Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS KUNJUNGAN INDUSTRI

HOME INDUSTRI BAKPIA DIKA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :
Redhy Satya Caesarinka 20174011001

Lutfi Trisna Oktaningrum 20174011051

Arifin Nugroho 20174011053

Aulia Rahmah 20174011054

Rianti 20174011078

Aprilliana Risma Nugrahella 20174011110

PUSKESMAS SEDAYU II
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUSKUNJUNGAN INDUSTRI


HOME INDUSTRI BAKPIA DIKA

Disusun oleh:
Redhy Satya Caesarinka 20174011001

Lutfi Trisna Oktaningrum 20174011051

Arifin Nugroho 20174011053

Aulia Rahmah 20174011054

Rianti 20174011078

Aprilliana Risma Nugrahella 20174011110

Mengetahui
DosenPembimbing IKM FKIK
UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta

dr. Denny AnggoroPrakoso, MSc


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kecelakaan kerja merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada pekerja
di perusahaan. Kecelakaan kerja ini biasanya terjadi karena faktor dari pekerja itu sendiri dan
lingkungan kerja yang dalam hal ini adalah dari pihak pengusaha. Keselamatan dan kesehatan
kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-
Undang RI Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan
dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan
tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat
diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi,
unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi
juga mental, emosional dan psikologi (Hadiguna,2009).
Menurut H. W. Heinrich dalam Notoatmodjo (2007), penyebab kecelakaan kerja yang
sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak
aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan. Penyebab
kecelakaan kerja di Indonesia adalah perilaku dan peralatan yang tidak aman (Prastyo, 2012).
Berdasarkan laporan yang disampaikan Dirjen Pembinaan Pengawas Ketenagakerjaan
Kemenakertrans Muji Handaya seusai menyampaikan hasil Pertemuan Asia-Europe Meeting
(ASEM) Workshop on National Occupational Safety and Health (OSH) bahwa angka
kecelakaan kerja di Indonesia tergolong tinggi dibanding sejumlah negara di Asia dan Eropa,
pada tahun 2010 kecelakaan kerja di Indonesia tercatat sebanyak 98.711 kasus. 1.200 kasus di
antaranya mengakibatkan pekerja meninggal dunia dan menurut Muji Handaya bahwa dengan
angka kecelakan kerja tersebut, rata-rata ada tujuh pekerja yang meninggal dunia setiap hari
(Djumena, 2011). International Labour Orgnization (ILO) pad atahun 2012 memberikan angka
kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian dalam 100.000 pekerja Indonesia. ILO juga
mencatat bahwa setiap tahunnya Indonesia mendapatkan 99.000 kecelakaan dengan 70% di
antaranya menyebabkan kematian dan cacat seumur hidup. Kecelakaan kerja Indonesia telah
membuat negara rugi hingga Rp. 280 Triliun.
Angka kecelakaan kerja di Yogyakarta pada tahun 2013 mencapai 1.34 kasus. Dari
jumlah kasus kecelakaan kerja ini, 651 kasus merupakan kecelakaan dalam lokasi kerja.
Sisanya 460 kasus diakibatkan lantaran kecelakaan lalu lintas saat jam kerja dan 236 kasus
disebabkan kecelakaan diluar tempat kerja yang karena bukan kecelakaan lalu lintas.
Kesehatan kerja merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam dunia industri.
Karena ada 2 hubungan timbal balik antara kesehatan yang mempengaruhi pekerjaan dan
pekerjaan yang berpengaruh pada kesehatan. Tujuan kesehatan kerja juga untuk mencegah
terjadinya faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja, diantaranya beban kerja (fisik,
mental), kapasitas kerja (usia, jenis kelamin, ukuran tubuh, status kesehatan/gizi, ketrampilan),
dan lingkungan kerja (fisik,kimia,biologi, psikologi, ergonomi). Beban kerja, kapasitas kerja,
dan lingkungan kerja yang tidak terkendali dapat menyebabkan kecelakaan kerja yang
berakibat luka-luka pada pekerjanya, penyakit, cacat dan bahkan kematian. Selain itu efisiensi
dan produktivitas pekerja dan perusahaan juga bisa menurun. Oleh karena itu upaya
pengaturan beban kerja dan kapasitas kerja serta perlindungan pekerja dari bahaya perlu
dilakukan agar mencapai produktivitas kerja yang maksimal. Perusahaan besar di Kecamatan
Sedayu salah satunya adalah PT. Paradise Island Furniture. Perusahaan ini baru berdiri kurang
lebih 15 tahun yang lalu, sehingga sudah dilakukan evaluasi terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Namun terakhir dievaluasi sekitar 5 tahun yang lalu.
Berdasarkan hal tersebut dari kunjungan kedokteran industri ini akan dievaluasi dan
dibahas mengenai tingkat Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Industri Bakpia Dika.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka rumusan masalah
dari kunjungan kedokteran industri ini adalah“Bagaimana tingkat Kesehatan dan Keamanan
Kerja bagi karyawan di Industri Bakpia Dika?

