Anda di halaman 1dari 23

BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS

Penyakit Akibat Kerja

Kelompok 2 :

Dewi Wulan Anugrah Sari


Luthfi Asyifa Harsa
Muhammad Akbar Syukur
Yelsi Beatrice Patandianan
Dana Augustina
Muhammad Zulfikarrahim
Widiyah Darmawan
Muhajir
Nur Azizah A. Difinubun
Qashri Ulya Janna Nadir

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
KENDARI
APRIL
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Dewi Wulan Anugrah Sari
Luthfi Asyifa Harsa
Muhammad Akbar Syukur
Yelsi Beatrice Patandianan
Dana Augustina
Muhammad Zulfikarrahim
Widiyah Darmawan
Muhajir
Nur Azizah A. Difinubun
Qashri Ulya Janna Nadir
Judul Laporan : Penyakit Akibat Kerja
Telah menyelesaikan tugas laporan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo.

Kendari, April 2019


Pembimbing

dr. Andi Nurmawanti


NIP. 19750907 200212 2 006
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat,
Rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas blok
Kedokteran Komunitas. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan blok Kedokteran Komunitas 2019 Fakultas Kedokteran Universitas
Halu Oleo.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini, tidak akan terlaksana
dan berjalan dengan baik tanpa bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karema itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. I Putu Sudayasa, M.Kes
sebagai Kordinator blok Kedokteran Komunitas, dr. Asmarani MPH dan Sukurni
S.Kep.,M.Kep sebagai Sekertaris blok Kedokteran Komunitas, dan dr. Andi
Nurmawanti sebagai Dosen Tutorial.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam tugas ini masih banyak
kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu, saran, kritik, dan pendapat yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tugas
kedepannya. Akhir kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat kedepannya.

Kendari, April 2019

Penulis
SKENARIO
Seorang laki-laki usia 45 tahun telah bekerja sebagai operator shovel pada
pertambangan granite selama paling kurang 19 tahun. Ia bekerja 6 hari seminggu
selama 8 sampai 10 jam sehari. Ia diperiksa sehubungan dengan program testing
audiometry ditempat kerja baru-baru ini. Ia tidak mempunyai riwayat keluarnya
cairan dari telinga, cedera kepala, dan ia pernah bekerja dengan menggunakan
senjata api. Pada pemeriksaan telinga, tidak terdapat serumen, otitis eksterna
didapatkan membrane timpani yang masih utuh. Rinne test positif dan tidak ada
lateralisasi pada weber test. Pada pemeriksaan pure tone audiometry ditemukan
adanya penurunan (menukik) pada frekuensi 4 kHz tanpa adanya kelainan
penghantaran udara tulang pada kedua telinga.

Kalimat kunci
1. laki-laki usia 45 tahun
2. operator shovel pada pertambangan granite selama 19 tahun
3. Ia bekerja 6 hari seminggu selama 8 sampai 10 jam sehari
4. Pemeriksaan testing audiometry
5. Riwayat :
 Tidak keluar cairan dari telinga
 Tidak cedera kepala
 Bekerja menggunakan senjata api
6. Pemeriksaan telinga : tidak terdapat serumen, membrane
7. Rinne test positif dan tidak ada lateralisasi pada weber test
8. Pada pemeriksaan pure tone audiometry ditemukan adanya penurunan
(menukik) pada frekuensi 4 kHz tanpa adanya kelainan penghantaran udara
tulang pada kedua telinga.
Kata Sulit
1. Audiometry
2. Serumen
3. Rinne test
4. Weber test
5. Pure tone audiometry
Pertanyaan
1. Jelaskan pengertian kesehatan dan keselamatan kerja menurut UUD no.1
tahun 1970 dan menurut who
2. Jelaskan tujuan syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kesehatan dan
keselamatan kerja menurut UUD No. 1 tahun 1970 pasal 3?
3. Apa landasan hukum keselamatan kerja pada skenario ?
4. Sebutkan macam-macam potensi bahaya kerja beserta contohnya ?
5. Jelaskan klasifikasi dari Noise Induced Hearing Loss ?
6. Jelaskan perbedaan PAK dan PAHK ?
7. Jelaskan anatomi dan fisiologi organ terkait ?
8. Jelaskan definisi bising dan gangguan pendengaran akibat kerja ?
9. Berapa batas kebisingan yang seharusnya pada kesehatan keselamatan
kerja ?
10. Jelaskan patofisiologi dari kasus ?
11. Sebutkan 7 langkah diagnosis penyakit akibat kerja ?
12. Bagaimana penatalaksanaan pada skenario ?
13. Jelaskan prognosis pada skenario ?
14. Bagaimana upaya dalam melakukan pendekatan kesehatan dan keselamatan
kerja ?
15. Sebutkan tugas dan fungsi kerja dokter di perusahaan sesuai permenkes
No.03 /men/1982?

Jawaban

1. Jelaskan pengertian kesehatan dan keselamatan kerja menurut UUD


no.1 tahun 1970 dan menurut who ?
Menurut Undang-Undang keselamatan kerja dalam dokumen
Binwasnaker Kemenakertrans RI Nomer 1 tahun 1970 secara etimologi
mengatatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah memberikan
upaya perlindungan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja selalu
dalam keadaan selamat, sehat dan sumber produksi dapat dipakai atau
dioperasikan secara aman dan efisien.
Menurut WHO kondisi kesehatan tenaga kerja yang optimal, sehat
kondisi fisik, jiwa dan sosial ekonomi serta dapat beradaptasi terhadap beban
kerja dan lingkungan kerjanya.
2. Jelaskan tujuan syarat kesehatan dan keselamatan kerja menurut uud
No 1 thn 1970 pasal 3
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledadkan
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan
f. Memberi alat perlindungan diri pada pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbulny atau menyebarnya luas suhu,
kelembapan,debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca sinar
atau radiasi, suara dan gelora.
h. Mencegah dan mengedalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
j. Memelihara kebersihan, keselamatan dan ketertiban
k. Memperoleh keserasian antara tenaga dan alat kerja

3. Apa landasan hukum keselamatan kerja pada skenario ?


Landasan hukum penerapan K3 Layaknya sebuah program, maka
program kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan harus memiliki
landasan hukum yang kuat. Ada banyak dasar hukum yang sering menjadi
acuan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara lain :
a . Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2
“Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan”.
Pengertiannya adalah bahwa yang dimaksud dengan perkerjaan
adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi dan memungkinkan tenaga
kerja tetap sehat dan selamat sehingga dapat hidup dengan layak
sesuai martabat manusia.
b . Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja Undang-undang ini memuat antara lain
ruang lingkup pelaksanaan keselamatan kerja, syarat keselamatan
kerja, pengawasan, pembinaan, tentang kecelakaan, kewajiban dan
hak tenaga kerja, kewajiban memasuki tempat kerja, kewajiban
pengurus dan ketentuan penutup (ancaman pidana) dan lain-lain.
c . UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Khususnya alinea 5
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan pasal 87.
Pasal 86 ayat 1 : Setiap Pekerja / Buruh mempunyai Hak untuk
memperoleh perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pasal 86 ayat 2 : Untuk melindungi keselamatan Pekerja /Buruh
guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan
upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pasal 87 : Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem
Manajemen Perusahaan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.
Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Permenakertrans ini adalah landasan Pedoman
Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.
d . Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2012 Tentang
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.

4. Sebutkan macam-macam potensi bahaya kerja beserta contohnya ?


a) Faktor Fisika
Penyebab:
 Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian
 Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi,
Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke
 Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak
 Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
 Radio aktif: alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap
sel tubuh manusia
 Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
 Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme,
Polineurutis
b) Faktor Kimia
Penyebab:
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil
samping(produk), sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat,
cair, gas, uap maupun partikel Cara masuk tubuh dapat melalui saluran
pernafasan, saluran pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat
secara akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi,
korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan
kimia dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent
yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal
sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini
dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan. Gangguan
kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang
pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya
sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif
(asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar.
c) Faktor Biologi
Penyebab:
 Viral Desiases: rabies, hepatitis
 Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus
 Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman
pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien,
benda-benda yang terkontaminasi, dan udara. Virus yang menyebar
melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B)
dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat kecelakaan kecil dipekerjaan,
misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup
tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat
besar, sebagai contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena
infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi
atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang
infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen
maupun debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
d) Faktor Ergonomi/Fisiologi
 Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja,
lingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek
terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas tulang,
perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
 Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan
alat, cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,
kebolehan, dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai efisiensi
yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual
dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
 Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya
tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang
digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai
dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan
dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi
kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan
gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling
sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).

5. Jelaskan klasifikasi dari Noise Induced Hearing Loss ?


a. Noise Induced Temporary Threshold Shift
Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS) atau biasa dikenal
dengan trauma akustik merupakan istilah yang dipakai untuk menyatakan
ketulian akibat pajanan bising atau tuli mendadak akibat ledakan hebat,
dentuman, tembakan pistol atau trauma langsung ke telinga. Trauma ini
menyebabkan kerusakan pada saraf di telinga bagian dalam akibat
pajanan akustik yang kuat dan tiba-tiba. Seseorang yang pertama kali
terpapar suara bising akan mengalami berbagai gejala, gejala awal adalah
ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekuensi tinggi. Pada
gambaran audiometri tampak sebagai “notch“ yang curam pada frekuensi
4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Gangguan yang dialami bisa
terjadi pada satu atau kedua telinga.4,7,8 Pada tingkat awal terjadi
pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, apabila
penderita beristirahat diluar lingkungan bising maka pendengarannya
akan kembali normal. Salah satu bidang pekerjaan yang berisiko tinggi
terhadap terjadinya trauma akustik ini adalah militer.
b. Noise Induced Permanent Threshold Shift
Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS) merupakan ketulian
akibat pemaparan bising yang lebih lama dan atau intensitasnya lebih
besar. Jenis tuli ini bersifat permanen. Faktor-faktor yang merubah NITTS
menjadi NIPTS adalah : masa kerja yang lama di lingkungan bising,
tingkat kebisingan dan kepekaan seseorang terhadap kebisingan.5
NIPTS terjadi pada frekuensi bunyi 4000 Hz. Pekerja yang mengalami
NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai
ke frekuensi yang lebih rendah (2000 Hz dan 3000 Hz) keluhan akan
timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk
mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah
menyebar ke frekuensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan
untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada
frekuensi 3000–6000 Hz setelah beberapa lama gambaran audiogram
menjadi datar pada frekuensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran
pada frekuensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10
tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat.

6. Jelaskan perbedaan PAK dan PAHK ?


Menurut KEPRES RI No. 22 Tahun 1993 Penyakit Akibat Kerja (PAK)
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
Penyakit akibat kerja terjadi sebagai akibat dari pajanan faktor fisik, kimia,
biologi ergonomi dan atau psiko-sosial di tempat kerja. Faktor ini di dalam
lingkungan kerja adalah predominan dan essensial di dalam menyebabkan
PAK, misalnya terpajan oleh timah di dalam tempat kerja essensial untuk
keracunan timah dan bila terpajan terhadap silica di tempat kerja. Hal ini
harus dikenal, bahwa factor - faktor lain seperti kerentanan individu dapat
memainkan berbagai peran di dalam menimbulkan penyakit pada tenaga
kerja yang terpajan.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) terjadi semata – mata pada tenaga kerja
terpajan terhadap Hazard spesifik, akan tetapi dalam beberapa situasi, PAK
ini dapat juga terjadi pada komunitas biasa sebagai akibat kontaminasi
lingkungan dari tempat kerja seperti timah dan pestisida. Akhirnya, PAK
adalah penyebabnya spesifik, misalnya asbestos menyebabkan asbestosis.
WHO mengelompokkan PAHK yang bersumber multifaktor. Penyakit-
penyakit ini dalam factor - faktor tempat kerja dapat dihubungkan kejadiannya
tetapi tidak membutuhkan faktor resiko pada tiap kasus. Penyakit- penyakit ini
sering terlihat dalam komunitas biasa.
Penyakit akibat hubungan kerja adalah :
1. Hipertensi
2. penyakit jantung ischaemik
3. penyakit psikosomatik
4. musculoskeletal disarder (MSD)
5. Chronic non spesifik reproductive disease / bronchitis chronik
Pada penyakit- penyakit ini, pekerjaan dapat dihubungkan dengan
penyebabnya atau dengan mempelihatkan kondisi kesehatan sebelumnya
(yang sudah ada ).
PEKERJAAN

Penyakit Biasa PAHK PAK

Mis: Diabetes Mis: Coronary Heart Disease Mis: Asbestosis


Malaria LBP Keracunan
timah

Perbedaan Utama Antara PAK dan PAHK


PAHK PAK
Terjadi secara umum pada Terjadi terutama pada populasi
komunitas pekerja
Disebabkan oleh multifaktor Penyebab khusus
Pajanan ditempat kerja mungkin satu Pajanan ditempat kerja adalah
factor essensial
Mungkin kelihatan dan dapat Kelihatan dan dapat ganti rugi
dilakukan ganti rugi

7. Jelaskan anatomi dan fisiologi organ terkait ?


 Anatomi telinga
Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga
luar, telinga tengah dan telinga dalam. Struktur anatomi telinga seperti
diperlihatkan pada gambar 1.
 Telinga Bagian Luar
Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi
dari luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran
telinga (canalis auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut
halus dan kelenjar sebasea sampai di membran timpani.
Daun telinga terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Bagian-bagian
daun telinga lobula, heliks, anti heliks, tragus, dan antitragus.
Liang telinga atau saluran telinga merupakan saluran yang berbentuk
seperti huruf S. Pada 1/3 proksimal memiliki kerangka tulang rawan dan
2/3 distal memiliki kerangka tulang sejati. Saluran telinga mengandung
rambut-rambut halus dan kelenjar lilin. Rambut-rambut alus berfungsi
untuk melindungi lorong telinga dari kotoran, debu dan serangga,
sementara kelenjar sebasea berfungsi menghasilkan serumen. Serumen
adalah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit
yang terlepas dan partikel debu. Kelenjar sebasea terdapat pada kulit
liang telinga.
 Telinga Bagian Tengah
Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi
menghantarkan bunyi atau bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian
depan ruang telinga dibatasi oleh membran timpani, sedangkan bagian
dalam dibatasi oleh foramen ovale dan foramen rotundum. Pada ruang
tengah telinga terdapat bagian-bagian sebagai berikut:
1) Membran timpani
Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang bunyi.
Setiap ada gelombang bunyi yang memasuki lorong telinga akan
mengenai membran timpani, selanjutnya membran timpani akan
menggelembung ke arah dalam menuju ke telinga tengah dan akan
menyentuh tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan
stapes. Tulang-tulang pendengaran akan meneruskan gelombang
bunyi tersebut ke telinga bagian dalam.
2) Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang
martil), incus (tulang landasan) dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiga
tulang tersebut membentuk rangkaian tulang yang melintang pada
telinga tengah dan menyatu dengan membran timpani. Susunan
tulang telinga ditampilkan pada gambar 2.

Gambar 2. Susunan tulang-tulang pendengaran


3) Tuba auditiva eustachius
Tuba auditiva eustachius atau saluran eustachius adalah saluran
penghubung antara ruang telinga tengah dengan rongga faring.
Adanya saluran eustachius, memungkinkan keseimbangan tekanan
udara rongga telinga telinga tengah dengan udara luar.
 Telinga bagian dalam
Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan
oleh telinga tengah. Telinga dalam atau labirin terdiri atas dua bagian yaitu
labirin tulang dan labirin selaput. Dalam labirin tulang terdapat vestibulum,
kanalis semisirkularis dan koklea. Di dalam koklea inilah terdapat organ
Corti yang berfungsi untuk mengubah getaran mekanik gelombang bunyi
menjadi impuls listrik yang akan dihantarkan ke pusat pendengaran.
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi-
sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan
skala timpani dengan skala vestibule.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Koklea atau rumah siput
merupakan saluran spiral dua setengah lingkaran yang menyerupai
rumah siput.
Koklea terbagi atas tiga bagian yaitu:
a. Skala vestibuli terletak di bagian dorsal
b. Skala media terletak di bagian tengah
c. Skala timpani terletak di bagian ventral
d. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan
e. Skala media berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di
perilimfe berbeda dengan endolimfe. Hal ini penting untuk proses
pendengaran. Antara skala satu dengan skala yang lain dipisahkan
oleh suatu membran.

Ada tiga membran yaitu:


a. Membran vestibuli, memisahkan skala vestibuli dan skala media.
b. Membran tektoria, memisahkan skala media dan skala timpani.
c. Membran basilaris, memisahkan skala timpani dan skala vestibuli.

Pada membran membran basalis ini terletak organ Corti dan pada
membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,
sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.Struktur
organ Corti ditampilkan pada gambar 3.

Gambar 3. Penampang koklea (gambar a) dan susunan organ Corti


(gambar b)

 Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara
atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
dan diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran
yang akan memperkuat getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale.
Energi getar yang teiah diperkuat ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan foramen ovale sehingga cairan perilimfe pada skala
vestibuli bergerak.
Getaran akibat getaran perilimfe diteruskan melalui membran
Reissner yang akan mendorong endolimfe, sehingga akan terjadi gerak
relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran (area 39 - 40) di lobus temporalis.

8. Jelaskan definisi bising dan gangguan pendengaran akibat kerja ?


 Bising & Kebisingan
Bising Dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang
dapat menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif [ peningkatan
ambang pendengaran ] maupun secara kwalitatif [ penyempitan spektrum
pendengaran ], berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan
pola waktu.
Kebisingan didefinisikan sebagai "suara yang tak dikehendaki,
misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dsb, atau
yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup. (JIS Z
8106 [IEC60050-801] kosa kata elektro-teknik Internasional Bab 801:
Akustikal dan elektroakustik)".
Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau
suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan,
kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian.
 Gangguan Pendengaran
Adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat
kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal
memahami pembicaraan.
9. Berapa batas kebisingan yang seharusnya pada kesehatan keselamatan
kerja ?

Catatan: Pajanan bising tidak boleh melebihi level 140 dBC walaupun hanya

sesaat

10. Jelaskan patofisiologi dari kasus ?


Paparan bising mengakibatkan perubahan sel-sel rambut silia dari organ
Corti. Stimulasi dengan intensitas bunyi sedang mengakibatkan perubahan
ringan pada sillia dan hensen’s body, sedangkan stimulasi dengan intensitas
tinggi pada waktu pajanan yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada
struktur sel rambut lain seperti mitokondria, granula lisosom, lisis sel dan
robek membranreissner. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut
luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan
intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi
kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan
bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak
kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena
adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan
digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-
sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak.
Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul
degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran
pada batang otak.1,2,11 Gangguan pendengaran akibat paparan bising terus-
menerus harus dibedakan dari trauma akustik. Gangguan pendengaran
trauma akustik terjadi akibat paparan singkat (satu kali) langsung diikuti
dengan gangguan pendengaran permanen. Intensitas rangsangan suara
umumnya melebihi 140 dB dan sering bertahan selama < 0,2 detik. Trauma
akustik menyebabkan terjadinya robekan membrane timpani dan gangguan
pada dinding sel sehingga tercampur perilimfe dan endolimfe. Trauma akustik
juga dapat menyebabkan cedera tulang pendengaran.

11. Sebutkan 7 langkah diagnosis penyakit akibat kerja ?


a. Menegakkan Diagnosis Klinis
b. Menentukan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja
c. Menentukan hubungan pajanan dengan diagnosis klinis
d. Menentukan besarnya pajanan
e. Menentukan faktor individu yang berperan
f. Menentukan pajanan di luar tempat kerja
g. Menentukan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

12. Bagaimana penatalaksanaan pada skenario ?


Penanganan hearing loss harus dilakukan secara menyeluruh dimulai dari
pencegahan hingga tahap rehabilitatif. Bagi pekerja yang belum atau sudah
terpajan dengan kebisingan diberikan perlindungan menurut tata cara medis
berupa.
1. Monitoring paparan bising
a. Melakukan identifikasi sumber bising :
1)Menilai intensitas bising dan frekuensinya. Tujuannya untuk menilai
keadaan maksimum, ratarata, minimum, fluktuasi jenis intermiten dan
steadiness bising. Untuk pengukuran bising dipakai alat Sound Level
Meter. Ada yang dilengkapi dengan Octave Band Analyser;
2) Mencatat jangka waktu terkena bising. Makin tinggi intensitas
bising, jangka waktu terpajan yang diizinkan menjadi semakin
pendek. Hal ini sudah ditetapkan dalam keputusan menteri tenaga
kerja RI no. KEP 51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas faktor
fisika di tempat kerja.
b. Pengurangan jumlah bising di sumber
bising :
1) Pengurangan bising di tahap perencanaan mesin dan bangunan
(engineering control program);
2)Pemasangan peredam, penyekat mesin dan bahan-bahan
penyerap
suara.
c. Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan
kerjanya dari lingkungan bising ataupun menggunakan ear protector
seperti :
1)Penggunaan ear plug/mold yaitu suatu alat yang dimasukkan ke
dalam
telinga, alat ini dapat meredam suara bising sebesar 30-40 dB;
2) Ear muff/valve, dapat menutup sendiri bila ada suara yang keras
dan membuka sendiri bila suara kurang keras;
3) Helmet, suatu penutup kepala yang melindungi kepala sekaligus
sebagai pelindung telinga.
d. Menerapkan sistem komunikasi, informasi dan edukasi serta
menerapkan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) secara ketat dan
melakukan pencatatan dan pelaporan data. Pemasangan poster dan
tanda pada daerah bising adalah salah satu usaha yang dapat
dilakukan.
2. Pemeriksaan pendengaran para pekerja dengan audiometri nada murni,
yang terdiri atas :
a. Pengukuran pendengaran sebelum karyawan diterima bekerja di
lingkungan bising (pre employment hearing test). Termasuk
masyarakat yang berada di lingkungan bising diperiksa
pendengarannya.
b. Pengukuran pendengaran secara berkala dan teratur 6 bulan sekali.
Agar didapatkan gambaran dasar dari kemampuan pendengaran
pekerja dan masyarakat di lingkungan bising.
3. Bila hearing loss sudah mengganggu komunikasi dapat dicoba dengan
pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Jika dengan hearing aid
masih susah untuk berkomunikasi maka diperlukan psikoterapi agar
dapat menerima keadaanya. Latihan pendengaran (auditory training)
bertujuan agar penderita dapat menggunakan sisa pendengarannya
dengan alat bantu dengar, secara efisien dapat dibantu dengan
membaca gerakan ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan
anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Bila
penderita mendengar suaranya sendiri sangat lemah, maka dapat
dilakukan rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume, tinggi
rendah dan irama percakapan. Pada penderita yang telah mengalami
tuli total bilateral dapat dipertimbangkan pemasangan implan koklea.

13. Jelaskan prognosis pada skenario ?


Prognosis pada skenario yaitu apabila pekerja mengalami tuli
sensorineural koklea yang sifatnya menetap dan tidak dapat diobati dengan
obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu
pencegahan sangat penting.

14. Bagaimana upaya dalam melakukan pendekatan kesehatan dan


keselamatan kerja ?
a. Pelayanan promotif (Edukasi untuk meningkatkan gairah kerja dan
produktivitas kerja)
 Pendidikan dan pelatihan tenaga kerja
 Pelatihan untuk petugas P3K
 Pemeliharaan tempat, cara dan lingkungan kerja yang sehat
 Pemeliharaan berat badan
 Perbaikan menu gizi yang seimbang dan pemilihan makanan yang
aman
 Konsultasi perkembangan jiwa, nasehat perkawinan dan KB
 Olahraga dan rekreasi
b. Pelayanan Preventif (Pencegahan)
Memberikan perlindungan pada tenaga kerja sebelum adanya proses
gangguan akibat kerja. Kegiatan antara lain:
 Pemeriksaan kesehatan awal, Berkala, Khusus dan Purna Tugas
 Imunisasi
 Pembinaan Kebersihan Lingkungan kerja
 Kebersihan Pribadi (hygiene perorangan)
 Penerapan ergonomic
 Substitusi
 Ventilasi, umum: memasukkan udara segar ke dalam ruang kerja
sehingga kadar udara yang mengandung zat berbahaya berkurang.
Lokal: penyaluran udara keluar (exhausting)
 Isolasi alat berbahaya
 APD
 Pengendalian, penilaian, dan pengukuran lingkungan kerja.
c. Pelayanan Kuratif: diberikan kepada tenaga kesehatan yang sudah
memperlihatkan gangguan kesehatan gejala dini dengan mengobatinya
dan mencegah komplikasi dan penularan penyakit
d. Pelayanan Rehabilitatif
Pelayanan ini diberikan pada tenaga kerja yang telah mengalami
penyakit parah atau kecelakaan parah yang telah mengakibatkan cacat
permanen.Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan
kemampuannya yang masih ada secara maksimal. Penempatan kembali
tenaga kerja yang cacat sesuai kemampuannya. Penyuluhan kepada
masyarakat agar mau menerima tenaga yang cacat tersebut.

15. Sebutkan tugas dan fungsi kerja dokter di perusahaan sesuai


permenkes No.03 /men/1982 ?
Tugas dan fungsi kerja dokter perusahaan diatur pada pasal 2 yaitu :
a. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan
pemeriksaan khusus.
b. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap
tenaga kerja.
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.
d. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair.
e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga
kerja.
f. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit
akibat kerja.
g. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.
h. Pendidikan Kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.
i. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat
kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta
penyelenggaraan makanan di tempat kerja.
j. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat
kerja.
k. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai
kelainan tertentu dalam kesehatannya.
l. Memberikan laporan berkala tentang Pelayanan Kesehatan Kerja kepada
pengurus.
DAFTAR PUSTAKA

Altmann, J. Acoustic Weapons- A Prospective Assessment. Science and Global


Security. 2001. Vol 9. 165-234.
Alberti, PW. Occupational Hearing Loss. Editor : Snow JB. Ballenger’s Manual of
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Sixteenth Edition.. London : BC
Decker. 2003.
Buchari: Kebisingan Industri dan Hearing Conversation Program . 2007. USU
Repository.
Dobie, R. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss. Editor: Snow JB.
Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Sixteenth
Edition. London : BC Decker. 2003.
Joem. Noise Induced Hearing Loss. Joem Council on Scientific Affairs. 2003. Vol.
45. 579-58.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI no.KEP-51/ Men/1999 tentang Nilai Ambang


Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.

Keselamatan Kerja. Undang-undang no 1 tahun 1970. Presiden republik


Indonesia.
KEPRES RI No. 22 Tahun 1993
Kirchner, DB et al. Occupational NoiseInduced Hearing Loss. American Journal
of Occupational and Environmental Medicine. 2012. Vol 54. 106-108.
Nandi, SS and Dhatrak, SV. Occupational Noise Induced Hearing Loss in India.
Nugroho P.S,dkk. Anatomi dan Fisiologi Pendengaran Perifer . Jurnal THT – KL.
Vol No.2.Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2009.
Ologe, F, Olajide, T, Nwawolo, C, Oyejola, B. Deterioration of noiseinduced
hearing loss among bottling factory workers. The Journal of Laryngology and
Otology. 2008. Vol 8. 786-794.

PERMENKES No. 56 /2016


PERMEN 003 1982 PELAYANAN KESEHATAN KERJA.PDF
Schwaber, M. Trauma to the Middle Ear, Inner Ear, and Temporal Bone. Editor :
Snow JB. Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
Sixteenth Edition. London : BC Decker. 2003.
Sugiyono. Keselamatan dan keshatan kerja(K3).
Undang-Undang Keselamatan Kerja Binwasnaker Kemenakertrans RI Nomer 1
tahun 1970.
UUD Keselamatan Kerja No. 1 tahun 1970 pasal 3

Anda mungkin juga menyukai