Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KUNJUNGAN PERUSAHAAN

POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK DAN KIMIA


DI PABRIK CAMBRIC GABUNGAN KOPERASI BATIK INDONESIA

Disusun oleh:
Kelompok 1

1. dr. Adha Nurjanah 13. dr. Dea Prita Caesarita


2. dr. Adi Bagus Andrianto 14. dr. Diholandia Ridlin M. Sembiring
3. dr. Adikurnia Suprapto 15. dr. Dita Putri
4. dr. Ahmad Qusyairi 16. dr. Duta Indiriawan
5. dr. Akbar Riziki 17. dr. Eko Syaputra
6. dr. Anisa Rizka 18. dr. Eva Miranda Fitri
7. dr Bahtiar 19. dr. Faisal Yusuf Ashari
8. dr. Bethari Pusponing Fadli 20. dr. Fanny Soraya
9. dr. Bianda Dwida Pramudita 21. dr. Felix Jonathan
10. dr. Braiyen Frider Elias Kolamban 22. dr. Gemita Pramentari Ade Brata
11. dr. Catur Nila Pratiwi 23. dr. Icha Stephanie
12. dr. Cecile

PELATIHAN HIPERKES DAN


KESELAMATAN KERJA
BAGI DOKTER PERUSAHAAN/INSTANSI
BALAI HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
OKTOBER 2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….. ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………………
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
BAB III HASIL
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami pujikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
serta karunia – Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalh ini yang tepat
pada waktunya yang berjudul “LAPORAN KUNJUNGAN PERUSAHAAN POTENSI
BAHAYA FAKTOR FISIK DAN KIMIA DI PABRIK CAMBRIC GABUNGAN KOPERASI
BATIK INDONESIA”.
Makalah ini merupakan tugas akhir untuk pelatihan HIPERKES dan Kesalamatan Kerja
bagi dokter perusahaan yang berlangsung selama 6 (enam) hari (17 – 22 Okober 2016), makalah
ini berisikan tentang hasil observasi dan analisa kami saat berkunjung ke PC GKBI berdasarkan
peraturan dan standar yang berlaku di Indonesia.
Kunjungan yang kami lakukan ini merupakan salah satu rangkaian dalam acara Pelatihan
Hiperkes dan Keselamatan Kerja bagi Dokter Perusahaan yang diselenggarakan oleh Balai
Hiperkes dan Keselamatan Kerja DI Yogyakarta. Kunjungan ini sekaligus sebagai evalasi peserta
terhadap pelatihan yang diberikan pada hari-hari sebelumnya sehingga dapat dijadikan sebagai
tolak ukur untuk menjadi dokter perusahaan atau instansi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dai semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada para pengajar dan pembimbing dari Balai
Hiperkes dan Keselamatan Kerja DI Yogyakarta, seluruh jajaran direksi dan karyawan Pabrik
Cambric Gabungan Koperasi Batik Indonesia serta rekan-rekan sejawat pelatihan Hiperkes dan
Keselamatan Kerja yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Demikian laporan ini
dibuat sehingga bias menjadi acuan dan referensi dalam penerapan kesehatan dan keselamatan.