1.3. Tujuan

Tujuan kunjungan kedokteran industri ini adalah untuk mengetahui tingkat


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Industri Bakpia Dika.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil kunjungan kedokteran industri ini bermanfaat sebagai pengetahuan bagi


pelayanan kesehatan masyarakat mengenai kondisi perusahaan dan para pekerja yang nantinya
akan menjadi evaluasi dan monitoring keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan Industri
Bakpia Dika.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kedokteran Okupasi atau Kedokteran Kerja


Cabang kedokteran komunitas yang memberikan perhatian khusus kepada
komunitas pekerja adalah kedokteran okupasi (occupational medicine) atau kedokteran
kerja. Kedokteran okupasi melakukan intervensi kesehatan yang ditujukan kepada para
pekerja dan lingkungan kerjanya, yang bersifat pencegahan primer (health promotion,
specific protection), sekunder (early detection and prompt treatment), dan tersier
(disability limitation, rehabilitation, prevention of premature death). Kedokteran
okupasi atau kedokteran kerja juga dikenal dengan nama hiperkes medis.
Kedokteran okupasi melakukan penilaian tentang berbagai risiko dan bahaya
(hazard) di tempat kerja bagi kesehatan pekerja, dan menerapkan upaya pencegahan
penyakit dan cedera, serta meningkatkan kesehatan populasi pekerja. Dokter okupasi
melakukan upaya menurunkan risiko, mencegah terjadinya penyakit dan cedera akibat
kerja, dengan menerapkan ventilasi setempat, penggunaan peralatan protektif
perorangan, perubahan cara bekerja, dan vaksinasi. Dokter okupasi melakukan
surveilans kesehatan melalui skrining/ pemeriksaan kesehatan secara berkala (Agius
dan Seaton, 2005).
Dokter okupasi juga melakukan pencegahan tersier, yakni melakukan upaya
pelayanan medis perorangan pasca penyakit untuk membatasi kecacatan, disfungsi sisa,
dan kematian, melakukan rehabilitasi, dan mencegah rekurensi penyakit, untuk
memulihkan dan meningkatkan derajat kesehatan masing-masing pekerja.
Dokter okupasi juga memberikan pelayanan medis langsung kepada pekerja
yang sakit.Dokter okupasi menaksir besarnya masalah dan memberikan pelayanan
kuratif untuk mengatasi masalah penyakit yang dialami pekerja. Dokter okupasi
melakukan penatalaksanaan medis terhadap gangguan-gangguan penyakit penting yang
berhubungan dengan pekerjaan, mencakup pernapasan, kulit, luka bakar, kontak
dengan agen fisik atau kimia, keracunan, dan sebagainya. Dokter okupasi menganalisis
absensi pekerja, dan menghubungkannya dengan faktor-faktor penyebab (Agius dan
Seaton, 2005).
Semua kegiatan kedokteran okupasi tersebut ditujukan untuk melindungi,
memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Derajat kesehatan yang
optimal memberikan kontribusi bagi kinerja perusahaan, seperti produktivitas, laba
(profitability), dan kelangsungan hidup (survival) (Segal, 1999). Peningkatan derajat
kesehatan pekerja akan meningkatkan produktivitas laba, dan kelangsungan hidup
perusahaan.

