Batasi akses ke tempat isolasi  

2) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dengan benar

3) SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak tertutup

dengan APD

4) Petugas diharapkan untuk tidak menyentuh bagian tubuh yang tidak tertutup

APD

5) Membatasi sentuhan langsung ke pasien

6) Cuci tangan sebelum melakukan dan setelak melakukan tindakan

7) Bersihkan kaki/tangan setelah melakukan tindakan

8) Melakukan pemeriksaan secara berkala kepada perawat/pekerja

9) Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.

11
E. Risiko Dan Hazzard Dalam Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan berarti suatu proses perolehan data dari petugas

kesehatan dalam hal ini perawat kepada klien atau keluarganya atau rekam medis

ataupun melalui tenaga kesehatan lainnya untuk mendapatkan informasi awal

terkait kondisi klien. Tujuan utama pengkajian adalah untuk mengetahui data

pasien seakurat-akuratnya.

1. Risiko dalam Pengkajian Keperawatan

a. Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.

b. Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian.

c. Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang diajukan oleh

perawat.

d. Risiko tertular penyakit saat kontak melalui fisik maupun melalui udara

dengan pasien.

e. Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya.

2. Hazard Dan Pengendaliannya

Berdasarkan National Safety Council mengatakan bahwa hazard adalah

faktor faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu berupa barang atau kondisi dan

mempunyai potensi menimbulkan efek kesehatan maupun keselamatan pekerja

serta lingkungan yang memberikan dampak buruk. Sedangkan menurut Miles

Nedved, hazard adalah suatu aktivitas atau sifat alamiah yang berpotensi

menimbulkan kerusakan.

12
Hazard adalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi

pada gangguan kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan pada

property, area atau tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian pada proses

produksi ataupun kerusakan-kerusakan lainnya.

a. Komponen Hazard atau Bahaya :

1) Karakteristik material.

2) Bentuk material.

3) Hubungan pekerjaan dan efek.

4) Kondisi dan frekuensi penggunaan.

5) Tingkah laku pekerja.

b. Jenis-Jenis Hazard

Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis

bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan

kerja dan bahaya keselamatan kerja. Bahaya kesehatan kerja dapat berupa bahaya

fisisk, kimia, biologi dan bahaya berkaitan dengan ergonomi, berdampak kepada

kesehatan dan kenyamanan kerja, misalnya penyakit akibat kerja. Sedangkan,

bahaya keselamatan (safety hazard) fokus pada keselamatan manusia yang terlibat

dalam proses, peralatan, dan teknologi. Dampak safety hazard bersifat akut,

konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk terjadi rendah.

Bahaya keselamatan (Safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera,

kebakaran, dan segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat

kerja. Biasanya efek dari bahaya keselamatan dapat langsung terlihat pada saat

terjadi.

13
Jenis-jenis safety hazard, antara lain :

1) Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang

bergerak yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk, terpotong,

terjepit, tergores, terbentur, dan lain-lain.

2) Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik.

3) Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan

padat yang

4) Mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif.

c. Pengendalian Hazard

Hazard atau bahaya dapat dihindari ataupun dampak

dari hazard tersebut dapat diminimalkan. Menurut PERMENAKER No.

05/MEN/1996, pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja

dilakukan dengan berbagai macam metode, yaitu:

1) Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi,

isolasi, ventilasi, higiene, dan sanitasi (engineering control).

2) Pendidikan dan pelatihan.

3) Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus,

insentif, penghargaan, dan motivasi diri.

4) Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi.

5) Penegakan hukum.

6) Pemberian alat pelindung diri/ APD

7) Alat Pelindung Diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan

untuk mencegah paparan bahaya pada pekerja. Penggunaan APD ini

14
disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali

lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel

akan lebih efektif

3. Penerapan Manajemen Risiko Dalam Tatanan Klinis

Dalam tatanan klinis, ada 8 langkah yang bisa diaplikasikan sebagai upaya

penerapan manajemen resiko, yaitu :

a. Langkah 1 : Menetapkan konteks


Konteks merupakan dasar/pijakan bagi proses manajemen risiko selanjutnya.

Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis

antara lain :

a) Adanya konteks manajemen risiko pada area kritis.


Contoh : Dengan data banyaknya kejadian Ventillator Assosiated

Pneumonia (VAP) di area kritis, maka perlu dibuat protab untuk

menekan angka kejadian VAP bagi pasien yang terpasang ventilator.

d. Adanya risk criteria pada area kritis.


e. Contoh : dengan membuat peta 10 besar penyakit yang sering dirawat
di
f. area keperawatan kritis.
g. 3. Adanya peta risiko korporat di area kepereawatan kritis
(gunakan
h. pendekatan masukan, proses, keluaran).
i. Contoh : ada laporan tentang kondisi pasien mulai dari masuk
ruangan,
j. proses perawatan, sampai akhir proses perawatan dan pasien
meninggalkan
k. ruang2.
4. Penerapan Manajemen Risiko Dalam Tatanan Klinis
5. Dalam tatanan klinis, ada 8 langkah yang bisa diaplikasikan sebagai upaya
penerapan
6. manajemen resiko, yaitu :
7. a. Langkah 1 : Menetapkan konteks

15
8. Konteks merupakan dasar/pijakan bagi proses manajemen risiko
selanjutnya.
9. Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan
kritis antara
10. lain :
11. 1. Adanya konteks manajemen risiko pada area kritis.
12. Penerapan Manajemen Risiko Dalam Tatanan Klinis
13. Dalam tatanan klinis, ada 8 langkah yang bisa diaplikasikan sebagai upaya
penerapan
14. manajemen resiko, yaitu :
15. a. Langkah 1 : Menetapkan konteks
16. Konteks merupakan dasar/pijakan bagi proses manajemen risiko
selanjutnya.
17. Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan
kritis antara
18. lain :
19. 1. Adanya konteks manajemen risiko pada area kritis.
20. enerapan Manajemen Risiko Dalam Tatanan Klinis
21. Dalam tatanan klinis, ada 8 langkah yang bisa diaplikasikan sebagai upaya
penerapan
22. manajemen resiko, yaitu :
23. a. Langkah 1 : Menetapkan konteks
24. Konteks merupakan dasar/pijakan bagi proses manajemen risiko
selanjutnya.
25. Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan
kritis antara
26. lain :
27. 1. Adanya konteks manajemen risiko pada area kritis.
28. Contoh : Dengan data banyaknya kejadian VAP di area kritis, maka
perlu
29. dibuat protab untuk menekan angka kejadian VAP bagi pasien yang
30. terpasang ventilator.
b) Adanya risk criteria pada area kritis.
Contoh : Dengan membuat peta 10 besar penyakit yang sering dirawat

di area keperawatan kritis.

c) Adanya peta risiko korporat di area kepereawatan kritis (gunakan

pendekatan masukan, proses, keluaran).

Contoh : Ada laporan tentang kondisi pasien mulai dari masuk

ruangan, proses perawatan, sampai akhir proses perawatan dan pasien

meninggalkan ruangan tersebut

16
a. Langkah 2 : Identifikasi bahaya Indikator yang bisa dijadikan dasar

penilaian di area keperawatan kritis antara lain :

1) Adanya risiko K3 pada area keperawatan kritis.

Contoh : Jika suatu rumah sakit belum memiliki oksigen sentral,

maka perlu diantisipasi adanya tabung oksigen yang jatuh dan bisa

menimpa pasien.

2) Adanya registrasi risiko yang ada pada area keperawatan kritis Risk

register mencatat semua sumber bahaya, lokasi, tingkat risiko

dan rencana pengendaliannya.