Yogyakarta, 20 Oktober 2016

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Memasuki perkembangan era industrialisasi yang bersifat global seperti sekarang ini,
persaingan industri untuk memperebutkan pasar baik pasar regional, nasional, maupun
internasional dilakukan oleh setiap perusahaan secara kompetitif. Industrialisasi tidak
terlepas dari SDM yang dimana setiap mausia diharapkan dapat menjadi sumber daya yang
siap pakai dan mampu membantu tercapainya tujuan perusahaan dalam bidang yang
diinginkan.
Pada dasarnya kekuatan perusahaan tergantung orang-orang dalam perusahaan
tersebut, apabila tenaga kerja yang ada dalam perusahaan tersebut sesuai dengan yang
diperlukan perusahaan maka pencapaian hasil produksi perusahaan tersebut juga akan
memuaskan. Dari uraian tersebut sangat jelas bahwa sumber daya manusia sangat penting
dan utama dalam proses produksi dan pencapaian tujuan perusahaan tersebut.
Proses terhentinya atau berkurangnya pencapaian tujuan dari perusahaan tersebut
karean adanya hambatan atau masalah-masalah yang muncul dalam perusahaan tersebut.
Masalah yang sering muncul dalam proses produksi atau yang lain adanya faktor-faktor
tertentu antara lain adalah factor-faktor fisik dan kimia dalam keselamatan dan kesehatan
kerja, sehingga menyebabkan terhentinya atau terhambatnya proses produksi.
Keselamatan dan kecelakaan kerja merupakan hal yang sangat penting bagi
perusahaan, karena dampak dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja akan banyak
menimbulkan kerugian bai karyawan dan perusahaan. Terdapat beberapa pengertian tentang
keselamatan kerja dan pada dasarnya definisi tersebut mengarah pada interaksi pekerja
dengan mesin atau alat yang digunakan dan interaksi pekerja dengan lingkungan kerja.
Berdasarkan haltersebut maka perlu dilakukan pengkajian terhadap berbagai factor
fisik maupun kimia di Pabrik Cambric Fabungan Koperasi Batik Indonesia, yang berpotensi
menimbulkan bahaya serta usaha-usaha yang diperlukan untuk mencegah dan mengatasi
permasalahan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja potensi bahaya fisik dan kimia di lingkungan kerja bagi tenaga kerja?
2. Seberapa besar potensi bahaya fisik dan kimia di lingkungan kerja bagi tenaga kerja?
3. Apakah solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi maslah mengenai potensi bahaya
fisik dan kimia di lingkungan kerja?
1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi potensi bahay fisik dan kimia di lingkungan perusahaan.
2. Melakukan pengukuran potensi bahaya fisik dna kimia di lingkungan perusahaan.
3. Merencanakan upaya pengendalian bahaya fisik dan kimia di lingkungan perusahaan.
1.4 Manfaat
1. Bagi Perusahaan
a. Dapat mengetahui potensi bahaya fisik dan kimia bagi karyawan perusahaan.
b. Dapat mengetahui besarnya bahaya fisik dan kimia di lingkungan perusahaan.
c. Melindungi perusahaan dari tuntunnan hokum akibat potensi bahaya fisik dan kimia
di lingkungan perusahaan.
d. Dapat meningkatkan produktivitas karena terjaminnya kesehatan dan keselamatan
kerja bagi para tenaga kerja.
2. Bagi Karyawan
a. Terjaminnya kesehatan dan keselamatan tenagga kerja karean dilakukan identifikasi
dan pengendalian bahaya fisik dan kimia di lingkungan perusahaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. Definisi
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrument yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang
wajib dipenuhi oleh perusahaan (Suma’murr, 1988). Di masa lalu, kecelakaan dan
gangguan kesehatan di tempat kerja dipandang sebagai bagian tak terhindarkan dari
produksi. Saat ini telah ada berbagai standar hokum nasional dan internasional
tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang harus dipenuhi di tempat kerja. Stadar-
standar tersebut mencerminkan kesepakatan luas antara pengusaha/pengurus, pekerja,
dan pemerintah bahwa keselmatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang wajib
diperhatikan. (ILO, 213)
Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah para tenaga kerja pada khususnya serta manusia pada umumnya.
Hasil karya dan budaya ini bertujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan
makmur.
Menurut Suma’mur, keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja
di perusahaan yang bersangkutan.
Simanjuntak mendefinisikan keselamatan kerja sebagai kondsi keselamatan
yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan, dimana kita bekerja mencakup
tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dankondisi pekerja.
Mathis dan Jackson menyatakan bahwa keselmatan adalah hal yang merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahtaraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait
dengan pekerjaan. Sedangkan kesehatan adalah hal-hal yang mengarah pada kondisi
umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

a. Indikator Keselamatan Kerja


Keadaan tempat lingkungan kerja yang meliputi :
1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang
diperhitungkan keamanannya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
Pemakaian perlatan kerja meliputi:
1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2. Penggunaan mesin dan alat elektronik tanpa pengaman yang baik.

b. Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja


1. Setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Setiap perlengkapan dan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
3. Jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
4. Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partsipasi kerja.
5. Menghindari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
Selain yang disebut diatas Suma’mur (1998) menjelaskan tujuan utama dari
keselamatan dan kesehatan kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif. Tujuan tersebut dapat tercapai karena terdapat korelasi antara derajat
kesehatan yang tinggi dengan dengan produktifitas kerja atas perusahaan, Selnajutnya
Suma’mur menjelaskan hal tersebut:
1. Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya oekerjaan harus dilakukan
dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarrat kesehatan.
Lingkungan dan cara yang dimaksud meliputi diantaranya tekanan panas,
penerangan ditempat kerja, debu di udara ruang kerja, sikpa badan, penyerasian
manusia dan mesin.
2. Biaya dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja,s erta penyakit umum yang
meningkat jumlahnya oleh karena pengaruh yang memperburuk keadaan oleh
bahaya-bahaya yang ditimbulan oleh pekerjaan sangat mahal, meliputi
pengobatan,perawatan di rumah sakit, rehabilitasi,absenteisme, kerusakan mesin,
peralatan dan bahan akibat kecelakaan, terganggunya pekerjaan dan cacat yang
menetap.
Tujuan akhir dari penerapan keselamatan kerja adalah mencapai kecelakaan
kerja nihil (zero accident). Perusahaan yang dapat mencapai kecelakaan kerja nihil
adalah perusahaan yang bebas dari kerugian baik manusia maupun benda.

c. Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dibuatkannya Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


adalah sesuatu yang sangat penting dan harus. Karena hal ini akan menjamin
dilaksanakannya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada


sejak pemerintahan colonial Belanda, misalnya pada tahun 1908, parlemen
Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda
yang ditandai dengan penerbitanVeiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun
1910. Selanjutnya, Pemerintah Belanda menerbitkan beberapa produk hukum
yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur
secara terpisah berdasarkan masing-masing sector ekonomi.

Namun sekaaerang Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


yang terutama di Indonesia adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pengaturan
hukum K3 dalam konteks diatas adalah sesuai dengan sector/bidang usaha,
misalnya P.M.P No. 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, kebersihan serta
Penerangan di Tempat Kerja.

2. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak
dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan
dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda (Depnaker,
1999:4). Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atas kerugian
terhadap proses (Didi Sugandi, 2003:171).

Menurut undang-Undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga


Kerja pasal 1 ayat 6, Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung
dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,
demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah
menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar
dilalui. Kecelakaan Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan
yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa / luka / cacat maupun
pencemaran. Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi akibat adanya
hubungan kerja, (terjadi karena suatu pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan).
Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan
tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda
tentunya hal ini dalat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja dibedakan atas


3 macam yaitu :

1. Faktor manusia

Faktor manusia meliputi aturan kerja, kemampuan kerja (usia, masa


kerja/pengalaman, kurang cakap). Disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang
mendatangkan kecelakaan. Kesalahan-kesalahan disebabkan pekerja dank arena
sikap yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, lalai, melamun, tidak mau
bekerja sama, tidak mengindahkan instruksi, dll.

2. Faktor Mekanik dan lingkungan

Faktor Mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan


alat pelindung, alat pelindung tidak dipakai, alat-alat kerja yang telah rusak.
Lingkungan kerja yang kurang nyaman, pencahayaan yang tidak sempurna,
terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat, ventilasi yang tidak
sempurna sehingga ruangan kerja berdebu, lembab yang tinggi sekaligus pekerja
kurang nyaman bekerja, lantai yang kotor dan licin, cara menyimpan bahan baku
dan alat kerja tidak pada tempatnya, dll.

2.2 Potensi Bahaya Fisik


1. Kebisingan

Diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi
pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu
populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain jumlah energi bunyi,
distribusi frekuensi, dan lama pajanan.

Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi,


turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga
kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu
tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli
permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak terjadi. Berdasarkan
frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi
dalam 3 kategori :

 Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising


yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, missal bising dari mesin
ketik.
 Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi
bunyi antara 31,5-8,00 Hz.
 Impuls noise (impact noise = bising impulsive) yaitu bising yang terjadi akibat
adanya bunyi yang menyentak, missal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan
bedil.

Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau decibel ini dapat ditentukan
apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan
seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima/dikehendaki atau tidak
dikehendaki/bising.

Jenis bunyi Skala Intensitas Desibel Batas Dengar


Tertinggi
Halilintar 120 DB
Meriam 110 DB
Mesin Uap 100 DB
Jalan yang ramai 90 DB
Pluit 80 DB
Kantor gaduh 70 DB
Radio 60 DB
Rumah gaduh 50 DB
Kantor pada umumnya 40 DB
Rumah tenang 30 DB
kantor perorangan 20 DB
Sangat tenang, suara daun jatuh 10 DB
Tetesan air

Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman


Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04. Lp. (Petunjuk Pelaksanaan
Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992). Tingkat
kebisingan diuraikan sebagai berikut :

 Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Contiuos Niose Level –


Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (steady noise) dalam ukuran
dBA, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam
satu periode atau interval waktu pengukuran
 Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan
adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang, dan
malam hari.
 Tingkat ambient kebisingan (Backgorund noise level) atau tingkat latar
belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan
tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilalukan, jika
diambil nilainya dari distribusi statistic adalah 95% atau L-95.

Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan


kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian
diperoleh bukti bhwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang
mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para
karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka
harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga demi mencegah
gangguan pendengaran.

Disamping itu, kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan


suasana yang bising memaksa pekerja berteriak di dalam berkomunikasi dengan
pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat
menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap
orang lain.

Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat
lingkungan kerja yang bising ini, maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga
juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga
karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus
menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja
cendeerung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.

Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat
dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau
memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan
sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB. Tetapi penggunaan
penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa
terganggu dengan adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap
mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya
mau memakainya.

2. Penerangan / Pencahayaan (Illuminasi)


Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan
orang didalam suatu lingkungan kerja maka factor besar-kecilnya objek atau umur
pekerja juga mempengaruhi. Misalnya pekerja di suatu pabrik arloji, objek yang
dikerjakan sanagat kecil maka intensitas penerangan realatif harus lebih tinggi
dibandingkan dengan intensitas penerangan di abrik mobil. Demikian juga umur
pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin ebrkurang.
Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan
penerangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang lebih muda.
Akibat dari kuragnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan
kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan
fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing) menurunya kemampuan
intelektual, menurunya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya
penerangan memkasa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna
memperbesar ukuran benda. Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan
yang tidak cukup dikatikan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-
hal sebagai berikut:
 Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja
harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
 Meningkatkan penenrangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat
kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan
lampu-lampu tersendiri.
 Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing
tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah ebrumur diatas 50 tahun
tidak diberikan tugas di malam hari

Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang sperti diuraikan diatas,


penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga
menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik hingga menyebabkan
silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus ilakukan
pengaturan atau dicegah. Pencegahan silau dapat dilakukan dengan:

 Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya lampu neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lamu biasa.
 Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa
sehingga tidak langsung mengeani bidang yang mengkilap.
 Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela
yang langsung memasukkan sinar matahari
 Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap
 Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalag oleh bayangan suatu
benda.
3. Radiasi
Radiasi adalah pancaran energy melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk
panas, partikel atau gelombang elektromagnetik maupun cahaya (foton) dari sumber
radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita seperti
televise, lampu pnerangan, alat pemanas makanan (microwave dan oven), komputer, dan
lain-lain
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic da sel somatik. Bila sel yang
mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan
diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetic atau pewarisan. Apabila sel
ini adalah sel somatic maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relative lama,
ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh
dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. Paparan radiasi dosis rendah data
meningkatan resiko kanker atau efek pewarisan yang secara statistic dapat dideteksi pada
suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan individu. Radiasi
inframerah dapat menyebabkan katarak sedangkan laser dapat menyebabkan kerusakan
pada mata dan kulit.

