DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
dr. Nurhayati H.
AGUSTUS 2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga kami telah berhasil menyelesaikan laporan
kunjungan Perusahaan PT. Adi Satria Abadi (PT. ASA) dengan topik pembahasan Kesehatan
Makalah ini merupakan tugas akhir dalam pelaksanaan pelatihan Hiperkes dan
Keselamatan Kerja bagi dokter perusahaan yang berlangsung selama 6 hari di Yogyakarta (27
Agustus – 1 September 2018). Makalah ini berisikan tentang hasil observasi, analisa dan
diskusi kami pada saat berkunjung ke PT. Adi Satria Abadi (PT. ASA). Kami berharap
makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada kita semua mengenai
penerapan ilmu kesehatan kerja dan ergonomi dalam profesi kita sebagai dokter perusahaan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun semata-mata demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
PENDAHULUAN
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempumaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan
dan kesehatan kerja, maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman
dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut
Lingkungan kerja atau tempat kerja dikatakan baik apabila dalam kondisi tertentu
dengan manusia yang bekerja pada lingkungan tersebut dapat terlihat akibatnya dalam jangka
waktu tertentu, seperti turunya produktivitas kerja, efisiensi dan ketelitian. Keselamatan dan
kesehatan kerja serta lingkungan fisik tempat kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas
kerja. Seorang pekerja akan mampu bekerja dengan baik apabila ditunjang oleh lingkungan
Setiap karyawan yang bekerja sangat membutuhkan perhatian salah satu contohnya
adalah perhatian tentang kesehatan dan keselamatan kerja sehingga dengan terjaminnya rasa
aman tersebut maka karyawan dapat bekerja lebih baik sehingga produktivitas dari karyawan
dapat meningkat. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja pada suatu perusahaan
menentukan baik tidaknya suatu performansi kerja dalam perusahaan tersebut. Kemampuan
seseorang sangat bergantung pada gabungan dari karakteristik pribadi, kapasitas fisiologis,
keselamatan pekerja juga harus mendapat perhatian. Pada kenyataannya, ratusan tenaga kerja
di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak aman dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization (ILO), setiap tahun terjadi
1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan kerja.
Sekitar 300 ribu kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan, sedangkan sisanya adalah
kematian karena penyakit akibat hubungan kerja, dimana diperkirakan terjadi 160 juta
penyakit akibat hubungan kerja baru setiap tahun. Namun besamya angka diatas tidak
ditunjang oleh pelayanan kesehatan yang memadai dari sektor industri. Menurut WHO
diperkirakan hanya 5-10% pekerja di negara berkembang dan 20-50 % pekerja di negara
industri yang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan kerja yang memadai.
Potensi bahaya yang muncul dapat berupa cara kerja dari tenaga kerja, peralatan kerja
yang canggih, beban kerja yang berat yang akan mengakibatkan penyakit akibat kerja,
kecacatan bahkan kematian. Antisipasi terhadap potensi bahaya tersebut harus dilaksanakan
sedini mungkin.
Sebagai salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sarat dengan muatan hak azasi
manusia termnasuk salah satu syarat untuk memenuhi tuntutan globalisasi sehingga K3 perlu
mendapat perhatian kita untuk lebih dimasyarakatkan kepada seluruh dunia usaha.
menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur sedemikian
rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan
yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan
psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar kesehatan dan
keselamatan kerja sehingga kasus kecelakaan kerja masih sering didapatkan. Oleh karena itu
di samping perhatian perusahaan pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau
Dengan alasan untuk melindungi para tenaga kerja dan pengembangan usaha demi
tercapainya tidak adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka ada beberapa landasan
6. Kepres RI No.22 tahun 1993 tentang penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja.
perusahaan.
10. Permenakertrans No. 01 / Men / 1979 tentang kewajiban pelatihan hiperkes bagi
paramedik perusahaan.
11. Permenakertrans No.02/ Men / 1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam
di tempat kerja
Berdasar observasi oleh peneliti secara detil pada unit – unit kerja di PT Mega Andalan
Kalasan, hal-hal yang merupakan problema tersebut di atas, disebabkan oleh cara kerja
1) Operator bekerja dengan posisi kerja duduk dan berdiri dengan sudut tertentu pada
tubuh secara tidak tepat dikombinasikan dengan gerakan tubuh yang salah.
2) Operator bekerja dengan ritme gerakan yang tidak teratur secara berulang - ulang.
3) Operator bekerja dengan menggunakan peralatan kerja dan bahan bahan yang
4) Operator bekerja pada tempat yang faktor fisiknya buruk misalnya terlalu panas, bising.
5) Getaran mekanis yang cukup tinggi dan tumpahan minyak yang berlebihan.
Hal-hal tersebut secara visual dapat dilihat sebagai jenis – jenis penyebab negatif.
Berbagai persoalan yang menjadi penyebab tersebut akhirnya menghasilkan akibat. Penyebab
yang terjadi pada aktivitas kerja para pekerja pada unit-unit kerja di PT Mega Andalan
Kalasan telah menghasilkan akibat yang dikeluhkan dan ditemui oleh para pekerja. Sistem
industri tidak pula dapat eksis tanpa peran signifikan para manajernya. Perangkat manajemen
yang handal dengan pengetahuan dan keahlian manajernya yang paham, kredibel, tangguh
atau dengan kata lain profesional, sangat menentukan keberlangsungan dan daya tahan
Dalam konteks 'Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada segi manajerial atau skala
''makro'' telah ada regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yaitu pada
Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Nomor: Per.05/Men/1996, tanggal 12 Desember 1996,
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Problema serius yang
menjadi masalah skala ''mikro'' (lingkup pembahasan kerja teknis), terdapat pada sistem kerja
yaitu gerakan dan posisi kerja pekerja. Terdapat pula masalah durasi waktu proses produksi
yang belum ditentukan secara pasti. Hal lain yang juga berpengaruh adalah belum
Kalasan?
2) Bagaimanakah bentuk sistem kerja yang ergonomis ditinjau dari segi gerakan dan posisi
TINJAUAN PUSTAKA
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan keempunaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan
dan penerapan nya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Terdapat beragam definisi kesehatan dan keselamatan kerja, definisi kesehatan kerja
menurut beberapa ahli diantaranya menurut Suma'mur (1981), keselamatan kerja merupakan
rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para
Suma'mur adalah ilmu spesialisasi dalam ilmu kesehatan yang bertujuan agar para pekerja
dan masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atau
mental maupun sosial dengan usaha-usaha prevensif dan kuratif terhadap penyakit atau
gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta penyakit
umum.
keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang
mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi
pekerja.
Status kesehatan seseorang, menurut Blum ditentukan oleh empat faktor yakni:
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia (organik, atau anorganik,
logam berat atau debu), biologis (virus, bakteri, mikroorganisme lain) dan sosial
Pekerjaan yang mungkin berdampak negative bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya
pekerjaan juga dapat memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola
dengan baik. Demikian juga status kesehatan pekerja yang sangat mempengaruhi
produktivitas kerjanya, pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja baik bila
Pada tahun 1950 satu komisi bersama ILO dan WHO menyusun definisi kesehatan
kerja. Menurut komisi tersebut kesehatan kerja adalah merupakan promosi dan pemeliharaan
kesejahteraan fisik, mental dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-baiknya
dan layanan tersebut memerlukan peran serta para manajer dan serikat kerja. Sejumlah kaum
profesional terlibat dalam bidang ini seperti Dokter, Ahli Higene Kerja, Ahli Toksiologi, Ahli
Mikrobiologi, Ahli Ergonomi, Perawat, Sarjana Hukum, Ahli Labotari Ahli Epidemiologi,
2. Melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan dan
lingkungan kerja.
3. Meningkatkan kesehatan.
g. Dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh
produk-produk industri.
Dalam pasal 86 UU no. 13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindunga atas keselematan dan kesehatan kerja,
moral, dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai- nilai
agama. Oleh karena itu perlu adanya pemantauan kesehatan kerja tersebut, menurut V. Rivai
(2003) pemantauan kesehatan kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan jauh lebih merugikan, baik bagi
kadar bahan kimia yang terdapat dalam lingkungan pekerjaan dan menyimpan catatan
mengenai informasi yang terinci tersebut. Catatan ini juga harus mencantumkan informasi
tentang penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan dan jarak yang aman dan pengaruh
dengan pekerjaan adalah dengan membebaskan tempat kerja dan bahanbahan kimia atau
racun. Satu pendekatan altematifnya adalah dengan memantau dan membatasi kontak
4. Penyaringan genetik.
paling ekstrem, sehingga sangat kontroversial. Dengan menggunakan uji genetik untuk
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBI No.406 tahun 1910 yang dinilai
Di dalam UU No.1 tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang jam kerja, cuti
tahunan cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan tentang kerja anak - anak, orang
muda dan wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain lain. Dalam Pasial 16 ayat 1 UU No. 1
tahun 1951 yang menetapkan, bahwa ''Majikan harus mengadakan tempat kerja dan
penggantian kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
2.2.2. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-
terhadap pelanggaran terhadap undang-undang ini dan juga mengatur tentang Panitia
b. Jaminan Kematian
2.3 Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum
alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek aspek manusia dalam lingkungan
kerjanya yang ditinjau secara anatomi fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan
dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem di mana manusia, fasilitas kerja dan
lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja
beberapa hal di sekitar lingkungan alam manusia seperti peralatan, lingkungan fisik, posisi
gerak (kerja) perlu direvisi atau dimodifikasi atau redesain atau didesain disesuaikan dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan kemampuan tubuh yang meningkat secara
optimal, maka tugas kerja yang dapat diselesaikan juga akan meningkat. Sebaliknya, apabila
lingkungan alam sekitar termasuk peralatan yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah
tubuh manusia, maka akan boros penggunaan energi dalam tubuh cepat lelah, hasil tidak
Tujuan dari ergonomi ini adalah untuk menciptakan suatu kombinasi yang paling
serasi antara sub sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai tenaga kerja. Tujuan utama
a. Aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat
meliputi perangkat keras sepetti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches),
platform, kursi, pegangan alat kerja, (workholders), sistem pengendali (controls), alat
peraga(displays), jalan/lorong (access ways), pintu (doors), jendela (windows) dan lain-
lain.
Misalnya: penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift
Misalnya: desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada
sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (visual
display unit station). Hal itu adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur
kerja, desain suatu perkakas kerja (hand tools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain
suatu peletakan instrumen dan sistem pengendalian agar didapat optimasi dalam proses
A. Faktor Manusia
Manusia dalam suatu sistem kerja menjadi pelaku atau pengguna sebagai titik sentral,
sehingga perancangan berpusat pada manusia. Sebagai titik sentral maka unsur keterbatasan
manusia menjadi patokan dalam penataan produk yang ergonomi. Ada beberapa faktor yang
berlaku sebagai faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat bekerja dengan aman,
Yang termasuk faktor dalam berasal dari manusia seperti: umur, jenis kelamin, kekuatan
Faktor luar berasal dari luar manusia, seperti: penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial
Sarana kerja dibuat sesuai dengan penggunanya sehingga pekerja atau pengguna
menjadi nyaman, sehingga tercapai efektivitas dan efisiensi kerja yang optimal, sehingga
Antropometri berasal dari kata antropos dan metricos. Antropos berarti manusia dan
metricos berarti ukuran. Antropometri adalah ukuran- ukuran tubuh manusia secara alamiah
baik dalam melakukan aktivitas statis (ukuran sebenamya) maupun dinamis (disesuaikan
dengan pengukuran dimensi dan karakteristik tubuh manusia lainnya seperti volume, pusat
gravitasi dan massa segmen tubuh manusia. Ukuran-ukuran tubuh manusia sangat bervariasi,
bergantung pada umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan dan periode dari masa ke masa.
Pengukuran dimensi - dimensi tubuh manusia merupakan bagian yang terpenting dari
antropometri karena akan menjadi data dasar untuk mempersiapkan desain berbagai
a. Pada sikap berdiri: tinggi badan berdiri, tinggi mata, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi
b. Pada sikap duduk: tinggi duduk, tinggi posisi mata, tinggi bahu, tinggi siku, tebal paha,
jarak bokong lutut, jarak bokong lekuk lutut, tinggi lutut, lebar bahu, lebar pinggul
(Harrianto, 2008).
Penerapan data antropometri dapat dilakukan jika tersedia nilai rata rata dan standar
deviasi (SD) dari suatu distribusi normal. Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang
menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang ukurannya sama atau
lebih rendah dari nilai tersebut (setelah perhitungan persentil). Misalnya 95th persentil akan
menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau berada di bawah ukuran tersebut;
sedangkan 5th persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau di bawah
Tabel 2.1. Macam Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Persentil dan Cara
Persentil Perhitungan
1st x̅ - 2.325 σ X
2.5th x̅ - 1,96 σ X
5th x̅ - 1,645 σ X
10th x̅ - 1,28 σ X
50th x̅
90th x̅ - 1,28 σ X
95th x̅ - 1,645 σ X
97.5th x̅ - 1,96 σ X
99th x̅ - 2.325 σ X
Alat antropometer dapat digunakan untuk mengetahui ukuran tubuh. Selain itu,
pengukuran tubuh dapat dilakukan dengan metode ukur tukang jahit menurut Suma'mur
Ada beberapa hal yang dapat diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan
pekerjaan, yaitu:
a. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara
bergantian.
b. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak
c. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani melainkan
dapat memberikan relaksasi pada otot -otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja
dan tidak. menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan juga untuk mencegah keluhan
I. Sikap Duduk
Sikap kerja duduk merupakan sikap kerja yang kaki tidak terbebani dengan berat
tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada
berdiri karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Kegiatan
bekerja sambil duduk harus dilakukan secara ergonomi sehingga dapat memberikan
kenyamanan dalam bekerja. Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah -
masalah punggung. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada bagian tulang belakang akan
meningkat pada saat duduk dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika
diasumsikan tekanan tersebut sekitar 100 %, maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect
posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang
dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%
(Nurmianto, 2004).
Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap badan dan
tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lardosa pada pinggang dan sedikit
mungkin kifosis pada punggung (Suma'mur, 1989). Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya
duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang
kursi. Selain itu, duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul
(gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar
kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30
menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi jaga bahu tetap rileks (Wasisto,
2005).
Gambar 2.2 Sikap kerja pada Visual Display Terminal WDT yang direkomendasikan
oleh Cakir et al. (1980) (kiri) dan Grandjean et al. (1982, 1984) (kanan). (Sumber :
Pheasant, S, 1986).
Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut :
Namun, kegiatan bekerja sambil duduk juga dapat menimbulkan kerugian / masalah
2) Melengkungnya punggung.
3) Tidak baik bagi organ dalam tubuh, khususnya pada organ pada system pencernaan
Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja, akan
menentukan efisiensi, efektifitas dan produktifitas kerja, selain SOP (standard operating
procedures) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Semua sikap tubuh yang tidak alamiah
dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangan, harus
dihindari. Apabila hal ini tidak memungkinkan maka harus diupayakan agar beban statiknya
diperkecil. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang mempunyai
ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan
Tanpa disadari, tenaga kerja tersebut akan sedikit membungkuk saat melakukan
pekerjaannya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kelelahan local di daerah pinggang dan
bahu, yang pada akhirnya akan menimbulkan nyeri pinggang dan nyeri bahu, namun karena
penderitanya tidak mencolok maka biasanya keluhan tersebut dianggap “ bukan masalah”,
tetapi kerugian yang ditimbulkannya bisa berwujud hilangnya jam kerja, terhambatnya
produksi dan lainnya. Pada waktu bekerja diusahakan agar bersikap secara alamiah dan
bergerak optimal.
Selain sikap kerja duduk sikap kerja berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan.
Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat
badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus
sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal
ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Sikap kerja
berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak
Dalam sistcm kerja angkat dan angkut, sering dijumpai nyeri pinggang sebagai akibat
kesalahan dalam mengangkat maupun mengangkut, baik itu mengenai teknik maupun berat
ukuran beban. Nyeri pinggang dapat pula terjadi sebagai sikap paksa yang disebabkan karena
penggunaan sarana kerja yang tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya. Kondisi demikian
menggambarkan tidak adanya keserasian antara ukuran tubuh pekerja dengan bentuk dan
ukuran sarana kerja sehingga terjadi pembebanan setempat yang berlebihan di daerah
Untuk jenis pekerjaan angkat dan angkut, maka beban maksimum yang
diperkenankan, agar tidak menimbulkan kecelakaan kerja, sesuai dengan peraturan Menteri
tenaga kerja transmigasi dan koperasi No Per 01/MEN/1978 tentang keselamatan dan
Sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara ergonomis adalah yang memberikan
rasa nyaman, aman, sehat dan selamat dalam bekerja yang dapat dilakukan antara lain dengan
cara:
c. Perlu dibuat dan ditentukan kriteria ukuran baku tentang peralatan kerja yang sesuai
d. Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian.
BAB III
HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN
Identitas Perusahaan
2. Mesin/Peralatan kerja yang digunakan : drum kayu, mesin shaving, double setter,
mesin stacking, togling, mesin ukur, drum zat kimia dan penyedot debu.
Proses produksi : Sortasi pickle, tanning, shaving, dying dan fat liquoring, setter, hunging,
stacking, togling, measuring, sortasi finish dan packing.
Pemeriksaan kesehatan awal pada PT. MAK dilakukan setelah para calon pegawai
lolos seleksi tes psikologi. Jika pada tahap seleksi akhir tenaga kerja dinyatakan lolos,
maka pemeriksaan kesehatan akan dilakukan di gedung utama PT MAK oleh dokter
utama PT MAK oleh dokter yang ditunjuk oleh Hiperkes dengan frekuensi satu kali
dalam setahun. Pemeriksaan Kesehatan Berkala yang rutin dilakukan tersebut sama
Pemeriksaan khusus bagi tenaga kerja belum dilakukan secara rutin, namun dari pihak
akibat kerja maka karyawan akan mendapatkan perawatan sampai sembuh sesuai
Untuk pemeriksaan kesehatan purna kerja dengan kriteria usia karyawan 50 tahun
berkala.
1. Poliklinik perusahaan
Dari berdirinya PT. MAK tidak disediakan poliklinik kesehatan dilingkungan kerja
sampai sekarang. PT. MAK tidak membuat poliklinik karena letak perusahaan
berdekatan dengan RSUD Prambanan, sehingga jika terjadi PAK karyawan langsung
2. Petugas kesehatan
3. Tidak ada kunjungan ke poliklinik dikarenakan tidak adanya sarana poliklinik dan
Berikut ini beberapa penyakit akibat kerja yang kemungkinan terjadi di PT Mega
Andalan Kalasan.
bahaya
Plastik akut
pendengaran
Suhu panas
kemerahan
tentang narkoba setahun dua kali dan pemasangan pamflet di beberapa tempat.
Kegiatan olahraga untuk tenaga kerja di PT MAK berupa sepak bola seminggu sekali
setiap hari jumat sore, voli dan bulu tangkis yang belum rutin. Selain itu, PT.MAK
kesehatan dari luar untuk melakukan penyuluhan tentang PAK setiap setahun sekali.
Sebagian besar tenaga kerja di PT. ASA bekerja dalam posisi berdiri, terutama pada
proses produksi. Tenaga kerja yang bekerja dalam posisi duduk banyak terlihat pada
unit packing.
a. Sikap Duduk
Hampir secara keseluruhan tenaga kerja PT. ASA yang bekerja dengan posisi duduk
tidak sesuai dengan kaidah ergonomi. Hal ini bisa dilihat dari pengamatan dalam
beberapa faktor, mulai dari fasilitas kursi ataupun bangku yang tidak memenuhi
standar kursi yang baik dimana harus memiliki arm rest, back rest, dan foot rest. Kursi
yang digunakan kebanyakan adalah kursi seadanya dengan beragam variasi ukuran
dengan model yang tidak memenuhi standar kursi kerja yang baik. Sehingga membuat
para pekerja harus duduk sesuai dengan kondisi dan sesuai dengan fasilitas yang
seadanya. Objek berupa kardus diletakkan di lantai, sehingga tenaga kerja bekerja
dengan posisi duduk membungkuk. Setiap pekerja memiliki waktu kerja efektif 8,5
jam, dimana 4,5 jam kerja diselingi 30 menit istirahat lalu dilanjutkan 4 jam kerja
mempraktikkan posisi duduk yang baik dalam berkerja namun pada saat di lapangan
b. Sikap Berdiri
Para tenaga kerja di PT. ASA kebanyakan juga melakukan pekerjaannya tidak
sesuai dengan kaidah ergonomi, karena objek kerjanya terletak terlalu di bawah,
kepala. Tenaga kerja mengaku posisi tersebut cukup nyaman karena sudah terbiasa,
namun beberapa pekerja mengaku kadang-kadang pegal pada leher dan bahunya.
Untuk durasinya, para tenaga kerja berdiri selama kurang lebih 7 jam sehari dengan
waktu istirahat yang fleksibel, asal target kerjanya terpenuhi. Tersedia ruang istirahat
untuk pekerja pada beberapa unit, antara lain di bagian gudang penyimpanan bahan
baku dan pada unit staking, sehingga tenaga kerja dapat duduk di sela-sela
pekerjaannya. Pada unit-unit lain seperti milling dan cutting, tersedia kursi pada area
Selain itu, ada beberapa pekerja di bagian gudang bahan baku yang berdiri
Gambar. Sikap Berdiri saat kerja yang tidak sesuai kaidah Ergonomi
Gambar. Sikap Berdiri saat kerja yang sesuai dengan kaidah Ergonomi
a. Angkat Angkut
Mayoritas angkat angkut barang di PT. ASA menggunakan alat bantu seperti forklift,
gerobak, dan klethek. Hanya beberapa barang yang masih diangkut secara manual,
seperti pada unit packaging. Saat kunjungan, proses angkat angkut dengan forklift
tidak terlihat, hanya terlihat angkat angkut di gudang bahan baku yang caranya tidak
Pada perusahaan ini, tidak didapatkan tenaga kerja angkat angkut di unit
manapun yang menggunakan korset. Tenaga kerja sudah diberi pelatihan cara angkat
angkut barang yang ergonomis oleh pihak perusahaan, namun belum diterapkan
Pekerja yang mengoperasikan mesin otomatis maupun manual sebagian besar dalam
posisi berdiri. Contohnya adalah pekerja yang berada di bagian shaving, milling, dsb.
Work station kebanyakan sudah sesuai syarat, di mana setiap pekerja memiliki tempat
yang cukup untuk bergerak secara bebas. Namun pada unit enzyn-setter dan toggling,
jarang antar pekerja terlalu dekat, kurang dari 2 meter. Pada unit-unit lain, pekerja
memiliki ruang gerak yang cukup luas sehingga geraknya leluasa dan tidak
c. Cubic Space
ASA, volume ruang kerja sudah sesuai standar yaitu 10 - 15m3. Cubic space yang
kami amati beragam, beberapa antara lain unit tanning dengan ukuran ruangan 12 x 25
meter dengan tinggi ruangan lebih dari 4 meter, dengan jumlah pekerja pada ruangan
d. Jalur
Dari hasil pengamatan kami, jalur kerja pada semua cukup lebar dan sesuai dengan
jenis kerja pada ruangan masing-masing. Lebar jalan yang digunakan oleh pekerja
untuk berpindah dari suatu mesin ke mesin lain sudah sesuai yaitu dapat digunakan
untuk berpapasan dua orang. Lantai pabrik pada unit dyeing dan tanning, yang
melibatkan cairan, cukup licin, sehingga pekerja risiko terpeleset. Pekerja sudah
diberikan sepatu boots namun kebanyakan tidak memakai karena tidak nyaman.
e. Tangga
Terdapat tangga yang terbuat dari kayu dengan yang memiliki ukuran pijakan 1 meter
f. Lingkungan Kerja
Berdasarkan pengamatan kami, PT. ASA belum memiliki lingkungan yang kondusif
bagi para pekerja. Tersedia ruangan yang dapat digunakan para pekerja untuk
menyimpan barang (loker), beristirahat, dan makan siang hanya pada satu ruangan.
Namun ruang istirahatnya belum Terdapat pula tempat ibadah (mushola) yang dapat
menampung sekitar lima belas orang. Terdapat satu toilet pada setiap ruangan, kecuali
pada unit packaging terdapat 2 toilet. Jumlah pekerja pada tiap ruangan antara 4-15
pekerja, sehingga jumlah toilet sudah memenuhi standar, yaitu minimal 1 toilet untuk
15 orang tenaga kerja. Berdasarkan wawancara dengan beberapa pekerja, dari segi
dengan baik. Dinding pabrik dicat putih sehingga memberi kesan luas dan
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya Jakarta.
Santoso, G. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. PT. Prestasi Pustaka Publisher.
Jakarta.
Suma’mur, PK. 1989. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Haji Masagung. Jakarta.
Wignjosoebroto, Sritomo. 2008. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Guna Widya. Jakarta.