Anda di halaman 1dari 17

ETIKA KEPERAWATAN

(KELALAIAN / MALPRAKTIK PERAWAT)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Dosen Pengampu:
……………………….

xxLOGO UNIVERSITASxx

Disusun Oleh:
Kelompok …
Nama Anggota Kelompok 1 NPM. ...
Nama Anggota Kelompok 2 NPM. …
Nama Anggota Kelompok 3 NPM. …
Dst.

PROGRAM STUDI …………..


FAKULTAS …………….
UNIVERSITAS ………
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak … (nama dosen pengampu
mata kuliah) sebagai dosen pengampu mata kuliah … (nama mata kuliah) yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Aceh, …

Nama…

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan.............................................................................................2
1.3. Manfaat Penulisan...........................................................................................2
1.4. Sistematika Penulisan.....................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................4
2.1. Kasus...............................................................................................................4
2.2. Pembahasan.....................................................................................................6
2.2.1. Bentuk Kelalaian/Malpraktik..................................................................6
2.2.2. Unsur-Unsur Kelalaian/Malpraktik.........................................................6
2.2.3. Ancaman Pidana Atas Kelalaian/Malpraktik..........................................9
BAB III........................................................................................................................13
3.1. Kesimpulan...................................................................................................13
3.2. Saran.............................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kode etik keperawatan merupakan alat pengambil keputusan yang valid dan
berguna bagi perawat dalam menghadapi masalah etik pada praktek klinik sehari-hari.
Organisasi yang mewadahi Perawat di Indonesia adalah Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) dimana mewajibkan anggota patuh terhadap Undang-Undang RI
Nomor 38 tahun 2014 yang menyatakan bahwa pelaksanaan pelayanan keperawatan
harus dilaksanakan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman dan
terjangkau oleh perawat yang memiliki kompetensi, kewenangan etik dan moral
tinggi (Kementerian Kesehatan). Perawat dalam pelaksanaan pelayanan kepada
masyarakat membutuhkan kepastian hukum, sehingga tercipta rasa aman, fokus, dan
berusaha memberikan yang terbaik sesuai harapan masyarakat akan masalah
kesehatan (Peraturan Menteri Kesehatan, 2014).
Menjadi seorang perawat bukan hanya bertugas untuk menangani masyarakat
yang sakit. Masih banyak orang yang salah mengartikan dari profesi perawat atau
keperawatan ini sendiri dan mengaitkannya dengan seorang yang menangani
seseorang yang sedang memilki penyakit. Padahal, seorang perawat juga memiliki
peran yang penting untuk menangani masyarakat yang sehat sekalipun. Maka dari itu
profesi keperawatan memiliki tanggung jawab yang besar dalam pekerjaannya. Hal
ini juga kemudian membuat seorang perawat harus mampu untuk
mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang diambil, karena setiap tindakan yang
diambil oleh seorang perawat akan mempengaruhi kehidupan orang lain yang
ditanganinya. Selain itu menurut Saragih (2011) juga kinerja perawat akan
menentukan mutu dari rumah sakit atau instansi kesehatan yang lain. Menjadi
demikian karena pelayanan kesehatan yang diketahui oleh masyarakat adalah rumah
sakitnya, bukan perawatnya secara spesifik maka dari itu apabila seorang perawat
tidak dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya dengan baik, mutu rumah sakit dan

1
instansi kesehatan pun akan menjadi buruk. Selain itu juga sebesar 40% merupakan
proporsi profesi perawat di Indonesia. Persentase yang cukup besar sehingga cukup
mempengaruhi nama baik rumah sakit dan instansi kesehatan lainnya dalam
pandangan masyarakat awam. Seperti yang juga sudah diketahui bahwa seorang
perawat erat kaitannya dengan masyarakat dan akan terus berkontak dengan
masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini lah yang kemudian kerap
kali menempatkan seorang perawat pada dilema etis baik dalam penelitian maupun
praktik klinisnya. Maka dari itu seorang perawat perlu untuk memiliki pendidikan
yang cukup untuk menjadi dasar mengatasi dan melewati tantangan dilema ini
sehingga dapat mengambil keputusan etis dengan tepat tanpa merugikan pihak
manapun. Maka dari itu juga dikatakan bahwa seorang perawat tidak dapat bertumpu
pada pendidikan semata, namun juga harus diimbangi dengan pengetahuan terhadap
kode etis yang berlaku sebagai seorang perawat.

1.2. Tujuan Penulisan


Adapun yang akan menjadi tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan.
2. Membentuk strategi atau cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi
dalam praktik keperawatan.
3. Menghubungkan prinsip moral yang baik yang dapat dipertanggung
jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan Tuhan.

1.3. Manfaat Penulisan


Manfaat dari makalah ini agar Perawat senantiasa berupaya meningkatkan
kemampuan profesional secara individu atau bekelompok untuk menambah ilmu
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan
keperawatan.

2
1.4. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, dan manfaat penulisan
serta sistematika penulisan
BAB II KASUS DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan teori kasus yang akan dibahas serta teori yang berupa
pengertian dan definisi yang diambil dari kutipan buku yang berkaitan
dengan penyusunan laporan skripsi serta beberapa literature review
yang berhubungan.
BAB III PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan analisa dan
optimalisasi sistem berdasarkan yang telah diuraikan pada bab – bab
sebelumnya.

3
BAB II
KASUS DAN PEMBAHASAN
2.1. Kasus
Dua perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Manokwari dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu
(SPKT) Polda Papua Barat, Selasa (20/2). Berdasarkan laporan polisi dengan nomor:
LP/26/II/2018/Papua Barat/SPKT tertanggal 20 Februari 2017, kedua perawat yang
dipolisikan, yakni BH dan Y, dilaporkan dr. Augustina Hehanusa atas dugaan
malpraktek yang terjadi di RSUD Manokwari pada 30 Desember 2017. dr. Augustina
Hehanusa melalui kuasa hukumnya, Benny Arens Niwe Lattu, SH mengatakan,
terlapor BH dan Y, dilaporkan karena telah melakukan malpraktek terhadap anak
kliennya, David Jewish Hehanusa (5 tahun) saat dirawat di IGD.
Kronologisnya, ungkap Lattu, korban, David Jewish Hehanusa dilarikan pihak
keluarga ke RSUD Manokwari pada 29 Desember 2017, dengan keluhan sakit.
Kemudian, korban diperiksa tenaga medis dan didiagnosa mengalami penyakit
Malaria Vivax. Tepatnya pada 30 Desember 2017, ia menjelaskan, korban masuk ke
ruang IGD untuk menjalani perawatan dan diberikan Paracetamol Infus 100 ml
sebanyak 1 botol oleh kedua perawat. Pada siang harinya, sekitar pukul 12.00 WIT,
Paracetamol Infus 100 ml yang diberikan itu habis, kemudian perawat kembali
memberi Paracetamol Infus 100 ml (mengandung 1.000 mg) kepada korban sebanyak
1 botol. "Di sinilah letak kesalahan mereka, karena bertindak tidak sesuai prosedur,
seharusnya 200 mg Paracetamol Infus yang diberikan kepada korban, tetapi yang
mereka berikan 2.000 mg, jadi tidak sesuai instruksi dokter anak," kata Lattu kepada
para wartawan diruang SPKT Polda Papua Barat, kemarin. Pada 31 Desember 2017,
sekitar pukul 03.00 WIT dini hari, lanjut dia, ibu korban atau kliennya hendak
melapor ke perawat pengganti apabila Paracetamol Infus yang diberikan untuk
korban sudah hampir habis. Menurutnya, saat itulah perawat pengganti yang bertugas
terkejut, karena menerima laporan dari kliennya bahwa korban sudah menghabiskan 2

4
botol Paracetamol Infus sekaligus dalam kurun waktu 12 jam tanpa dicampur.
Padahal, ia menerangkan, berdasarkan keterangan dan resep dokter anak, seharusnya
korban diberikan Paracetamol Infus sebanyak 200 mg dan harus dicampur dengan
NHCL. "Saat itu saya shock dan kaget. Saya menduga anak saya telah overdosis
Paracetamol Infus, karena petunjuk penggunaan serta indikasi di dalam dus obat
tercantum jelas apabila penggunaannya melebihi dosis (overdosis) dan terlambat
penanganannya akan menyebabkan pengguna koma, bahkan kematian," katanya.
Lanjut Lattu, akibat overdosis itulah, korban mengalami nyeri perut, muntah-
muntah, lemas, pucat, dan keringat bercucuran deras tanpa henti, kemudian dirujuk ke
Rumah Sakit Siloam Internasional, Karawaci untuk mendapatkan perawatan intensif.
Dikatakannya, sejak dirawat di Rumah Sakit Siloam Internasional pada 31 Desember
2017 dan setelah keluar pada 6 Januari 2018, korban mengalami rasa sakit yang sama
akibat overdosis. Bahkan, terus-menerus buang air besar, lalu dirawat lagi pada
rumah sakit yang sama dan baru keluar pada 14 Januari 2018. "Sampai saat ini,
korban tidak bisa minum susu, karena kondisinya belum pulih total. Kami diminta
terus kontrol sampai 6 bulan ke depan," tambah Lattu. Terkait kejadian tersebut,
Lattu mengatakan, sebelum membuat laporan polisi, mereka sudah melayangkan
somasi pertama dan kedua ke pihak rumah sakit, tetapi sampai sekarang belum ada
titik temu atau respon baik dari pihak RSUD Manokwari. Di samping itu, Lattu
menegaskan, dalam waktu dekat, pihaknya akan melayangkan gugatan hukum
perdata terhadap pihak rumah sakit. "Kami berharap pemerintah daerah dapat
menyikapi secara serius kejadian ini dan segera membenahi sistem pelayanan
kesehatan sesuai standar operasional yang layak agar tidak lagi terjadi dan
menimbulkan korban-korban yang lain," pungkas Lattu.

5
2.2. Pembahasan
2.2.1. Bentuk Kelalaian/Malpraktik
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti
malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar
sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005). Sedangkan
menurut amir dan hanafiah (1998) yang dimaksud dengan kelalaian adalah sikap
kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan
sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Negligence, dapat
berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan)
atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
 Malfeasance yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak
tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang
memadai/tepat .
 Misfeasance yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat. Misal: melakukan tindakan keperawatan
dengan menyalahi prosedur. Karena bertindak tidak sesuai prosedur,
seharusnya 200 mg Paracetamol Infus yang diberikan kepada korban, tetapi
yang mereka berikan 2.000 mg, jadi tidak sesuai instruksi dokter anak.
 Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan
kewajibannya. Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi
tidak dilakukan.

2.2.2. Unsur-Unsur Kelalaian/Malpraktik


Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga
kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:

6
 Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk
tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan
kondisi tertentu.
 Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban
 Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi
pelayanan.
 Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal
ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban
dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam
keperawatan diantaranya yaitu kesalahan pemberian obat, mengabaikan keluhan
pasien, kesalahan mengidentifikasi masalah klien, kelalaian di ruang operasi,
timbulnya kasus dekubitus selama dalam perawatan, serta kelalaian terhadap
keamanan dan keselamatan pasien (misal pasien jatuh). Kelalaian yang dilakukan
oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan
keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, individu perawat pelaku kelalaian dan
terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam
bentuk ganti rugi. Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, kelalaian
merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat
pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya (Kozier, 1991) dan
penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik.
Menurut Vestal (l995), malpraktek terdiri dari empat unsur yang harus
ditetapkan untuk membuktikan bahwa malpraktek telah terjadi yaitu:
 Kewajiban. Pada saat terjadinya cedera yang terkait dengan kewajibannya,
yaitu kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi. Contoh : Perawat rumah sakit

7
bertanggung jawab untuk melakukan pengkajian yang aktual bagi pasien,
memberikan asuhan keperawatan, dan mengingat tanggung jawab asuhan
keperawatan professional untuk mengubah kondisi klien.
 Tidak melaksanakan kewajiban (breach of the duty). Pelanggaran terjadi
sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang
seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang
terjadi terhadap pasien antara lain kegagalan dalam memenuhi standar
keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit, gagal mencatat
dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien seperti tingkat kesadaran pada
saat masuk.
 Cedera (injury). Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan
(damage) dapat menuntut secara hukum jika cedera tersebut sebagai akibat
pelanggaran.
 Sebab-akibat (proximate caused). Pelanggaran terhadap kewajibannya
menyebabkan atau terkait dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya gagal
menggunakan cara pengaman yang tepat sehingga menyebabkan klien jatuh
atau terjadi fraktur.
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi ada 3 (tiga) area
yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu :
 Kesalahan pengkajian keperawatan (assessment errors), termasuk kegagalan
mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara adekuat atau
kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang
membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan
berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan
mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk
menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data
dasar secara komprehensif dan mendasar.

8
 Kesalahan perencanaan keperawatan (planning errors), yaitu kegagalan
mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana
keperawatan, kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana
keperawatan yang telah dibuat, kegagalan memberikan asuhan keperawatan
secara berkelanjutan yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh
dari rencana keperawatan, kegagalan memberikan instruksi yang dapat
dimengerti oleh pasien.
 Kesalahan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors), termasuk
kegagalan mengintrepetasikan dan melaksanakan tindakan kolaborasi serta
kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati.

2.2.3. Ancaman Pidana Atas Kelalaian/Malpraktik


Istilah tindak pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu strafbaarfeit, namun
demikian belum ada konsep yang secara utuh menjelaskan definisi strafbaarfeit. Oleh
karenanya masing-masing para ahli hukum memberikan arti terhadap istilah
strafbaarfeit menurut persepsi dan sudut pandang mereka masing-masing.
Moeljatno menjelaskan pengertian tindak pidana sebagai berikut:
“Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan
disertai ancamam (sanksi) dan menurut wujudnya atau sifat perbuatan perbuatan atau
tindak pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, perbuatan-
perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau
menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap
baik dan adil.”
Penerapan sanksi yang dapat diberikan kepada perawat atas tindakan yang tidak
sesuai dengan standar operasional prosedur maka atas kelalaian yang telah dilakukan
ini dapat diterapkan sanksi hukum dalam administrasi, pidana dan perdata. Terkait
tindakan dari dua perawat yang melakukan kesalahan dengan salah menyuntikkan
obat ini maka dapat dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan pasal 58

9
undang-undang keperawatan, berupa : teguran secara lisan, peringatan tertulis, denda
administratif; atau pencabutan izin. Terkait penerapan sanksi pencabutan izin maka
dapat dilakukan pencabutan izin-izin yang telah diterimanya. Dalam melakukan
kewenangannya maka seorang perawat memerlukan izin. Izin-izin yang diperoleh
oleh perawat berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor
hk.02.02/menkes/148/2010 mengkategorikan beberapa izin yang dimiliki oleh
perawat,antara lain : surat izin kerja selanjutnya disebut sik adalah bukti secara
tertulis yang diberikan kepada seluruh perawat di indonesia dalam hal melakukan
praktik keperawatan surat izin perawat selanjutnya disebut sip adalah bukti secara
tertulis dimana atas bukti tersebut memberikan wewenang kepada seluruh perawat di
seluruh indonesia untuk menjalankan tugasnya sebagai perawat surat izin praktik
perawat selanjutnya disebut sipp adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat
untuk melakukan praktik keperawatan secara perorangan dan/atau berkelompok STR
(Surat Tanda Registrasi) adalah bukti tertulis dari pemerintah kepada tenaga
kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
Menurut Wirjono Prodjodikoro, yang merupakan unsur atau elemen perbuatan
pidana adalah:
 Subjek tindak pidana
Subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini mudah
terlihat pada perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP, yang
menampakan daya berfikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga
terlihat pada wujud hukuman atu pidana yang termuat pada pasal-pasal
KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda.
 Perbuatan dari tindak pidana
Wujud dari perbuatan ini pertama-tama harus dilihat para perumusan tindak
pidana dalam pasal-pasal tertentu dari peraturan pidana. Misalnya dalam
tindak pidana mencuri, perbuatannya, dirumuskan sebagai mengambil barang.

10
 Hubungan sebab akibat
Bahwa untuk tindak pidana sebagai unsur pokok harus ada suatu akibat
tertentu dari perbuatan si pelaku berupa kerugian atas kepentingan orang lain,
menandakan keharusan ada hubungan sebab akibat antara perbuatan si pelaku
dan kerugian kepentingan tertentu.
 Sifat melanggar hukum
Hukum pidana dengan tindak-tindak pidana yang dirumuskan didalamnya itu,
bersumber pada pelanggaran-pelanggaran hukum di bidang-bidang hukum
lain.
 Kesalahan pelaku tindak pidana
Karena si pelaku adalah seorang manusia, maka hubungan ini adalah
mengenai hal kebatinan, yaitu hal kesalahan si pelaku tindak pidana. Dan baru
kalau ini tercapai, maka betul-betul ada suatu tindak pidana yang pelakunya
dapat dijatuhi hukuman pidana.
 Kesengajaan
Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet,
bukan unsur culpa. Ini layak karena biasanya yang pantas mendapat hukuman
pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja.
 Kesengajaan yang bersifat tujuan
Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan si pelaku dapat
dipertanggungjawabkan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai. Maka,
apabila kesengajaan semacam ini ada pada suatu tindak pidana, tidak ada yang
menyangkal bahwa si pelaku pantas dikenai hukuman pidana.
 Kesengajaan secara keinsyafan kepastian
Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatannya tidak
bertujuan mencapai akibat yang menjadi dasar dari deli, tetapi ia tahu benar
bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.
 Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan
11
Lain halnya dengan kesengajaan yang terang-terangan tidak disertai bayangan
suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, tetapi hanya
dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu.
 Hubungan antara kesengajaan dengan sifat melanggar hukum
Bahwa ada persoalan apakah dalam suatu tindak pidana si pelaku harus tahu
bahwa perbuatannya dilarang oleh hukum pidana.
 Culpa
Suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti ke
sengaja, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.
 Culpa khusus
Adakalanya suatu culpa ditentukan tidak untuk akibat dari tindak pidana,
tetapi mengenai hal yang menyertai akibat itu.
 Kelalaian
Pada pasal - pasal 247-253 dari perundang-undangan yang dibicarakan hampir
semata-mata hal kelalaian. Dalam pasal tersebut, hal kelalaian diperlakukan
secara primer, sedangkan hal kesengajaan hanya secara subsidier sebagai hal
yang memberatkan hukumannya sampai dua kali lipat.
 Tiada hukuman tanpa kesalahan
Pasal-pasal KUHP mengenai tindak-tindak pidana yang masuk golongan
kejahatan atau misdridjven termuat dalam buku II KUHP selalu mengandung
unsur kesalahan dari pelaku pihak tindak pidana, yaitu kesengajaan atau culpa.
 Unsur-unsur khusus dari tindak-tindak pidana tertentu
Tindak pidana yang pada umumnya melekat pada suatu tindak pidana.
Disamping unsur-unsur ini, terdapat beberapa unsur khusus yang hanya ada
pada pelbagai tindak pidana tertentu.

12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti
malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Dapat
dikatakan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada
tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah
standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat
tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang
lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama. Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat
dikategorikan dalam pelanggaran etik dan juga dapat digolongan dalam pelanggaran
hukum, yang jelas harus dilihat dahulu proses terjadinya kelalaian tersebut bukan
pada hasil akhir kenapa timbulnya kelalaian. Harus dilakukan penilaian terlebih
dahulu atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga
keperawatan dengan standar yang berlaku. Sebagai bentuk tanggung jawab dalam
praktek keperawatan maka perawat sebelum melakukan praktek keperawatan harus
mempunyai kompetensi baik keilmuan dan ketrampilan yang telah diatur dalam
profesi keperawatan, dan legalitas perawat Indonesia dalam melakukan praktek
keperawatan telah diatur oleh perundang-undangan tentang registrasi dan praktek
keperawatan disamping mengikuti beberapa peraturan perundangan yang berlaku.
Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional bukan
sebagai kasus kriminal, berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan
kelalaian sehingga menyebabkan orang lain menjadi cedera dan lainnya. Disini
perawat dituntut untuk lebih hati-hati, cermat dan tidak cerobah dalam melakukan
praktek keperawatannya. Sehingga pasien terhindar dari kelalaian.

13
3.2. Saran
1. Dalam memberikan pelayanan keperawatan, hendaknya berpedoman pada
kode etik keperawatan dan mengacu pada standar praktek keperawatan.
2. Perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan
perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan
(assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan
tindakan intervensi keperawatan (intervention errors) sehigga nantinya dapat
menghindari kesalahan yang dapat terjadi
3. Perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan
kemampuannya untuk mencegah terjadinya malpraktek

14

Anda mungkin juga menyukai