4. Getaran
Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating), yang memantul ke atas dank e
bawah atau ke belakang dan ke depan. Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda
atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh
negative terhadap semua atau sebagian dari tubuh, misalnya saat memegang peralatan
yang bergetar sering mempengaruhi tangan dan lengan pengguna dan menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah ,aupun sirkulasi di tangan. Sebaliknya mengemudi
traktor di jala bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai sehingga
menimbulkan getaran ke seluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri punggung bagia
bawah.
Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang disekitarnya
misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat menimbulkan getaran yang mempengaruhi
pekerja yang tidak memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut dan bias
menyebabkan nyeri serta keram otot.
Ada 2 jenis vibrasi pada manusia yaitu whole bodyvibration dan hand arm vibration.
WBV ditransmisikan ke tubuh melalui permukaan penyangga (kaki, pantat, punggung)
sperti pengemudi kendaraan yang kaan terpapar vibrasi melalui pantat atau punggung.
Sedangkan HAV ditransmisikan ke telapak tangan dan lengan, yang biasanya dialami
operator alat-alat getar.
Getaran mempunyai parameteryang hapir sama dengan bising seperti; frekuensi,
amplitude, lama pajanan dan sifat getaran yang terus menerus atau intermitten. Metode
kerja dan keterampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang
berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan powered tool yang berasosiasi dengan gejala
gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai Raynaud’s Phenomenon atau vibration
induced white fingers (VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi
efek negative pada system saraf dan system muskuloskeletal dengan mengurangi
kekuatan cengkraman dan sakit tulang belakang. Contohnya seperti Loaders, forklift
truck, pneumatic tools, danchain saw. Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar
kecilnya frekuensi yang mengeanai tubuh diantaranya :
 3 - 9 Hz : dapat menimbulakn resonanasi pada dada dan perut
 6 – 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung,
pemakaian O2 dan volume perdenyut akan sedikit berubah. Pada intesitas 1,2
gram terlihat banyak perubahan pada system peredaran darah
 10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan
berosonansi
 13 – 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi
 < 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot
menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang perhatian.

Penting untuk mengukur getaran pada mannusia secara akurat sehingga suatu assesment
dapat dibuat. Accelerometer pun sebaiknya dipilih yag berbenttuk kecil dan ringan agar
vibrasi yang sedang diukur tidak terganggu oleh keberadaanya dan tidak menghalangi
operator dalam menjalankan alat. Pengukuran ini diusahakan sedekat mungkin dengan
titik atau daerah dimana getaran ditransmisikan ke tubuh.

Nilai ambang batas untuk WBV berdasarkan perturan menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor 13 tahun 2011 tetang nilai ambang batas factor fisik dan factor kimi
ditempat kerja sebesar 0,5m/det2, sedangkan nilai mabang batas untuk HAV 4m/det2.

Banyak Hal yang bisa dilakukan untuk mengendalikan getaran pada sumbernya seperti:

 Dengan mendesain ulang peralatan untuk memasang penyerap getaran atau


peredam kejut.
 Bila getaran disebabkan oleh mesin yang besar, pasang penutup lantai yang
bersifat menyerap getaran di tempat kerja dan gunakan alas kaki dan sarung
tangan yag menyerap getaran meskipun itu kurang efektif dibanding saran
sebelumnya
 Ganti peralatan yang lebih tua dengan model bebas getaran baru.Batasi tingkat
getaran yang dirasakan oleh pengguna dengan memasang peredam getaran pada
pegangan dan kursi kendaraan atau sistem remote control.
 Menyediakan alat pelindung diri yang sesuai pada pekerja yang mengoperasikan
mesin bergetar, misalnya sarung tangan yang bersifat menyerap getaran.

5. Iklim Kerja

a. Peran Iklim Kerja

Ketika suhu berada di atas atau di bawah batas normal dapat memperlambat
pekerjaan. Ini adalah respon alami dan fisiologis dan merupakan salah satu alasan
pentingnya mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban di tempat
kerja. Faktor-faktor ini secara signifikan dapat berpengaruh pada efisiensi dan
produktivitas individu pada pekerja. Sirkulasi udara bersih di ruangan tempat kerja
membantu untuk memastikan lingkungan kerja yang sehat dan mengurangi pajanan
bahan kimia. Sebaliknya, ventilasi yang kurang sesuai dapat:

 Mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang berlebihan


 Menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja
 Mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk praktik
kerja yang aman
Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien, perlu untuk tetap berada dalam
kisaran suhu normal. Untuk itu diperlukan iklim kerja yang sesuai bagi tenaga kerja
saat melakukan pekerjaan. Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu,
kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat panas dari
tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya.

Menteri Tenaga Kerja RI mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan


Transmigrasi No.Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja, yang di dalamnya mengatur nilai ambang batas (NAB)
untuk lingkungan fisik di tempat kerja, salah satunya adalah NAB iklim kerja dengan
mengunakan ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola).

ISBB dapat diukur dengan menggunakan heat stress aparatures yaitu alat
ukur yang dapat mengukur ISBB secara otomatis, dan dapat juga dengan
menggunakan termometer manual yang terdiri dari 3 termometer yaitu termometer
suhu basah, termometer suhu kering dan termometer suhu bola. Untuk termometer
manual nilai ISBB didapatkan dengan menggunakan rumus berikut ini:

1. ISBB untuk di luar ruangan dengan panas radiasi:


ISBB = 0,7 suhu basah alami + 0,2 suhu bola + 0,1 suhu kering
2. ISBB untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi:
ISBB = 0,7 suhu basah alami + 0,3 suhu bola

Dalam penerapannya di lapangan, pengukuran indeks suhu basah dan bola


dilaksanakan bersamaan dengan perhitungan beban kerja yang dibandingkan pada
pembatasan waktu kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri di atas. Adapun
NAB iklim kerja ISBB dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Beban kerja setiap jam ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola)
Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat
Bekerja terus- 30,0 26,7 25
menerus (8
jam/hari)
75% kerja 25% istirahat 30,6 28 25,9
50% kerja 50% istirahat 31,4 29,4 27,9
25% kerja 75% istirahat 32,2 31,1 30,0

Nilai ambang batas untuk iklim kerja dikelompokkan ke dalam tiga kelompok
beban kerja yaitu:
- Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 kkal/jam
- Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang dari 350
kkal/jam
- Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500
kkal/jam
b. Dampak Iklim Kerja Panas

Tekanan panas dapat memberikan efek negatif bagi kesehatan manusia antara lain
seperti heat exhaustion, heat cramps, heat rash, fainting, transient heat fatique dan yang
paling buruk dapat menyebabkan kematian yaitu heat stroke. Pekerja yang sedang hamil
dan terpapar panas, apabila suhu inti tubuhnya mencapai lebih dari 39ºC, dapat
menyebabkan kecacatan pada bayinya. Selain itu, suhu tubuh lebih dari 38ºC dapat
mengakibatkan kemandulan baik bagi pria maupun wanita. Penjelasan dari beberapa efek
heat stress di atas antara lain sebagai berikut:

 Heat stroke
Adalah efek heat stress yang paling berat. Hal ini terjadi karena sistem pengatur
suhu tubuh (thermoregulatory) tidak mampu mempertahankan suhu tubuh
dengan mengeluarkan keringat (keringat terhenti). Gejala dari penyakit ini adalah
detak jantung cepat, suhu tubuh naik secara dramatis mencapai 40ºC atau lebih,
panas, kulit kering dan tampak kebiruan atau kemerahan, tidak ada keringat di
tubuh korban, pening, menggigil, mual, pusing, gangguan mental dan
pingsan/hilangnya kesadaran. Jika hal ini terjadi, korban harus segera dikeluarkan
dari area panas dan ditempatkan di area dingin, tubuhnya harus dibasahi dengan
kain basah untuk menurunkan suhu tubuhnya sebagai pertolongan pertama.
Selanjutnya korban harus dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan
lebih lanjut. Jangan sampai terlambat karena bisa berakibat kematian.
 Heat exhaustion
Disebut juga kelelahan panas, diakibatkan oleh hilangnya sejumlah besar cairan
tubuh melalui keringat, terkadang juga disertai kehilangan cairan elektrolit yang
berlebihan. Pekerja yang mengalami kelelahan panas masih berkeringat tetapi
mengalami kelelahan, pusing, mual atau sakit kepala. Dalam kasus yang lebih
serius, korban bisa muntah atau hilang kesadaran, kulit basah atau lembab, pucat
atau memerah. Suhu tubuh antara (37ºC - 40ºC). Pada kondisi ini korban harus
segera dipindahkan ke tempat yang dingin untuk mendapatkan perawatan dan
istirahat yang cukup.
 Heat cramps
Berupa terjadinya kram atau kejang pada otot-otot akibat kehilangan cairan
elektrolit, meskipun sudah minum air secukupnya namun tidak bisa
menggantikan garam di dalam tubuh, bahkan air yang diminum mengencerkan
cairan elektrolit yang ada di dalam tubuh dan semakin mempermudah cairan
elektrolit tersebut keluar dari tubuh sehingga kadar cairan elektrolit makin
rendah, dan hal ini menyebabkan otot mengalami kram yang menyakitkan.
Biasanya kram dapat terjadi pada otot kaki, lengan atau perut. Biasanya otot-otot
yang lelah akan lebih mudah kram. Kram dapat terjadi selama satu atau setengah
jam, dan dapat dipulihkan dengan meminum cairan yang mengandung elektrolit
atau garam.
 Heat rash
Biasa dikenal dengan preckly heat atau miliaria rubra dapat terjadi pada
lingkungan panas yang lembab. Gejala ini terjadi karena fungsi kelenjar keringat
terganggu dimana keringat tidak bisa menguap dan menempel di kulit atau kulit
tetap basah, sehingga memunculkan biang keringat (bintik-bintik merah di kulit
dan agak gatal). Untuk menghindari biang keringat pekerja bisa beristirahat di
ruangan yang dingin dan mandi bersih serta mengeringkan kulit. Jika biang
keringatnya parah, maka sebaiknya berobat ke dokter kulit.
 Fainting
 Lebih dikenal dengan pingsan, bisa terjadi bagi pekerja yang tidak terbiasa
bekerja di lingkungan panas. Pada saat bekerja terjadi pembesaran pembuluh
darah di bawah kulit dan bagian bawahtubuh untuk mempertahankan suhu tubuh,
sehingga darah terkumpul disana dan otak mengalami kekurangan suplai darah.
Untuk menanganinya, pekerja yang pingsan dipindahkan ke ruangan yang lebih
dingin dan dibaringkan untuk membiarkan darah mengalir ke otak agar korban
sadar kembali.
 Transient Heat Fatigue
Merupakan kelelahan panas sementara yang terjadi karena ketidaknyamanan akibat
paparan panas yang dapat menyebabkan ketegangan mental atau psikologis.
Biasanya terjadi pada pekerja yang rentan terhadap panas dan dapat mengganggu
kinerja, koordinasi dan kewaspadaan. Tingkat ketahanan terhadap panas dari pekerja
yang suka mengalami transient heat fatigue dapat dinaikkan secara bertahap dengan
menyesuaikan diri dengan lingkungan panas.

c. Dampak iklim kerja dingin


Dapat menimbulkan gangguan dalam melakukan pekerjaan dikarenakan timbul perasaan
kaku dan kurangnya koordinasi otot. Efek fisiologis berupa munculnya penderita masuk
angina dan hipotermi. Hipotermi sendiri dapat berupa chilblains yaitu kulit tubuh yang
membengkak, memerah, panas dan sakit disertai gatal. Hal ini disebabkan karena berada di
tempat dingin yang terlalu lama. Selain itu dapat juga muncul trench foot berupa kaki iskemik,
nadi tidak teraba, kesemutan, kaku dan terasa berat. Hal ini disebabkan oleh suhu yang terlalu
dingin dengan kelembaban yang tinggi. Yang paling berat munculnya frostbite yaitu gangrene
yang tetap dan disebabkan suhu yang terlalu rendah, dibawah titik beku, dan tenaga kerja
belum beraklimatisasi.

d. Pengendalian iklim kerja

Untuk iklim panas dapat dilakukan:

 Isolasi sumber panas dengan sekat non logam dan atau lapis aluminium
 Pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat sesuai dengan pedoman
 Aklimatisasi tenaga kerja, terutama tenaga kerja baru
 Disediakan cukup air minum serta tablet garam NaCl 0,1% dan jumlah yang
mencukupi serta memenuhi syarat kesehatan
 Tidak menyediakan minum susu di tempat kerja panas
 Tidak mempekerjakan pekerja yang masuk angina, sakit ginjal, dan jantung pada
tempat kerja panas

Untuk iklim dingin dapat dilakukan:

 Isolasi sumber dingin


 Aklimatisasi pekerja, terutama pekerja baru
 Pakaian kerja yang memadai dan penyediaan gizi kerja yang mencukupi
 Disediakan ruang adaptasi yang dipergunakan sebelum dan sesudah bekerja
 Tidak mempekerjakan pekerja yang sakit asma dan jantung

C. Potensi Bahaya Kimia

Terdapat ribuan jenis bahan kimia yang digunakan, diolah, dan dihasilkan dalam
industri sehingga perlu diupayakan:

1. Survei pendahuluan untuk mengidentifikasi bahan kimia yang ada di industri dan
merencanakan program evaluasi risiko bahaya serta tindak lanjutnya.
2. Mengenal proses produksi dengan mempelajari alur proses dari tahap awal sampai
akhir, sumber bahan kimia, dan keluhan kesehatan oleh pekerja, serta memanfaatkan
indera kita untuk mengidentifikasi lingkungan kerja.
3. Mempelajari MSDS atau lembar data keselamatan bahan kimia.

Sifat dan tingkat racun bahan kimia terhadap kesehatan tenaga kerja ditentukan oleh
beberapa hal antara lain:

 Sifat fisik bahan kimia


 Sifat kimia dan bahan
 Sifat fisiologis dan bahan
 Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh
 Lama pemaparan
 Faktor-faktor tenaga kerja sendiri

Bahan kimia ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga tempat yaitu lewat saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan kulit.

Inhalasi merupakan cara yang paling cepat dan langsung diserap oleh aliran darah
dalam paru. Gas dan uap yang tersebar di udara akan tersebar dengan sempurna sehingga
penyerapan ke dalam paru juga menjadi lebih cepat dan akhirnya muncul efek dalam waktu
singkat. Berdasarkan ukuran partikel, debu dibagi menjadi debu total, 5 – 10 ppm, dan debu
respirable, < 5 ppm.

Sebagian debu total akan mengendap pada saluran nafas dan menyebabkan
gangguan saluran nafas. Hanya debu respirable yang dapat masuk ke dalam jaringan paru
dan diserap oleh darah. Berdasarkan efek biologis terhadap jaringan parum maka debu
dibagi menjadi dua yaitu debu fibrogenik dan debu nonfibrogenik. Debu fibrogenik adalah
debu yang dapat menyebabkan fibrosis, sedangkan debu nonfibrogenik tidak.

Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya. Adanya perbedaan daya larut
dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya di paru juga akan berbeda pula. Demikian
juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula. Suma’mur (2009)
mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik dan anorganik. Klasifikasi debu
dapat dilihat pada tabel.

No. Jenis Debu Contoh (Jenis Debu)


1 Organik
a. Alamiah
Batu bara, karbon hitam, arang, granit.
1. Fosil
TBC, antraks, enzim, Bacillus substilis, Koksidiomikosis,
2. Bakteri
Histoplasmosis.
Actinomycosis, kriptokokus, thermophilic.
3. Jamur Kompos jamur, ampas debu, tepung padi, gabus, serat
4. Sayuran
nanas, atap alang-alang, katun, rami.
Kotoran burung, kesturi, ayam.
5. Binatang
Politetrafluoretilen, toluene diisosianat
b. Sintetis
Minyak isopropyl, pelarut organik
1. Plastik
2. Reagen

2 Anorganik
a. Silika bebas
Quarz, trymite crtistobalite
1. Crystaline
Diatomaceous earth, silica gel
2. Amorphous
b. Silika
Asbestosis, sillinamite, talk
1. Fibrosis
Mika, kaolin, debu, semen
2. Lain-lain
c. Metal
1. Inert
Besi, barium, titanium, aluminum, berilium
2. Lain-lain
Arsen, kobal, nikel hematite, uranium, krom
3. Bersifat
keganasan

Nilai ambang batas (NAB) adalah standar faktor-faktor lingkungan kerja yang
dianjurkan di tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari untuk waktu
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Permenakertrans RI No. 13 tahun 2011
tentang Nilai Ambang Batas faktor fisika dan kimia di tempat kerja). Kegunaan NAB ini
sebagai rekomendasi pada praktik hygiene perusahan dalam melakukan penatalaksanaan
lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan.
Kadar debu yang melampaui ambang batas yang ditentukan dapat mengurangi
penglihatan, menyebabkan endapan yang tidak menyenangkan pada mata, hidung, dan
telinga dan dapat juga mengakibatkan kerusakan pada kulit. Nilai ambang batas kadar debu
di udara berdasarkan Permenakertrans RI No. 13 tahun 2011 tentang nilai ambang batas
bahan fisika dan kimia di tempat kerja, bahwa kadar debu di udara tidak boleh melebihi 3,0
mg/m3.
Bahan kimia yang masuk ke dalam saluran pencernaan dapat melalui 2 cara yaitu
partikel yang masuk melalui saluran pernapasan ditelan berupa dahak atau ludah. Selain itu
juga bisa melalui kontaminasi tangan. kontaminasi yang masuk melalui saluran pencernaan
akan dicerna terlebih dahulu sebelum akhirnya masuk aliran darah. Organ yang berfungsi
penting dalam hal ini adalah hati karena hati dapat menetralisir racun.
Kulit merupakan tempat masuk bagi bahan cairan atau aerosol yang mengendap
di permukaan kulit. Bahan kimia ini dapat menyebabkan kerusakan pada kulit yang berupa
abrasi, korosi dan luka bakar. Faktor kimia merupakan penyumbang terbesar penyebab
penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatosis). Menurut lama terjadinya pajanan,
dapat dibedakan menjadi:
 Akut: kecelakaan kerja/keracunan mendadak
 Subkronik: proses kerja dengan bahan kimia selama 1 tahun
 Kronik: proses kerja dengan bahan kimia untuk jangka waktu lama

Efek pemajan akut dosis tunggal bervariasi mulai dari yang ringan hingga yang
fatal. Pada keracunan akut berdasarkan LD50 dan LC50 dan cara masuknya bahan ke
dalam tubuh dapat diklasifikasikan yaitu:

Klasifikasi Cara Masuk


Oral Dermal Inhalasi
LD50 (mg/kgBB) LD50 (mg/kgBB) LC50 (mg/m3)
Supertoxic <5 < 250 < 200
Extremely toxic 5 – 50 250 – 1.000 250 – 1.000
Very toxic 50 – 500 1.000 – 3.000 1.000 – 10.000
Moderately toxic 500 – 5.000 3.000 – 10.000 10.000 – 30.000
Slightly toxic > 5.000 > 10.000 > 30.000

