Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN KUNJUNGAN PERUSAHAAN

KESELAMATAN KERJA DAN PENANGGULANGAN BAHAYA


KEBAKARAN
PT. ADI SATRIA ABADI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2
dr. INDRA WIRA PRATAMA dr. RADITYA AVIANDHAKA
dr. IQBAL DONARIKA WIDAGDO dr. RENDRA EKA MUSTAFA
dr. IRENE ANGGRAINI VALEN dr. REZHA INDRAWAN
dr. IRHAMUL ULA RIYANI dr. RICHARDO ARDY PUTRA
dr. KEVIN PRAYOGO POERNOMO dr. RINALDI WIBAWA S
dr. LIBRA HENDRA PRANATA dr. RIZQI YUNI ARDHANI
dr. LILIA INTAN dr. STEPHANIE PEREIRA
dr. LYNDIA VERONICA dr. SYULFIYA AYNY
dr. MARIA AYU KRISTINA SARI dr. TOTOK SUBIYANTO
dr. MIRZANIA MAHYA FATHIA. dr. UBAIDILLAH HAFIDZ
dr. MOCHAMAD SYAHRIZAL A. dr. VIRDO NOVIAN FIRNAKO
dr. MUHAMMAD DIMAS AFID W. dr. WAHYU FEBRIANTO
dr. NURUL AZMI ROSMALA PUTRI dr. YUDHISTIRA PERMANA
dr. NURUL UMMI ROFIAH, MH dr. ZULFA FAIQOH

PELATIHAN BAGI DOKTER PERUSAHAAN


BALAI PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
YOGYAKARTA
DESEMBER 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan YME atas segala rahmaT dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan perusahaan
dengan aspek keselamatan kerja dan penanggulangan bahaya kebakaran pada
kunjungan ke PT Adi Satria Abadi di Kabupaten Bantul Provinsi Yogyakarta.
Kunjungan yang kami lakukan ini merupakan salah satu rangkaian acara
dalam pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja bagi dokter perusahaan yang
diselenggarakan oleh Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Provinsi D.I.
Yogyakarta. Kunjungan ini sekaligus sebagai evaluasi peserta terhadap pelatihan
yang telah diberikan pada hari-hari sebelumnya sehingga dapat dijadikan sebagai
tolok ukur untuk menjadi dokter perusahaan.
Kami ucapkan terima kasih kepada para pengajar dan pembimbing dari Balai
Hiperkes dan Keselamatan Kerja Provinsi D.I. Yogyakarta dan jajaran direksi,
manajemen, dan para pekerja PT Adi Satria Abadi serta rekan-rekan sejawat
pelatihan Hiperkes yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Demikian
laporan ini dibuat sehingga bisa menjadi acuan dan referensi dalam penerapan
kesehatan dan keselamatan kerja.

Yogyakarta, 22 Desember 2017


Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tenaga kerja merupakan faktor strategis dalam mendukung melesatnya
perkembangan industri dan usaha serta pembangunan secara menyeluruh.
Interaksi antara tenaga kerja dengan pekerjaannya dan peralatan produksi yang
semakin canggih meningkatkan pemaparan terhadap risiko kecelakaan kerja serta
penyakit akibat kerja (PAK). Menurut International Labor Organization (ILO)
sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan kerja dan sisanya
adalah kematian akibat PAK. Diperkirakan juga terdapat 160 juta penyakit akibat
hubungan kerja (PAHK) baru setiap tahunnya.
Dalam suatu lingkungan kerja, pekeria akan menghadapi tekanan
lingkungan atau risiko bahaya (hazard) yang berasal dari faktor kimia, fisik,
ergonomi, biologis dan psikis dari setiap alur produksi. Oleh karena itu, upaya
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sangat penting dalam
meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan pekerja serta berdampak positif
atas keberlanjutan produktivitas kerja. Dengan kata lain, saat ini upaya penerapan
K3 bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi
setiap pekerja dan setiap bentuk kegiatan pekerjaan. K3 adalah instrument yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam
sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia (SDM) yang bertujuan
mencegah, mengurangi bahkan menghilangkan risiko kecelakaan kerja,
mencegah risiko PAK dan PHAK serta meningkatkan kesehatan kerja di suatu
perusahaan. Di era pasar bebas Asean Free Trade Agreement (AFTA) dan World
Trade Organization (WTO) serta Asia Pasific Economic Community (APEC)
yang akan berlaku tahun 2020, K3 juga menjadi salah satu persyaratan yang
harus dipenuhi oleh industri di Indonesia(http://www.google.co.idlkeselamatan
keria,2008).
Penerapan K3 merupakan salah satu upaya pembangunan kesehatan
dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. Upaya penerapan K3
dilakukan secara menyeluruh melalui usaha preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif UU No. 23/1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan
mengenai kesehatan kerja serta dalam Pasal 23 menyebutkan bahwa kesehatan
kerja dilaksanakan agar semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan
yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat serta
mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan
program perlindungan tenaga kerja
Disamping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar K3 di
Indonesia masih belum menjadi perhatian khusus oleh perusahaan. Sebagai
faktor penyebabnya antara lain karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas
serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat pelindung walaupun
sudah tersedia. Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya, para
pekeria harus bekerja dengan cara dan dalam lingkungan yang memenuhi syarat
kesehatan. Penyusunan standar operasional prosedur (SOP) dari setiap kegiatan,
pengggunaan alat pelindung diri (APD) bagi setiap pekerja, pengadaan tim
pengawas pekerja, kerjasama dengan suatu asuransi atau jaminan kesehatan
lainnya serta pelayanan klinik kesehatan kerja merupakan salah satu upaya dalam
meningkatan kesehatan kerja, meminimalisasi risiko bahaya (hazard) serta
mengurangi risiko kecelakaan kerja. Setiap pekerja harus memiliki kesadaran dan
tanggung jawab serta menjalankan hak dan kewajiban sebagai pekerja dengan
baik guna mendukung upaya meningkatkan K3. Kualitas SDM pekerja yang baik
merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan produktivitas perusahaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


K3 menupakan ilmu (berupa teori) dan seni (berupa aplikasi) dalam
menangani mengendalikan bahaya dan risik yang ada di atau dari tempat kerja
yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan atau keselamatan pada pekerja
maupun masyarakat sekitar lingkungan kerja Tjipto, 2009)
Kesehatan keria diartikan sebagai aturan-aturan dan usaha untuk menjaga
pekerja dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan kesehatan dan
kesesuaian dalam seseorang itu melakukan atau karena ia melakukan pekerjaan
dalam satu hubungan kerja (Ristan 2006). Kesehatan kerja adalah bagian dan
ilmu kesehatan bagai unsur-unsur yang menunjang terhadap adanya jiwa raga
lingkungan keria dan yang sehat. Kesehatan kerja meliputi kesehatan jasmani
dan atan rohani. Kesehatan rohani dan jasmani saling berkaitan, terutama
kesehatan rohani akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jasmani dan
kesehatan jasmani sangat dipengaruhi oleh kesehatan lingkungan
(environmental). Unsur-unsur penunjang kesehatan jasmani di tempat keria
adalah adanya makanan dan minumn yang bergizi, sarana dan peralatan olah raga,
waktu istirahat, asuransi kesehatan bagi karyawan, sarana kesehatan atau kotak
P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan), buku panduan mengenai K3 dan
transportasi untuk kesehatan (mobil ambulan). Unsur-unsur penunjang kesehatan
rohani ditempat kerja adalah adanya sarana dan prasarana ibadah, penyuluhan
kerohanian rutin, tabloid atau majalah tentang kerohanian, tatalaku di tempat
kerja, kantin dan tempat istirahat yang terkonsentrasi. Unsur-unsur penunjang
kesehatan lingkungan kerja di tempat kerja adalah adanya sarana prasarana dan
peralatan kebersihan, kesehatan dan ketertiban, tempat sampah yang memadai,
WC (water closed) yang memadai, air yang memenuhi kebutuhan, ventilasi
udara yang cukup, masuknya sinar matahari ke ruang kerja, lingkungan alami,
kipas angin atau Air Conditioner (AC), jadwal piket kebersihan dan pekeria
kebersihan.
Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung
terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun non materiil.
Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat materil di antaranya baju kerja,
helm, kaca mata, sarung tangan dan sepatu. Unsur unsur penunjang keamanan
yang bersifat non-material adalah buku penunjuk penggunaan alat, rambu-rambu
dan isyarat bahaya, himbauan-himbauan dan petugas keamanan.
Pengertian keselamatan keria tidak dapat didefinisikan secara etimologis
sebagaimana secara ilmu-ilmu yang lain. Keselamatan kerja hanya
dideskripsikan sebagai keadaan dimana seseorang merasa aman dan sehat dalam
melaksanakan tugasnya. Masing-masing aman dan sehat disini mencakup
keamanan dari teradinya kecelakaan dan sehat dari berbagai faktor penyakit yang
muncul dalam proses kerja. Dengan demikian, keselamatan kerja adalah sebagai
ilmu pengetahuan yang penerapannya sebagai unsur-unsur penunjang seorang
karyawan agar selamat saat sedang bekerja dan setelah mengerjakan
pekerjaannya. Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah adanya unsur-
unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan di atas, adanya
kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja teliti dalam bekerja dan
melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan
keria.

2.2. Dasar Hukum K3


Menurut Labib (2012:1) peraturan K3 di Indonesia telah ada sejak
pemerintahan Hindia Belanda, peraturan yang berlaku saat itu adalah Veiligheids
Reglement. Setelah kemerdekaan Indonesia dan diberlakukannya UUD 1945,
maka beberapa peraturan telah dicabut dan diganti. Peraturan yang mengatur
tentang K3 adalah undang-undang (UU) Keselamatan Keria No.1 Tahun
1970.Lahirnya UU keselamatan kerja sebagaimana yang kita kenal dengan
UUK3 tidak lepas dari sejarah pahit perjuangan bangsa. Dalam literatur hukum
perburuhan yang ada, riwayat hubungan perburuhan di Indonesia diawali dengan
suatu masa yang sangat suram yakni zaman perbudakan, rodi dan poenali sanksi.
Menurut Abduh (dalam Labib, 2012: 2) “Di Indonesia tingkat kecelakaan kerja
merupakan salah satu yang tertinggi di dunia, sedikitnya pada tahun 2007 terjadi
65.000 kasus kecelakaan kerja. Data tersebut diperkirakan 50% yang tercatat
oleh Jamsostek dari jumlah sebenarnya” Menyadari akan pentingnya peranan
pekeria bagi perusahaan, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat
menjaga keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan.
Ketentuan-ketentuan penerapan K3 yang dijelaskan dalam UU No. 1
Tahun 1970 adalah : (1) tempat kerja yang menggunakan mesin, pesawat,
perkakas (2) tempat kerja pembangunan perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran gedung (3) tempat usaha pertanian perkebunan, pekeriaan hutan
(4) pekejaan usaha pertambangan dan pengelolahan emas, perak, logam, serta biji
logam lainnya dan (5) tempat pengangkutan barang, binatang dan manusia baik
di daratan, melalui terowongan, permukaan air, dalam air dan di udara. Sesuai
dengan UU tersebut, maka tempat yang telah disebutkan harus dilakukan
penerapan prosedur K3.Penetapan U RI No. 1 Tahun 1970 berlandaskan pasal
pada 9 dan 10 UU RI No. 14 Tahun 1969 pengawasannya bersifat preventif dan
cakupan materinya termasuk aspek kesehatan keria. Dengan demikian UU RI No.
1 Tahun 1970 merupakan induk dari peraturan perundangan K3. UU RI No. 14
Tahun 1969 tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan zaman,
sehingga diganti dengan UU RI No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. UU
ini mempertegas perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3 sebagaimana yang
dinyatakan dalam: Pasal 86 ayat 1 : setiap pekeria/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas K3, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Pasal 86 ayat 2 :
untuk melindungi keselamatan pekeria buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3. Pasal 87 ayat 1: setiap perusahaan
wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
2.3. Aspek yang Berkaitan dengan K3
Potensi bahaya dapat berasal dari mesin-mesin, pesawat, alat keja dan
bahan bahan lingkungan kerja, sifat pekeriaan dan proses produksi yang berisiko
akan munculnya bahaya (Irwan, 2010). Faktor-faktor sumber bahaya adalah :
1. Faktor fisik
Potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan terhadap tenaga
keja yang terpapar, misalnya terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu
ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran dan
radiasi
2. Faktor kimia
Potensi bahaya yang berasal dari bahan kimia yang digunakan dalam proses
produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh
tenaga kerja melalui inhalasi (melalui pemafasan), ingesti (melalui mulut ke
saluran pencemaan), skin contact (melalui kulit). Tejadinya pengaruh potensi
kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia
atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap asap, daya racun
bahan (toksisitas) serta cara masuk ke dalam tubuh.
3. Faktor biologi
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan dari kuman penyakit yang
berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit
tertentu, misalnya TBC, Hepatitis A/B, AIDS maupun yang berasal dari
bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi.
4. Faktor fisiologi
Potensi bahaya yang berasal atau disebabkan oleh penerapan ergonomi yang
tidak baik atau tidak sesuai dengan norma ergonomi yang berlaku dalam
melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk sikap dan cara kerja yang
tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban keja yang tidak sesuai
dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan
mesin.
5. Faktor psikologi
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspekp sikologis
ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti
penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian,
motivasi, temperamen atau pendidikannya. Sistem seleksi dan klasifikasi
tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang
diperoleh serta hubungan antara individu yang tidak hamonis dan tidak serasi
dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya
stress akibat kerja.

2.4. Faktor Biologi yang Berkaitan dengan K3


Bahaya faktor biologi atau biological hazard didefinisikan sebagai agen
infeksius atau produk yang dihasilkan agen tersebut yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia. Sedangkan agen faktor biologi atau biological agent
didefinisikan sebagai mikroorganisme, kultur sel atau endoparasit manusia,
termasuk yang sudah dimodifikasi secara genetik, yang dapat menyebabkan
infeksi, reaksi alergi atau menyebabkan bahaya dalam bentuk lain yang
mengganggu kesehatan manusia. Biohazard dapat berefek pada manusia melalui
kontak langsung dengan biological agent (gigitan ular berbisa) atau lewat
penularan melalui agen perantara. Beberapa penyakit seperti Toxoplasmosis
ditularkan secara langsung dan tidak langsung. Pekerjaan yang dapat beresiko
tinggi terpapar biohazard antara lain pekerja lapangan (outdoor), pekerja yang
pekeriaannya berhubungan dengan hewan pekeria yang terpapar darah atau
cairan tubuh manusia dan pekerja yang bekerja di lingkungan kerja tertentu
(Newman-Martin,2012). Klasifikasi biohazard dibagi menjadi:
1. Klasifikasi berdasarkan tipe agen meliputi agen infeksius, tumbuhan dan
produknya serta hewan dan produknya.
2. Klasifikasi berdasarkan mode transmisi Pengetahuan tentang bagaimana
biohazard menular sangat penting untuk memutus rantai infeksi Berdasarkan
prosesnya, biohazard dapat dibedakan menjadi langsung (dimana infeksi
tejadi akibat kontak fisik dengan orang yang terinfeksi) dan tidak langsung
(dimana infeksi terjadi akibat kontak dengan bahan atau benda yang
terkontaminasi.
Para pekeria dapat mengalami kontak dengan biohazard dalam beberapa macam
keadaan antara lain:
1. Intrinsik pada pekerjaan tertentu contoh pekerja konstruksi pada fasilitas
pengolahan limbah beresiko terpapar infeksi bakteri
2. Insidental pada saat bekerja (bukan bagian dari aktivitas pekerjaan) contoh
pekerja yang menderita penyakit akibat mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi.
3. Terjadi pada bagian tertentu dan pekerjaan, contoh pekeja yang berpergian
dari atau ke tempat endemik penyakit tertentu.
4. Tidak spesifik untuk pekerjaan contoh bakteri Legionella dapat tersebar
dengan mudah di air dan tanah sehingga dapat menginfeksi beberapa macam
pekejaan seperti petugas maintenance sistem pengairandan pekeja kantoran
dengan air-conditioner.

2.5. Faktor Fisik yang berkaitan dengan K3


A. Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang didengar sebagai rangsangan-rangsangan
pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis dan bunyi tersebut tidak
dikehendaki (Afry, 2011) Kebisingan juga disebut sebagai bunyi yang tidak
dikehendaki dan mengganggu kesehatan serta kenyamanan lingkungan
(dinyatakan dalam satuan desibel( dB). Berdasarkan Kepmenaker, kebisingan
adalah suara yang tidak dikehendaki yeng bersumber dari alat-alat. Proses
produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan
pendengaran. Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap
mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak.
Umumnya dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat
pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Beberapa faktor
terkait kebisingan yaitu:
1. Frekuensi, adalah satuan getar yang dihasilkan dalam satuan waktu (detik)
dengan satuan Hz
2. Intensitas suara adalah energi suara rata-rata yang ditransmisikan melalui
gelombang suara menuju arah perambatan dalam media.
3. Amplitudo, adalah satuan kuantitas suara yang dihasilkan oleh sumber suara
pada arah tertentu.
4. Kecepatan suara, adalah suatu kecepatan perpindahan perambatan udara
persatuan waktu.
5. Panjang gelombang, adalah jarak yang ditempuh oleh perambatan suara untuk
satu siklus
6. Periode, adalah waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus amplitudo, satuan
periode adalah detik.
7. Oktave band, adalah kelompok-kelompok frekuensi tertentu dari suara yang
dapat didengar dengan baik oleh manusia. Distribusi frekuensi-frekuensi
puncak suara meliputi frekuensi: 31,5 Hz- 63 Hz 125 Hz 250 Hz 500 Hz
1000 Hz- 2kHz 4 kHz 8 kHz 16 kHz.
8. Kekuatan suara, adalah satuan dari total energi yang dipancarkan oleh suara
persatuan waktu.
9. Tekanan suara, adalah satuan daya tekanan suara per satuan Terdapat dua hal
yang menentukan kualitas suatu bunyi yaitu:
a. Frekuensi
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik atau disebut Hertz
(Hz). yaitu jumlah dari golongan yang sampai ditelinga setiap detiknya.
Biasaanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-
gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Batas frekuensi bunyi
yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20
kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva
responya. Suara diatas 20 kHz disebut ultrasonic den dibawah 20Hz
disebut infrasonik, suara percakapan manusia mempunyai rentang
frekuensi 250-4.000 Hz, umumnya sekitar 1.000 Hz( Afry, 2011).
b. Intensitas
Intensitas atau arus energi persatuaaan luas biasanya dinyatakan dalam
suatu logaritmis yang disebut desibel (dB) dengan membandingkannya
dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan
frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat didengar dengan telinga normal.
Dampak bising terhadap kesehatan pekerja antara lain :
1. Gangguan fisiologis
Umumnya bising bemada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-
putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan
tekanan darah (10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah
perifer terutama pada tangan dan kaki serta dapat menyebabkan pucat dan
gangguan sensoris. Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan
pusing sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi
reseptor vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan evek
pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak nafas disebabkan oleh
rangsangan bising terhadap sistem saraf. keseimbangan organ, kelenjar
endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.
2. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama
dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres,
kelelahan.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking efect (bunyi yang
menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.
Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan
ini menyebabkan terganggunya pekejaan, sampai pada kemungkinan
terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya.
Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan
keselamatan seseorang (Afry, 2011)
4. Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang
angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis
berupa kepala pusing (vertigo) atau mual.
5. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran yang menyebabkan tuli progresif .Awalnya efek bising pada
pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah
pekejaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-
menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat
normal kembali biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian
makin meluas ke frekuensi sekitarnya dan akhimya mengenai frekuensi
yang biasanya digunakan untuk percakapan. Gangguan pendengaran
(ketulian) yang mungkin timbul adalah tuli sementara (Temporaryr
Treshold Shift TTS) yang diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan
intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang
sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila
tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan
pulih kembali (Afry, 2011)
Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pakancacat pendengaran akibat kerja,
berupa hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang
bersifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh
bising terus menerus dilingkungan tempat keria.Dalam lingkungan industri,
semakin tinggi intensitas kebisingan dan semakin lama waktu pemaparan
kebisingan yang dialami semakin berat gangguan pendengaran yang
ditimbulkan. Faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan pada
NIHL antara lain intensitas kebisingan frekuensi kebisingan. lamanya
waktu pemaparan bising, kerentanan individu, jenis kelamin, usia dan
kelainan di telinga tengah. NIHL hanya dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan audiometri. Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut
terus berlangsung dalam waktu lama, akhimya pengaruh penurunan
pendengaran akan menyebar ke frekuensi percakapan (500-2000 Hz). Pada
saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak dapat mendengar
pembicaraan sekitarnya.
Perubahan ambang dengar akibat paparan bising dapat berupa:
Tabel 1. Intensitas bunyi dan waktu paparan yang diperkenankan
(Depnaker)
Intesitas Bising Waktu paparan
(dB) Per hari dalam jam
85 8
87,5 6
90 4
92,5 3
95 2
100 1
105 ¼
110 ½

Perubahan ambang dengar akibat paparan bising dapat berupa:


1. Adaptasi, bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan
merasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga
tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras
seperti awal pemaparan.
2. Peningkatan ambang dengar sementara, tenjadi kenaikan ambang
pendengaran sementara yang secara perlahanakan kembali seperti
semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam
bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Makin tinggi
intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai
ambang pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan
tidak sama tergantung dari sensitivitastiap individu.
3. Peningkatan ambang dengar menetap, kenaikan terjadi sctelah seseorang
cukup lama terpapar kebisingan. Gangguan ini paling banyak ditemukan
dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan. Kenaikan ambang
pendengaran yang menetap dapat tejadi setelah 3,5 sampai 20 tahun di
pemaparan, ada yang mengatakanbaru setelah 0-15 tahun setelah terjadi
pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya
telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan
audiogram.Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising
biasanya sembuh setelah rahat beberapa jam (1-2 jam).
B. Panas
Panas atau suhu yang tinggi merupakan salah satu dari agen fisik yang dapat
menyebabkan PAK. Tekanan panas atau heat stress adalah batasan kemampuan
penerimaan panas yang diterima pekeria dari kontribusi kombinasi metabolisme
tubuh akibat melakukan pekerjaan, faktor lingkungan (seperti temperatur udara
kelembaban, pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang
digunakan. Keadaan heat stress ringan ataupun sedang dapat menyebabkan rasa
tidak nyaman dan berakibat buruk terhadap penampilan kerja dan keselamatan,
meskipun hal ini tidak menimbulkan kerugian dalam hal kesehatan pekeria. Pada
saat heat stress mendekati batas toleransi tubuh, resiko terjadinya kelainan
kesehatan akan meningkat. (ACGIH, 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi
tekanan panas antara lain:
1. Aklimatisasi
Merupakan suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan pengeluaran
keringat yang meningkat, penurunan denyut nadi, dan suhu tubuh sebagai akibat
pembentukan keringat. Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil
penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Untuk aklimatisasi terhadap
panas ditandai dengan penurunan frekuensi denyut nadi dan suhu tubuh.
2. Umur
Menurut WHO, daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada
umur lebih tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat keluar keringatnya dan
memerlukan waktu lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal
setelah terpapar panas. Nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal
berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya usia.
3. Gizi
Merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ
serta menghasilkan energi (Supariasa, 2001).

NAB Tekanan Panas Lingkungan Kerja


Pengaturan Waktu Kerja ISBB O C
Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat
Beban kerja terus
menerus - 30.0 26.7 25.0
(8jam/hari) 25% istirahat 28.0 28.0 25.9
75% 50% istirahat 29.4 29.4 27.9
50% 75% istirahat 32.2 31.1 30.0
25%
Sumber : Sugeng Budiono (2003:39)
Gambar 1. NAB tekanan panans lingkungan kerja

Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Manusia


Tingkat Temperature Efek terhadap tubuh
0
( C)
0
1 ± 49 C Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam tetapi
jauh di atas tingkat kemampuan fisik dan mental
2 ± 30 0C Aktivitas mental dan daya tangkap mulai menurun
dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam
pekerjaan
3 ± 24 0C Kondisi optimal
4 ± 10 0C Kekakuan fisik yang ekstrim mulai muncul
Sumber : I Nyoman Pradayana Sucipta Putra . 2004 :446)
Gambar 2. Pengaruh suhu lingkungan terhadap manusia

Efek panas pada tubuh manusia, panas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
akan memberikan efek negatif yang akan berdampak pada tingkat kemampuan fisik
dan mental. Kelainan atau gangguan yang tampak secara klinis dibagi atas:
a. Millaria rubra (heat rash), sering dijumpai dikalangan militer atau pekeria fisik
lainnya yang tinggal didaerah iklim panas. Tampak adanya bintik papulovesikal
kemerahan pada kulit yang terasa nyeri bila kepanasan. Hal ini teriadi akibat
sumbatan kelenjar keringat dan terjadi retensi keringat disertai reaksi peradangan.
b. Kejang panas (heat cramps), terjadi sebagai kelainan tersendiri atau bersama
dengan kelelahan panas. Kejang otot timbul mendadak, terjadi setempat atau
menyeluruh, terutama pada otot ekstremitas dan abdomen. Penyebab utamanya
adalah karena defisiensi garam. Kejang otot yang berat dalam udara panas
menyebabkan keringat diproduksi banyak.
c. Kelelahan panas (heat exhaustion), timbul sebagai akibat kolaps sirkulasi darah
perifer karena dehidrasi dan defisiensi garam, Dalam usaha menurunkan panas,
aliran darah perifer bertambah yang mengakibatkan produksi keringat bertambah.
Penimbunan darah perifer manyebabkan darah yang dipompa dari jantung ke
organ-organ lain cukup sehingga timbul gangguan. Kelelahan panas terjadi pada
keadaan dehidrasi atau defisiensi garam tanpa dehidrasi. Kelainan ini dipercepat
pada orang yang kurang minum, berkeringat banyak, muntah, diare atau penyebab
lain yang mengakibatkan pengeluaran air berlebihan.
d. Sengatan panas (heat stroke)adalah suatu keadaan darurat medik dengan angka
kematian yang tinggi. Pada kelelahan panas, mekanisme pengatur suhu bekerja
berlebihan tetapi masih berfungsi, sedangkan pada sengatan panas, mekanisme
pengatur suhu tubuh sudah tidak berfungsi lagi disertai terhambatnya proses
evaporasi secara total. Suhu tinggi biasanya berkaitan dengan berbagai penyakit
seperti pukulan panas, kejang panas, kegagalan dalam penyelesaian terhadap panas,
dehidrasi, kelelahan tropis dan miliari. Oleh karena itu, untuk menghindari
terjadinya gangguan kesehatan akibat terpapar panas yang tinggi, maka lamanya
keria ditempat yang panas harus disesuaikan dengan tingkat pekerjaan dan tekanan
panas yang dihadapi tenaga keria (Depkes RI 2003)
C. Getaran
Getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang
terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang dimaksud dengan getaran mekanik
adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia.
Dalam kesehatan keria, getaran terbagi atas getaran seluruh badan dan getaran
tangan-lengan. Besaran getaran dinyatakan dalam akar rata-rata kuadrat
percepatan dalam satuan meter per detik (m/detik2 ms). Frekuensi getaran
dinyatakan sebagai putaran per detik (Hz). Getaran seluruh tubuh biasanya dalam
rentang 0,5-4Hz dan tangan-lengan 8-1000 Hz (Harrington dan Gill, 2005).
Vibrasi atau getaran dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran
mekanis, misalnya mesin atau alat mekanis lainnya, yang dibedakan dalam dua
bentuk yakni vibrasi karena getaran udara (pengaruh utamanya pada akustik) dan
vibrasi karena getaran mekanis (mengakibatkan resonansi dan berpengaruh pada
alat-alat tubuh melalui sentuhan/kontak dengan permukaan benda yang bergerak).
Sentuhan ini melalui daerah yang terlokasi (tool hand vibration) atau seluruh tubuh
(whole body vibration). Bentuk tool hand vibration merupakan bentuk yang
terlazim dalam pekerjaan. Efek dari gangguan ini berupa kelainan peredaran darah
dan persarafan (vibration white finger) beserta kerusakan pada persendian dan
tulang.
Sindroma getaran tangan lengan (Hand Vibration Arm syndrome HvAS)
merupakan gangguan yang sering terjadi, terdiri atas efek vaskuler pemucatan
episodik yang bertambah parah pada suhu dingin (fenomena raynaud) dan efek
neurologik yang mengalami kesemutan total dan baal. Frekuensinya biasanya
antara 20.500 Hz. Frekuensi yang paling berbahaya adalah pada 128 Hz. Para
pekeria yang tangannya terpajan alat-alat yang bergetar dapat menyebabkan
kerusakan pembuluh darah sehingga mengurangi suplai darah ke saraf. Hal ini
menyebabkan kehilangan sensoris yang permanen. Kerusakan pada tulang dan otot
menjadi lemah seperti yang terjadi pada arthritis. Keluhan-keluhan yang mungkin
dirasakan adalah:
a. Rasa nyeri pada tangan, biasanya timbul malam hari
b. Rasa kebas, baalkesemutan pada ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah
c. Kadang-kadang rasa nyeri dapat menjalar sampai lengan bawah, siku dan leher
serta di daerah bahu. Tetapi biasanya hanya terbatas di distal pergelangan tangan
d. Rasa nyeri dapat mengakibatkan sulit untuk menggenggam dan mengepal.
Perubahan anatomi vaskuler terjadi dengan hipertrofi dinding pembuluh darah
disertai kerusakan sel endotel. Spasme vaskuler yang disebabkan rasa dingin
dimediasi oleh dinding jaringan HAVS terjadi pada pekeria yang menggunakan alat
bergetar. Getaran yang bersumber dari alat akan ditransmisikan ke tangan dan lengan
dari pekeria yang memegang alat tersebut. Efek getaran yang ditimbulkan tergantung
dari besar getaran, lama penggunaan dan frekuensi. Faktor yang mempengaruhi
HAVS antara lain umur, masa keria, lama keja, jenis kelamin dan penggunaan APD,
Klasifikasi HAvs terbagi menjadi:
a. Gejala vaskular yang lebih dikenal dengan gejala Raynaud. Kondisi ini ditandai
dengan pemucatan jari Pertama ujung jari memucat, tapi satu atau lebih jari bisa
terkena dengan pemaparan getaran yang secara terus menerus. Pemucatan jari
dipicu oleh dingin, kondisi yang dingin, atau menangani objek dingin. Pemucatan
berlangsung sampai jari menjadi hangat dan vasodilatasi memungkinkan
kembalinya sirkulasi darah.
Tabel 2. Klasifikasi Stockholm untuk gejala vascular yang diinduksi rasa dingin
pada jari HAVS
Stadium Derajat Gambaran
0 Tidak ada Tidak ada serangan
1 Ringan Kadang-kadang hanya menyerang satu atau lebih ujung jari
2 Sedang Kadang-kadang menyerang ujung dan tengah jari dan jarang
menyerang bagian proksimal jari
3 Berat Sering kali menyerang hampir semua jari
4 Sangat Gejala sama seperti stadium 3 ditambah dengan perubahan
berat degenerasi kulit pada ujung jari

b. Gejala sensorineural merupakan efek neurologis seperti mati rasa, kesemutan, nyeri,
ambang sensorik tinggi untuk sentuhan dan mengurangi kecepatan konduksi saraf.
Klasifikasi Stockholm untuk perubahan sensorineural pada jari HAVS
Stadium Gejala
0 SN Terpapar getaran tetapi tidak ada gejala
1 SN Baal intermitten, dengan atau tanpa kesemutan
2 SN Baal intermitten atau menetap, terjadi penurunan persepsi sensoris
3 SN Baal intermitten atau tetap, terjadi penurunan diskriminasi taktil
dan/atau penurunan ketangkasan

Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi:


a. 3-9 Hz: akan timbul resonansi pada dada dan perut.
b. 6-10 Hz: dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung,pemakaian
oksigen dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat
banyak perubahan sistem peredaran darah.
c. 10 Hz: leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
d. 13-15 Hz: tenggorokan akan mengalami resonansi.
e. <20 Hz: tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah.
(http://digilib.unimus.ac.id, 2008)
D. Penerangan/pencahayaan
Salah satu faktor fisik yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat di tempat kera yaitu penerangan. Penerangan yang buruk dapat
mengakibatkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi keria,
kelelahan mental, keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar
mata, kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya kecelakaan. Penerangan yang
baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek
yang dikejakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu.
Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh penggunaan
indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat
dalam jangka waktu yang lama dan biasanya disertai dengan kondisi pandangan
yang tidak nyaman (Fathoni, 2010).

2.6. Faktor Kimia yang Berkaitan dengan K3


Dalam lingkungan keja, banyak bahan kimia yang terpakai tiap harinya
sehingga para pekerja terpapar bahaya dari bahan-bahan kimia itu. Bahaya itu
terkadang meningkat dalam kondisi tertentu mengingat sifat bahan kimia seperti
mudah terbakar, beracun dan sebagainya Dengan demikian, jelas bahwa bekeja
dengan bahan-bahan kimia mengandung risiko bahaya, baik dalam proses,
penyimpanan, transportasi distribusi dan penggunaannya. Akan tetapi, betapapun
besarnya bahaya bahan-bahan kimia tersebut, penanganan yang benar akan dapat
mengurangi atau menghilangkan risiko bahaya yang diakibatkannya. (Aditama,
200S)
Sifat lingkungan kerja kimia antara lain:
a) Aerosol (partikel) yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang
mendispersi diudara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga
kecepatan jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagi suspensi diudara. Perlu
diingat bahwa partikel-partikel debu selalu berupa suspensi Partikel dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Debu diudara (airbon dus) adalah suspensi partikel benda padat diudara.
Butiran debu ini dihasilkan oleh pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda,
pemboran dan penghancuran pada proses pemecahan bahan-bahan padat.
Ukuran besamya butiran-butiran tersebut sangat bervariasi mulai yang dapat
dilihat oleh mata telanjang 1/20 mm) sampai pada tidak kelihatan. Debu
yang tidak kelihatan diudara untuk jangka waktu tertentu dan hal ini
membahayakan karena bisa masuk menembus kedalam paru-paru.
2. Kabut (mis) adalah sebaran butir-butir cairan diudara. Kabut biasanya
dihasilkan oleh proses penyemprotan dimana cairanh tersebar, terpercik atau
menjadi busa partikel buih yang sangat kecil.
3. Asap (fume) adalah butiran-butiran benda padat hasilkondensasi bahandari
bentuk uap. Asap ini biasanya berhubungan dengan logam dimana uap dari
logam terkondensasi menjadi butiran-butiran padat di dalam ruangan logam
cair tersebut. Asap juga ditemui pada si pembakaran tidak sempurna dari
bahan yang mengandung karbon yang mempunyai ukuran lebih kecil dan 0,5
mikron.
b) Non Partikel, dapat diklasifikasikan:
1. Gas adalah bahan seperti oksigen, nitrogen atau karbon dioksidadalam bentuk
gas pada suhu dan tekanan normal, dapat dirubah bentuknya hanya dengan
kombinasi penurunan suhu dan penambahan tekanan.
2. Uap air (vavor) adalah bentuk gas dan cairan pada suhu dan tekanan ruangan
cairan mengeluarkan uap, jumlahnya tergantung dari kemampuan
penguapannya. Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih
mudah menguap daripada yang memiliki titik didih yang tinggi.
Klasifikasi atau penggolongan bahan kimia berbahaya diperlukan untuk
memudahkan pengenalan serta cara penanganan dan transportasi. Secara umum
bahan kimia berbahaya diklasifikasikan menjadi beberapa golongan sebagai
berikut:
1. Bahan kimia beracun (toxic)
Merupakan bahan kimia yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan
manusia atau menyebabkan kematian apabila terserap ke dalam tubuh karena
tertelan, lewat pernafasan atau kontak lewat kulit. Pada umumnya zat toksin
masuk lewat pernafasan atau kulit dan kemudian beredar keseluruh tubuh atau
menuju organ tubuh tertentu. Zat-zat tersebut dapat langsung mengganggu
organ-organ tubuh tertentu seperti hati dan paru, namun dapat juga zat-zat
tersebut berakumulasi dalam tulang, darah, hati atau cairan limpa dan
menghasilkan efek kesehatan pada jangka panjang. Pengeluaran zat-zat
beracun dari dalam tubuh dapat melewati urine, saluran pencemaan, sel epitel
dan keringat.
2. Bahan kimia korosif (corrosive)
Merupakan bahan kimia yang karena reaksi kimia dapat mengakibatkan
kerusakan apabila kontak dengan jaringan tubuh atau bahan lain. Zat korosif
dapat bereaksi dengan jaringan seperti kulit, mata, dan saluran pernafasan.
Kerusakan dapat berupa luka, peradangan, iritasi (gatal-gatal), dan sinsitisasi
(jaringan menjadi amat peka terhadap bahan kimia).
3. Bahan kimia mudah terbakar (flammable)
Merupakan bahan kimia yang mudah bereaksi dengan oksigen dan dapat
menimbulkan kebakaran. Reaksi kebakaran yang amat cepat dapat juga
menimbulkan ledaka.
4. Bahan kimia peledak (explosive)
Merupakan suatu zat padat atau cair atau campuran keduanya yang karena
reaksi kimia yang dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang
besar serta suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan kerusakan
disekelilingnya. Zat eksplosif amat peka terhadap panas dan pengaruh
mekanis (gesckan atau tumbukan), ada yang dibuat sengaja untuk tujuan
peledakan atau bahan peledak sepcrti trinitrotoluene TNT, nitrogliserin dan
ammonium nitrat (NH4NO3).
5. Bahan kimia oksidator (oxidation)
Merupakan suatu bahan kimia yang mungkin tidak mudah terbakar, tetapi
dapat menghasilkan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran bahan-bahan
lainnya.
6. Bahan kimia reaktif terhadap air (water sensitive substances)
Merupakan bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air dengan
mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar.
7. Bahan kimia reaktif terhadap asam (acid sensitive substances)
Merupakan bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan asam
menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar atau gas-gas yang beracun
dan korosif.
8. Gas bertekanan (compressed gases)
Merupakan gas yang disimpan dibawah tekanan, baik gas yang ditekan
maupun gas cair atau gas yang dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan.
9. Bahan kimia radioaktif (radioactive substances)
Merupakan bahan kimia yang mempunyai kemampuan memancarkan sinar
radioaktif dengan aktivitas jenis lebih besar dari 0,002 microcurie/gram.
Tabel 4. Klasifikasi bahan berbahaya (PBB)
Klasifikasi Penjelsan
Kelas I Eksplosif Dapat terurai pada suhu dan tekanan
tertentudan mengeluarkan gas kecepatan
tinggi, serta meruak sekeliling
Kelas II Cairan mudah terbakar 1. Gas mudah terbakar
2. Gas tidak mudah terbakar
3. Gas beracun
Kelas III Bahan mudah terbakar 1. Cairan: F.P <23 ◦C
2. Cairan : F.P >23 ◦C
(F.P= flash point)
Kelas IV Bahan mudah terbakar 1. Zat padat mudah terbakar
selain kelas I dan Kelas II 2. Zat yang mudah terbakar dengan
sendirinya
3. Zat yang bila bereaksi dengan air
dapat mengeluarkan gas yang mudah
terbakar
Kelas V Zat pengoksidasi 1. Oksidator bahan organic
2. Peroksida organic
Kelas VI Zat racun 1. Zat beracun
2. Zat yang menyebabkan infeksi
Kelas VII Zat radioaktif Aktifitas: 0.002 microcury/g
Kelas VIII Zat korosif Bereaksi dan merusak
Penyakit yang ditimbulkan dari aspek kimia antara lain:
a) Iritasi
Iritasi adalah keadaan yang dapat menimbulkan bahaya apabila tubuh
kontak dengan bahan kimia, Bagian tubuh yang terkena kulit, mata dan
saluran pemapasan.
1. Iritasi melalui kulit, apabila terjadi kontak antara bahan kimia tertentu
dengan kulit, bahan itu merusak lapisan yang berfungsi sebagai pelindung,
sehingga kulit menjadi kering, kasar dan luka. Keadaan ini disebut
dermatitis (peradangan kulit).
2. Iritasi melalui mata, apabila kontak terjadi antara bahan kimia dengan
mata, dapat menyebabkan kerusakan ringan sampai kerusakan permanen.
Tingkat keparahan dari kerusakan tersebut tergantung dosis (jumlah) dan
kecepatan penanggulangan P3K. Sebagai contoh bahan kimia yang
menyebabkan iritasi mata ialah asam dan alkali, serta bahan-bahan pelarut.
3. Iiritasi melalui saluranpernapasan, apabila kontak terjadi antara bahan
kimia berupa bercak-bercak cair, gas atau uap yang akan menimbulkan
rasa terbakar apabila terkena daerah saluran pemapasan bagian atas
(hidung dan kerongkongan). Pada umumnya hal ini terjadi disebabkan
oleh bahan-bahan yang mudah larut seperti ammonia, formaldehid, sulfur
oksida, asam dan alkalis yang diserap oleh lapisan lendir hidung dan
kerongkongan.
b) Asfiksia merupakan istilah sesak napas yang dihubungkan dengan gangguan
proses oksigenasi dalam jaringan tubuh, Terbagi menjadi dua jenis, yakni:
1. Simple asphyxiation (sesak napas sederhana), berhubungan dengan kadar
zat asam di udara yang digantikan dan didominasi oleh gas seperti
nitrogen, karbondioksida, ethane, hydrogen atu helium yang kadar tertentu
mempengaruhi kelangsungan hidup. Udara normal biasanya mengandung
21% zat asam. Apabila kandungan zat asam turun dibawah 17%, maka
jaringan tubuh akan mengalami kekurangan zat asam, sehingga
menimbulkan gejala seperti pusing, mual dan kehilangan
konsentrasi.Situasi seperti ini bisa tejadi dalam ruangan-ruangan kerja
tertutup. Proses penurunan kadar zat asam secara terus-menerus bisa
menyebabkan kehilangan kesadaran dan kematian.
2. Chemical asphyxiation (sesak napas karena bahan kimia). Pada situasi ini,
bahan kimia langsung dapat mempenganuhi dan mengganggu kemampuan
tubuh untuk mengangkut dan menggunakan zat asam, sebagai contoh
adalah karbonmonoksida. Pada konsentrasi 0.05% karbon monoksida di
udara, dapat menurunkan kapasitas darah untuk mengangkut zat asam ke
sberbagai jaringan tubuh Contoh lain adalah pengaruh racun dari hydrogen
sanida atau hydrogen sulfida. Bahan-bahan ini mengganggu kemampuan
dari sel-sel tubuh untuk menerima zat asam, meskipun darahnya kaya akan
zat asam.
c) Kehilangan kesadaran dan mati rasa
Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari bahan kimia tertentu
seperti ethyl dan prophyl alcohol (aliphatic alcohol) dan methylethyl keton
(aliphatic keton), acetylene hydrocarbon, ethyl dan isoprophyl ether dapat
menekan susunan saraf pusat. Bahan kimia tersebut akan menefek yang sama
seperti dalam keadaan mabuk. Paparan pada konsentrasi yang tinggi bisa
menimbulkan kehilangan kesadaran, bahkan bisa mematikan.
d) Keracunan tubuh manusia memiliki system yang kompleks.
Keracunan sistemik dihubungkan dengan reaksi dari salah satu system, atau
lebih pada tubuh terhadap bahan kimia yang dapat menyebar ke seluruh tubuh.
Salah satu fungsi organ hati adalah membersihkan bahan-bahan beracun dari
dalam darah serta mengubahnya menjadi bahan-bahan yang aman dan dapat
larut dalam air sebelum dibuang. Namun demikian ada beberapa bahan kimia
yang merusak organ hati. Hal ini bergantung dari dosis (jumlah) dan
kekerapan dari paparan, kerusakan yang terjadi terus menerus pada jaringan
hati akan mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi hati. Cedera hati bisa
disebabkan oleh bahan kimia seperti bahan pelarut (alcohol, karbon
tetraklorida, triklora ethylene, kloroform) dan hal ini bisa salah diagnose
sebagai hepatitis. Bahan kimia yang mencegah ginjal dari pembuangan hasil-
hasil bahan beracun meliputi karbon tetraklorida, karbon disulfida, bahan
kimia lainnya seperti cadmium, timbal, turpentine, methanol, toluence dan
xylence akan secara perlahan mengganggu fungsi ginjal.
e) Kanker
Paparan bahan-bahan kimia tertentu bisa menyebabkan pertumbuhan sel-sel
yang tidak terkendali, menimbulkan tumor yang bersifat karsinogen. Tumor
mungkin baru muncul setelah beberapa tahun bervariasi antara 4-40 tahun.
Bahan kimia seperti arsenic, asbextos, chromium, nikel dapat menyebabkan
kanker paru, kanker rongga hidung, dan sinus disebabkan oleh chromium,
isopropyl oils, nikel, debu kayu dan debu kulit. Kanker kandung kemih erat
hubungannya dengan pajanan terhadap benzidine, 2-napthyllamine dan debu
kulit. Kanker sunsum tulang belakang disebabkan oleh benzene.
f) Parukotor (Pneumoconiosis)
Merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mengendapnya partikel-
partikel debu halus daerah pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya reaksi
dari jaringan paru. Dengan adanya pneumoconiosis kemampuan paru-paru
untuk menyerap zat asam akan menurun dan karbonnya akan mengalami nafas
yang pendek pada saat melakukan jenis pekerjaan yang berat. Pengaruh ini
sifatnya menetap. Contoh bahan yang menyebabkan pneumoconiosis adalah
crystalline silica, asbestos, talc, batubara dan beryllium.

2.7. Faktor Ergonomi yang berkaitan dengan K3


Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ergon yang berarti kerja dan
nomos yang berarti ilmu yang mempelajari. Dengan kata lain, orgonomi
diterjemahkan sebagai ilmu yang mempelajari tentang pekerjaan atau system
kerja termasuk didalamnya adalah pekerja, peralatan kerja dan tempat kerja dari
pekerja (Laraswati, 2009)
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja pasal 3
ayat 1 point M, ergonomi adalah keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, cara
kerja dan proses kerjanya. Beberap aspek dalam ergonomi yang perlu
diperhatikan antara lain :
1. Faktor Manusia
Factor manusia sebagai pelaku atau pengguna menjadi titik sentral. Pada
bidang rancang bangun dikenal istilah Human Centered Design (HCD) atau
perancangan berpusat pada manusia. Perancangan demikian merupakan
perancangan produk ergonomis yang sesungguhnya, yaitu merancang agar
produk menjadi ergonomic atau memiliki beberapa sifat keergonomisan
ketika produk itu telah dirancang. Factor yang berlaku sebagai factor
pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat bekerja dengan aman,
nyaman dan sehat, yaitu :
a. Faktor dari dalam (internal factor) : factor yang berasal dari diri manusia,
seperti umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh dan
lainnya
b. Faktor dari luar (external factor) : factor luar yang dapat mempengaruhi
kerja atau berasal dari luar manusia, seperti penyakit, gizi, lingkungan
kerja, sosial ekonomi, adat istiadat dan lain sebagainya.
2. Antropometri
Merupakan suatu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia,
terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia.
Antropometri sebagai salah satu disiplin ilmu yang digunakan dalam
ergonomic memegang peranan utama dalam rancang bangun sarana dan
prasarana kerja (Mahone, 2008)
Bagi seorang ahli ergonomi, antropometri merupakan salah satu perangkat
untuk mendapatkan hasil akhir berupa hubungan yang harmonis antara
manusia dan peralatan kerja. Dikenal dua macam antropometr, yakni
antropometri statis dan antropometri dinamis. Dimensi tubuh manusia sangat
bervariasi antara satu orang dengan orang lainnya, antara laki-laki dan
perempuan dan antara beberap suku bangsa. beberapa posisi penting untuk
penerapan ergonomi di tempat kerja adalah :
a. Posisi berdiri, ukuran tubuh yang penting adalah tinggi badan berdiri,
tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang lengan
b. Posisi duduk, ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang
lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis
punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak kaki
Pengenalan permasalahan ergonomi di tempat kerja perlu
mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu :
1. Anatomi dan gerak
Terdapat dua hal penting yang berhubungan yakni :
a) Antropometri, yang dipengaruhi oleh jenis kelamin, perbedaan bangsa
dan sifat/hal-hal yang diturunkan serta kebiasaan yang berbeda
b) Biomekanik kerja, misalnya dalam hal penerapan ilmu gaya antara
laian sikap duduk/berdiri yang tidak/kurang melelahkan karena posisi
yang benar dan ukuran peralatan yang telah diperhitungkan
2. Fisiologis
a) Fisiologis lingkungan kerja: berhubungan dengan kenyamanan dan
pengamanan terhadap potential hazards, serta ruang gerak yang
memadai
b) Fisiologi kerja
c) Psikologi : rasa aman, nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang
didapatkan oleh tenaga kerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan
kerja (cahaya, ventilasi, posisi kerja) tidak menimbulkan stress pada
pekerja
d) Rekayasa dan teknologi: merupakan kiat-kiat untuk mendesain
peralatan yang sesuai dengan ukuran tubuh dan batasan-batasan
pergerakan manusia.
a. Memindahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya sehingga
lebih efisien dan lebih produktif, untuk itu diperlukan disain mesin
yang sesuai dengan operatornya
b. Memberi rasa aman terhadap pekerjaannya
e) Penginderaan: kemampuan kelima indera manusia menangkap isyarat
yang datang dari luar
3. Sikap tubuh dalam bekerja
Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana
kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja,
selain SOP (Standard Operating Procedures) yang terdapat pada setiap
jenis pekerjaan. Sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara
ergonomic adalah yang memberikan rasa nyaman, aman, sehat dan
selamat dalam bekerja, yang dapat dilakukan dengan cara :
a. Menghindari sikap yang tidak alamiah dalam bekerja
b. Mengusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya
c. Membuat dan menentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan
kerja yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja
penggunanya agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri
secara bergantian.
Aplikasi ergonomi pada sikap tubuh antara lain :
1. Posisi duduk/bekerja dengan duduk
Kenyamanan yang didapat pada posisi duduk dalam bekerja adalah :
a. Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya
b. Tidak menimbulkan gangguan psikologis
c. Dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan memuaskan
Pedoman yang mengatur ketinggian landasan kerja paa posisi duduk
perlu pertimbangan sebagai berikut :
a. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama
b. Jika memungkinkan sediakan meja yang dapat diatur tingginya
c. Ketinggian landasan kerja tidak menimbulkan fleksi tulang
belakang berlebihan
d. Landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada
posisi rileks dari bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi
horizontal atau sedikit menurun

Gambar 3. Posisi tubuh bertumpu saat duduk


2. Posisi bekerja dengan berdiri
Berdiri dengan posisi yang benar, tulang punggung lurus dan bobot
badan terbagi rata pada kedua tungkai. Kerja posisi berdiri lebih
melelahkan dari pada posisi duduk. dan energi yang dikeluarkan lebih
banyak 10%-15% dibandingkan posisi duduk. Ketinggian landasan
kerja posisi berdiri:
a. Pekerjaan dengan ketelitian, tinggi landasan 5-10 cm di atas tinggi
siku berdiri.
b. Pekerjaan ringan, tinggi landasan 10-15 cm di bawah tinggi siku
berdiri.
c. Pekerjaan dengan penekanan, tinggi landasan 15-40 cm di bawah
tinggi siku berdiri.

Gambar 4. Posisi berdiri secara ergonomis


3. Posisi bekerja dengan duduk-berdiri
Posisi duduk berdiri mempunyai keuntungan secara biomekanis dimana tekanan
pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan posisi
duduk maupun berdiri terus menerus. Pedoman kerja posisi duduk-berdiri:
a. Kerja suatu saat duduk dan suatu saat berdiri.
b. Kerja perlu menjangkau sesuatu 40 cm ke depan atau 15 cm diatas landasan.
c. Posisi kerja duduk berdiri yang paling tepat.
Pusat gravitasi tubuh pada saat duduk tegak berada sekitar 22 cm di muka dan
24 cm di atas titik acuan duduk (titik acuan duduk adalah perpotongan bidang
sandaran dan alas duduk), sedangkan pada saat berdiri tegak pusat gravitasi akan
berada 10 cm di depan dan sekitar 15 cm di atas titik acuan duduk. Jadi
perancangan dudukan yang terlalu tinggi atau rendah akan berpengaruh buruk
pada kenyamanan, mengurangi keseimbangan duduk, kelelahan pada daerah
punggung khususnya tulang belakang, bahkan bahaya yang lebih besar adalah
teriadinya hambatan dalam sirkulasi darah atau gumpalan darah (thrombophlebitis).

Gambar 5 Posisi duduk-berdiri

Ukuran yang benar akan memudahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya,


misalnya tempat kerja yang harus dilakukan dengan berdiri sebaiknya ditambahkan
bangku panjang setinggi 10-25 cm agar orang dapat bekerja sesuai dengan tinggi
meja dan tidak melelahkan.
Gambar 6. Persepsi kenyamanan secara ergonomic

Penyakit yang berkaitan dengan ergonomi antara lain:


I. Musculoskeletal Disorders(MsDs)
MsDs adalah kelainan yang disebabkan penumpukan cedera atau kerusakan kecil
pada sistem muskuloskeletal akibat trauma berulang yang tidak sempat sembuh
secara sempuma, sehingga membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan
rasa sakit. MsDs juga bisa diartikan sebagai gangguan fungsi normal dari otot
tendon, saraf, pembuluh darah, tulang dan ligamen akibat berubahnya struktur atau
berubahnya sistem musculoskeletal. Gangguan MsDs biasanya merupakan suatu
akumulasi dari benturan-benturan kecil atau besar yang terjadi dalam waktu
pendek ataupun lama, dalam hitungan beberapa hari, bulan atau tahun tergantung
dari berat atau ringannya trauma setiap kali dan setiap hari, akan terbentuk cedera
cukup besar yang diekspresikan sebagai rasa sakit atau kesemutan, nyeri tekan,
pembengkakan dan gerakan yang terhambat atau gerakan minim atau kelemahan
pada jaringan anggota tubuh yang terkena trauma. Risiko fisiologis utama yang
dikaitkan dengan gerakan yang sering dan berulang adalah keletihan dan kelelahan
otot. Sepanjang otot mengalami kontraksi, otot tersebut harus menerima pasokan
tetap oksigen dan bahan gizi dari aliran darah. Jika gerakan berulang-ulang dari
otot menjadi terlalu cepat untuk membiarkan oksigen yang memadai mencapai
jaringan atau membiarkan uptake kalsium, terjadilah kelelahan otot (Bird, 2005).
Gejala MsDs biasanya sering disertai dengan keluhan yang sifatnya subjektif,
sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan penyakit. Secara garis besar
keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap
walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih
terus berlanjut.
Faktor resiko yang dapat diklasifikasikan menjadi faktor risiko yang terkait dengan
karakteristik pekerjaan (task characteristic), karakteristik objek (material/object
characteristic), lingkungan kerja (workplace characteristic) dan faktor individu.
Karakteristik pekerjaan yang menjadi faktor risiko MSDs antara lain:
1) Postur kerja
Merupakan posisi tubuh pekerja saat melakukan aktivitas kera yang terkait dengan
desain area kerja dan task requirement. Salah satu penyebab utama gangguan otot
rangka adalah postur janggal (awkward posture) yang merupakan posisi tubuh
menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan.
Bekerja dengan posisi janggal meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan.
Posisi janggal menyebabkan kondisi dimana perpindahan tenaga dari otot ke
jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan lelah. Termasuk ke
dalam postur janggal adalah pengulangan atau waktu lama dalam posisi
menggapai berputar (twisting), memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang
dalam kondisi statis dan menjepit dengan tangan. Postur ini melibatkan beberapa
area tubuh seperti bahu, punggung dan lutut, karena bagian inilah yang paling
sering mengalami cedera (Straker, 2000).
a. Postur punggung yang merupakan faktor risiko adalah membungkukkan badan
sehingga membentuk sudut 20 terhadap vertical, dan berputar dengan beban
objek 9 kg, durasi 10 detik, dan frekuensi 2 kalimenit atau total lebih dari 4
jam/hari. Memiringkan badan (bending) dapat didefinisikan sebagai gerakan
refleksi dari tulang punggung, biasanya ke arah depan atau ke samping.
Berputar (twisting) adalah adanya rotasi atau torsi pada punggung.
b. Postur bahu yang merupakan faktor risiko adalah melakukan pekerjaan dengan
tangan di atas kepala atau siku di atas bahu lebih dari 4 jam/hari atau lengan
atas membentuk sudut 45 ke arah samping atau ke arah depan terhadap badan
selama lebih dari 10 detik dengan frekuensi 2 kali/menit dan beban 45kg.
c. Postur leher yang merupakan faktor risiko adalah melakukan pekejaan dengan
posisi menunduk (membengkokkan leher > 200 terhadap vertikal), menekukkan
kepala atau menoleh ke samping kiri atau kanan serta menengadah.
2) Frekuensi
Banyaknya frekuensi aktifitas (mengangkat atau memindahkan) dalam satuan
waktu (menit) yang dilakukan oleh pekerja dalam satu hari. Frekuensi gerakan
postur janggal 22 kali menit merupakan factor risiko terhadap pinggang,
Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan rasa lelah bahkan
sakit pada otot, oleh karena adanya akumulasi produk sisa berupa asam laktat
pada jaringan. Akibat lain dari pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang akan
menyebabkan tekanan pada otot dengan akibat terjadinya edema atau
pembentukan jaringan parut. Akibat adanya jaringan parut maka akan terjadi
penekanan di otot yang akan mengganggu fungsi saraf. Terganggunya fungsi
saraf, destruksi serabut saraf atau kerusakan yang menyebabkan berkurangnya
respon syaraf dapat menyebabkan kelemahan pada otot.
3) Durasi
Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi dapat dilihat
sebagai menit-menit dari jam kerja hari pekerja terpajan risiko. Durasi dapat
dilihat sebagai pajanan/tahun faktor risiko atau karakteristik pekejaan berdasarkan
faktor risikonya secara umum, semakin besar pajanan durasi pada faktor risiko,
semakin besar pula tingkat risikonya.
Durasi dibagi menjadi durasi singkat (< 1jam/hari), durasi sedang (1-2
jam/hari dan durasi lama: >2jam).
Karakteristik individu yang menjadi faktor risiko MsDs adalah masa kerja,
dapat berupa masa keria dalam suatu perusahaan dan masa kerja dalam suatu unit
produksi. Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang
pekerja untuk meningkatkan risiko teriadinya MSDs, terutama untuk jenis
pekeriaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi.Masa kerja mempunyai
hubungan yang kuat dengan keluhan otot. Masa kerja diklasifikasikan berdasarkan
tingkat adaptasi dan ketahanan otot yaitu 0-5 tahun, 6-10 tahun dan lebih dari 11
tahun.
Karakteristik objek dibagi menjadi:
1) Berat objek
Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh
seseorang adalah 23-25 kg. Mengangkat beban yang terlalu berat akan
mengakibatkan tekanan pada discus pada tulang belakang (deformitas discus).
Deformitas discus menyebabkan derajat kurvatur lumbar lordosis berkurang
sehingga pada akhirnya mengakibatkan tekanan pada jaringan lunak.Selain itu
beban yang berat juga dapat menyebabkan kelelahan karena dipicu peningkatan
tekanan pada discus intervertebral.
2) Besar dan bentuk objek
Ukuran dan bentuk objek juga ikut mempengaruhi tejadinya gangguan otot
rangka. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedikit mungkin dari
tubuh. Lebar objek yang besar dapat membebani otot pundak atau bahu lebih dari
300-400 mm, panjang lebih dari 350 mm dengan ketinggian lebih dari 450mm.
Sedangkan bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan, tidak ada sudut tajam
dan tidak dingin atau panas saat diangkat. Mengangkat objek tidak boleh hanya
dengan mengandalkan kekuatan jari, karena kemampuan otot jari terbatas sehingga
dapat cidera pada jari.
Karakteristik lingkungan keria berupa desain lingkungan kerja. Suatu
lingkungan kerja dikatakan ergonomis apabila secara antropometris, fisiologis,
biomekanis dan psikologis kompatibel. Pertimbangannya perlu memperhatikan
antropometri dan aplikasi elemen mesin terhadap posisi kerja, jangkauan, pandangan,
ruang gerak, interface antara tubuh operator dengan mesin. Di samping itu, teknik
dalam mendesain stasiun kerja harus mulai dengan identifikasi variabilitas populasi
pemakai yang didasarkan pada faktor-faktor seperti: etnik, jenis kelamin, umur, dan
lain-lain. Pendekatan secara sistemik untuk menentukan dimensi stasiun kerja dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut (Tarwaka, 2004):
a. Mengidentifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada etnik,
jenis kelamin dan umur.
b. Mendapatkan data antropometri yang relevan dengan populasi pemakai.
c. Dalam pengukuran antropometri perlu mempertimbangkan pakaian, sepatu,
dan posisi normal.
d. Menentukan kisaran ketinggian dari pekeria utama. Penyediaan kursi dan
meja kerja yang dapat distel, sehingga operator dimungkinkan bekeria dengan
sikap duduk maupun berdiri secara bergantian.
e. Tata letak dari alat-alat tangan, kontrol harus dalam kisaran jangkauan
optimum.
f. Menempatkan display yang tepat sehingga operator dapat melihat objek
dengan pandangan yang tepat dan nyaman.
g. Review terhadap desain stasiun kreja secara berkala.

1. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


CTS adalah salah satu gangguan pada tangan karena tejadi penyempitan pada
terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada terowongan tersebut maupun akibat
kelainan pada tulang tulang kecil tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus
medianus dipergelangan tangan. Kejadian CTS pada populasi diperkirakan 3% pada
wanita dan 2% pada laki laki dengan prevalensi tertinggi pada wanita tua usia >55
tahun, biasanya antara 40-60 tahun. CTS adalah entrapment neuropathy yang paling
sering dijumpai. Nervus Medianus mengalami tekanan pada saat berjalan melalui
terowongan karpal di pergelangan tangan menuju tangan. Penyakit ini biasanya
timbul pada usia pertengahan. Prevalensi terbanyak pada wanita daripada pria
Umumnya pada keadaan awal bersifat unilateral tetapi bisa juga bilateral. Biasanya
lebih berat pada tangan yang dominan. Penyebab CTS diduga oleh karena trauma,
infeksi, gangguan endokrin dan lain-lain, tetapi sebagian tidak diketahui penyebabnya.
Penggunaan tangan yang berlebihan dan repetitif diduga berhubungan dengan
sindroma ini. Gejala dan tandanya yaitu:
1. Gemetar, kram dan kaku pada bagian-bagian tangan.
2. Sakit seperti tertusuk atau nyeri yang menjalar dari pergelangan tangan
sampai lengan terutama pada malam hari.
3. Pergelangan jari tidak terkoordinasi dengan baik.
4. Lemah pegangan, sulit membawa ibu jari menyebrangi 4 jari lainnya, sulit
menggenggam dan ketidakmampuan mengepalkan tangan
5. Sensari terbakar pada jari-jari.
6. Ibu jari terasa lemas
Gejala klinik menunut berbagai penelitian secara umum diawali dengan gangguan
sensasi rasa, seperti parestesia, mati rasa (numbness), sensasi rasa geli (tingling) pada
ibu jari, telunjuk dan jari tengah (persarafan nervus medianus). Timbul nyeri pada
jari-jari tersebut, dapat terjadi nyeri pada tangan dan telapak tangan. Mati rasa dan
sensasi geli makin terjadi pada saat mengetuk dan menggerakan tangan. Nyeri
bertambah hebat pada malam hari hingga terbangun dari tidur malam (nocturnal
pain). Kadang pula pergelangan tangan serasa diikat ketat (tightness) dan kaku gerak
(clumsiness). Selanjutnya kekuatan tangan menurun, kaku, dan terjadi atrofi thenar.

2.8. Manajemen Risiko


A. Identifikasi Potensi Bahaya
Identifikasi potensi bahaya di tempat kerja bisa juga disebut mengenal potensi
bahaya,semakin tinggi intensitas melakukan identifikasi semakin banyak hal-
hal yang berkaitan dengan penyebab terjadinya bahaya yang dapat diketahui
sehingga langkah pencegahan atau pengendalian selanjutnya dapat
dilaksanakan dengan tepat ada dua cara untuk melakukan identifikasi yaitu:
a. Cara langsung (kunjungan ketempat kerja)
1. Mengetahui flow diagram atau alur suatu produksi mulai dari bahan
baku menjadi bahan jadi, bagian-bagian operasi, bahan baku yang
digunakan, bahan penolong, sampah dan lain-lain.
2. Kunjungan ketempat kerja untuk mengetahui potensi bahaya baik
lingkungan maupun peralatan yang digunakan serta cara kerja.
3. Mendapatkan informasi dari pekerja, supervisor, dan petugas lainnya.
b. Cara tidak langsung
Melihat laporan hasil pemeriksaan kesehatan pekerja,hasil pemeriksaan
kesehatan di perusahaan biasanya dikelompokan menurut bagian kerja
sehingga akan terlihat kecendrungan tentang masalah kesehatan pekerja
pada masing-masing bagian. Dengan demikian dapat diketahui secara
epidemologis tentang kondisi kesehatan dan frekuensi kecelakaan
pekerja.
B. Pengukuran dan Evaluasi
Setelah mengetahui adanya potensi bahaya di tempat kerja maka
dilanjutkan dengan pengukuran atau evaluasi,dalam higene perusahaan perusahaan
dikenal dengan sebutan penilaian potensi bahaya (evaluation of hazards),
pengukuran dan pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan peralatan khusus
yang memenuhi standar, pengukuran dan evaluasi dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengukuran lingkungan kerja baik faktor fisik maupun faktor kimia dengan
melakukan sampling dan analisa.
2. Pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja yg meliputi fungsi paru,
pendengaran, spesimen biologis seperti darah, urine, rambut, kuku, lendir dan
sebagainya.
4. Membandingkan hasil pengukuran dengan nilai ambang batas, yaitu suatu
nilai yang ditetapkan dimana pekerja mampu menghadapinya dengan tidak
menimbulkan gangguan kesehatan dalam bekerja dan juga membandingkan
dengan standar hasil pemeriksaan yang ada.
5. Penilaian pada alat, cara dan lingkungan keria yang dapat menimbulkan
kecelakaan kerja.
6. Interpretasi hasil, merupakan langkah terakhir dalam mengevaluasi tempat
keria sebelum memutuskan bahwa seorang pekerja atau sekelompok pekerja
sudah terpapar suatu faktor bahaya dengan beberapa pertimbangan berupa
sifat dari faktor-faktor bahaya atau bahan bersangkutan, intensitas dari
pemaparan dan lamanya pekeria terpapar.
C. Pengendalian
Setelah ditetapkan bahwa faktor hazard sudah menjadi resiko atau sudah
melebihi standar yang ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
upaya pengendalian potensi bahaya (control of hazard) yang dimaksudkan agar
para pekerja terhindar dari gangguan kesehatan atau penyakit dan kecelakaan
akibat kerja. Berbagai cara yang dapat dilakukan dalam pengendalian potensi
bahaya di tempat keria sehingga tidak menjadi bahaya nyata, yaitu sebagai
berikut :
1. Pengendalian secara teknis
Pengendalian secara teknis yakni pengendalian yang ditunjukan terhadap
sumber bahaya atau lingkungan, seperti:
a. Subtitusi, menggantikan bahan-bahan yang berbahaya dengan bahan-bahan
yang kurang atau bahkan tidak berbahaya sama sekali.
b. Isolasi, memisahkan suatu sumber bahaya dengan pekerja, misalnya
pengadaan ruang panel, larangan memasuki tempat keria bagi yang tidak
berkepentingan, dan menutup unit operasi yang berbahaya.
c. Cara basah, dimaksudkan untuk menekan jumlah partikel yang mengotori
udara karena partikel debu mengalami berat.
d. Merubah proses, misalnya pada proses kering dirubah menjadi proses basah
untuk menghindari debu.
e. Ventilasi keluar setempat (local exhaust ventilation), suatu cara yang dapat
menghisap bahan-bahan berbahaya sebelum bahan berbahaya tersebut
masuk ke udara ruang kerja.
f. Ventilasi umum, mengalirkan udara sebanyak-banyaknya menurut
perhitungan ke dalam ruang keria, agar bahan-bahan yang berbahaya itu
lebih rendah dari kadar yang membahayakan.
g. Ketatarumahtanggaan, meliputi pengaturan letak mesin/perkakas,
penyimpanan penimbunan bahan baku dan lain-lain.
h. Mengatur jarak, dimaksudkan agar sumber bahaya yang dipancarkan
dijauhkan dari pekeja yang terpapar.
i. Program pemeliharaan yang cukup.
2. Pengendalian terhadap pekerja.
a. Pemeriksaan kesehatan pendahuluan (pre employment examination)
dimaksudkan untuk mengetahui apakah calon pekerja sesuai dengan pekeriaan
yang akan diberikan baik fisik maupun mentalnya.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala (periodic employment examination) untuk
mengetahui adanya gangguan kesehatan yang timbul akibat pekeriaan yang
dilakukan atau sebagai deteksi dini dari pengaruh pekeriaan tehadap pekerja.
c. Pemeriksaan kesehatan khusus (special employment examination) untuk menilai
adanya pengaruh-pengaruh dari pekejaan tertentu terhadap tenaga kerja atau
golongan tenaga keria tertentu, seperti pekerja yang telah mengalami
kecelakaan atau penyakit lebih dari dua minggu, tenaga kerja berusia 40 tahun,
pekerja wanita cacat, dan lain-lain.
d. Pelatihan dan pendidikan, dimaksudkan agar pekerja lebih dini mengetahui
faktor bahaya yang ada serta mengubah kebiasaan buruk menjadi baik dan hal
ini ditekankan pada sikap mental pekerja.
e. Pemberian informasi sebelum kerja, bertujuan agar pekerja mengetahui dan
mematuhi petunjuk petunjuk yang ada, sehingga dalam bekerja tidak
mengalami gangguan atau bahaya.
f. Mutasi pekeria, bila pekerja tidak cocok di tempat kerja karena pertimbangan
kesehatan dan keselamatan dapat dipindahkan ke tempat lain (melalui
pemeriksaan kesehatan kerja).
g. Mengisolasi pekerja, bila pekerja di tempat kerja terdapat beberapa sumber
bahaya/contaminant seperti debu, bising, gas, panas dan lain-lain, maka pekerja
sebaiknya dibuatkan cabin yang dilengkapi AC seperti halnya cabin operator
alat berat.
h. Alat pemantau perorangan, alat ini akan memberi tanda atau signal bila keadaan
membahayakan.
3. Pengendaliaan secara administratif
Pengendalian secara administratif adalah peraturan-peraturan administrasi yang
mengatur pekerja untuk membatasi waktu kontaknya (pemaparan) dengan faktor
bahaya atau contaminant.
4. Penggunaan APD (personal protective equipment).
APD dibutuhkan apabila bahaya-bahaya yang ada ditempat kerja tidak dapat
dikendalikan secara teknis maupun secara administratif dengan demikian alat
pelindung diri tidak pemah dipertimbangkan sebagai pertahanan yang utama untuk
menghilangkan atau mengendalikan bahaya ditempat kerja yang menyebabkan
gangguan kesehatan atau penyakit dan kecelakaan akibat kerja, macam-macam
alat pelindung diri sebagai berikut:
a. Pelindung telinga ada dua macam yakni sumbat telinga (ear plug), digunakan
apabila intensitas bising antara 85 dBA sampai 100 dBA untuk frekuensi 2.000
sampai 8.000 Hz dan tutup telinga (ear muff) digunakan apabila intensitas
bising sudah diatas 100 dBA, karena alat ini dapat meredam suara sebesar 40
dBA.
b. Pelindung saluran pernafasan, digolongkan dua kelompok besar yaitu digunakan
dalam lingkungan kerja yang udaranya terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia
dimana fungsi respirator ini adalah untuk membersihkan udara dari kontaminan
dan digunakan dalam lingkungan kera yang kurang oksigen.
c. Pelindung tangan (sarung tangan) terdiri atas sarung tengan dari kain terpal
(kanvas) untuk melindungi tangan melepuh karena gesekan, sarung tangan dari
asbes untuk melindungi tangan dari panas, sarung tangan dari kulit sapi atau
kuda untuk keperluan las, sarung tangan panjang dari kulit untuk melindungi
tangan dari bendatajam seperti lembaran logam atau baja, sarung tangan dari
karet untuk melindungi tangan dari asam, basa, larutan dan minyak.
d. Pelindung kaki
Seperti sepatu keselamatan dari karet, umumnya digunakan untuk tempat kerja
yang berair dan mengandung bahan kimia, untuk tempat yang rawan terhadap
jatuhan atau terantuk dilengkapi logam pelindung pada ujungnya.
e. Baju atau pakaian kerja
Baju atau pakaian kerja digunakan untuk melindungi tubuh dari percikan bahan
kimia, percikan bunga api atau logam cair yang panas, paparan radiasi panas
digunakan apron atau celemek, anti dingin bagi yang bekerja di cold surorage.
f. Spectacle goggles dan cup goggles
Terbuat dari plastik dengan tali pengikat kepala. Kegunaannya untuk
melindungi mata dari benda seperti paku, serpihan logam dan batu-batuan.
g. Face shield
Terbuat dari plastik bening dilengkapi dengan pengikat kepala,digunakan untuk
melindungi muka dari benturan benda-benda melayang dan menangani bahan
kimia, penaungan logam cair dan lain-lain.
h. Welding helmet
Merupakan gabungan antara topeng muka dan kaca filter pelindung mata,
digunakan untuk melindungi mata dari pengaruh radiasi non ionnisasi,
ultraviolet pada pekeria las.
i. Cover goggles
Cover goggles digunakan untuk melindungi mata dari benda yang melayang,
debu. Terbuat dari bahan ringan vinyl yang keras atau bahan karet yang lunak
j. Safety hat
Umumnya dibuat dari fiberglass, plastik atau aluminium,tidak menghantar listrik
dan tahan terhadap benturan atau himpitan dan didalamnya dilengkapi jaring tali
yang berfungsi sebagai peredam atau shock, digunakan selain untuk melindungi
kepala dari benturan benda keras dan radiasi sinar matahari
2.9. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada
penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan agar untuk
selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta
dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan
serupa tidak berulang kembali. WHO mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu
kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan sebelumnya sehingga
menghasilkan cedera yang riil (Suma’mur, 2009).
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Peraturan
Menteri Tenaga Keria (Permenaker) Nomor: 03/Men 1998). Berdasarkan UU
No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, kecelakaan keria adalah kejadian
yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang
telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban
manusia maupun harta benda. Sedangkan menurut UU No. 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang teriadi
dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke
rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Salah satu teori yang berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan
kerja yang diusulkan oleh H.W. Heinrich yang dikenal sebagai teori Domino
Heinrich. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa kecelakaan terdiri atas lima
faktor yang saling berhubungan, yaitu kondisi kerja, kelalaian manusia, tindakan
tidak aman, kecelakaan dan cedera, Kelima faktor ini tersusun seperti kartu
domino yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa
kartu lain hingga kelimanya akan roboh bersamaan. Ilustrasi ini mirip dengan
efek domino, jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa
beruntun yang menyebabkan robohnya bangunan lain. Menurut Heinrich, kunci
untuk mencegah kecelakaan adalah dengan menghilangkan tindakan tidak aman
yang merupakan poin ketiga dari lima faktor penyebab kecelakaan yang
menyumbang 98% terhadap penyebab kecelakaan.
Teori Frank E. Bird Petersen mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian
yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan
harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan
sumber energi yang melebihi ambang batas atau struktur. Teori ini memodifikasi
teori Domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan
lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan, antara lain:
a. Manajemen kurang kontrol
b. Sumber penyebab utama
c Gejala penyebab langsung
d. Kontak peristiwa
e. Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda)
Kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor manusia itu sendiri yang menupakan penyebab kecelakaan meliputi
aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja/pengalaman, kurangnya
kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja, perbuatan-
perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokkan fisik dan mental.
Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang
tidak wajar seperti terlalu berani, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian,
melamun, tidak mau bekerjasama dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan
untuk mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai
pekerjaan. Kurang sehat fisik dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan
penyakit. Diperkirakan 85% dari kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan
oleh faktor manusia. Hal ini dikarenakan pekerja itu sendiri yang tidak
memenuhi keselamatan seperti lengah, ceroboh, mengantuk dan lelah.
2. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat
pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Faktor
mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan
dengan suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan
dapat disusun menurut kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dan
pengangkat, teratuh di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau
perkakas yang dipegang dengan manual (tangan), menginjak atau terbentur
barang. luka bakar oleh benda pijar dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari
kecelakaan yang menyebabkan kematian dikarenakan tejatuh, baik dari tempat
yang tinggi maupun di tempat datar. Lingkungan keria berpengaruh besar
terhadap moral pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting
dalam kecelakaan kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (house
keeping), kesalahan disini terletak pada rencana tempat kerja, cara menyimpan
bahan baku dan alat kerja tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin,
ventilasi yang tidak sempurna sehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan
lembab yang tinggi sehingga orang merasa tidak enak kerja. Pencahayaan
yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap, terdapat kesilauan dan tidak ada
pencahayaan setempat.
Klasifikasi kecelakaan kerja adalah sebagai berikut (ILO, 2004):
a. Menurut tipe kecelakaan
Orang jatuh, terpukul benda jatuh, tersentuh terpukul benda yang tidak
bergerak, terjepit diantara dua benda, gerakan yang dipaksakan, terkena suhu
yang ekstrem, tersengat arus listrik dan terkena bahan berbahaya atau radiasi.
b. Menurut benda
1. Mesin: penggerak utama terkecuali motor listrik, gigi transmisi mesin,
mesin pemotong, mesin kayu dan mesin pertambangan.
2. Alat pengangkat dan saranaangkutan: mesin dan perlengkapan pengangkat,
pengangkut diatas rel, alat pengangkut lainnya selain diatas rel pengangkut
udara dan pengangkut perairan.
3. Perlengkapan lainnya: bejana bertekanan, dapur, oven, pembakaran, pusat-
pusat pendingin instalasi listrik (tormasuk motor listrik, tetapi tidak
termasuk peralatan listrik), alat-alat listrik tangan, alat-alat, perkakas,
perlengkapan listrik, tangga jalur landai (ramp) dan perancah.
4. Material, bahan dan radiasi: bahan peledak, serbuk, gas, cairan dan kimia,
pecahan terpelanting dan radiasi
5. Lingkungan kerja: diluar gedung, didalam gedung dan dibawah tanah.
c. Menurut jenis luka: frakturretak, dislokasi, terkilir, gegar otak, amputasi,
memar dan remuk, terbakar, keracunan akut sesak nafas, akibat arus listrik
dan radiasi.
d. Menunat lokasi uka: kepala, leher, badan, tangan dan tungkai.
Tiap kecelakaan merupakan suatu kerugian yang antara lain tergambar
dari pengeluaran dan besarnya biaya kecelakaan. Biaya yang dikeluarkan
akibat terjadinya kecelakaan seringkali sangat besar, padahal biaya tersebut
bukan semata-mata beban suatu perusahaan melainkan juga beban masyarakat
dan negara secara keseluruhan.
Biaya ini dapat dibagi menjadi biaya langsung meliputi biaya atas P3Ki
pengobatan perawatan, biaya angkutan, upah selama tidak mampu bekerja,
kompensasi cacat, biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan, peralatan, mesin
dan biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu
dan beberapa waktu pasca kecelakaan terjadi, seperti berhentinya operasi
perusahaan oleh karena pekerja lainnya menolong korban, biaya yang harus
diperhitungkan untuk mengganti orang yang ditimpa kecelakaan dan sedang
sakit serta berada dalam perawatan dengan orang baru yang belum biasa
bekeria pada pekeraan di tempat terjadinya kecelakaan (Suma'mur, 2009).
Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang penyebab
kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan pada suatu perusahaan diketahui dengan
mengadakan analisis setiap kecelakaan yang terjadi. Metode analisis penyebab
kecelakaan harus benar-benar diketahui dan diterapkan sebagaimana mestinya
selain analisis mengenai penyebab terjadinya suatu peristiwa kecelakaan
untuk pencegahan kecelakaan keria sangat penting artinya dilakukan
identifikasi bahaya yang terdapat dan mungkin menimbulkan insiden
kecelakaan di perusahaan serta mengases besarnya risiko bahaya. Pencegahan
kecelakaan keria ditujukan kepada lingkungan, mesin, peralatan kerja,
perlengkapan kerja dan terutama faktor manusia.
1. Lingkungan
Syarat lingkungan keria dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum, sanitasi, ventilasi udara,
pencahayaan, penerangan di tempat kerja dan pengaturan suhu udara ruang
kerja.
b. Memenuhi syarat keselamatan, meliputi kondisi gedung dan tempat kerja
yang dapat menjamin keselamatan.
c. Memenuhi penyelenggaraan ketatarumahtanggaan, meliputi pengaturan
penyimpanan barang, penempatan dan pemasangan mesin, penggunaan
tempat dan ruangan.
2. Mesin dan peralatan kerja
Mesin dan peralatan keja harus didasarkan pada perencanaan yang baik
dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Perencanaan yang baik
terlihat dari baiknya pagar atau tutup pengaman pada bagian-bagian mesin
atau perkakas yang bergerak, antara lain bagian yang berputar. Bila pagar
atau tutup pengaman telah terpasang, harus diketahui dengan pasti efektif
tidaknya pagar atau tutup pengaman tersebut yang dilihat dari bentuk dan
ukurannya yang sesuai terhadap mesin atau alat serta perkakas yang
terhadapnya keselamatan pekeria dilindungi.
3. Perlengkapan kerja
APD merupakan perlengkapan kerja yang harus terpenuhi bagi pekerja.
APD berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan, yang kesemuanya
harus cocok ukurannya sehingga menimbulkan kenyamanan dalam
penggunaannya.
4. Faktor manusia
Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia meliputi peraturan kerja,
mempertimbangkan batas kemampuan dan ketrampilan pekeria,
meniadakan hal-hal yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan
disiplin kerja, menghindari perbuatan yang mendatangkan kecelakaan,
serta menghilangkan adanya ketidakcocokan fisik dan mental.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Identitas Perusahaan


Nama Perusahaan : P.T. Adi Satria Abadi
Jenis Perusahaan : Garment, Penyamkan Kulit
Alamat Perusahaan : Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta
Jumlah Tenaga Kerja : 226 Karyawan (4 Karyawan kontrak dan 34
karyawan wanita)
Taggal Kunjungan : 22 Desember 2017

3.2. Proses Produksi


1. Bahan yang diperlukan :
a. Bahan Baku: Kulit Kambing, Kulit Domba yang dipasok dari :
1) Lokal : Jawa Timur, Jawa Barat dan Rembang.
2) Impor : Kenya, Nigeria dan Yemen.
b. Bahan Tambahan : Digunakan untuk proses kulit dan pewarnaan kulit
1) NaCl (Garam)
2) Soda Kue
3) Sodium Asetat
4) Pro Enzim
5) Kromosal B
6) Sodium Sulfat
7) Prevantol (Anti Jamur)
8) Bedak
9) Pewarna (sesuai permintaan costumer. Hitam, biru, cokelat, merah, dll)
2. Mesin / Peralatan Kerja yang digunakan :
a. Drum Kayu
b. Mesin Shaving
c. Mesin Setter
d. Drum
e. Batu milling
f. Mesin stacking
g. Mesin buffing
h. Toggle
i. Mesin polish
j. Mesin ukur
k. Mesin packaging
3. Proses Produksi : Proses produksi mulai dari kulit datang sampai
packaging memakan waktu 30 hari (1 siklus)

Kulit kambing dan domba dalam bentuk pickled masuk ke


GUDANG BAHAN UTAMA

KESREK
Proses menghilangkan sisa daging pada kulit

TANNING
Proses pencampuran bahan kimia untuk melemaskan kulit.
selama 3 hari

SHAVING
Proses untuk mengatur ketebalan kulit berdasarkan
permintaan konsumen.
Selama ± 1-2 hari

TRIMMING
Proses merapikan sisi kulit dengan gunting

DYEING
Proses pewarnaan sesuai permintaan konsumen
Selama 2 hari

ENZYN SETTER
Proses pemerasan dan mengoptimalkan luas kulit
HUNGING
Proses pengeringan dengan memanfaatkan sinar matahari
atau blower (jika cuaca buruk)
Selama ± 1 hari

MILLING
Proses pelemasan kulit dengan memukul kulit dengan
bola.
Selama 20 menit

TRIMMING
Proses merapikan sisi kulit dengan gunting

STACKING

POLISH
BUFFING Proses meratakan, menghaluskan dan
Proses meratakan bagian luar kulit. mengkilapkan bagian dalam kulit.

TOGGLING
Proses merentankan mengoven kulit dengan suhu 50-
60C selama 5 menit untuk mendapatkan luas optimal
dan mencegah kerutan pada kulit.

SPRAY
Proses untuk meningkatkan kualitas kulit dan dilakukan
hanya sesuai permintaan konsumen.

GUDANG FINISHING
Pengukuran
Proses pengukuran lembar kulit dengan mesin otomatis.
Packing
Proses mengemas kulit berdasarkan kualitas kulit.
4. Barang yang dihasilkan :
a. Produk Utama : Kulit kambing dan domba untuk bahan baku
pembuatan sarung tangan golf.
b. Bahan Sampingan : Kulit kambing dan domba untuk bahan baku
pembuatan sarung tangan kerja.
Chamois untuk bahan baku pembuatan kanebo.
5. Limbah :
a. Cair : Sisa limbah cair yang dihasilkan selama proses produksi akan
di alirkan dan di proses di Instalasi Produksi Air dan Limbah (IPAL).
Proses ini dilakukan penyaringan zat dan bahan padat yang terkandung,
sehingga terbentuk endapan yang nantinya masuk ke limbah padat dan
limbah cair yang yang lebih bersih. Setelah terurai, air akan dialirkan
ke sungai sebagai tempat pembuangan akhir.
b. Padat : Sisa bahan setelah penyamakan (serbuk bekas kulit), endapan
dari limbah cair, dan sampah rumah tangga tersimpan di TPS. Sebulan
sekali limbah tersebut akan diambil dan dibuang ke daerah Cileungsi,
Bogor.

3.3 Identifikasi Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja


BAHAYA MEKANIK
Jenis Potensi Sumber Bahaya Pengendalian yang Sudah
Bahaya Dilakukan Perusahaan
Benda yang dapat a. Kipas Angin tanpa pelindung -
melukai (gudang)
b. Benda tajam diletakkan Tempat khusus meletakkan
sembarangan (tanning) alat tajam (kurang
c. Bahaya panas mesin emboz kedisiplinan)
-
Benda yang dapat a. Terjepit alat (shaving, SOP pengguanaan
memperangkap tanning, setter, milling, sarungtangan (dg
staking, togling) punishment bila melanggar)

Benda yang dapat a. Tangga tempat manjemur -


membentur (hanging) terlalu rendah
Benda yang dapat a. Lantai licin, basah (shaving, Drainase (kurang adekuat)
menyebabkan jatuh tanning, setter)
dari ketinggian b. Kejatuhan katrol (shaving) -
yang sama
Benda yang dapat a. Tangga curam terbuat dari Pagar pengaman (kurang
jatuh dari kayu (shaving, tanning) adekuat)
ketinggian yang b. Resiko jatuh dari kursi -
berbeda (tanpa sandaran)
c. Resiko jatuh dari lantai 2 -
tanpa pengaman (hanging)
d. Kayu di atap mulai keropos Disatukan dengan paku
(hanging) (disambung)
e. Resiko jatuh karena lift -
barang tidak ada pengaman
(pewarnaan)

BAHAYA LISTRIK
Potensi Bahaya Jenis Potensi Bahaya Sumber Bahaya Pengendalian yang sudah
dilakukan
Bahaya sentuh
- Sentuh Kesetrum Posisi kabel yang Kabel terlapisi bahan
langsung kurang rapi isolator
(hanging)
Percikan api Mesin shaving,
Masin Gerinda
- Sentuh tidak Kesetrum dan Rol kabel yang Merapikan kabel
langsung meledak terlalu banyak stop
kontak T untuk
charge
Bahaya hubungan Kebakaran Kabel rusak Di bungkus dengan
pendek perekat warna hitam
Keetrum dan Panel listrik di tempt Pemberian penutup pada
Kebakaran umum (tanning) panel listrik

BAHAYA BAHAN KIMIA


Potensi Bahaya Nama bahan Jenis Potensi Sumber Bahaya Pengendalian
Bahaya yang sudah
dilakukan
Bahan iritatif a. Sodium Iritasi kulit dan Sodium 1. Pekerja
asetat mata, hidroxida dekat menggunakan
b. Soda kue menyebabkan dengan sumber sarung tangan
c. Chromosol B
iritasi membran listrik karet, masker
d. Diopal
mukosa saluran dan sepatu
pernafasan boot.
2. Drum atau
wadah diberi
tanda dan
peringatan
bahaya.
3. Drum yang
berisi bahan
kimia iritatif
ditutup rapat.
Bahan reaktif a. Novaltan Kulit Formalin di 1. Pekerja
dan korosif b. Alto oil melepuh,iritasi kulit kambing menggunakan
c. Icatan 300 mata dan sarung tangan
d. Formic acid
saluran nafas, karet, masker
muntah, diare, dan sepatu
karsinogenik boot.
terhadap paru- 2. Drum atau
paru wadah diberi
tanda dan
peringatan
bahaya.
3. Drum yang
berisi bahan
kimia iritatif
ditutup rapat.
Bahan a. Minyak Kebakaran Sodium asetet, 1. Dijauhkan
Flamable b. Solar tempat kerja, Formic acid di dari sumber
c. Bensin iritasi kulit, simpan di ruang api.
d. Novaltan
mata dan kurang dingin 2. Terdapat
e. Alto oil
saluran tanda mudah
pernafasan terbakar.
3. Diletakkan
ditempat
datar, sejuk,
mudah
disejukkan.
4. Menyediakan
APAR
didekat bahan.

BAHAYA KEBAKARAN DAN PELEDAKAN


Potensi Pengendalian yang sudah
Jenis Potensi Bahaya Sumber Bahaya
Bahaya dilakukan
A Bahan 1. Bahan-bahan kimia 1. Bahan Kimia 1. Bahan kimia yang
mudah yang mudah - Formic acid 94% mudah terbakar
terbakar terbakar di ruang - Amonia diletakkan diruang
Chemical dan - Bahan bakar minyak terbuka dan diberi
ruang Dying. - Limbah B3 (Bahan atap.
2. Percikan api antara Berbahaya Beracun) 2. Terdapat tanda / logo
pisau dan gerinda - Pellan 802 "mudah terbakar" pada
pada mesin 2. Kayu drum.
shaving. -atap bangunan yang 3. Menjauhkan drum
3. Bahan Kulit yang terbuat dari bahan kimia dari
diproduksi anyaman rotan/bambu sumber api.
beresiko mudsh -Lantai dan dinding 4. Terdapat keterangan
terbakar. terbuat dari kayu "dilarang merokok"
- alat tanning terbuat pada disemua ruangan
dari kayu dan memberikan
3. Kulit sanksi yang tegas bila
4. Sampah melanggar
5. Exhaust fan sesuai
standar
6. Reduksi,
penyimpanan,
pengumpulan,
pengangkutan,
pemanfaatan,pengolah
an, dan penimbunan
7. Isolasi ruangan dan
pengecekan tempat
penyimpanan bahan
bakar (solar, bensin)
secara berkala sesuai
SOP
8. Pemakaian APD pada
seluruh karyawan
sesuai dengan SOP
9. Terdapat APAR dan
tenaga kerja dibekali
dengan pelatihan
penggunaan APAR.
B. Sumber - Boiler - Oven 1. Boiler digunakan
energy - Mesin toggle - listrik konslet untuk mendidihkan air
- Mesin produksi tanpa menggunakan
- Travo
tekanan (manometer
0).
2. Terdapat tanda
peringatan apabila
mesin sedang dipakai.
3. Exhaust fan sesuai
standar.
4. Pemberian tanda
peringatan "tegangan
tinggi”.
5. Pemeriksaan kabel-
kabel listrik secara
berkala.
6. Terdapat APAR dan
tenaga kerja dibekali
dengan pelatihan
penggunaan APAR.

C. Bahan Tangki minyak tanah, 1. Diletakkan di tempat


Mudah oli, dan solar yang Tangki minyak tanah, yang jauh dari alat
Meledak berada diruang oli dan solar. yang menghasilkan
Maintenance percikan api.
2. Memasang tanda /
logo "mudah
meledak".
3. Terdapat keterangan
"dilarang merokok"
pada disemua ruangan
dan memberikan
sanksi yang tegas bila
melanggar.
4. Diletakkan ditempat
datar, sejuk, mudah
dipindahkan.
5. Isolasi ruangan dan
pengecekan tempat
penyimpanan bahan
mudah meledak secara
berkala sesuai SOP.
6. Pemakaian APD pada
seluruh karyawan
sesuai dengan SOP
7. Terdapat APAR dan
tenaga kerja dibekali
dengan pelatihan
penggunaan APAR.
B Alat atau - Ledakan - Mesin Spray 1. Isolasi ruangan dan
mesin - Mesin pemanasan pengecekan tempat
dengan - Mesin dying penyimpanan bahan
tekanan mudah meledak secara
tinggi berkala sesuai SOP.
2. Terdapat APAR dan
tenaga kerja dibekali
dengan pelatihan
penggunaan APAR.

ALAT PEMADAM API RINGAN (APAR)


Jenis Jumlah Penempatan Pemeriksa Keterangan
Ruangan Jumlah an
Dry Chemical 12/21 1. R. Tanning 1 Quality - Alat di letakkan
Powder(CO2) 2. R. Enzyn setter 1 Control pada posisi yang
3. R. Hunging 1 dilakukan 6 cukup strategis
4. R. Chemical 1 bulan dan mudah di
5. R. Maintenance 1 sekali. jangkau sekitar
6. R. Milling 1 15 meter antara
7. R. Stacking 2 Expired satu alat dengan
8. R. Toggling 1 Date rata- yang lain.
9. R. Finishing 1 rata sekitar - Tidak semua
10. Pintu masuk 1 bulan tabung APAR
11. R. Spraying 1 Februari CO2 dapat
2018 dilihat. Selain
Terdapat yang disebutkan,
beberapa berada di lantai
APAR yang atas gedung
sudah perusahaan dan
expired tidak di
kunjungi.
- Segel utuh
- Warna tabung
jelas terlihat.

Alat pemadam api ringan (fire extinguisher) yang biasa disingkat dengan
APAR adalah alat yang digunakan untuk memadamkan api atau mengendalikan
kebakaran kecil. Pada umumnya APAR berentuk tabung yang diisikan dengan bahan
pemadam api yang bertekanan tinggi. Dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja
(K3), APAR merupakan peralatan wajib yang harus dilengkapi oleh setiap
perusahaan dalam mencegah terjadinya kebarakan yang dapat mengancam
keselamatan kerja dan aset perusahaan.
Dalam hal penggunaan APAR, PT Adi Satria Abadi mengunakan APAR jenis
serbuk kimia (dry chemical powder) terdiri dari serbuk kering kimia yang merupakan
kombinasi dari mono-ammonium dan ammonium sulfta. APAR jenis ini tidak
disarankan untuk digunakan dalam industri karena akan mengotori dan merusak
peralatan. APAR yang tercatat dalam perusahaan ini berjumlah 22 tetapi yang dapat
terlihat hanya 8 buah.

ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


No LOKASI POTENSI APD YANG APD YANG PEMAKAIA
. BAHAYA DIPERLUKA DISEDIAKA N
N N
1. Ruang Fisika Masker,sarung Masker, Hanya
bahan baku (Mekanik), tangan lateks, sarung tangan sebagian yang
Bau, Biologis head cap memakai
(parasit, APD
jamur),
ergonomis
2. Tanning Fisika Masker, sarung Masker, Hanya
(Mekanik, tangan lateks, sarung tangan, sebagian yang
lantai licin, earmuff, helm, apron, dan memakai
Bising), apron, baju kapas APD
Kimia kerja khusus,
(Bahan kimia sepatu safety
berbahaya),
ergonomis
(angkat-
angkut dan
posisi
pengoperasia
n mesin)
3. Enzym Fisika Masker Masker dan Hanya
Setter (Mekanik, Khusus, head kapas sebagian yang
Bising), cap, sarung memakai
Kimia tangan kain APD
(Debu), pelindung,
ergonomis earmuff, dan
No LOKASI POTENSI APD YANG APD YANG PEMAKAIA
. BAHAYA DIPERLUKA DISEDIAKA N
N N
(posisi kerja google
berdiri)
4. Shaving Fisika Masker khusus, Masker, Hanya
(Mekanik, head cap, sarung tangan sebagian yang
Bising, sarung tangan kain, dan memakai
flame/percika kain, apron, ear kapas APD
n api), muff, dan
Biologis kacamata
(Debu),
ergonomis
5. Pewarnaan/ Bahan kimia Masker, apron, Masker, Hanya
Dyeing berbahaya sarung tangan apron, sarung sebagian yang
dan bau/uap karet, google, tangan kain, memakai
zat kimia, zat sepatu safety sepatu safety APD
mudah
terbakar
6. Hanging bising, zat Masker, sarung Masker, Hanya
kimia pada tangan, ear sarung tangan sebagian yang
kulit, plug/ear muff, kain, dan memakai
ergonomis kacamata. kapas APD
7. Miling Mekanik, Masker, sarung Masker dan Hanya
Bising, Zat tangan, sepatu sarung tangan sebagian yang
kimia pada safety, ear kain, dan memakai
kulit, plug/ear muff kapas APD
ergonomis
8. Stacking Fisika Masker, sarung Masker, Hanya
(Jatuhan tangan kain, sarung tangan sebagian yang
benda dan dan safety kain memakai
Panas), shoes APD
Kimia
ergonomis
9. Polis/ampla Debu, Masker N95, Masker kain Hanya
s Mekanik, head cap, modifikasi, sebagian yang
Panas, bising, sarung tangan sarung tangan memakai
ergonomis khusus, ear kain APD
No LOKASI POTENSI APD YANG APD YANG PEMAKAIA
. BAHAYA DIPERLUKA DISEDIAKA N
N N
plug, kacamata modifikasi,
dan kapas
10. Toggling Fisika Masker, sarung Masker, Hanya
(Jatuhan tangan, helm, sarung tangan sebagian yang
benda dan apron, kain, apron memakai
Panas), kacamata, APD
mekanik, sepatu safety
ergonomis
11 Spraying Fisika (Iklim Masker khusus Masker, Hanya
kerja panas dengan filter, sarung tangan sebagian yang
dan lembab, sarung tangan kain, apron memakai
Bising), lateks, apron, APD
Kimia (Uap kacamata,
dan sepatu safety
penyimpanan
yang tidak
beraturan.
11. Pengukuran Ergonomis sarung tangan Masker, Hanya
kulit dan sarung tangan sebagian yang
packing memakai
APD

ORGANISASI K3
Organisasi Program Keterangan
P2K3 Job Safety Analysis Tidak Ada,
Tim P2K3 telah terbentuk ± 1 tahun yang lalu,
berjumlah 8 orang yang terdiri atas:
1. Ketua, direktur perusahaan
2. Sekretaris, ahli K3
3. Seksi kecelakaan kerja
4. Seksi kesehatan
5. Seksi kesehatan lingkungan
6. Seksi pemadam kebakaran
7. Seksi kelistrikan
8. Seksi mekanik dan bangunan.
Evaluasi SOP Pernah dilakukan evaluasi awal, tetapi selanjutnya
tidak dilakukan evaluasi ualng.
Organisasi Program Keterangan
Identifikasi Potensi Bahaya kebakaran dilakukan melalui bantuan
Bahaya Dinas Pemadam Kebakaran saat pelatihan
pemadam kebakaran.
Pengujian Lingkungan Pengujian dilakukan dengan bantuan dari Dinas
Kerja Ketenagakerjaan setiap 6 bulan sekali.
Pengujian Keselamatan Pernah dilakukan dengan balai hiperkes.
Kerja
Unit Penanggulangan Setiap unit memiliki anggota yang telah dilatih,
Tanggap Kebakaran : tetapi belum dibentuk regu khusus.
Darurat Identifikasi Potensi Ada, dibantu oleh Dinas Pemadam Kebakaran
Bahaya Kebakaran
Regu Pemadam Tidak ada, namun telah dilatih 2 orang di setiap
Kebakaran unit produksi.
APAR Terdapat total 22 Unit APAR, tersebar pada unit-
unit dengan potensi kebakaran yang lebih tinggi.
Kadaluarsa APAR tercatat pada Februari-Maret
2018. Sebagian besar dilakukan pengecekan 1
tahun sekali, tetapi terdapat beberapa APAR yang
tidak dilakukan pengecekan berkala. Terdapat
APAR yang overcharge dan undercharge (jarum
kuning penunjuk tekanan berada di luar area hijau
pada manometer APAR), diperiksa oleh
perusahaan pihak ketiga (CV Wahana Tunggal)
setahun sekali.
Alat Pemadam APAR dengan isi dry chemical
Kebakaran Tidak Ada
-Hydrant System Tidak Ada, tetapi perusahaan bekerja sama dengan
-Sprinkler CV. Wahana Tunggal dengan jarak tempuh ± 30
menit.
Sistem Alarm Tidak ada
Kebakaran : Tidak ada
-Alarm Otomatis Tidak ada
-Alat Deteksi Api Dini
-Ruang Panel
Kebakaran
Jalur Evakuasi Ada, terdapat tanda penunjuk arah evakuasi namun
jumlahnya masih kurang dan belum menggunakan
tanda yang bersifat fluorescent.
Tanda evakuasi mengarah menuju Lorong utama
(2 lorong) menuju Assembly Point (Titik
Berkumpul)
Assembly Point Area lapangan yang terletak di Depan masjid dan
depan gedung pabrik dengan luas + 500m2
DATA KECELAKAAN KERJA
Kecelakaan kerja yang dapat terjadi di PT.ASA adalah terjepitnya jari pekerja
di mesin shaving. Mesin shaving tersebut sudah memiliki sensor otomatis, yaitu
apabila jari pekerja masuk ke dalam mesin, mesin secara otomatis akan mati. Adanya
sensor otomatis ini menghindarkan pekerja dari kecelakaan kerja yang fatal. Selama
ini kecelakaan kerja yang terjadi berupa memar-memar dan satu kejadian terjepitnya
jari pekerja di unit teknisi ketika sedang memperbaiki mesin. Kecelakaan ini
menyebabkan jari pekerja haru diamputasi satu ruas jari telunjuk.
Sepanjang tahun 2017 (Januari s.d September) dinyatakan terdapat tiga kasus
kecelakaan kerja yang bersifat minor berupa tergoresnya punggung tangan pekerja
oleh mesin pada proses shaving.
PT. ASA belum menerapkan sistem laporan kecelakaan kerja. Tugas ini
seharusnya dilakukan oleh oraganisasi P2K3, tetapi sumber daya manusia yang
bekum memadai menjadi kendala yang sangat bermakna bagi perusahaan ini.
Perusahaan ini memiliki klinik dengan dokter umum yang bertugas hanya pada hari
Selasa dan Jumat dari 08.00-14.00 WIB.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Terdapat potensi bahaya kecelakaan kerja pada aspek bahaya Fisika, Kima,
Biologis, dan Ergonomis yang tidak dilakukan identifikasi secara berkala dan
komprehensif.
2. Peusahaan telah menggunkan penggunaan APD tetapi belum maksimal.
3. Pelaksanaan K3 di perusahaan ASA masih kurang tergambar dari penggunaan
APD, safety bangunan, dan infrastruktur
4. Tim P2K3 belum terbentuk
5. Unit tanggap darurat bahaya kebakaran belum ada secara khusus

B. Saran
1. Melakukan identifikasi secara berkala dan komprehensif terhadap potensi
bahaya kecelakaan kerja pada aspek bahaya Fisika, Kima, Biologis, dan
Ergonomis
2. Meningkatkan jenis dan kesesuaian APD dengan bahaya potensial yang
terdapat di Perusahaan dan meningkatkan kesadaran masing – masing
individu pekerja terhadap penggunaan APD terutama pada unit dengan bahaya
potensial tinggi
3. Memberikan tanda peringatan bagi mesin permukaan panas
4. Menutup rapat semua bahan kimia berpotensi meledak

Anda mungkin juga menyukai