Disusun Oleh:
Laila Firdausi Wahidah 13711157
Dwi Ana Setyawati 13711105
Widya Puspita Sari 13711053
Rachmi Hidayati Pattimura 13711044
Ivan Dwi Saputra 13711
Dosen Pembibing:
dr. Sunarto, M.Kes
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) atau bisa juga disebut dengan
Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) merupakan ilmu
pengetahuan dan penerapan yang dilakukan dalam mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit yang ditimbulkan akibat kerja dan
berhubungan dengan proses produksi tersebut termasuk jasa maupun industri
(Redjeki, 2016).
Occupational Safety and Health atau K3 secara definisi terbagi menjadi
dua yaitu keselamatan kerja dan kesehatan kerja. Keselamatan kerja itu sendiri
menurut Suma’mur (2001) didefinisikan sebagai upaya suatu perusahaan dalam
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi seluruh tenaga kerja di
perusahaan tersebut. Sedangkan kesehatan kerja menurut Mangkunegara (2011)
yaitu program kesehatan kerja pada lingkup yang bebas dari gangguan fisik,
mental, emosi, maupun rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia juga telah menjelaskan mengenai
kesehatan kerja yang tertuang pada UU Nomor 9 Tahun 1960 pada Bab I Pasal 2
yaitu kesehatan kerja merupakan kondisi kesehatan yang memiliki tujuan agar
masyarakat memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani,
rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap
penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja maupun penyakit umum.
Redjeki (2016) juga berpendapat bahwa terdapat dua karakter dalam
lingkup keselamatan kerja yaitu sasarannya merupakan lingkungan kerja dan
memiliki sifat teknik, sedangkan kesehatan kerja juga memiliki dua karakter yaitu
sasarannya merupakan manusia dan memiliki sifat medis.
Blum (1981) dalam Redjeki (2016) memberikan pendapat bahwa status
kesehatan kerja ditentukan oleh empat faktor yaitu:
a. Lingkungan. Faktor lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik
(mencakup alami dan buatan), kimia (organik maupun anorganik, logam
berat, dan debu), biologi (termasuk virus, bakteri, dan mikroorganisme
lainnya), dan sosisal budaya (ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan).
b. Perilaku yang terdiri dari kebiasaan, sikap, dan tingkah laku.
c. Pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, pengobatan,
pencegahan kecacatan, dan rehabilitasi.
d. Genetik yaitu faktor bawaan manusia.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
yang dapat menimbulkan korban jiwa maupun harta benda (OHSAS, 1999) dalam
Shariff (2007). Serupa dengan yang dikemukakan oleh OHSAS tersebut, UU
Indonesia No. 1 Tahun 1970 juga mendefinisikan kecelakaan kerja sebagai suatu
kejadian yang tidak diduga dan tidak dikehendaki sehingga mengacaukan proses
suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban jiwa maupun harta
benda.
Sedangkan penyakit kerja menurut Dessler (2007) adalah penyakit atau
kondisi abnormal yang disebabkan karena kerentanan terhadap faktor lingkungan
terkait pekerjaan, meliputi penyakit akut maupun penyakit kronis, dan disebabkan
karena proses menghirup, menyerap, mencerna, ataupun kontak langsung dengan
bahan kimia beracun atau zat yang berbahaya.
World Economic Forum telah melakukan survey mengenai kaitan antara
daya saing dengan tingkat keselamatan dimana didapatkan hasil bahwa negara
dengan daya saing rendah memiliki tingkat keselamatan yang rendah. Sedangkan
Indonesia sendiri berada pada peringkat ketiga dari bawah dengan nilai 3,5 dan
indeks kematian akibat kecelakaan sebesar 17-18 per 100.000 pekerja (Putera dan
Harini, 2017). Indeks daya saing Indonesia yang rendah tersebut disebabkan
karena kurangnya kesadaran dan pemahaman berbagai macam usaha di Indonesia
akan pentingnya K3 sebagai salah satu unsur dalam meningkatkan daya saing
antar negara (Putera dan Harini, 2017).
Kunjungan kami ke PT. Yogyakarta Tembakau Indonesia (YTI) adalah
untuk mengamati dan mengobservasi implementasi perlindungan keselamatan dan
kesehatan para karyawan di sebuah perusahaan tersebut. International Labor
Organization (2018) menyebutkan bahwa sebuah perusahaan harus memiliki
sistem dan instrumen yang komprehensif agar tercapai suatu lingkungan kerja
yang kondusif. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu ilmu yang
harus diterapkan oleh suatu perusahaan demi tercapainya tempat kerja yang aman
dan sehat bagi seluruh karyawannya.
PT. Yogyakarta Tembakau Indonesia adalah perusahaan yang bergerak
dibidang jasa pelintingan rokok premium sampoerna yang kemudian diedarkan
keseluruh pelosok Indonesia. Perusahaan swasta tersebut berlokasi di Jalan
Imogiri Barat Km. 4, Wojo, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta dan didirikan oleh keluarga kraton Yogyakarta. Perusahaan yang
hanya ada 1 di Indonesia khususnya di Yogyakarta ini memiliki kurang lebih
1000 karyawan yang dibagi menjadi beberapa bagian kerja.
PT. Yogyakarta Tembakau Indonesia tersebut telah memiliki sistem K3
yang baik dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap kecelakaan
kerja maupun penyakit-penyakit yang disebabkan karena pekerjaan diantaranya
dapat dibuktikan dengan adanya poliklinik bagi karyawan dan mobil ambulans
yang siap mengantar karyawan yang membutuhkan.
BAB II
PERMASALAHAN
c. Ruang Laktasi
Ruang laktasi berada didekat kantin. Luas ruangan sekitar 3x2 meter
persegi. Pada ruang ini dilengkapi 2 alat pompa ASI, 5 botol penyimpanan
ASI, 1 kulkas penyimpanan ASI dan 3 kursi. Dan beberapa poster
kesehatan mengenai ASI.
d. Ruang Makan
Ruang makan terletak di sampng pabrik berupa kantin yang cukup luas
dan tertata rapi. Setiap pegawai biasanya istirahat makan yaitu sekitar 1
jam. Para pegawai dapat mengatur waktu istirahat disesuaikan dengan
kemampuan penyelesaian target produksi harian. Para pegawai
diperbolehkan istirahat kapan waktu saja dengan syarat target produksi
harian dapat terpenuhi. Sehingga waktu istirahat tiap pegawai dapat
berbeda-beda. Ruang makan (kantin) perusahaan disediakan secara gratis
dari perusahaan dengan syarat para pedagang yang berjualan di kantin
tersebut dapat menjamin mutu makanan dan kebersihan lingkungan
sekitar.
Kesehatan adalah hak bagi setiap orang dan merupakan suatu bentuk
kesejahteraan seseorang sebagai pendukung kualitas bangsa. Negara yang
memiliki tingkat kesehatan yang tinggi dapat menghasilkan SDM yang
berkualitas dalam segala bidang sektor pekerjaan. Angka kecelakaan pada
pekerjaan yang tinggi mampu mempengaruhi kemajuan suatu perusahaan.
Pemilihan pekerjaan tertentu juga akan sangat mempengaruhi kesehatan yang kita
dapat sewaktu bekerja. Pekerjaan yang baik tentu didukung dengan fasilitas yang
baik pula seperti, tata letak tempat kerja, material yang digunakan. Yang mana hal
ini nanti dapat mempengaruhi kesehatan sewaku bekerja.
Material-material tertentu dapat mempengaruhi suatu kesehatan dengan
beberapa cara yaitu, dapat melalui kontak dengan kulit, dapat melalui makanan
yang kita makan, dapat dari udara yang kita hirup serta dapat melalui luka atau
sayatan pada tubuh kita. Untuk menghindari kontak dengan zat berbahaya
sewaktu bekerja maka dari itu perlu penggunaan alat pelindung diri sewaktu
melakukan pekerjaan.
Kondisi di PT Yogyakarta Tembakau Indonesia yang kita lihat sewaktu
magang dan observasi, memang ada beberapa bagian-bagian pekerjaan seperti
pada bagian penyaringan, bagian slicing, bagian cutting, bagian conditioning
tembakau tidak menggunakan sarung tangan dan masker, padahal pada bagian
pekerjaan tersebut membutuhkan APD karena pekerja terpapar langsung dengan
tembakau dan menggunakan alat tajam. Karena hal ini maka pekerja dari PT. YTI
berisiko untuk dapat mengalami ISPA Sehingga APD berupa masker sangat
dibutuhkan oleh para pekerja. Selain itu berdasarkan menurut Ridley (2008)
dalam Redjeki (2016) mencegah masuknya atw terpapar langsung substansi
berbahaya kedalam tubuh dapat dilakukan dengan menggunakan alat
perlindungan pernafasan berupa masker, sarung tangan, mengobati luka dan
sayatan bila ada serta menutup luka dan sayatan saat bekerja. Organ-organ tubuh
yang lain juga rentan bila terpapar bahan-bahan kimia seperti hati,usus, ginjal
(Ridley, 2008) dalam Redjeki (2016).
Selain keluhan pada pernafasan, keluhan pada bagian pencernaan sering
dikleuhkan juga oleh para pekerja seperti Gastritis dikarenakan pada PT. YTI ini
tidak diberlakukan jam khusus untuk pekerja untuk beristirahat dan makan. Jadi
jam makan sesuai dengan kehendak dari para pekerja sendiri. Sehingga akibat dari
keterlambatan jam makan sangat berisiko untuk para pekerja yang tidak begitu
memperhatikan kesehatan. Hal ini tidak sesuai dengan Permenakertrans No
03/MEN/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja pasal 2 sub I.
Menurut Departemen Kesehatan RI yang mana salah satu visinya adalah
Indonesia sehat yang mana salah satu pengertiannya adalah pembangunan
berwawasan kesehatan dan jaminan pemeliharaan kesehatan yang merata.
Kementerian kesehatan juga mengatur tetang kesehatan ketenagakerjaan yaitu
yang mana suatu perusahaan yang memiliki tenaga kerja dan sudah terdaftar
dalam kementrian tenakerjaan dan kesehatan wajib untuk menjamin dan menjaga
kesehatan pekerjanya.
Kecelakaan akibat pekerjaan dapat dicegah dengan dilakukan beberapa hal
berdasarkan Suma’mur (2001) yaitu :
1. Adanya aturan Standarisasi, adalah penetapan standar resmi atautidak
resmi mengenai syarat keselamatan sesuai dengan instruksi peralatan
industry dan alat pelindung diri (APD)
2. Adanya pengawasan, adalah pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-
ketentuan perundang-undangan yang berlaku
3. Adanya penelitian bersifat teknik, meliputi sifat dan ciri bahan-bahan
berbahaya, pagar pengaman, pengujian APD, pencegahan ledakan dan
yang lainnya.
4. Adanya penelitian satistik, untuk menetapkan jenis kecelakaan.
5. Adanya Pendidikan
6. Adanya latihan-latihan, seperti latihan untuk pegawai baru dalam
keselamatan kerja.
7. Adanya usaha keselamatan pada perusahaan, yang merupakan syarat dan
ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Angka
kecelakaan kerja pada perusahaan sering terjadi, jenis dari kecelakaan
kerja yang terjadi bergantung pada tingkat kesadaran dan perhatian
keselamatan kerja pihak yang bersangkutan.
Saran
Untuk PT. YTI
1. Menyediakan APD untuk pekerja disemua bagian produksi serta
mewajibkan pemakaian APD.
2. Menentukan waktu atau regulasi khusus bagi karyawan untuk istirahat dan
makan.
DAFTAR PUSTAKA
Dessler, Gary. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Alih Bahasa Paramita
Rahayu. Edisi Kesepuluh. Prehalindo : Jakarta
ILO. 2013. Health and Safety in Work Place for Productivity. Geneva:
International Labour Office.
Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 3 1978. Penunjukan Dan
Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Dan Ahli Keselamatan Kerja.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Penerbit PT Remaja Rosdakarya : Bandung
Mutoif, D., 2010. Perundang-Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
dorinsbook.blogspot.com. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2013.
Putera, R.,R. Harini, S. 2017. Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Terhadap Jumlah Penyakit Kerja Dan Jumlah Kecelakaan Kerja Karyawan
Pada Pt. Hanei Indonesia. Jurnal Visionida, Vol 3: 1, hal 42-53
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No 03/MEN/1982 Pelayanan
Kesehatan Kerja
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 2 1980. Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Kesehatan Kerja.
Redjeki, S. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pusdik SDM Kesehatan :
Jakarta
Suma'mur. 2001. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Gunung
Agung : Jakarta
LAMPIRAN