Dalam penerapan toksikologi industri diperlukan standar terutama yang berkaitan


dengan hygiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Oleh ACGIH (American
Conference of Government Industrial Hygienist) dikembangkan konsep nilai ambang batas
(NAB) yang menunjukkan kadar bahan di udara lingkungan kerja dan masih aman secara
fisiologis. Ada 3 kategori NAB, yaitu:
1. NAB rata-rata selama jam kerja atau TLV-TWA (Threshold Limit Value – Time
Weighted Average)
2. NAB batas pemajanan singkat atau TLV-STEL (Threshold Limit Value – Term
Exposure Limit)
3. NAB tertinggi atau TLV-C (Threshold Limit Value – Celling)
Bahan-bahan kimia yang terbukti bersifat karsinogen dibagi menjadi 5 kategori
sebagai berikut:
1. A-1 terbukti karsinogen pada manusia
2. A-2 diperkirakan karsinogen pada manusia
3. A-3 karsinogen terhadap binatang
4. Tidak diklasifikasikan karsinogen pada manusia
5. Tidak diperkirakan karsinogen terhadap manusia

Aerosol (partikel) yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang terdispersi
di udara mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan jauhnya mempunyai
stabilitas yang cukup sebagai suspensi di udara. Perlu diingat bahwa partikel-partikel debu
berupa suspensi. Partikel dapat diklasifikasikan:
1. Debu di udara (airbone dust) adalah suspensi benda padat di udara yang dihasilkan
oleh pekerjaan yang berkaitan dengan gerindra, pengeboran, dan penghancuran
pada proses pemecahan bahan-bahan padat. Ukuran besarnya butiran-butiran
tersebut sangat variatif tapi membahayakan.
2. Kabut (mist) adalah sebaran butir-butir cairan di udara. Kabut biasanya dihasilkan
oleh proses penyemprotan dimana cairan tersebar terpercik atau menjadi busa
partikel yang sangat kecil.
3. Asap (fume) adalah butiran-butiran benda padat hasil kondensasi dari bahan-bahan
bentuk uap. Asap ini biasanya berhubungan dengan logam dimana uap dari logam
adalah hasil kondensasi menjadi butiran-butiran padat di dalam ruangan logam cair
tersebut. Asap juga ditemui pada sisa-sisa pembakaran tidak sempurna dari bahan-
bahan yang mengandung karbon.
Sedangkan, bahan-bahan non artikel diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:
1. Gas adalah bahan seperti oksigen, nitrogen dan karbon dioksida dalam bentuk gas,
yang pada suhu dan tekanan normal dapat diubah bentuknya hanya dengan
kombinasi penurunan sugu dan penambahan tekanan.
2. Uap air adalah bentuk dari cairan pada suhu dan tekanan ruangan cairan
mengeluarkan uap, yang jumlahnya bergantung dari kemampuan penguapannya.
Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap
daripada bahan-bahan yang memiliki titik didih yang tinggi.

Ada beberapa cara pencegahan faktor kimia lingkungan yang dapat dilakukan yaitu
sebagai berikut:
1. Subtitusi
Yang dimaksud dengan subtitusi adalah penggantian bahan-bahan
berbahaya/ beracun dengan bahan lain yang lebih aman/tidak beracun. Dalam hal
ini agak susah dilakukan mengingat banyak dari bahan kimia yang dipakai dalam
proses produksi yang apabila diganti dengan bahan lain dapat mempengaruhi hasil
produksi, dengan kata lain mungkin produksi akan tidak sama bila memakai
bahan aslinya dan untuk mendapatkan hasil yang sama diperlukan penelitian-
penelitian yang seksama dengan biaya yang tinggi.
2. Isolasi
Yaitu tindakan berupa mengisolir tempat atau ruangan-ruangan yang
mengandung aspek bahan kimia yang berbahaya dari para pekerja atau tidak
kontak langsung bahan-bahan berbahaya tersebut, cukup dilakukan dengan
mengontrol dari luar atau tempat lain.
3. Ventilasi
Yang dimaksud disini yaitu mengatur sirkulasi udara yang baik masuk ke
dalam ruang kerja. Ada beberapa macam ventilasi, tetapi disini hanya
dibicarakan ventilasi exhauster. Ada dua macam exhauster yaitu:
- Local exhauster: exhauster yang dipakai hanya pada tempat dimana
orang bekerja.
- General exhauster: ventilasi untuk seluruh ruangan
4. Pemakaian alat pelindung diri (APD)
Tindakan ini dilakukan hanya bila ketiga sistem tersebut tidak dapat
mengurangi atau menghilangkan bahaya bahan kimia yang ada pada suatu
lingkungan kerja ataupun kurang efisien dalam penggunaannya. Ada beberapa
macam alat pelindung diri yang bisa digunakan antara lain:
- Masker: alat ini digunakan untuk melindungi tenaga kerja dari debu
maupun uap dan gas yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui
pernapasan
- Sarung tangan: alat ini dapat dipakai untuk melindungi tenaga kerja dari
kontak dengan bahan kimia yang berbahaya
- Pakaian kerja: alat ini dipakai untuk melindungi tenaga kerja dari kontak
bahan kimia yang berbahaya
Respirator: alat ini berfungsi untuk melindungi pernapasan tenaga kerja dimana
konsentrasi bahan kimia dalam ruangan kerja tidak memungkinkan hanya dengan
memakai masker.

BAB III
HASIL
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai