Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENERAPAN KONSEPTUAL MODEL KEPERAWATAN JIWA:


MODEL KONSEPTUAL MEDIKAL

DISUSUN OLEH:
Dinda Indika Putri (2203067)
Hasbinoer Ibnu Azhari (2203923)
Nadia Dwi Syafira (2201210)
Ratih Agustina (2201195)

DOSEN PENGAMPU:
Sri Wulan Lindasari, M.Kep., Ners.

PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS DI SUMEDANG
2024
KATA PENGANTAR

Segala puji atas kehadirat Allah Swt. yang mana berkat karunia dan nikmat-
Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini beserta isinya. Demikian pula,
sholawat beriring salam senantiasa terkirim kepada Rasulullah Muhammad Saw.
yang mana berkat perjuangan beliaulah penulis dan kita semua dapat merasakan
alam yang penuh dengan teknologi, modernisasi, dan ilmu pengetahuan
sebagaimana yang dirasakan pada saat ini.
Makalah ini merupakan hasil final dari serangkaian tinjauan dan
penelusuran materi dan jurnal oleh penulis dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Jiwa yang diberikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang
dalam atas semua pihak yang terlibat dalam proses peninjauan hingga penyusunan
makalah ini. Harapan penulis, makalah yang disusun ini memberikan manfaat serta
dampak positif bagi semua kalangan.

Sumedang, 16 Februari 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
1. 1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan ...........................................................................................1
1. 3. Metode Penulisan .........................................................................................2
BAB II ......................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI .................................................................................................3
2. 1. Model Konseptual Keperawatan Jiwa ..........................................................3
2. 2. Model Konseptual Keperawatan Model Medical ........................................5
BAB III ..................................................................................................................12
KASUS...................................................................................................................12
3. 1. Kasus ..........................................................................................................12
3. 2. Analisa Kasus ..........................................................................................13
3. 3. Penyelesaian kasus .....................................................................................14
BAB IV ..................................................................................................................17
KESIMPULAN ......................................................................................................17
4. 1. Kesimpulan .................................................................................................17
4. 2. Saran ...........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Perawatan kesehatan mental merupakan aspek yang penting dalam sistem
kesehatan global, mengingat prevalensi gangguan jiwa yang terus meningkat di
seluruh dunia. Dalam konteks ini, pengembangan pendekatan yang efektif dan
holistik dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa menjadi sangat penting. Salah
satu kerangka kerja yang digunakan dalam praktik keperawatan jiwa adalah model
konseptual Medical, yang menekankan pendekatan medis terhadap pemahaman dan
pengelolaan gangguan jiwa.
Model konseptual Medical, yang dikembangkan oleh para ahli seperti
Meyer dan Kraepelin, mendasarkan pendekatannya pada pemahaman bahwa
gangguan jiwa memiliki dasar biologis yang signifikan dan sering kali memerlukan
intervensi medis, seperti penggunaan obat-obatan psikotropika. Dalam praktik
keperawatan jiwa, penerapan model konseptual Medical telah menjadi subjek
penelitian yang penting karena potensinya dalam memandu intervensi perawatan
dan meningkatkan hasil pasien.
Namun, seiring dengan perkembangan pemahaman tentang kompleksitas
kesehatan mental dan peran faktor-faktor sosial, psikologis, dan lingkungan dalam
terjadinya gangguan jiwa, pertanyaan tentang relevansi dan efektivitas model
konseptual Medical dalam konteks keperawatan jiwa muncul. Oleh karena itu, ada
kebutuhan untuk mengeksplorasi secara lebih mendalam penerapan model
konseptual Medical dalam praktik keperawatan jiwa, mengidentifikasi tantangan
dan peluang yang terkait, serta mengevaluasi dampaknya terhadap kualitas
perawatan dan kehidupan pasien dengan gangguan jiwa.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menggambarkan dan
menganalisis penerapan model konseptual Medical dalam praktik keperawatan
jiwa. Makalah ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan konsep dasar dari model konseptual Medical dalam konteks
perawatan keperawatan jiwa.
2. Menggambarkan karakteristik utama dari model konseptual Medical, termasuk
pendekatan medis terhadap diagnosis, pengobatan, dan manajemen gejala.
3. Menganalisis studi kasus atau contoh konkret yang mengilustrasikan
penerapan model konseptual Medical dalam praktek perawatan jiwa.

1
4. Mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan dari pendekatan medis yang
diadopsi oleh model konseptual Medical.
5. Mengeksplorasi implikasi dari penerapan model konseptual Medical dalam
perawatan pasien jiwa, termasuk dampaknya terhadap hasil perawatan dan
kesejahteraan pasien.
Tujuan ini akan diperkuat dengan penyertaan kasus konkret yang
memperlihatkan bagaimana model konseptual Medical dapat diterapkan dalam
konteks perawatan skizofrenia, sehingga memperjelas konsep-konsep yang dibahas
dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang penerapan model tersebut
dalam praktik keperawatan jiwa.

1. 3. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif
study pustaka dengan model konseptual keperawatan jiwa model medikal untuk
menangani permasalahan yang tersedia pada kasus. Data dan informasi yang
mendukung penulisan dikumpulkan dengan melakukan penelusuran pustaka,
pencarian sumber-sumber yang relevan dan pencarian data melalui internet. Data
dan informasi yang digunakan yaitu data dari skripsi, buku elektronik, jurnal dan
beberapa pustaka yang relevan.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2. 1. Model Konseptual Keperawatan Jiwa


1. Pengertian Model
Model adalah suatu cara untuk mengorganisasi kumpulan pengetahuan yang
kompleks seperti konsep yang berhubungan dengan perilaku manusia. Penggunaan
model ini membantu praktisi memberikan dasar untuk melakukan pengkajian dan
intervensi juga cara untuk mengevaluasi keberhasilan penanggulangan.
Model adalah representasi atau gambaran sistem, proses, atau konsep dalam bentuk
yang lebih sederhana atau abstrak untuk memfasilitasi pemahaman, analisis, atau
prediksi. Ini bisa berupa gambaran matematis, visual, verbal, atau konseptual yang
membantu dalam menjelaskan atau memprediksi perilaku suatu fenomena. Dalam
berbagai konteks, model dapat digunakan sebagai alat untuk memahami atau
meramalkan berbagai aspek dari dunia nyata, mulai dari fisika dan matematika
hingga ekonomi dan sosiologi. Dalam keperawatan, model dapat berfungsi sebagai
kerangka kerja untuk memahami dan mempraktikkan perawatan kesehatan.

2. Model Konseptual
Model konseptual didefinisikan sebagai sekumpulan dari abstrak relatif dan
konsep umum yang ditujukan fenomena dari minat sentral dari suatu disiplin, dalil-
dalil yang secara luas menggambarkan konsep tersebut, dan dalil-dalil yang
dinyatakan secara relatif dan hubungan umum antara dua atau lebih dari konsep.
Fungsi setiap model konseptual adalah menyediakan suatu kerangka acuan yang
khusus yang dikatakan kepada anggota suatu disiplin bagaimana mengamati dan
menginterpretasikan fenomena dari minat disiplin.
Model konseptual mengacu pada ide-ide global mengenai individu,
kelompok, situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang
spesifik. Teori-teori yang terbentuk dari penggabungan konsep dan pernyataan yang
berfokus lebih khusus pada suatu kejadian dan fenomena dari suatu disiplin.

3. Model Konseptual Keperawatan


Model konseptual keperawatan adalah kerangka kerja atau panduan yang
digunakan oleh perawat untuk memahami dan mempraktikkan perawatan
kesehatan. Model ini mencakup konsep-konsep teoritis yang membentuk dasar
pemikiran dan tindakan perawat dalam memberikan asuhan kepada pasien. Model

3
konseptual keperawatan membantu perawat dalam menafsirkan pengalaman
pasien, merencanakan intervensi, dan mengevaluasi hasil perawatan. Ini juga
memberikan dasar untuk membangun penelitian dan pengembangan praktik
perawatan yang lebih baik.

4. Keperawatan Jiwa
Keperawatan jiwa adalah suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan
yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri
secara terapeutik sebagai kiatnya (ANA dalam Stuart, 2007). Fokusnya adalah
penggunaan diri sendiri secara terapeutik, artinya perawat jiwa membutuhkan alat
atau media untuk melakukan perawatan. Alat yang digunakan selain ketrampilan
teknik dan alat-alat klinik yang terpenting adalah menggunakan dirinya sendiri (use
self therapeutic). Sedangkan menurut World Health Organization (WHO)
Kesehatan jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik antara lain: perawatan langsung, komunikasi
dan managemen, bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kepribadian yang bersangkutan.
Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika
seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup
serta dapat menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana
seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. Kondisi perkembangan yang tidak sesuai pada individu disebut
gangguan jiwa (UU No.18 tahun 2014).

5. Model Konseptual Keperawatan Jiwa


Model konseptual keperawatan jiwa menjelasakan tentang proses terjadinya
faktor-faktor yang menyebabkan masalah kesehatan jiwa atau stresor yang dapat
menyebabkan seseorang mampu berubah secara adaptif baik secara mandiri
ataupun memerlukan bantuan oleh perawat/kesehatan lainnya. Model koseptual ini
dilakukan oleh perawat untuk memberikan asuhan keperawatan dengan tujuan
mempertahankan keseimbangan melalui proses mekansime koping yang positif
dalam mengatasi stresor yang dihadapinya. Model-model konseptual yang menjadi
acuan sebagai layanan asuhan keperawatan seperti model psikoanalisis,
interpersonal, sosial, eketensial, teori kognitif, adaptasi stres stuart dan masih
banyak lagi yang dapat di implementasikan dalam keperawatan jiwa.

4
2. 2. Model Konseptual Keperawatan Model Medical
1. Pengertian Model Medikal
Model medikal mengacu pada perawatan psikiatri yang didasarkan pada
hubungan dokter-pasien. Ini berfokus pada diagnosis penyakit mental, dan
pengobatan selanjutnya didasarkan pada diagnosis ini. Perawatan somatik,
termasuk farmakoterapi dan electroconvulsive adalah komponen penting dari
proses pengobatan. Aspek interpersonal model medis sangat bervariasi, dari
wawasan intensif berorientasi intervensi untuk sesi singkat yang melibatkan
manajemen medis obat.
Sebagian besar perawatan psikiatri modern didominasi oleh model medis.
Profesional kesehatan lainnya mungkin terlibat dalam rujukan antar, penilaian
keluarga, dan pengajaran kesehatan, tapi dokter dilihat sebagai pemimpin tim di
bawah model ini. Elemen model lain perawatan dapat digunakan bersama dengan
model medis. Misalnya, pasien dengan schzophrenia dapat diobati dengan obat
fenotiazin. Pasien ini dapat juga diberikan dalam supportivetherapy untuk
mengembangkan skiils sosial adaptif. Sebuah kontribusi positif dari model medis
telah menjadi eksplorasi terus menerus untuk penyebab penyakit mental yang
menggunakan proses ilmiah. Baru langkah besar telah dibuat untuk belajar tentang
fungsi sistem otak dan saraf. Kemajuan ini telah menyebabkan pemahaman tentang
komponen fisiologis kemungkinan gangguan perilaku dan lebih banyak perawatan
psikiatris efektif.
Model yang dikemukakan oleh Meyer, Kraeplin, Spitzer dan Frances ini
mengemukakan bahwa prilaku disebabkan oleh penyakit biologis. Gejala-gajala ini
timbul akibat kombinasi faktor-faktor fisiologis, genetik, lingkungan, dan social.
Prilaku menyimpang berhubungan dengan toleransi pasien terhadap stress. Menurut
konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifaktor yang kompleks
meliputi: aspekfisik, genetik, lingkungan dan faktorsosial. Sehingga focus
penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostik, terapisomatik,
farmakologikdanteknik interpersonal. Diagnosa penyakit didasarkan pada kondisi
yang ada dan informasi historis serta pemeriksaan diagnostik. Pengobatan meliputi
terapi somatik dan farmakologis selain berbagai teknik interpersonal. Peran pasien
disini mengikuti program terapi yang dianjurkan dan melaporkan efek terapi kepada
ahli terapi. Pasien menjalani terapi jangka panjang jika diperlukan. Ahli terapi
menggunakan terapi somatik dan terapi interpersonal. Ahli terapi menegakkan
diagnosis penyakit dan menentukan pendekatan terapeutik.
Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan
prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian
terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnosa, dan menentukan
jenis pendekatan terapi yang digunakan. Menurut Meyer dan Kreplin, konsep ini
gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifaktor yang komplek meliputi: aspek
fisik, genetik, lingkungan, dan faktor sosial. Sehingga fokus penatalaksanaannya
harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostik, terapi somatik, farmakologi, dan

5
tehnik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis
dalam melakukan prosedur diagnostik dan terapi jangka panjang, terapist berperan
dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnosa
dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.
2. Model Medical jika Dilihat dari Penyimpangan Perilaku
Model medis mengusulkan bahwa perilaku menyimpang merupakan gejala
dari gangguan sistem saraf pusat. Andreasen menulis "penyakit mental benar-benar
gangguan saraf”. Suatu masalah yang terjadi ketika saraf otak cedera begitu parah
sehingga kapasitas penyembuhan internal tidak dapat memperbaikinya. Daftar
beberapa jenis gangguan otak yang dapat menyebabkan penyakit mental
diantaranya hilangnya sel saraf, defisit dalam transmisi kimia, pola abnormal dari
sirkulasi otak, masalah di pusat-pusat perintah di otak, dan gangguan dalam
pergerakan pesan di sepanjang saraf.
Saat ini sifat yang tepat dari gangguan fisiologis belum dipahami dengan baik.
Diperkirakan bahwa gangguan seperti gangguan bipolar, depresi berat dan
skizofrenia melibatkan kelainan dalam transmisi impuls saraf. Hal ini juga dapat
diketahui bahwa masalah ini terjadi pada tingkat sinaps dan melibatkan zat kimia
saraf seperti dopamin, serotonin, dan norepinefrin. Banyak penelitian yang
melibatkan otak dalam respons emosional berlangsung. Cabang lain penelitian
berfokus pada stres dan respon manusia terhadap stres. Para peneliti bertanya,
"mengapa beberapa orang tampaknya mentolerir stres yang besar dan terus
berfungsi dengan baik, sedangkan yang lain berantakan ketika masalah kecil
muncul?" Para peneliti menduga bahwa manusia memiliki ambang stres fisiologis
yang mungkin secara genetik ditentukan. Bidang-bidang penelitian yang lebih baik
dapat memandu pengobatan di masa mendatang.
Akibat manifestasi penyakit, kerusakan sistem persyarafan,
ketidakseimbangan hormonal. Faktor lingkungan dan sosial dianggap sebagai
faktor pencetus dan faktor pendukung. Faktor genetik dianggap cukup berperan.
Penyimpangan perilaku karena klien tidak mampu bertoleransi terhadap stress.
3. Proses Terapi Medis
Proses terapi medis didefinisikan dengan baik dan akrab bagi kebanyakan
pasien. Pemeriksaan pasien meliputi sejarah penyakit ini, sejarah sosial, sejarah
medis, kajian sistem tubuh, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan status mental. Data
tambahan dapat dikumpulkan dari orang lain yang signifikan, dan catatan medis
ditinjau jika tersedia. Diagnosis kemudian dirumuskan, sambil menunggu
penelitian lebih lanjut diagnostik dan pengamatan perilaku pasien. Proses ini dapat
terjadi pada rawat jalan atau rawat inap secara, tergantung pada kondisi pasien.
Diagnosis diklasifikasikan menurut manual diagnostik dan statistik gangguan
mental, edisi keempat (DSM-IV) dari asosiasi psikiatris amerika. Nama –
namapenyakit yang disertai dengan penjelasan kriteria diagnostik, terkait fitur

6
umum medis dan psikiatris, diagram menunjukkan longitudinal dari gangguan, dan
jenis kelamin tertentu, umur, dan aspek budaya dari masing – masing penyakitnya.
Setelah diagnosis dibuat, pengobatan dimulai oleh para dokter dan sesuai
dengan rencana pengobatan. Anggota tim kesehatan lain mungkin menyumbangkan
keahlian mereka. Respon terhadap pengobatan dievaluasi pada pengamatan tujuan
dokter perilaku gejala. Terapi dihentikan bila gejala pasien telah disetorkan. Karena
dalam sikap, beberapa orang yang mengalami depresi mungkin dapat kembali ke
gaya hidup yang biasa mereka setelah suatu program pengobatan dan terapi
suportif. Pasien lain mungkin memerlukan terapi jangka panjang, sering termasuk
farmakoterapi dan studi laboratorium berkala
4. Peran dari Terapi Pasien dan Medis
Peran pasien melibatkan mengakui sedang sakit, yang dapat menjadi masalah
dalam psikiatri. Pasien kadang-kadang tidak menyadari perilaku mereka terganggu
dan secara aktif mungkin menolak pengobatan. Ini tidak sesuai dengan model
medis. Pasien diharapkan untuk mematuhi program pengobatan dan mencoba untuk
sembuh. Jika perbaikan tidak diamati , pengasuh dan orang lain yang signifikan
sering menduga bahwa pasien tidak berusaha cukup keras. Ini bisa membuat frustasi
kepada pasien yang sedang mencoba untuk sembuh dan kecewa dengan kurangnya
kemajuan. Pasien juga mungkin harus membiarkan orang sulit memperpanjang
perawatan sementara memenuhi seluruh kebutuhan
5. Terapi Yang Dapat Diberikan serta Peran Perawat
Ada beberapa terapi yang bisa diberikan kepada klien yang mengalami
gangguan dengan model konseptual medikal, serta beberapa peran perawat
didalamnya, yaitu:
a. Terapi Somatik
Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dgn
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien.
Jenis terapi somatik pd klien gangguan jiwa antara lain:
1) Pengekangan
Pengekangan fisik termasuk penggunaan pengekangan mekanik, seperti
manset untuk pergelangan tangan & pergelang-an kaki, serta seperai pengekang,
begitu pula isolasi, yaitu dengan menempatkan pasien dlm suatu ruangan dimana
dia tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri.
a) Indikasi Pengekangan
• Perilaku amuk
• Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
• Ancaman terhadap infegritas fisik

7
• Permintaan pasien utk pengendalian perilaku ekster-nal

b) Pengekangan dengan Seprei Basah dan Dingin


Pasien dpt diimobilisasi dgn membalutnya seperti mummi dalam lapisan
seprei dan selimut. Lapisan paling dalam terdiri atas seprei yg telah direndam dalam
air es. Walaupun mula-mula terasa dingin, balutan segera menjadi hangat dan
menenangkan.
2) Isolasi
Menempatkan pasien dalam suatu ruang di mana dia tidakdapat keluar dari
ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Tingkatan pengisolasian dapat berkisar dari
penempatan dalam ruangan yang tertutup, tapi tidak terkunci sampai pada
penempatan dalam ruang terkunci dengan kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan
berkomunikasi yang dibatasi dan pasien memakai pakaian rumah sakit atau kain
terpal yang berat. Penggunaan kain terpal kurang dapat diterima dan hanya
di-gunakan untuk melindungi pasien atau orang lain.
a) Indikasi penggunaan:
(1) Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan pasien atau
orang lain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi
pengekangan yang longgar, seperti kontak interpersonal atau pengobatan.
(2) Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.
b) Kontraindikasi adalah:
(1) Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik
(2) Risiko tinggi untuk bunuh diri
(3) Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
(4) Hukuman
3) Terapi Kejang Listrik
Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah suatu pengobatan untuk menimbulkan
kejang grand mal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui
elektrode yang dipasang pada satu atau dua "temples." Jumlah tindakan yang
dilakukan me-rupakan rangkaian yang bervariasi pada tiap pasien tergantung ; pada
masalah pasien dan respons terapeutik sesuai hasil peng-kajian selama tindakan.
Rentang jumlah yang paling umum dilakukan pada pasien dengan gangguan afektif
antara enam sampai 12 kali, sedangkan pada pasien skizofrenia biasa-nya diberikan
sampai 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu atau setiap beberapa hari,
walaupun sebenarnya bisa diberikan lebih jarang atau lebih sering. Walaupun
sebagai terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada beberapa kondisi merupakan
kontra indikasi diberikan terapi ECT.

8
Kondisi – kondisi klien yang kontra indikasi tersebut adalah:
(1) Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra kranial.
(2) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
(3) Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat terjadinya
fraktur tulang.
(4) Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
(5) Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat penyakit ini.
Indikasi penggunaan adalah:
(1) Penyakit depresi berat yang tidak berespons terhadap obat antidepresan atau
pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat
(2) Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak beres-pons lagi terhadap obat
(3) Pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama tidak menerima pengobatan
untuk dapat mencapai efek terapeutik
(4) Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek
terapi pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok jantung, dan selama
kehamilan
4) Fototerapi
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan
dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar
ruangan. Klien biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan
lampu setinggi mata.
Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien
berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon
kalau diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi
juga ditentukan oleh kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya
sebesar 2500 lux yang diberikan selama 2 jam sehari efeknya sama dalam
menurunkan depresi dengan terapi dengan kekuatan cahaya sebesar 10.000 lux
dalam waktu 30 menit sehari.
Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif.
Kebanyakan klien membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh kembali
segera setelah terapi dihentikan. Keuntungan yg lain klien tdk akan mengalami
toleransi terhadap terapi ini.
a) Indikasi :
Fototerapi dapat menurunkan 75% gejala depresi yang dialami klien akibat
perubahan cuaca (seasonal affective disorder(SAD)), misalnya pada musim

9
hujan atau musim dingin(winter) di mana terjadi hujan, mendung terus menerus
yang bisa mencetuskan depresi pada beberapa orang.
b) Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap
terang pd kondisi biologis. Dgn adanya cahaya terang terpapar pd mata akan
merangsang sistem neurotransmiter serotonin & dopamin yg berperanan pd
depresi.
c) Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yg terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit
kepala, cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering,
keluar sekresi dari hidung dan sinus.
5) Terapi deprivasi tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yg diberikan kpd klien degn cara
mengurangi jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60% klien
depresi mengalami perbaikan yg bermakna setelah jam tidurnya dikurangi selama
1 malam. Umumnya lama penurangan jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam.
a) Indikasi
Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.
b) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin
yang berdampak anti depresan. Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala
depresi.
c) Efek Samping
Klien yg didiagnosa mengalami gang. efektif tipe bipolar bila diberikan terapi
ini dpt mengalami gejala mania.
6. Peran Perawat dalam Terapi psikofarmalogi
Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi
pskofarmakologis yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu
bagian dari pendekatan holistik pada asuhan pasien. Peran perawat mengikuti hal-
hal sebagai berikut:
1) Pengkajian pasien. Pengkajian pasien memberikan landasan pandangan
tentang masing-masing pasien
2) Koordinasi modalitas terapi. Koordinasi ini mengintegrasikan berbagai
terapi pengobatan dan sering kali membingungkan bagi pasien.
3) Pemberian agens psikofarmakologis. Program pemberian obat dirancang
secara profesional dan bersifat individual.

10
4) Pemantauan efek obat. Termasuk efek yang diinginkan maupun efek sampng
yang dapat dialami pasien.
5) Penyuluhan pasien. Memungkinkan pasien untuk meminum obat dengan
aman dan efektif.
6) Program rumatan obat. Dirancang untuk mendukung pasien disuatu
tantangan perawatan tindak lanjut dalam jangka panjang.
7) Partisipasi dalam penelitian klinis antardisiplin tentang uji coba obat.
Perawat merupakan anggota tim yang penting dalam peneitian obat yang
digunakan untuk mengobati pasien gangguan jiwa.
8) Kewenangan untuk memberikan resep. Beberapa perawat jiwa yang
memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman sesuai dengan undang-
undang praktik negaranya boleh meresepkan agens farmakologis untuk
mengobati gejala dan memperbaiki status fungsional pasien yang
mengalami gangguan jiwa.

11
BAB III

KASUS

3. 1. Kasus
Seorang laki laki usia 20 tahun dibawa ke Rumah Sakit Jiwa oleh
keluarga karena mengamuk, marah-marah (mengancam hendak membunuh
bapaknya dan merusak barang rumah tangga) tanpa alasan yang jelas. 2 tahun
SMRS (2007), pasien ditinggalkan pacarnya yang menikah dengan seorang
tentara, kejadian tersebut membuat emosi pasien terguncang. Beberapa hari
setelah itu, pasien meminum obat serangga dan sempat dibawa ke IGD RSU,
dia melakukan itu dikarenakan mendapatkan perintah dari sesosok bayangan.
Sejak saat itu (tahun 2007), keluarga membawa pasien untuk berobat ke rumah
sakit jiwa. Enam bulan SMRS (tahun 200U), ayah pasien meninggal dunia
setelah kejadian ini kondisi kejiwaan pasien semakin terguncang. Pasien
menjadi pendiam, sering tidak dapat tidur waktu malam hari, mudah marah dan
tersinggung, sering bicara dan tertawa sendiri. Pasien sering dibisiki dan
mencium bau wangi tiap bayangan itu muncul. Pasien juga pernah merasa
pikirannya disedot dan pikiran menjadi kosong. Pada tahun 2007 pasien
mondok di RSJ dua kali. Pasien pulang dengan melarikan diri. Lalu saat
dibawa keluarganya kontrol, pasien mondok lagi pada tanggal 14 Desember
2008. Pada tanggal 2 September 200U (2 bulan SMRS), keponakan pasien
menikah. Sejak saat itu pasien menjadi semakin murung dan sering mengurung
diri. Selain itu pasien juga mengalami kesulitan tidur, nafsu makan yang sangat
berkurang, sering mondar-mandir dengan telanjang, mudah marah,
mengamuk, merusak alat-alat rumah tangga, mengganggu lingkungan, dan
berkali-kali akan melakukan kekerasan terhadap ibunya. Lalu pasien dibawa
ke RSSM oleh ibu dan saudara-saudaranya. Keadaan umum baik, compos
mentis, kesan gizi cukup. Tanda vital, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 76x
/ menit, RR 22x /menit, suhu afebris, tidak terdapat kelainan pada sistem organ
lain. Status psikiatri yang didapat kesan umum compos mentis, sesuai umur,
perawatan diri cukup, gizi cukup. Sikap dan tingkah laku nonkooperatif, roman
muka normomimik, pembicaraan normoaktif. Persepsi terdapat halusinasi
visual, halusinasi auditorik, halusinasi olfaktorius, halusinasi taktil, ilusi. Proses
pikir bentuk pikir non realistik, arus pikir kuantitatif normal, kualitatif flight of

12
idea, isi pikir terdapat waham bizzare, waham kebesaran, waham curiga.
Gejala-gejala tersebut dialami oleh pasien selama lebih dari 1 bulan.

3. 2. Analisa Kasus
Berdasarkan diagnosis medis yang dilakukan, Sindrom yang didapat
oleh klien antara lain sindroma psikotik (hendaya peran, gangguan dalam
berperilaku, pola pikir dan perasaan, adanya distres), sindroma skizofrenia
(waham bizzare, waham kebesaran, waham curiga, halusinasi visual,
halusinasi auditorik, halusinasi olfaktori, halusinasi taktil, non realistik dengan
onset lebih dari 1bulan), dan Sindrom depresi (kehilangan minat dan
kegembiraan, penurunan aktivitas, merasa tidak berguna, rasa bersalah,
pesimistis, sulit tidur, nafsu makan berkurang).
1. Diagnosis

a. Aksis I : Skizofrenia Tak Terinci


b. Aksis II : F.60.1 (Gangguan kepribadian skizoid)
c. Aksis III: Tidak ada diagnosis
d. Aksis IV: Tidak ada diagnosis
e. Aksis V : GAF scale 60-51

Skizofrenia adalah gangguan yang mempengaruhi kemampuan


seseorang untuk berpikir, merasakan, dan berperilaku dengan baik. Penyebab
pasti skizofrenia tidak diketahui, namun kombinasi genetika, lingkungan, serta
struktur dan senyawa kimia pada otak yang berubah mungkin berperan atas
terjadinya gangguan.
Berdasarkan atas kriteria diagnostik yang tercantum dalam DSM IV-TR,
maka seseorang dikatakan menderita skizofrenia bila mengalami dua atau lebih
gejala berikut yang telah berlangsung selama sekurangnya satu bulan lamanya
:
a. Waham/delusi : gangguan isi pikir berupa suatu keyakinan yang salah,
tidak sesuai realita, tidak dapat dikoreksi, dan tidak sesuai dengan latar
belakang sosial dan budaya dari pasien.
b. Halusinasi : gangguan persepsi di mana respon muncul tanpa adanya
sumber stimulus dari lima panca indera. Halusinasi dapat berupa
halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan,
penciuman.
c. Pembicaraan kacau: merupakan gangguan pada proses pikir, derajatnya

13
bervariasi dari gangguan ringan seperti derailmenthingga kondisi berat
berupa inkoherensia di mana kata-kata pasien tidak dapat dimengerti
lagi sepenuhnya.
d. Perilaku kacau atau perilaku katatonik
e. Gejala negatif seperti afek yang terganggu, ketiadaan pembicaraan,
ketiadaan gerakan, sikap menarik diri berlebihan, dll.
Pada pasien terdapat gangguan persepsi berupa halusinasi visual,
halusinasi auditorik , halusinasi olfaktorius, halusinasi taktil, ilusi dan terdapat
pula gangguan proses pikir yaitu bentuk pikir non realistik, arus pikir kualitatif
flight of idea. Selain itu terdapat gangguan isi pikir yaitu waham bizzare, waham
kebesaran, waham curiga. Gejala tersebut telah dialami pasien selama lebih
dari 1 bulan. Selain itu penegakan diagnosis diperkuat dengan didapatkan pula
sindroma psikotik (hendaya peran, gangguan dalam berperilaku, pola pikir dan
perasaan, adanya distres), sindroma skizofrenia (waham bizzare, waham
kebesaran, waham curiga, halusinasi visual, halusinasi auditorik, halusinasi
olfaktori, halusinasi taktil, non realistik dengan onset lebih dari1bulan), dan
sindrom depresi (kehilangan minat dan kegembiraan, penurunan aktivitas,
merasa tidak berguna, rasa bersalah, pesimistis, sulit tidur, nafsu makan
berkurang). Dari gejala yang ditemukan dapat ditegakkan diagnosis skizofrenia
pada pasien tersebut menurut DSM IV-TR.

3. 3. Penyelesaian kasus
Pada pasien ini pada pertama-tama akan dilakukan electro convulsive
terapy, kemudian akan dilanjutkan dengan farmakoterapi lewat pemberian
risperidone 2x2mg dan trihexifenidil 2x2mg.
Pada pasien dilakukan electro convulsif terapy (ECT), Electro
Convulsif Therapy (ECT) atau yang lebih dikenal dengan elektroshock adalah
suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam usaha
pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa
yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT bertujuan
untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi
(therapeutic clonic seizure) setidaknya selama 15 detik. Kejang yang
dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan
mengalami rejatan. Beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat
meningkatkan kadar serum brain-derived neurotrophic factor (BDNF) pada

14
pasien depresi yang tidak responsif terhadap terapi farmakologis. ECT
ditujukan bagi pasien gangguan jiwa baik itu schizoprenia maupun depresi
berat (terutama dengan risiko bunuh diri) yang tidak berespon terhadap terapi
farmakologis dengan dosis efektif tinggi dan psikoterapi. Namun diperlukan
pertimbangan khusus jika ingin melakukan ECT bagi ibu hamil, anak-anak
dan lansia karena terkait dengan efek samping yang mungkin di
timbulkannya.
Secara psikis efek samping yang paling sering muncul adalah
kebingungan dan memory loss setelah beberapa jam kemudian. Biasanya
ECT akan menimbulkan amnesia retrograde dan antegrade. Beberapa ahli
juga menyebutkan bahwa ECT dapat merusak struktur otak. Namun hal ini
masih diperdebatkan karena masih belum terbukti secara pasti. Penggunaan
electro convulsive terapy (ECT) pada kasus schizophrenia cukup
memuaskan, terutama pada kasus-kasus yang tidak maksimal dengan
farmakoterapi.
Efek samping khusus yang perlu diperhatikan :
1. Cardiovaskuler:
a. Segera : stimulasi parasimpatis (bradikardi, hipotensi)
b. Setelah 1 menit : Stimulasi simpatis (tachycardia, hipertensi, peningkatan
konsumsi oksigen otot jantung, dysrhythmia)
2. Efek Cerebral:
a. Peningkatan konsumsi oksigen.
b. Peningkatan cerebral blood flow
c. Peningkatan tekanan intra cranial
3. Efek lain:
a. Peningkatan tekanan intra okuler
b. Peningkatan tekanan intragastric
4. Peran Perawat
Peran perawat yang meliputi mendapatkan prosedur tindakan,
memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang prosedur
yang akan dilakukan, memastikan status puasa pasien setelah tengah malam,
serta meminta pasien untuk melepaskan perhiasan, jepit rambut, kacamata,
dan alat bantu pendengaran. Selain itu, perawat juga bertanggung jawab
untuk melepaskan semua gigi palsu dan mempertahankan tambalan gigi
parsial, membantu mengosongkan kandung kemih pasien, memberikan obat
praterapi, dan memastikan ketersediaan obat dan peralatan yang diperlukan.
Peran perawat juga mencakup membantu pelaksanaan ECT, menenangkan
pasien, dan memantau kondisi pasien selama masa pemulihan, termasuk
bantuan dalam pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan
serta pemantauan terhadap TTV. Setelah pernafasan pulih kembali, perawat
juga akan mengatur posisi miring pada pasien sampai sadar,
mempertahankan jalan nafas paten, dan mengorientasikan pasien jika
responsif. Ambulasi pasien dengan bantuan serta izin untuk tidur sebentar

15
jika diinginkan juga merupakan bagian dari peran perawat, bersama dengan
memberikan makanan ringan, melibatkan pasien dalam aktivitas sehari-hari,
dan memberikan analgetik untuk sakit kepala jika diperlukan.

16
BAB IV

KESIMPULAN
4. 1. Kesimpulan
Model konseptual keperawatan adalah kerangka kerja atau panduan yang
digunakan oleh perawat untuk memahami dan mempraktikkan perawatan
kesehatan. Salah satu model konseptual dalam keperawatan jiwa adalah model
medikal. Model medikal ini fokusnya pada perawatan psikiatri yang didasarkan
pada hubungan dokter-pasien. Ini berfokus pada diagnosis penyakit mental, dan
pengobatan selanjutnya didasarkan pada diagnosis ini. Model yang dikemukakan
oleh Meyer, Kraeplin, Spitzer dan Frances ini mengemukakan bahwa prilaku
disebabkan oleh penyakit biologis. Gejala-gajala ini timbul akibat kombinasi
faktor-faktor fisiologis, genetik, lingkungan, dan social.
Perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang strategi
psikofarmakologis yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu
bagian dari pendekatan holistik pada asuhan pasien. Kemudian proses pengobatan
ini lebih ke arah somatik : farmakoterapi, ECT atau psikosurgery.

4. 2. Saran

1. Perawat diharapkan mampu menerapkan model konseptual keperawatan untuk


kesehatan mental jiwa, khususnya model medikal, untuk mengatasi setiap
perilaku pasien. Melaksanakan komunikasi terapeutik dan meningkatkan rasa
saling percaya antara pasien dan perawat terhadap pasien yang menderita
depresi berat. Selain itu juga dapat dilakukan elektroshock yakni suatu terapi
psikiatri yang digunakan untuk usaha pengobatan pasien. ECT biasanya
digunakan untuk mengobati gangguan kejiwaan yang tidak merespons dosis
terapeutik obat psikotropika.

2. Penyedia layanan, khususnya rumah sakit dan puskesmas, diharapkan mampu


menerapkan model medikal pada setiap petugas perawatan yang ada khususnya
perawat melalui pendekatan terapeutik untuk mengatasi permasalahan baru
yang timbul. Selain itu, fasilitas kesehatan harus mampu memberikan
pelayanan medis yang tepat kepada pasien gangguan jiwa.

3. Lembaga pendidikan keperawatan dapat memberikan pelatihan mendalam


mengenai model konseptual khususnya model konseptual medikal. Hal ini
memungkinkan tenaga medis untuk menggunakan model medis sebagai cara
alternatif untuk mengkaji penyebab tindakan kekerasan berlebihan dan depresi
berat, yang dapat merugikan banyak orang.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hodidjah, M. P. (2020). Hubungan Konseptual Dan Fungsional Antara Strategi,


Metode Pembelajaran, Pendekatan, Dan Model Pembelajaran. Jurnal
Perspektif, 13(2).
Jiwa, A. M. K. K. (2021). Bab 4 Konseptual Model Dalam Keperawatan Jiwa
Termasuk Prevensi, Primer, Sekunder Dan Tersier. Keperawatan Jiwa
Mengenal Kesehatan Mental, 43.
Jiwa, A. P. K. (2023). Bab 2 Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Mental Health
Nursing (Keperawatan Kesehatan Jiwa), 16.
Kurniasari, C. I., Alfianto, A., Astuti, R. P., Ladyani, F., Pamungkas, D. R., Orizani,
C. M., ... & Hidayati, R. W. (2023). Keperawatan Dan Kesehatan Jiwa.
Penerbit Tahta Media.
Neuman, B. (1982). The Neuman Systems Model. Norwalk, Conn: Appleton &
Lange.
Orem, D.E. (2001). Nursing Concepts Of Practice (6th Ed.). St. Louis, Mo.: Mosby.
Parse, R.R. (1981). Nursing Science: Major Paradigms, Theories, and Critiques.
Philadelphia: Saunders.
Roy, C. (2009). The Roy Adaptation Model (3rd Ed.). Upper Saddle River, N.J.:
Pearson.
Watson, J. (2008). Nursing: The Philosophy and Science Of Caring (Revised Ed.).
Boulder, Colo.: University Press Of Colorado.

iv

Anda mungkin juga menyukai