Contoh : pada kasus VAP, sumber bahaya bisa dari pemakaian

ventilator dalam jangka waktu lama, petugas kesehatan yang tidak

melakukan prosedur cuci tangan saat dan setelah melakukan intervensi

ke pasien, serta aktivitas lain yang bisa menjadi faktor risiko VAP, serta

rencana pengendaliannya harus dicatat dan perlu dijadikan suatu

protab yang harus dipatuhi oleh seluruh tenaga kesehatan yang ada

pada area keperawatan kritis.

b. Langkah 3 : Penilaian risiko


Penilaian risiko merupakan proses menganalisa tingkat resiko, pertimbangan

tingkat bahaya, dan mengevaluasi apakah sumber bahaya dapat dikendalikan

atau tidak, dengan memperhitungkan segala kemungkinan yang terjadi.

17
Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis antara

lain :

1) Adanya penilaian risiko untuk setiap bahaya yang ada.

2) Terdapat risk matrix. Untuk mengidetifikasi potensi kerugian gunakan

tabel matriks kualitatif. Menentukan Nilai probabilitas kerugian

menggunakan 3 kategori: Critical, Very Serious and Less Serious. Analisa

matrik grading risiko (KKP-RS, 2008) : Penilaian matriks risiko adalah

suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan derajat risiko suatu

insiden berdasarkan dampak dan probabilitasnya.

1. Dampak (Consequences) Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah

seberapa berat akibat yang dialami pasien mulai dari tidak ada cedera

sampai meninggal.

2. Probabilitas / Frekuensi /Likelihood Penilaian tingkat probabilitas /

frekuensi risiko adalah seberapa seringnya insiden tersebut terjadi.

18
Tabel 1 : Penilaian Dampak Klinis / Konsekuensi / Severity

Tabel 2 : Penilaian Probabilitas / Frekuensi

19
Setelah nilai dampak dan probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel
Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands
risiko.
Setelah nilai dampak dan probabilitas diketahui, dimasukkan dalam

Tabel Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari

warna bands risiko.

a) Skor Risiko

Cara menghitung skor risiko :


Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko (tabel
3) :
 Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
 Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan
 Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara
frekuensi dan dampak
b) Bands Risiko
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat
warna yaitu : Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Warna “bands”
akan menentukan Investigasi yang akan dilakukan : Bands BIRU
dan HIJAU : Investigasi sederhana
Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif

4. Contoh Kasus Manajemen Risiko

a. Contoh kasus 1

Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti ini di RS X
terjadi pada 2 tahun yang lalu Nilai dampak : 5 (katastropik ) karena pasien

20
meninggal Nilai probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah terjadi 2 thn
lalu Skoring risiko : 5 x 3 = 15 Warna Bands : Merah (ekstrim)

Tabel 3 : Matrix Grading Risiko

Tabel 4 : Tindakan sesuai Tingkat ands risiko

b. Contoh Kasus 2
RSUD Tebing Terjal Kabupaten Kenangan Mulai tanggal 1 Januari
2020 sudah mengikuti kebijakan pemerintah untuk menyelenggarakan
pelayanan bagi pasien BPJS, yang merupakan implementasi dari program
pemerintah dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang tertuang dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sebagai rumah sakit milik
pemerintah daerah, tentu sistem pengelolaan dan manajemen didasarkan pada

21
standar pelayanan minimal dan prosedur tata ognasisai daerah salah staunya
pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan
pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian,
mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi
kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada
pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical
care). Namun seiring berjalannya kegiatan pelayanan di RSUD Tebing Terjal
tidak lepas dari berbagai permasalahan baik pelayanan pada konsumen
maupun manajemen internal rumah sakit.
Instalasi farmasi yang merupakan titik akhir dan titik tolak dari
persediaan perbekalan kesehatan di rumah sakit tidak luput dari permasalahan
tersebut. Kasus yang pernah terjadi di instalasi farmasi RSUD tebing terjal
kabupaten kenangan adalah terjadinya kesalahan pemberian obat di apotek
rawat jalan dikarenakan penulisan resep yang terbalik nama pasiennya.
Pasien berasal dari poliklinik penyakit dalam yang merupakan pasien
“langganan” atau sudah sering berobat ke RS. Pasien bernama Ny.S dan Ny. Y.
Ny. S membawa resep dengan nama Ny. Y sedangkan pasien Ny. Y membawa
resep dengan nama Ny. S. Namun pasien tidak mengecek nama yang
tercantum dalam resep dan langsung menuju apotek rawat jalan. Pada saat pasien
menyerahkan resep pada petugas penerima resep, kemudian di cek sediaan,
kekuatan dan jenis sediaan, dikerjakan etiket dan pengemasan sesuai dengan
yang diperintahkan dalam resep. Setelah obat siap diserahkan kepada pasien,
petugas penyerahan resep memanggil pasien yang bernama Ny.S. Petugas
memberikan konseling mengenai sediaan yang diterima pasien. Namun
kemudian pasien sedikit curiga dengan penjelasan yang diberikan petugas kepada
beliau. Menurut pasien bahwa obat yang diberikan tidak sesuai dengan
kondisi penyakit yang diderita pasien. Petugas kemudian segera meriscek resep
pasien Ny. S kemudian berkonsultasi dengan bagian poli rawat jalan penyakit
dalam. Dari hasil cek dan riscek ternyata dokter salah menuliskan resep pada
pasien Ny. S. Jenis obat yang diresepkan untuk pasien Ny. S tertukar dengan

22
jenis obat yang tertulis pada pasien Ny. Y. Jadi pasien Ny. S sesungguhnya
membawa resep obatnya sendiri sesuai dengan penyakitnya namun dalam
resep yang dibawanya tertulis nama Ny. Y, sedangkan Ny. Y memang benar
membawa resep obatnya sendiri sesuai dengan penyakitnya namun dalam
resep yang dibawanya bertuliskan Ny.S. Kesimpulannya, terjadi kesalahan pada
penulisan nama pasien pada resep yang dibawa pasien. Hal ini dimungkinkan
dokter penulis resep kurang berkonsentrasi pada saat pelayanan pasien atau
nama pasien yang berdekatan pada saat pemeriksaan sehingga rekam
medisnya terbalik pengamatannya

3. Analisis Kasus
a) Menetapkan konteks
Hal ini dibuat dokumentasi mengenai banyaknya kejadian kesalahan
pemberian obat pada pasien dikarenakan resep yang tertukar dan tidak
disadari oleh pasien.
b) Identifikasi bahaya
Sejauh mana bahaya terhadap kejadian kesalahan pemberian obat
terhadap pelayanan pasien dan berdasar pada resep pasien sehingga perlu
koordinasi dengan dokter penulis resep maupun petugas di poli rawat
jalan, rawat inap maupun UGG.
c) Pengukuran Kualitatif Frekuensi/ Kemungkinan (likehood)
Setelah seluruh resiko diidentifikasi maka dilakukan pengukuran
tingkat kemungkinan dan dampak resiko. Pengukuran resiko dilakukan
setelah mempertimbangkan pengendalian resiko yang ada. Pengukuran
resiko dilakukan menggunakan criteria pengukuran resiko secara
kualitatif, semi kualitatif, atau kuantitatif tergantung pada ketersediaan
data tingkat kejadian peristiwa dan dampak kerugian yang
ditimbulkannya. Pada kasus salah memberikan obat pada pasien, maka
pengukuran kualitatif frekuensi/kemungkinan (likehood) adalah sebagai
berikut :

23
Dalam kasus ini, kejadian mungkin terjadi sewaktu-waktu karena
kejadiannya dalam setahun lebih dari 3 kejadian. Hal ini lebih
banyak terjadi pada saat peak hour sehingga memungkinkan petugas
kurang berkonsentrasi dalam melayani pasien.
d) Pengukuran kualitatif konsekuensi / dampak

Dampak yang terjadi pada kasus tersebut berbobot nilai satu (1) yaitu
tidak bermakna karena petugas apotek segera meriscek resep pasien
pada petugas poli dan dokter penulis resep, sehingga pada saat pemberian
ke pasien, kesalahan bisa langsing diatasi.

24
Skor risiko yang dapat dihitung: Bobot likehood = 3 Bobot dampak = 1
Bobot total penilaian adalah berada di kolom hijau yaitu rendah

e) Mengevaluasi resiko
Evaluasi resiko perlu dilakukan setelah diukur tingkat kemungkinan
dan bagaimana dampaknya. Apakah resiko masih dapat ditoleransi atau
diterima atau tidak dan apakah resiko termasuk prioritas yang harus
ditangani sesegera mungkin. Dari kasus ini, pemberian
konseling/informasi obat dan informed consent petugas apotek pada
pasien guna mengecek informed consent yang di berikan dokter sangat
penting dilakukan sehingga terjadi kecocokan. Selain diperlukan
ketelitian dan dalam penyerahan obat pada pasien berdasarkan resep,
sehingga jika terjadi kesalahan penulisan resep dapat segera ditangani.
f) Menangani resiko
Dalam kasus ini, penanganan resiko adalah dengan melakukan cross-
check dengan segera agar masalah dapat segera teratasi dan tidak
menganggu pelayanan pasien yang lain. Pengendalian bersama petugas
medis yang lain dari poli rawat jalan, zaal rawat inap dan UGD yang
terintegrasi agar kasus ini dapat ditekan kejadiannya atau bahkan tidak
terjadi lagi di masa yang akan datang. Salah satu pengendaliannya
adalah dengan menganalisa beban kerja petugas dengan pelayanan yang
diberikan agar walaupun pada saat peak hour tetap dapat
berkonsentrasi dan maksimal dalam melakukan pelayanan.
g) Memantau resiko
Dalam kasus ini memantau resiko dengan melakukan cross-check
terhadap sediaan obat dengan pasien apakah sesuai dengan keluhan
pasien atau tidak. Jika ada nama pasien yang mirip perlu dilakukan cross-
check dengan petugas poli rawat jalan.
h) Mengkomunikasikan risiko

25
Mengkomunikasikan resiko dapat dilakukan pada pejabat yang
berwenang dalam manajemen RS dan di teruskan pada petugas rumah
sakit. Hal ini dilakukan agar setiap petugas memiliki rasa tanggung
jawab pada pekerjaannya dan memahami bahwa jika terjadi kesalahan
serupa maka yang dirugikan bukan hanya pasien eksternal namun juga
manajemen RS. Error secara garis besar terbagi dua, yaitu: human error dan
organizational error. Human error sendiri dapat berasal dari 18 ystem pasien
dan 18 ystem tenaga kesehatan. Organizational error sendiri seringkali
diistilahkan sebagai system error, atau dalam konteks pelayanan
kesehatan di rumah sakit diistilahkan sebagai hospital error. Dari kasus
tersebut, kejadian yang sewaktu-waktu terjadi dan lebih dari 3 kejadian
dalam setahun perlu dilakukan dokumentasi dan pengawasan serta
pengendalian. Pada kasus ini instalasi farmasi melakukan koordinasi
dengan komite medik dan memberi laporan lisan pada bidang
pelayanan dan keperawaan yang membawahi instalasi farmasi dan
komite medik agar dapat diperbaiki. Kelalaian semacam ini harus segera
diantisipasi karen jika pasien saat itu tidak menyadari bahwa obat yang
diberikan tidak sesuai dengan penyakitnya, misalnya pasien yang tidak
memahami kondisi penyakitnya sendiri dan tidak diberikan informed
consent oleh dokter dan saat petugas apotek memberikan informasi
namun kurang ditanggapi oleh pasien atau bukan pasien yang
mengambil obat namun keluarga pasien atau yang disuruh oleh pasien
yang mana tidak tmemahami kondisi penyakit bisa menjadi kesalahan
fatal dan berdampak fatal dan berakibat citra RS dipertaruhkan.

26
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk

menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan nyaman sehingga dapat

mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang

ada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja. Keselamatan

dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai pertimbangan dan upaya untuk

menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani dan rohani serta kerja manusia

pada umumnya, hasil karya dan budayanya terhadap masyarakat makmur dan

sejahtera. 

B. SARAN

Untuk pembaca diharapkan dalam membaca makalah ini dapat lebih

mengetahui dan memahami makalah tentang keselamatan pasien dan keselamatan

kesehatan kerja. Selain itu kami mengharapkan saran membangun yang dapat

menjadi motivasi dalam pembuatan makalah-makalah berikutnya sehingga

pembuatan makalah berikutnya lebih teliti dan lebih baik lagi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Budiono S. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang:


Universitas Diponegoro; 2003.

Depkes RI. 2010. Capaian Pembangunan Kesehatan Tahun 2011. Jakarta

Firawati, dkk.(Maret 2012).Pelaksanaan Program Keselamatan Pasien di Rumah


Sakit Solok.Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 6, No. 2, Hal. 74-75

Idris, Fachmi Dr. dr. M.Kes. 2007. Manajemen Resiko Dalam Pelayanan
Kesehatan: Konsep Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat–Kedokteran Komunitas (IKM/IKK) Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga


Kerja

ILO. 2003. Encyclopedia of Occupational Health and Safety. Penerbit : Geneva

Jamsostek. Angka Kecelakaan Kerja Lima Tahun Terakhir Cenderung Naik 2011
[cited 2017 20 Maret]. Available from: http://www.poskotanews.com. 9.
Pusat Data dan Informasi Republik Indonesia. Situasi Kesehatan Kerja
2014 (Diakses tanggal 29 Juni 2020)

Komite Keselamatan Rumah Sakit. 2007. Meningkatkan Kepercayaan


Dengan Patient Safety. http://www.inapatsafety-persi.or.id

Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2014.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014 [cited 2017 20 Maret].
Available from: http://www.depkes.go.id/article/print/201411030005/1-
orangpekerja-di-dunia-meninggal-setiap-15-detik-
karenakecelakaankerja.html#sthash.3hTidTq8.dpuf. (Diakses tanggal 29
Juni 2020)

OSHA. 2003. Guidelines for Nursing Homes Ergonomics for the Prevention of
Musculoskeletal Disorders. United State: Departemen of Labor United
State. www.osha.gov/ergonmics/guidelines/nursing/index.html (Diakses :
29 Juni 2020)

Pengembangan Kompetensi Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap dalam


Manajemen Pelayanan Pasien Melalui Pelatiha Penerimaan pasien Baru
Berbasis Cari. 2017

28
Pratama AK. Hubungan Karakteristik Pekerja dengan Unsafe Action pada Tenaga
Kerja Bongkar Muat di PT. Terminal Petikemas Surabaya. The Indonesian
Journal of Occupational Safety and Health. 2015;4(1):64-73.

Rachman, Abdul, et al. 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada Institusi Pendidikan


Tenaga Sanitasi. Jakarta: Depkes RI, Pusdiknakes.

Rachman, Abdul, et al. 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada Institusi Pendidikan


Tenaga Sanitasi. Jakarta: Depkes RI, Pusdiknakes.
Silalahi B. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Pustaka
Binaman Pressindo; 1995.

Simamora, Roymond H. 2008. Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan.


Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Simamora, Roymond H. 2009. Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta : EGC

Simamora, R.H. dan Fathi, A. 2017. The Quality of Nursing Hand Over and
Efective Communication Implementation of SBAR in The Ultilization of
Patient Safety at Private Hospital : Medan

Simamora, Roymond H. dkk. 2017. Penguatan Kinerja Perawat dalam


Pemberian Asuhan Keperawatan Melalui Pelatihan Ronde Keperawatan
di Rumah Sakit Royal Prima Medan. LPM Universitas Negeri Medan.
Medan

Suma’mur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Bandung:


Sagung Seto; 2014.

Sumakmur. 1988 . Keselamatan Kerja dan Pencegahan Pecelakaan. Jakarta :


Gunung Agung

Tarwaka. Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Manajemen dan Implementasi K3


di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press; 2014.

Wardhani, V. (2017).Manajemen Keselamatan Pasien. Malang : UB Press

29

Anda mungkin juga menyukai