2.2. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera.Sedangkan pengertian secara keilmuan
adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia
merdeka menimbulkan konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut
juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah
terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya.
Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka
disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang
selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga
kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka
dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl
No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan
perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik
di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga
mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang
mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan,
sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan
upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat,
meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu
pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
2.3. Faktor - faktor Kesehatan Kerja
2.3.1. Fisika
Faktor fisika yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
1) Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress
dan ketulian
2) Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, ruang perawatan dan kantor
administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
3) Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4) Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi
5) Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,
penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat
membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
1) Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
2) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3) Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5) Pelindung mata untuk sinar laser
6) Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah
2.3.2. Kimia
Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan kimia
yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan
menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan
kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau kabut
dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara lain:
1) Inhalasi (menghirup)
Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun dapat masuk ke
dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar lima liter
udara permenit yang mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa zat,
seperti fiber/serat, dapat langsung melukai paru-paru. Lainnya diserap ke
dalam aliran darah dan mengalir ke bagian lain dari tubuh.
2) Pencernaan (menelan)
Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang
terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau makan di
lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat tertelan saat
dihirup, karena bercampur dengan lendir dari mulut, hidung atau tenggorokan.
Zat beracun mengikuti rute yang sama sebagai makanan bergerak melalui
usus menuju perut.
3) Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasive
Beberapa di antaranya adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh
darah, biasanya melalui tangan dan wajah. Kadang-kadang, zat-zat juga
masuk melalui luka dan lecet atau suntikan (misalnya kecelakaan medis).
Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan
kerja akibat bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan
kerja secara teknis sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja
tidak melampaui nilai ambang batas (NAB).
2.3.3. Biological
Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti pekerja
di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam perkantoran yaitu
indoor air quality, banyak menghadapi berbagai penyakit yang disebabkan virus,
bakteri atau hasil dari pertanian, misalnya tabakosis pada pekerja yang
mengerjakan tembakau, bagasosis pada pekerja - pekerja yang menghirup debu-
debu organic misalnya pada pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,.
Penyakit paru oleh jamur sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu organik,
misalnya pernah dilaporkan dalam kepustakaan tentang aspergilus paru pada
pekerja gandum. Demikian juga “grain asma” sporotrichosis adalah salah satu
contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur kuku
sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah atau bila
mereka terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air seperti pencuci. Agak
berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja lainnya, faktor biologis
dapat menular dari seorang pekerja ke pekerja lainnya. Usaha yang lain harus pula
ditempuh cara pencegahan penyakit menular, antara lain imunisasi dengan
pemberian vaksinasi atau suntikan, mutlak dilakukan untuk pekerja-pekerja di
Indonesia sebagai usaha kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa imunisasi
dengan vaksin cacar terhadap variola dan dengan suntikan terhadap kolera,
tipus dan para tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi
terhadap TBC dengan BCG yang diberikan kepada pekerja pekerja dan
keluarganya yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi terhadap
difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan usaha
kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju diberikan
pula imunisasi dengan virus influenza.
2.3.4. Ergonomi
Ergonomi adalah studi tentang hubungan antara pekerjaan dan tubuh manusia.
Prinsip ergonomi adalah mencocokkan pekerjaan untuk pekerja. Industri barang
dan jasa telah mengembangkan kualitas dan produktivitas. Restrukturisasi
proses produksi barang dan jasa terbukti meningkatkan produktivitas dan
kualitas produk secara langsung berhubungan dgn disain kondisi kerja. Pengaturan
cara kerja dapat memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan
dan kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin
pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan hambatan dan
risiko. Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus diatur
sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan.
Tempat - tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk pekerja-
pekerja dan pekerja-pekerja harus diberi kesempatan yang cukup untuk
menggunakannya.
Pencegahan atau meminimalkan bahaya ergonomis antara lain :
1) Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi sandaran, kursi /
bangku dan / atau tikar bantalan untuk berdiri.
2) Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pada posisi
netral, rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
3) Jika memungkinkan, pertimbangkan rotasi pekerjaan dan memberikan
istirahat yang teratur dari pekerjaan intensif. Hal ini dapat mengurangi risiko
kram berulang dan tingkat kecelakaan dan kesalahan.
2.3.5. Psikis
Bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis
ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti :
penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian,
motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga
kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta
hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi
kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
1) Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap
setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan,
maka hal ini dinamakan stress.
2) Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan
kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
3) Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah
tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma
bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.
2.4. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja.Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal
dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat
kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
Di dalam peraturan perundang-undangan ditetapkan bahwa syarat-syarat
keselamatan kerja yakni:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan Mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran
2. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
3. Memberi kesempatan, atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian lain yang berbahaya
4. Memberi pertolongan pada kecelakaan
5. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
6. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar,
radiasi, suara dan getaran
7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan
8. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
9. Menyelenggarakan udara yang cukup
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
11. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
12. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya
13. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman,
atau barang
14. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
15. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
16. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
2.5. Data Industri
Nama Perusahaan : Home Industri Bakpia Dika
Alamat : Perum Taman Sedayu Blok H No. 11 Sedayu
Berdiri : Sejak Tahun 2009
Jumlah Pekerja : 18 karyawan
Hari kerja : Senin - Minggu
Jam kerja : 07.00 – Selesai (tergantung jumlah dan permintaan produksi)
Bidang Usaha : Industri Makanan Ringan

BAB III
METODE KEGIATAN
3.1 Kegiatan Kunjungan
Kunjungan industri dilakukan dengan melakukan observasi langsung kepada karyawan
industry dan proses produksi.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi industri di Perum Taman Sedayu Blok H No. 11 Sedayu, Kabupaten Bantul
DIY.
3.2.2 Waktu Penelitian
Hari Selasa tanggal 26 Maret 2019 Pukul 11.00 WIB

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi langsung disertai
pengambilan gambar keadaan industri.

BAB IV

PEMBAHASAN
Dari hasil observasi tempat kerja yang telah dilakukan, terdapat beberapa kekurangan
mengenai keselamatan kerja, seperti yang telah dijelaskan di atas. Kecelakaan terjadi karena
tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan
merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Diantara kondisi yang kurang aman salah
satunya adalah suhu ruangan yang tinggi, dan tidak tersedianya exhaust fan.

Pada industri yang kami observasi yaitu Industri Bakpia Dika, diperoleh data bahwa
kondisi di dalam gudang tempat kerja tersebut terasa panas dengan udara pengap sehingga
kadang dapat menyebabkan sesak nafas. Hal tersebut cukup berisiko terhadap kondisi tubuh
yaitu dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi pada karyawan yang bekerja, alangkah baiknya
apabila terdapat exhaust fan dan cukup tersedianya air minum di tempat kerja dengan
disediakan dispenser.

Selain itu, di industri ini kami tidak mendapatkan adanya penggunaan benda tajam
dalam proses produksi, namun dalam proses produksi karyawan tidak menggunakan alat
pelindung diri sebagaimana mestinya yang dapat meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja.
Faktor pencahayaan cukup sehingga mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja saat
pekerja kurang berhati – hati. Ditempat produksi Bakpia Dika juga belum tersedia kotak P3K
sebagai penanganan awal jika terjadi kecelakaan kerja.

Mengenai limbah sendiri, industri belum mempunyai tempat pengolahan limbah IPAL
yang memadai dan membuang limbah ke septik tank walaupun dalam proses produksi tidak
menggunakan bahan kimia. Para pekerja industri diberikan kewajiban untuk bekerja selama
lebih dari 8 jam setiap harinya selama tujuh hari dalam satu minggu tanpa adanya rotasi dan
shift, namun pekerja diperbolehkan mengambil cuti jika ada keperluan dan terdapat libur pada
hari – hari besar keagamaan. Hal tersebut dapat menyebabkan meningkatnya tingkat stress dan
kelelahan pada pekerja. Para pekerja diberikan makanan siang pada jam istirahat setiap harinya.
Selain itu, pekerja juga belum semuanya terdaftar sebagai anggota BPJS kesehatan sehingga
apabila terdapat pekerja yang sakit atau terjadi kecelakaan kerja bagi pekerja yang belum
meiliki BPJS harus berobat menggunakan biaya pribadi.

Identifikasi Faktor Bahaya

Faktor Bahaya Tingkat Bahaya Risiko


Ergonomis Posisi pekerja saat Durasi: Pekerja bekerja selama lebih dari - Low Back Pain
melakukan proses 8 jam dalam sehari -Sindrom Kauda
produksi, Intensitas: Tidak ada rotasi pegawai, Equina
dilakukan dengan namun terdapat istirahat selama 1 jam
duduk di kursi untuk makan siang.
kursi kayu, kadang Frekuensi: Kegiatan dilakukan setiap
hanya jongkok atau hari dari Senin sampai Minggu, kecuali
duduk di lantai. hari – hari besar keagamaan (selain hari
tersebut, karyawan dapat mengambil cuti
sesuai dengan keperluan masing - masing)
Penggunaan meja Durasi: Pekerja bekerja selama lebih dari - Tendinitis
untuk kegiatan 8 jam dalam sehari -Frozen
produksi hanya Intensitas: Tidak ada rotasi pegawai, Shoulder
pada proses namun terdapat istirahat selama 1 jam
pencetakan bakpia. untuk makan siang.
Frekuensi: Kegiatan dilakukan setiap
hari dari Senin sampai Minggu, kecuali
hari – hari besar keagamaan (selain hari
tersebut, karyawan dapat mengambil cuti
sesuai dengan keperluan masing - masing)
Psikis Tuntutan kerja Durasi: Pekerja bekerja selama lebih dari - Stress
dengan intensitas 8 jam dalam sehari
tinggi. Intensitas: Tidak ada rotasi pegawai,
namun terdapat istirahat selama 1 jam
untuk makan siang.
Frekuensi: Kegiatan dilakukan setiap
hari dari Senin sampai Minggu, kecuali
hari – hari besar keagamaan (selain hari
tersebut, karyawan dapat mengambil cuti
sesuai dengan keperluan masing - masing)
Biologi Posisi pekerja tidak Durasi: Pekerja bekerja selama lebih dari - Iritasi
menggunakan alat 8 jam dalam sehari -Kecelakaan
pengaman diri saat kerja
melakukan Intensitas: Tidak ada rotasi pegawai,
pekerjaan. namun terdapat istirahat selama 1 jam
untuk makan siang.
Frekuensi: Kegiatan dilakukan setiap
hari dari Senin sampai Minggu, kecuali
hari – hari besar keagamaan (selain hari
tersebut, karyawan dapat mengambil cuti
sesuai dengan keperluan masing - masing)
Kimia Proses produksi - -
tidak
menggunakan
tambahan bahan
kimia.
Fisik Tempat produksi Durasi: Pekerja bekerja selama lebih dari - ISPA
berada dalam 8 jam dalam sehari -Dermatitis
ruangan tertutup Intensitas: Tidak ada rotasi pegawai, kontak iritan
dengan ventilasi namun terdapat istirahat selama 1 jam - Conjungtivitis
dan pencahayaan untuk makan siang.
cukup. Pekerja Frekuensi: Kegiatan dilakukan setiap
tidak hari dari Senin sampai Minggu, kecuali
menggunakan alat hari – hari besar keagamaan (selain hari
pelindung diri yang tersebut, karyawan dapat mengambil cuti
cukup baik. sesuai dengan keperluan masing - masing)

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai