Anda di halaman 1dari 34

TUGAS RESUME PERTEMUAN 1-14

Untuk Memenuhi Tugas Perbaikan Mata Kuliah Keselamatan Pasien dan K3 Dalam
Keperawatan
Dosen Pengampu : Dedi Wahyudin, S. Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :
Rhadika Wangsa Nugraha

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2022
PERTEMUAN KE 1
A. Pengertian K3

Kesehatan (Health) berarti derajat/ tingkat keadaan fisik dan psikologi individu (the degree
of physiological and psychological well being of the individual). Kesehatan Kerja, yaitu
suatu ilmu yang penerapannya untuk meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja melalui
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja yang diwujudkan melalui
pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan asupan makanan yang bergizi. Keselamatan kerja
adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat
kecelakaan kerja, atau keadaan terhindar dari bahaya saat melakukan kerja Tasliman
(1993:1). Keselamatan (safety) meliputi:(1). Mengendalikan kerugian dari kecelakaan
(control
of accident loss) dan (2). kemampuan untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan
(mengontrol) resiko yang tidak bisa diterima (the ability to identify and eliminate
unacceptable risks)
Kesehatan dan keselamatan kerja (Occupational Health & Safety) adalah upaya untuk
memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di
tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi (WHO / ILO, 1995). Menurut
America Society of Safety and Engineering (ASSE), K3 diartikan sebagai bidang kegiatan
yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan
lingkungan dan situasi kerja. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu
program yang dibuat sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja
(WHO).Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
(Rejeki, 2016).
Konsep K3 pertama kali dimulai di Amerika Tahun 1911 dimana K3 sama sekali tidak
memperhatikan keselamatan dan kesehatan para pekerjanya. Pada Tahun 1931, H.W.
Heinrich mengeluarkan suatu konsep yang dikenal dengan Teori Domino. Berdasar Teori
Domino, kecelakaan dapat terjadi karena adanya kekurangan dalam lingkungan kerja dan
atau kesalahan tenaga kerja.Dalam perkembangannya, konsep ini mengenal kondisi tidak
aman (unsafe condition) dan tindakan tidak aman (unsafe act).

Kesadaran akan pentingnya K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis, selanjutnya


muncul kebijakan dari perusahaan untuk menerapkan suatu Sistem Manajemen K3 untuk
mengelola K3. Kini pengelolaan K3 dengan penerapan Sistem Manajemen K3 sudah
menjadi bagian yang dipersyaratkan dalam ISO 9000:2000 dan CEPAA Social
Accountability 8000:1997. Pentingnya Sistem Manajemen K3 (Adrian, dkk, 2009):
 Alasan Manusiawi : Mencegah terjadinya kecelakaan kerja, dan berusaha
melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan
 Alasan Ekonomi : Kecelakaan kerja dapat Menimbulkan kerugian
ekonomi
 Alasan UU dan Peraturan : terdapat dalam UU Tenaga kerja yang berisi
Mengamanahkan K3 dlm bekerja
 Nama Baik Institusi.

B. Norma Dan Sasaran K3

Dalam K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu:


 Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja;
 Diterapkan untuk melindungi tenaga kerja;
 Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja
Sasaran atau tujuan K3, yaitu:
 Menjamin keselamatan operator dan orang lain
 Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan
 Menjamin proses produksi aman dan lancar

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan


bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua
tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah
terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.

C. Tujuan K3

1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja


baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja. 
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
(Selviana, 2017)
8. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
9. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
10. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
11. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
12. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
13. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
14. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
(Selviana, 2017)

D. Manfaat K3 untuk Perawat

1. Perawat mamahami bahaya dan risiko dari pekerjaannya


2. Perawat memahami tindakan pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan
3. Perawat memahami hak dan kewajibannya khususnya dalam peraturan
terkait dengan Keselamatan dan kesehatan kerja
4. Perawat mengetahui bagaimana bertindak dalam keadaan darurat seperti
kebakaran, gempa, kecelakaan, dan sebagainya
5. Perawat mampu berpartisipasi untuk membuat tempat kerjanya lebih aman
6. Perawat dapat melindungi rekan kerjanya dari risiko kecelakaan kerja
7. Perawat mampu untuk menghindarkan keluarganya dari penyakit-penyakit
yang mungkin bisa tertular dari tempat kerja (Agung, 2018)

E. Prinsip Etik Dalam K3


 Otonomi (Autonomy)
Memberikan penjelasan yang sejelas-sejelasnya bagi klien dalam berbagai
rencana tindakan dari segi manfaat tindakan, urgensi dsb sehingga
diharapkan klien dapat mengambil keputusan bagi dirinya.
 Kebaikan (Beneficience)
Melakukan yang terbaik bagi klien, tidak merugikan klien, dan mencegah
bahaya bagi klien. Etika ini merupakan inti pokok untuk penerapan K3.
 Keadilan (Justice)
Berlaku adil pada setiap klien sesuai dengan kebutuhan pasien.
 Kejujuran (Veracity)
Mengatakan yang sebenarnya dan tidak membohongi klien dalam segala
hal tindakan yang akan diterapkan pada pasien.
 Mencegah pembunuhan (Avoiding Killing) :
Menghargai kehidupan manusia dengan tidak membunuh. Sumber
pertimbangan adalah moral agama/kepercayaan dan kultur/norma-norma
tertentu.
 Kesetiaan (Fidelity)
Etika ini menekankan pada kesetiaan pada komitmennya, menepati janji,
menyimpan rahasia, caring terhadap klien/keluarga. (Ngesti W. Utami,
2016)

F. Ruang Lingkup K3

Ruang lingkup tindakan K3 dilakukan di setiap pekerjaan, kapanpun dan di manapun.


Tindakan keselamata kerja dilakukan di tempat kerja, di lingkungan keluarga /rumah
tangga, lingkungan masyarakat yang didalamnya melibatkan aspek manusia sebagai
tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan

Adapun syarat-syarat pelaksanaan K3 diperuntukan untuk:


1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Membuat jalan penyelamatan (emergency exit),
3. Memberi pertolongan pertama(first aids/PPPK),
4. Memberi peralatan pelindung pada pekerja dan alat kerja,
5. mempertimbangkan faktor-faktor kenyamanan kerja,
6. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit fisik dan psychis
7. Memelihara ketertiban dan kebersihan kerja,
8. Mengusahakan keserasian antar pekerja, peralatan, lingkungan dan proses
kerja

G. Kebijakan K3 yang Berkaitan deangan Keperawatan di Indonesia


1. SK Menkes No. 432/ Menkes/ SK/ IV/ 2007 tentang Pedoman
Manajemen K3 di RS
2. OHSAS 18001 tentang Standar Sistem Manajemen K3. Sistem
manajemen K3RS adalah bagian dari sistem manajemen RS (Ivana,
Widjasana, & Jayanti, 2014).
3. UU 13 tahun 2003 dan keputusan menteri nomor 463/MEN/1993.
Keduanya menjelaskan secara lengkap mengenai K3 (Roro, 2020).
4. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, upaya kesehatan kerja ditunjukkan untuk melindungi
pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan
5. K3 termasuk sebagai salah satu standar pelayanan yang dinilai di dalam
akreditasi RS, disamping standar pelayanan lainnya (Ivana, Widjasana, &
Jayanti, 2014).

H. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit


Pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009 dan peraturan Menteri tenaga kerja dan
transmigrasi RI No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja.
1. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja bagi pekerja.
2. Melakukan pendidikan dan penyuluhan / pelatihan tentang kesehatan
kerja.
3. Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan
pajanan di rumah sakit.
4. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
5. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
6. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
7. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
8. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
9. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
10. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
(Selviana, 2017)

I. Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


1. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana,
dan peralatan kesehatan.
2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap
pekerja.
3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.
4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi air.
5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja.
6. Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja.
7. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
8. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
9. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
10. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
11. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
12. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
13. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
PERTEMUAN KE 2
A. Pengertian
Pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 yaitu “suatu
keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau
kelemahan”.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. kesehatan kerja menurut WHO
tahun 1950 adalah kesehatan kerja adalah suatu upaya untuk mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi
semua pekerja pada semua pekerjaan dari risiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi dan diringkaskan sebagai
adaptasi pekerjaan manusia dan setiap manusia terhadap pekerjaan. Risk (Risiko) adalah
sebagai peluang terpaparnya seseorang atau alat pada suatu hazard
Hazard adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada manusia atau kerusakan
pada alat atau lingkungan atau dengan kata lain sesuatu yang dapat mengakibatkan
bahaya Hazard (Bahaya atau faktor risiko) adalah segala sesuatu yang berpotensi
menyebabkan kerugian, baik dalam bentuk cedera atau gangguan kesehatan pada
pekerja maupun kerusakan harta benda antara lain berupa kerusakan mesin, alat,
properti termasuk proses produksi dan lingkungan serta terganggunya citra perusahaan.
Risiko adalah seberapa besar peluang potensi hazard menjadi kenyataan Hazard
Kesehatan adalah Hazard yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan.
B. Hazard Tubuh Pekerja (Somatic Hazard)
Hazard Somatik adalah Hazard yang (sudah) ada pada tubuh pekerja”Hipertensi,
Diabetes Mellitus, Obesitas, Dyslipidemia, Asthma” Hazard somatic juga Somatik
berhubungan dengan radiasi. Efek somatik merupakan efek radiasi yang dirasakan oleh
individu yang terpapar radiasi. Gejala yang dirasakan bervariasi, ada yang langsung
dirasakan oleh individu tersebut ada juga yang tertunda. Gejala yang bisa langsung
terlihat dalam waktu singkat diantaranya epilasi, eritema, luka bakar, dan penurunan
jumlah sel darah. Sedangkan efek yang tertunda akan dirasakan dalam waktu yang lama
antara bulanan dan tahunan seperti katarak dan kanker.
Pengendalian Pola hidup sehat (diet seimbang, olah raga, tidak merokok, cek up teratur,
dll)
C. Hazard Perilaku Kesehatan (Behavioral Hazard)
Hazard perilaku pekerja adalah hazard yang terkait dengan perilaku pekerja.
Perilaku meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
Merokok
Pola makan
Minum2an beralkohol
Workaholic
Efek Kesehatan: PJK, DM, Stroke, Stress
Pengendalian: Pola hidup sehat
E. Hazard Lingkungan Kerja (Environmental Hazard)
Lingkungan merupakan faktor yang penting untuk mencegah kecelakaan kerja. Rumah
sakit yang memiliki banyak limbah infeksius tentu menjadi risiko dan hazard yang besar
bagi setiap orang yang ada di rumah sakit. Hazard lingkungan kerja dapat berupa faktor
fisik, kimia dan biologic
Beberapa risiko dan bahaya kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan
rumah sakit antara lain penyakit menular (hepatitis, diare, campak, AIDS, influenza),
bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik), dan risiko bahaya kimia.
Cara pencegahannya adalah dengan pengelolaan limbah rumah sakit yang benar.
Perawat juga perlu diedukasikan cara pembuangan sampah bekas tindakan asuhan
keperawatan yang benar sesuai dengan jenis sampah yang digunakan.
F. Hazard Ergonomik (Ergonomic Hazard)
Hazard ergonomik yang dimaksud terkait dengan kondisi pekerjaan dan peralatan kerja
yang digunakan oleh pekerja termasuk work station. Ergonomi adalah posisi statis saat
mengangkat, membungkuk, mendorong. Efek Kesehatan ErgonomiWork
Musculosceletal Disorders Symptom Salah satu cara untuk mengurangi kecelakaan kerja
akibat ergonomi adalah dengan cara mengetahui posisi yang tepat dan menjaga
kesehatan muskuloskletal. Adapun Manfaat Penerapan Ergonomi yaitu :
 Mencegah cedera
 Meningkatkan kualitas hidup
 Meningkatkan kualitas kerja
 Mengurangi kelelahan dan ketidak nyamanan kerja
G. Hazard Pengorganisasian Pekerjaan (Work Organization Hazard)
1) Waktu
 Long work hours (shift kerja)
 Career Planning (jalur karir, kenaikan pangkat & jabatan)
 Central Planning (Otonomi, Partisipasi Karyawan)

2) Beban Pekerjaan
 Jumlah & jenis pekerjaan
 Karyawan tidak dibebani pekerjaan yang dia tidak bisa
 Fasilitas yang memadai
 Reward yang sesuai

3) Faktor stress kerja berupa beban kerja berlebih atau pembagian pekerjaan yang tidak
proporsional, budaya kerja sampai jauh malam dan mengabaikan kehidupan sosial
pekerja

H. Hazard Budaya Kerja (Work Culture Hazard)


 Konsep budaya kerja ini adalah suatu refleksi dari sistem nilai pokok yang
diadopsi oleh perusahaan tertentu.
 Budaya kerja yang diadopsi suatu perusahaan atau suatu instansi harus mengarah
kepada kesehatan, kesejahetraan, dan keselamatan pegawai tidak hanya
memikirkan untung rugi dari perusahaan atau instansi tersebut.
 Kepemimpinan Otoriter vs Demokrasi
 Profit Oriented
 Kebersihan
 Norma (peraturan atau kegiatan yang dikerjakan)
 Suasana kerja/iklim (iklim yang kondusif untuk bekerja) keterbukaan (friendly)
 Kerja dalam team work
 Dukungan atasan dan rekan sekerja tim
PERTEMUAN KE 3

A. Risiko dan hazard dalam pengkajian asuhan keperawatan


1) Somatik
2) Perilaku Perilaku
3) LingkunganLingkungan
4) ErgonomikErgonomik
5) Pengorganisasian Pengorganisasian ppekerjaan ekerjaan
6) Budaya KerjaBudaya Kerja
B. Risiko dan hazard dalam perencanaan asuhan keperawatan
Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu keluarga dalam
mencapai kriteria hasil.
 Prioritas masalah menggunakan skoring
 Intervensi : Pendidikan kesehatan, Skrining, Psikomotor, Afektif, Pembekalan
kader P3K
C. Risiko dan hazard dalam implementasi asuhan keperawatan
Upaya perawat untuk membantu kepentingan klien, keluarga dan komunitas dengan
tujuan
Untuk meningkatkan kondisi fisik, emosional, psikososial, serta budaya dan dan
ingkungan, tempat mereka mencari bantuan.
Tindakan keperawatan adalah implementasi/pelaksanaan dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik.
D. Risiko dan hazard dalam evaluasi asuhan keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk kmelengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana, tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
- Evaluasi Formatif/Proses
- Evaluasi Sumatif/Hasil
PERTEMUAN KE 4

Manajemen risiko K3 berkaitan dengan bahaya dan risiko yang harus dikelola di tempat
kerja, dimana diprediksi dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Keberadaan risiko
dalam kegiatan perusahaan mendorong perlunya adanya upaya keselamatan untuk
mengendalikan semua risiko yang ada. Implementasi manajemen risiko K3 dimulai
dengan perencanaan yang baik yang meliputi, Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Dan
Penetapan Pengendalian Risiko disingkat dengan IBPRPB (Hazards identification, Risk
assessment, dan Determining Control_HIRADC). HIRADC inilah yang menentukan arah
penerapan K3 dalam perusahaan.
Secara umum manajemen risiko dapat diaplikasikan dalam setiap tahapa
aktivitas yaitu diantaranya :
1. Tahap konsepsional
2. Tahap rancang bangun
3. Tahap konstruksi
4. Tahap operasi
5. Tahap pemeliharaan
6. Tahap Pasca Operasi.

Australian Standards/New Zealand (AS/NZS) (4360 ; 2004) menuturkan bahwa


langkah-langkah proses manajemen risiko sebagai berikut ;
1. Menentukan konteks
2. Identifikasi risiko
3. Penilaian risiko
4. Analisa risiko
5. Evaluasi risiko
6. Pengendalian risiko
7. Komunikasi dan konsultasi
8. Pemantauan dan tinjau ulang
9. Identifikasi risiko
Langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko.
Pengendalian risiko berperan dalam meminimalisir/ mengurangi tingkat risiko yang ada
sampai tingkat terendah atau sampai tingkatan yang dapat ditolerir
1. Eliminasi : pengendalian ini dilakukan dengan cara menghilangkan sumber
bahaya (hazard).
2. Substitusi : mengurangi risiko dari bahaya dengan cara mengganti proses,
mengganti input dengan yang lebih rendah risikonya.
3. Engineering : mengurangi risiko dari bahaya dengan metode rekayasa teknik
pada alat, mesin, infra
4. Administratif : mengurangi risiko bahaya dengan cera melakukan pembuatan
prosedur, aturan, pemasangan rambu (safety sign), tanda peringatan, training
dan
seleksi terhadap kontraktor, material serta mesin, cara pengatasan, penyimpanan
dan pelabelan
5. Alat Pelindung Diri : mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan alat
perlindungan diri misalnya safety helmet, masker, sepatu safety, coverall,
kacamata keselamatan, dan alat pelindung diri lainnya yang sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dilakukan
PERTEMUAN KE 5

A. Penyakit atau Cedera Akibat Kecelakaan Kerja


Penyakit akibat kerja adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
yang dilakukan setiap hari atau suatu penyakit yang memiliki asosiasi hubungan
cukup kuat dengan linkungan kerja. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja.
Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk
mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit
tersebut. Oleh karena itu, penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan,alat kerja , bahan, proses maupun lingkungan kerja.
Penyakit menular terbagi :
 Penyakit yang disebabkan kontak udara disekitar pasien seperti : TBC, Influenza,
Flu burung, SARS.
 Penyakit yang disebabkan kontak fisik dengan pasien seperti : Kudis Kurap,
Herpes.
 Penyakit yang disebabkan kontak dengan cairan pasien seperti : AIDS, Hepatitis B.
B.Upaya mengurangi serta menghindarkan kecelakaan kerja serta penyakit
karena kerja
1. Lakukan substitusi pengenalan lingkungan kerja lewat cara lihat serta menganal
potensial bahaya lingkungan kerja. Mengganti perlengkapan kerja yang tidak
wajar gunakan.
2. Pelajari lingkungan kerja dalam perihal ini menilai karakter serta besarnya
potensi- potensi bahaya yang mungkin muncul hingga dengan mudah bisa
mengutamakan dalam menangani permasalahan yang lebih potensial.
3. Pengendalian lingkungan kerja dengan bertindak mengurangi bahkan juga
menghilangkan pajanan pada masalah kesehatan pekerja dilingkungan kerja lewat
cara teknologi pengendalian.
4. Pengendalian administratif dengan memperingatkan pekerja agar bisa memakai
alat pelindung diri yang benar dan baik, membuat rambu-rambu bahaya
dilingkungan kerja yang punya potensi bahaya.
5. Kontrol kesehatan pekerja dengan berkala untuk mencari aspek pemicu serta
upaya penyembuhan.
6. Pendidikan serta penyuluhan kesehatan serta keselamatan kerja buat pekerja di
lingkungan rumah sakit.
7. Pengendalian fisik lingkungan kerja, mengidentifikasi suhu, kelembapan,
pencahayaan, getaran, kebisingan, pengendalian sistem ventilasi dan sebagainya.
8. Lakukan pengawasan serta monitoring dengan berkala pada lingkungan kerja
rumah sakit.
9. Substitusi berbahan kimia, alat kerja serta mekanisme kerja.
C. Cara Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
- Membiasakan diri untuk mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun,
terutama setelah buang air kecil dan besar, membuang sampah, sebelum masak,
dan sebelum makan.
- Memasak makanan atau minuman hingga matang sebelum dikonsumsi.
- Menggunakan masker ketika sedang berada di luar rumah atau ketika sedang sakit.
- Tidak berbagi peralatan kebersihan pribadi, seperti sikat gigi, pisau cukur,
handuk, dan alat makan, dengan orang lain.
- Melengkapi imunisasi sesuai jadwal yang direkomendasikan dokter atau ketika
hendak bepergian ke daerah dengan penyakit endemik.
- Melakukan hubungan seks aman, yaitu menggunakan kondom ketika
berhubungan intim dan tidak berganti pasangan seksual.
- Menjaga kebersihan lingkungan. Salah satunya adalah dengan tidak membuang
sampah sembarangan.
PERTEMUAN KE 6

A. Penerapan Dalam Pengkajian


Risiko dan Hazard dalam pengkajian asuhan keperawatan , Risiko melekat dari tindakan
pelayanan kesehatan dalam hal ini pada saat melakukan pengkajian ashan keperawatan
adalah bahwa dalam kegiatan ini yang diukur adalah upaya, pengkajian data, hal-hal
yang dapat saja bisa terjadi adalah:
1. Kurangnya informasi atau data yang diberikan oleh keluarga pasien atau itu sendiri
dalam kata lain menyembunyikan suatu hal, sehingga dalam proses pengkajian
kurang kurang lengkap
2. Pada saat melakukan pengkajian dapat juga terjadi di kejadian tertularnya penyakit
dalam hal ini seperti kontak fisik maupun udara titik pada saat perawat melakukan
perawatan ataupun pengkajian.
3. Mendapatkan cacian atau pelecehan verbal saat melakukan pengkajian ataupun
pada proses wawancara.
4. Dalam melakukan pengkajian atau pemeriksaan perawat bisa saja mendapatkan
kekerasan fisik dari pasien ataupun keluarga pasien.
B. Perencanaan Askep
 Perencanaan melibatkan pasien dan keluarga pasien
Kesalahan saat merencanakan pengkajian dapat saja teriadi, jika perawat salah dalam mengkaj
maka Perawat akan salah dalam memberikan proses perawatan atau pengobatan yang pada
akhirnya akan mengakibatkan kesehatan pasien Malah semakin terganggu. Kemudian dapat saja
terjadi ijka perawat salah dalam merencanakan tindakan keperawatan maka perawat juga akan
mendapatkan bahaya seperti tertularnya penyakit dari pasien karena kurangnya perlindungan diri
terhadap perawat.

PERTEMUAN KE 7

A. Implementasi Askep
 Menurut Putri, T.E.R,2017, kesalahan saat melakukan implementasi atau
pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu merupakan kesalahan yang sangat fatal.
Kesalahan ini dapat mengakibatkan kecelakaan pada pasien atau perawat, misalnya
kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien, dikarenakan perawat lupa
membaca instruktur atau catatan an-nur dokumen rekam medik dari pasien
tersebut.
 Penggunaan alat pelindung diri (APD)
B. Evaluasi
Kesalahan pada saat melakukan evaluasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
dapat mengakibatkan pendokumentasian Asuhan Keperawatan yang kurang data yanq
sudah dilakukan oleh perawat. Terkadang perawat lupa mengkonfirmasi ke dalam
dokumentasi asuhan keperawatan, sehingga yang tertulis atau yang telah dilaksanakan
oleh perawat kepada pasiennya tidak ada dokumentasi asuhan keperawatan.
PERTEMUAN KE 8

A. Upaya memutus rantai infeksi precaution


Penularan infeksi yang sering terjadi di lingkungan pelayanan medis, sangat
beresiko terpapar ke tenaga kesehatan, pasien, pengunjung dan karyawan. Pelayanan
kesehatan yang diberikan ke pasien harus didukung oleh sumber daya manusia yang
berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima dan optimal. Proses dalam
mewujudkan Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan
kemampuan kognitif dan motoric yang cukup yang harus dimiliki oleh setiap petugas
kesehatan. Seperti yang kita ketahui pengendalian infeksi di setiap pelayanan
kesehatan merupakan rangkaian aktifitas kegiatan yang wajib dilakukan oleh Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dan merupakan tuntutan kualitas sekaligus
persyaratan administrasi menuju proses akreditasi.
Infeksi Nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba pathogen yang
bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Akibat lainnya yang juga
cukup merugikan adalah hari rawat penderita yang bertambah, beban biaya menjadi
semakin besar, serta merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit
kurang membantu. Infeksi nosokomial yang saat ini disebut sebagai healthcare
associated Infection (HAIs) merupakan masalah serius bagi semua sarana pelayanan
kesehatan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Bagi masyarakat umum, sarana
kesehatan merupakan tempat pemeliharaan kesehatan.
Pengontrolan mikroorganisme dapat dirangkum sebagai berikut:
1) Mencegah penyebaran penyakit dan infeksi
2) Membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi
3) Mencegah pembusukan dan perusakan bahan oleh mikroorganisme
Tindakan pembersihan yang rutin sangat penting untuk memastikan bahwa
rumah benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar
90 persen darikotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang
teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar
mandi, dan alat-alatmedis yang telah dipakai berkali-kali.Pengaturan udara yang baik
sukar dilakukan dibanyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring
udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendahatau bagi penderita
yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturanudara
yang baik akan lebih banyak mengurangi resiko penularan kuman tuberkulosis.
B. Upaya mencegah hazard fisik-radiasi
a) Hazard Fisika
1. Resiko Bahaya Mekanik
 Benda-benda tajam dan panas, resiko bahaya ini paling sering menimbulkan
kecelakaan kerja contohnya, jarum suntik dan jarum jahit. Resiko itu bisa saja
terkontaminasi dengan kuman akibat bekas jarum suntik.
 Benda-benda yang bergerak yang dapat membentur , sering kali di rumah sakit
di temui yang dapat menyebabkan tertularnya penyakit contohnya brangkart/
tempat tidur , rostur/ kursi roda.
 Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung. resiko ini
biasanya ditemui di lantai-lantai yang miring.
 Resiko jatuh dari ketinggian yang berbeda biasanya terjadi di ruang perawatan
anak dan jiwa.yang harus di perhatikan contohnya konstruksi bangunan atau
pembersihan kaca pada posisi yang cukup tinggi . pada ruangan tersebut
biasanya dilantai atas, jadi jendela yang ada sudah terpasang teralis pengaman
dan anak- anak selalu dalam pengawasan orang dewasa dalam bermain
2. Pengendalian Resiko Bahaya Fisik
potensi bahaya adalah sesuatu yang berpeluang menyebabkan terjadinya
kerugian,kerusakan,cedera,sakit,atau bahkan kematian yang berhubungan dengan
proses dan sistem kerja. Secara umum yang dilakukan oleh sebagian orang dalam
tahap pengendalian resiko bahaya fisik ada beberapa tahap, diantaranya :
 Eliminasi
 Subtitusi
 Rekayasa/enginering
 Adminstratif
 Alat pelindung diri (administration control)

3. Pedoman Penerapan Sistem K3


 Komitmen dan Kebijakan
 Perencanaan
 Penerapan/Implementas
4. Pegendalian Resiko Bahaya Fisik di Rumah Sakit
 Menggunakan alat pelindung diri contohnya, helm.kaca mata, sepatu,pelindung
tangan.
 Membuat isolasi kegiatan atau unsur-unsur yang berbahaya
 Pengendalian cahaya di ruang laboratorium
 Pengaturan ventilasi
 Pengaturan jadwal kerja yang sesuai
 Filter untuk mikroskop
 Pelindung mata untuk sinar laser
 Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
 Pemeriksaan kesehatan secara berkala
 Pengobatan apabila ditemukan gangguan fisik bagi pekerja.
 Memasang tanda-tanda peringatan
 Membuat daftar bahan-bahan yang aman
 Pelatihan penanganan darurat
 Riset medis
 Monitoring lingkungan kerja
 Sanitasi yang bersih dan penyediaan fasilitas kesehatan
 Menerapkan peraturan perundangan yang disiplin
 Penyediaan sarana dan prasarana yang terbaharuan
b) Hazard radiasi
Berikut adalah upaya – upaya dalam mencegah efek hazard radiasi.
Radiasi ionisasi Upaya perlindungan/pencegahan yang harus dilakukan sesuai dengan
"The Ionising Regulations 1999" adalah (Ridley, 2008):
 Melakukan pengontrolan akses ke area yang terkena radiasi.
 Pembatasan eksposur ke pekerja
 Memilih orang yang berkualifikasi atau telah mendapatkan pelatihan khusus
untuk memastikan penggunaan sumber – sumber radiasi yang aman.
 Mengadakan pelatihan dan pemberian intruksi kepada setiap pekerja yang
menggunakan sumber radiasi.
 Mengimplementasikan aturan-aturan penggunaan sumber dengan radiasi
 Melakukan mengukuran eksposur ke pekerja yang bekerja dengan radiasi.
 Pemeriksaan kesehatan rutin
 Pendomentasian catatan yang akurat atas penggunaan dan lokasi sumber radiasi.
 Sistem pelaporan setiap kerusakan atau kehilangan sumber radiasi kepada atasan.
 Penyelidikan kasus eksposur radiasi berlebih dan pengambilan langkah –
langkah perbaikanya.
C. Upaya pencegahan radiasi non radiasi dibedakan terhadap jenis radiasi,
diantaranya:
A. Ultraviolet
Secara umum kita sudah mengetahui bahwa paparan sinar ultraviolet dapat
berdampak buruk bagi kesehatan. Namun mungkin tak sedikit yang menganggap
bahwa sinar ultraviolet hanya berasal dari matahari saja. Sinar ultraviolet
sebenarnya dapat bersumber dari phototherapy, solarium, fluorescent, cahaya
neon dan halogen, las, lampu UVR, laser ultraviolet, dan lain-lain.
Sinar ultraviolet dari matahari merupakan spektrum elektromagnetik yang terdiri
dari tiga panjang gelombang yaitu UVA, UVB, dan UVC. Semua radiasi UVC
dan UVB diserap oleh atmosfer, sedangkan UVA dan 10% dari UVB mencapai
permukaan bumi. Keduanya diketahui sebagai penyebab sel kanker.
 Menggunakan kacamata pengaman.
 Menggunakan Alat Pelindung Diri.
 Menggunakan kacamata pelindung.
 Memakai krim pelindung
 Memastikan tutup perlengkapan alat yang memancarkan ultraviolet benar-
benar telah tertutup.
B. bahaya Tampak
Cahaya tampak adalah gelombang elektromagnetik yang dapat terlihat oleh mata kita
seperti merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.
Cahaya yang memiliki panjang gelombang terbesar adalah merah dengan panjang
gelombang 620 nm hingga 750 nm. Sedangkan cahaya yang memiliki panjang
gelombang terkecil adalah ungu 380 nm hingga 450 nm.
Cara mencegahan radiasi ini adalah dengan mengendalikan intensitas cahaya dan tata
letak piranti pencahayaan.
C. Inframerah
 Menyediakan APD.
 Menggunakan sarung tangan pelindung.
D. Frekuensi Radio
Melakukan pengecekan kebocoran radiasi.
E. Elektromagnetik
Memindahkan perlengkapan pembumian (earthing)
F. Laser
 Memasang tanda bahaya prioritas.
 Dilakukan oleh operator yang terlatih dan berkompeten.
 Penggunaan APD.
D. Upaya mencegah hazard kimia
1) Inherently Safer Alternative (ISA)
ISA adalah strategi pengendalian bahaya dengan cara mengganti bahan baku atau
proses berbahaya dengan bahan baku atau proses yang tingkat bahayanya lebih
rendah. Saat yang paling tepat melakukan ISA adalah pada saat awal
pengembangan produk atau proses (development stage). Ada empat strategi yang
dapat dilakukan dalam ISA, yaitu:

a. Miminize
b. Subtitute
c. Moderate
2) Passive Control
Passive control adalah mengurangi bahaya atau resiko dengan merancang proses
dan peralatan yang lebih aman. Passive control dapat mengurangi frekuensi atau
konsekuensi dari bahaya tersebut tanpa fungsi aktif peralatan apapun, misalnya
tempat penampungan (contaiment), dinding tahan api, pipa atau tangki yang tahan
terhadap tekanan tinggi.
3) Active Control
Active control menggunakan sistem engineering control, misalnya safety
interlock, emergency shutdown system, smoke detector dan lain sebagainya.
4) Procedural Control
Procedural control disebut juga administrative control, yaitu proses pengendalian
dengan cara membuat prosedur administratif menggurangi bahaya dan resiko dari
bahaya kimia. Misalnya work instruction, safe operating limit, work permit dan
sebagainya.
PERTEMUAN KE 9

A. Upaya mempertahankan ergonomik pada posisi berbaring, duduk,berdiri, dan


berjalan
Hazard ergonomi adalah hazard yang terkait dengan kondisi pekerjaan dan
peralatan kerja yang digunakan oleh pekerja, termasuk work station. Hazard ergonomi
merupakan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan sebagai akibat dari
ketidaksesuaian desain kerja dengan pekerja. Berikut upaya pencegahan hazard
ergonomic pada posisi berbaring, duduk, berdiri, dan berjalan.
 Posisi berbaring :
Dengan memposisikan posisi supinasi, pronasi, fowler, lateral (side lying),
posisi dorsal recumbent, posisi litotomi, dan posisi tredelenburg’s.
 Posisi duduk
1. Duduk tegak punggung lurus ke belakang
2. Pusatkan beban tubuh pada satu titik agar seimbang
3. Posisi lutut mempunyai peranan penting
4. Jka lutut dudukkan kursinya terlalu tinggi, maka gunakan pengganjal kaki
untuk membantu menyalurkan beban dari tungkai
5. Jika ingin menulis tanpa meja, gunakanlak pijakan di bawah kaki namun
posisi kaki tetap sejajar dengan lantai
 Posisi berdiri
Ketika berdiri, berat badan sedikit ke depan dan didukung di bagian luar kaki.
Sekali lagi, kepala tegak, punggung lurus, dan perut terselip in. (ingat bahwa
klien tempat tidur harus di sekitar posisi yang sama sebagai jika dia berdiri.
 Posisi berjalan
1. Biasakan berjalna dengan tubuh yang tegak
2. Gunakan otot betis, paha belakang dan kuadrisep agar anda bisa berjalan
dengan baik
3. Tariklah kedua bahu sedikit ke belakang, tetapi biarkan tetap rileks
4. Ayunkan lengan selama anda berjalan
B. Upaya mencegah hazard psikososial
Hazard psikososial adalah suatu bentuk bahaya yang dapat mengancam
kesehatan mental para pekerja dan risiko penurunan produktifitas pekerja.
Dikarenakan hal tersebut upaya atau pencegahan pada hazard psikososial yang akan
dibahas ini menjadi hal penting selain melindungi atau mencegah bahaya fisik atau
luar lainnya.
Hazard psikososial atau bahaya psikososial adalah sesuatu yang menimbulkan
kerugian salah satunya dalam dunia bekerja.Hazard psikososial merupakan faktor dan
situasi yang berkaitan dengan tempat kerjayang dapat memicu stress, ketegangan
emosional, dan masalah interpersonal. Hal-hal yang berpotensi yang dapat
membahayakan pekerja dari hazard psikososial ini diantaranya seperti jam kerja yang
panjang dan tidak adanya rotasi shift kerja, tekanan di tempat kerja, penyalahgunaan
narkoba dan alkohol, gangguan seksual, dan lain-lain.
Upaya pegendalian atau pencegahan bahaya resiko, terhadap stress kerja
padakaryawan , kegelisahan, depresi , penghargaan diri yang kurang sampai
meningkatnya gejala penyakit jantung :
 Elimination adalah menghilangkan semua faktor risiko dari process kerja yang
menjadi sumber bahaya.
 Substitution adalah mengganti hal-hal yang mempunyai pengaruh berbahaya
terhadap psikis dan fisik pekerja
 Minimasi adalah memperkecil kemungkinan timbulnya bahaya
 Engineering control adalah pendekatan secara teknik misalnya : penilaian
kinerja pekerja,
 Administrative control adalah pengawasan terhadap keputusan atau peraturan-
peraturan yang telah disepakati bersama.
 Supervisi atau bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pekerja sehingga
faktor resiko timbulnya bahaya dapat dikurangi
 PPE atau APD : sebagai pelindung antara pekerja dan hal-hal pencetus bahaya
dengan pemahaman pekerja yang baik dan pendekatan diri terhadap lingkungan
dan tuhannya.

Upaya yang dilakukan untuk mencegah hazard psikososial yakni:


 Analisis beban kerja untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan
atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu,
atau dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk berapa jumlah
personalia dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepada seorang petugas. Ada
3 metode analisis beban kerja, yaitu:
 pendekatan organisasi,
 pendekatan analisis jabatan, dan.
 pendekatan administratif.
 Analisi beban kerja dilakukan dengan membandingkan bobot/beban kerja
dengan norma waktu dan volume kerja. Target beban kerja ditentukan
berdasarkan rencana kerja atau sasaran yang harus dicapai oleh setiap jabatan,
misalnya mingguan atau bulanan.
 Memberi kesempatan pengembangan kerja, pengembangan karir merupakan
suatu perencanaan dan penerapan rencana karir yang dapat digunakan untuk
penempatan perawat pada jenjang yang sesuai dengan keahliannya, serta
menyediakan kesempatan yang lebih baik sesuai dengan kemampuan dan
potensi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan moral kerja dan mengurangi
kebuntuan karir.
 Penentuan/penyesuaian desain kerja, desain pekerjaan adalah rincian tugas dan
cara pelaksanaan tugas atau kegiatan yang mencakup siapa yang mengerjakan
tugas, bagaimana tugas itu dilaksanakan, dimana tugas dikerjakan dan hasil apa
yang diharapkan.
PERTEMUAN KE 10

A. Pengertian
Suatu sistem yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.
Suatu sistem dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya
cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
Patient safety is a discipline that emphasizes afety in health care through the
prevention, reduction, reporting, and analysis of medical error that often leads to
adverse effects Patient Safety adalah isu terkini, global, penting (highprofile), dalam
Pelayanan RS, praktis belum lama, dimulai sejak “Landmark” Laporan IOM th
2000. WHO memulai Program Patient Safety th 2004 : “Safety is a fundamental
principle of patient care and a critical component of quality management.” (World
Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO,2004)
KOMITE KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT (KKP-RS) dibentuk
PERSI, pd tgl 1 Juni 2005

MENTERI KESEHATAN bersama PERSI & KKP-RS telah mencanangkan


Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit pd Seminar Nasional PERSI tgl 21
Agustus 2005, di JCC
B. Tujuan
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
 Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
 Menurunnya KTD di RS
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD
C. Keterkaitan Perawat dengan “Patient safety”
 Profesi dengan jumlah tenaga kesehatan terbesar di RS
 Merupakan anggota tim kesehatan (inti)
 Aktifitas pekerjaannya 24 jam di RS
 Tenaga profesi : Pelayanan keperawatan ditujukan untuk mencapai kemandirian
pasien
 Pelayanan keperawatan bagian integral dari pelayanan Kesehatan
 Mempunyai peran kunci dalam keselamatan pasien
D. 7 Langkah Menuju Keselamatan Pasien di Rumah Sakit (Prinsip)
 Bangun kesadaran akan nilai KP
 Pimpin dan dukung staf anda
 Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
 Kembangkan sistem pelaporan
 Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
 Belajar & berbagi pengalaman ttg KP
 Cegah cedera melalui implementasi sistem KP
E. Peran Perawat dalam Keselamatan Pasien di RS
 Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar
pelayanan dan SPO yang telah ditetapkan
 Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan
 Memberikan pendidikan kepada pasien & keluarga tentang asuhan yang
diberikan4.
 Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian
pelayanan kesehatan
 Menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya
 Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak
diharapkan
 Mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien dan keluarga
F. Upaya yang Dapat dilakukan untuk Memelihara & Minangkatkan “Patient
safety”
 Sesuai dengan kompetensi perawat : mengimplementasikan tentang infeksi
nosokomial, membuat dan mempertahankan lingkungan yang aman melalui
jaminan kualitas dan manajemen risiko, gunakan petunjuk/instrumen yang
sudah ditatapkan untuk mencegah hal yang tidakdiinginkan terjadi pada
pasien
 Menetapkan standar praktek (SPO) dan memastikan penerapannya
 Pelayanan yang berorientasi customer
 Adanya pengembangan sistem pemberian pelayanan keperawatan di faskes
dng mengoptimalkan sumber-sumber yang ada
 Adanya perencanaan yang jelas yang disusun bagian keperawatan untuk
mengembangkan pelayanan melalui inovasi-inovasi (tertera dalam Rencana
strategis)
G. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan “Patient safety”
 Tingkat pendidikan
 Pelatihan
 Pengetahuan
 Motivasi
 Jam kerja
 Lama kerja
 Jenjang jabatan
 Gaji
 dll
PERTEMUAN KE 11

A. EBP untuk peningkatan patient safety


Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk menentukan,
menilai, dan mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature keperawatan maupun
medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBP merupakan
salah satu langkah empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian dapat
diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metode dengan critical
thinking dan menggunakan data dan penelitian yang tersedia secara maksimal.
EBP (Evidence Based Practice) merupakan suatu kegiatan dimana dilakukan
penelitian atau riset tentang suatu studi. Dalam mengevaluasi kemajuan dalam
keselamatan pasien dibutuhkan pengukuran keselamatan pasien meliputi dua tindakan
keseimbangan :
1) Menyeimbangkan keinginan terhadap suatu pengukuran yang bersifat lebih global,
maskipun lebih bias tentang keselamatan pengukuran yang lebih fokus tetapi biasnya
lebih sedikit ( kuat ). Suatu pengukuran global yang dapat di terapkan untuk semua
pasien ( misalnya moltalitas dirumah sakit ) memiliki bias yang exstrem karena tidak
adaekuatnya penyesuaian tehadap resiko dan kurangnya pertimbangan terhadap
preferensi pasien pengukuran yang spesifik ( misalnya infeksi aliran vena sentral
bersifat sangat kuat tetapi pengukuran ini hanya menargetkan sekelompok kecil
pasien. Banyak pengukuran spesifik di perlukan untuk mencangkup keseluruhan
populasi pasien
2) Meneruskan keseimbangan antara pengukuran yang baik ( valid dan andal ) yang
memungkinkan untuk di lakukan mengingaat sumber daya yang terbatas.
Penggunaan sumber data yang relatif mudah dan tidak mahal,misalnya data
administratif untuk pengukuran seperti tronbosif vena dalam, merupakan pengukuran
yang dapat di terapkan tetapi memiliki korelasi yang buruk dengan data kajian rekam
medis untuk mengatasi hal ini maka penting untuk :
a) Mengurangi kuantitas namun bukan kualitas data
b) Mempertimbangkan validitas suatu pengukuran pada dua tingkat :
 Dominan keselamatan pasien : jika hal ini merupakan suatu hasil, apakah akan
mewakili aspek penting dari mutu dan apakah salah satu dari variasi pada
praktik di antara organisasi atau intervensi yang meningkatkan hasil
menunjukkan hal ini secara umum dapat di cegah jika ini adalah suatu
penilaian proses, apakah bukti menunjukkan intervensi akan memperbaiki
hasil.
 Rancangan studi apakah yang di gunakan untuk mengukur dominan
keselamatan pasien apakah protokol riset yang terdevinisi dengan baik,
perangkat pengumpulan data, data base yang di rancang dengan baik, rencana
pengendalian mutu yang jelas, dan rencana analisis yang mendetail rancangan
acak berkelompok.
B. Tujuan EBP
Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di dalam praktek
keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan dan memberikan hasil
yang terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan. Selain itu juga, dengan
dimaksimalkannya kualitas perawatan tingkat kesembuhan pasien bisa lebihcepat
dan lama perawatan bisa lebih pendek serta biaya perawatan bisa ditekan
(Madarshahian et al., 2012).
C. Langkah-Langkah Dalam Proses Evidance Based Practice
1) Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry)
2) Mengajukan pertanyaan PICO(T) question
3) Mencari bukti-bukti terbaik
4) Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang ditemukan
5) Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien untuk membuat
keputusan klinis terbaik
6) Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP
7) Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)
D. TantanganTerhadap Riset Keselamatan Pasien
Tantangan berikut perlu diatasi untuk menerapkan suatu riset yang elektif dan
kerangka kerja peningkatan mutu yang meliputi :
1) Membangun kapasitas : satu-satunya cara untuk membangun momentum pada
bidang riset keselamatan adalah dengan memberikan pendidikan formal tentang
metode riset, pengajaran, dan pengalaman riset terstruktur kepada tenaga
kesehatan . tenaga kesehatan juga disarankan untuk mendapatkan gelar master
atau doktoral pada bidang kerjanya. Karena terbatasnya waktu, maka untuk
tahap awal dapat dilakukan pelatihan (workshop) selama seminggu untuk
membantu memahami konsep. Keterampilan evaluasi dapat diperoleh dengan
berpartisipasi pada kursus yang lebih panjang. Untuk memberikan panduan
yang sama untuk pelatihan pada riset keselamatan pasien, maka WHO telah
menyusun panduan untuk memberikan pengajaran di seluruh dunia dengan cara
/ format yang terstandardisasi.
2) Menciptakan infrastruktur : suatu kebijakan perlu disusun untuk memastikan
adanya pertukaran informasi antara klinisi dan penyusun metode. Satu cara
untuk melakukan hal ini adalah dengan mengadakan pertemuan
multidisiplin untuk membahas disiplin kerja klinis dan riset kuantitatif secara
bersamaan.
3) Mengevaluasi rasio biaya-manfaat untuk upaya peningkatan mutu : peneliti
perlu memiliki kemampuan untuk menjelaskan rasio biaya-manfaat dari
intervensi, misalnya mempekerjakan staf baru atau membeli peralatan baru, agar
para pemimpin 8 senior dan badan regulatori dapat membuat keputusan yang
sudah diumumkan sebelum mewajibkan penerapan praktik yang aman
E. Budaya dalam lingkungan kerja perawat dalam peningkatan patieent safety
Schein (1992) mendefinisikan budaya kerja sebagai kebiasaan orang bekerja
bekerja dalam suatu kelompok, kelompok, nilai, filosofi filosofi dan aturan-aturan
aturan-aturan dalam kelompok kelompok yang membuat mereka bisa bekerjasama.
Karakteristiknya antara lain: budaya kerja sebagai suatu pola yang dibentuk
berdasarkan asumsi-asumsi dasar; dibentuk oleh kelompok sebagai upaya untuk
mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam lingkungan kerja dan untuk
beradaptasi dengan lingkungan eksternal mencerminkan tradisi yang dianggap
berjalan dengan baik, diajarkan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi,
dianggap sebagai cara terbaik untuk berfikir, berperilaku dan berfikir.Secara singkat
budaya kerja adalah bagaimana bagaimana kita menyelesaikan menyelesaikan
pekerjaan pekerjaan ditempat ditempat kerja. Budaya kerja berperan berperan
penting dalam penting dalam keberhasilan keberhasilan atau kegagalan kegagalan
suatu organisasi organisasi pelayanan pelayanan kesehatan kesehatan dan juga
dalam konteks patient safety. Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi
resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien
dan staff Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi
terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999).
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse
Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD). Near Miss atau Nyaris Cedera (NC)
merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cidera serius tidak terjadi, karena keberuntungan
(misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat),
pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan.
Pentingnya mengembangkan budaya patient safety juga ditekankan dalam
salahvsatu laporan Institute of Medicine “To Err Is Human” yang menyebutkan
bahwavorganisasi bah wavorganisasi pelayanan pelayanan kesehatan kesehatan
harus mengembangkan mengembangkan budaya keselamatanvsedemikian sehingga
organisasi tersebut berfokus pada peningkatan reliabilitasvdan keselamatan
pelayanan pasien”. Hal ini ditekankan lagi oleh Nieva dan Sorra dalam penelitiannya
penelitiannya yang menyebutkan menyebutkan bahwa budaya keselamatan yang
buruk merupakan faktor resiko penting yang bisa mengancam keselamatan pasien.
PERTEMUAN KE 12

A. Peran Manajemen risiko dalan patient safety


Risiko adalah Potensi terjadinya kerugian Dapat timbul dari proses / kegiatan saat
Sekarang atau Kejadian pada Masa y.a.d.
Risk :
The chance of loss.
Pure risk is uncertainty as to whether loss will occur.
Speculative risk is uncertainty about an event that could produce loss.
Pure risk is insurable but speculative risk usually is not.
Manajemen Risiko Adalah Pendekatan Proaktif Untuk mengidentifikasi, menilai
dan menyusun Prioritas Risiko, Dengan tujuan untuk menghilangkan atau
meminimalkan Dampaknya
Tujuan manajemen risiko dalam Pelayanan kesehatan
1. Meminimalkan kemungkinan kejadian yang memiliki konsekuensi negatif bagi
konsumen / pasien, staf dan organisasi
2. Meminimalkan risiko kematian, cedera dan / atau penyakit bagi konsumen /
pasien, karyawan dan orang lain sebagai akibat dari pelayanan yang diberikan
3. Meningkatkan hasil asuhan pasien
4. Mengelola sumber daya secara efektif
Mendukung kepatuhan terhadap regulasi / peraturan perUUan dan memastikan
kelangsungan dan pengembangan organisasi
B. Mengenali dan berespon terhadap adverse event
Adverse Events (AE) didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tidak
diharapkan (KTD) yang disebabkan oleh kesalahan pengobatan/treatment serta dapat
berdampak negatif bahkan fatal pada pasien. Pada dasarnya, Adverse Events (AE)
bersifat ketidak sengajaan. Jadi tidak direncanakan untuk merugikan orang lain.
Namun apa pun alasannya hal tersebut tidak boleh terjadi karena bisa berdampak
negatif dan bahkan fatal pada pasien. Salah satu contoh seorang pasien yang
berpenyakit rematik tulang tetapi ia diagnosis menderita kanker tulang stadium empat
sehingga harus segera dioperasi, dan tindakan medis (operasi) dilakukan padahal
penyakit tersebut tidak perlu dilakukan dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada
pasien tersebut. Selain secara ekonomis dan psikologis pasien dirugikan, mungkin ia
menderita seumur hidup atau bahkan mungkin meninggal. Kasus Adverse Events
(AE) banyak terjadi di mana-mana oleh karena harus diperhatikan. Klasifikasi Insiden
Adverse Events (AE); 1. Kejadian Sentinel Yaitu kejadian yang dapat mengakibatkan
kematian atau cedera yang serius 2. Kejadia Nyaris Cedera (KNC) Kecelakaan tetapi
belum sampai terpapar ke pasien 3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) Kecelakaan yang
mengakibatkan pasien terpapar, tetapi tidak menimbulkan cedera 4. Kondisi Potensial
Cedera (KPC) Kecelakaan yang berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadinya insiden.
PERTEMUAN KE 13
A. Penggunaan teknologi dalam peningkatan patient safety
Penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan memberikan
kontribusi pada efektifitas pelayanan kesehatan. teknologi dapat mencegah kejadian
medical error melalui mekanisme berikut:
a) Pencegahan adverse event
Pencegahan adverse event yang lebih riil adalah penerapan sistem
pendukung keputusan (SPK) yang diintegrasikan dengan sistem informasi
klinik. Berbagai macam contoh SPK mampu memberikan alert kepada dokter
yang muncul secara cepat pada situasi kritis yang kadang membahayakan
keselamatan pasien. Pencegahan adverse event juga dapat dilakukan melalui
pengembangan berbagai aplikasi yang memungkinkan pemberian obat serta dosis
secara akurat. Penggunaan barcode serta barcode reader untuk kemasan obat akan
mencegah kesalahan pengambilan obat.
b) Memberikan respon cepat setelah terjadinya adverse event.
Sistem informasi klinik yang baik akan mampu memberikan umpan
balik secara cepat jika terjadi kesalahan atau adverse event. Contoh yang menarik
adalah pengalaman penarikan obat Rofecoxib (keluaran Merck). Begitu FDA
mengeluarkan rilis mengenai penarikan obat tersebut, salah satu rumah sakit
di AS dengan cepat mengidentifikasi seluruh pasien yang masih mendapatkan
terapi obat tersebut, kemudian memberitahukan secara tertulis maupun elektronik
mengenai penghentian obat tersebut dan memberikan saran untuk kembali ke
rumah sakit agar mendapatkan obat pengganti. Semua surat kepada 11 ribuan pasien
terkirim sehari kemudian. Dalam waktu 7 jam dokter yang menggunakan sistem
informasi klinikpun tidak akan menemukan daftar obat tersebut dalam daftar
peresepan, karena sudah langsung dikeluarkan dari database obat.
c) Melacak dan menyediakan umpan balik secara cepat
Teknologi database dan pemrograman saat ini memungkinkan pengolahan data
pasien dalam ukuran terra byte secara cepat. Metode datawarehouse dan
datamining memungkinkan komputer mendeteksi pola
 pola tertentu dan menc urigakan dari data klinis pasien. Metode tersebut
relatif tidak memerlukan operator untuk melakukan analisis, tetapi komputer
sendirilah yang akan memberikan hasil analisis dan interpretasi tersebut.
Oleh karena itu, istilah rekam kesehatan elektronik menjadi kata kunci.
Ketika data rekam medis pasien, obat, protokol klinik, aset rumah sakit
diintegrasikan dalam suatu database elektronik rumah sakit dapat
mewujudkan tiga hal tersebut di atas. Dalam hal ini, terdapat bentuk
 bentuk penerapan teknologi dalam melacak dan menyediakan umpan balik
yang diantaranya:
1) Human Factors Engineering (HFE) pada ruang rawat pediatrik. HFE
sama dengan FCC dalam penerapannya pada pasien anak, dimana
keluarga dan perawat bekerja sama untuk menghasilkan peningkatan
kesehatan anaknya yang sedang mengalami hospitalisasi.
2) Computerized Iinformation System (CIS) yang digunakan pada kamar
operasi dan intensive care unit membantu perawat dalam menentukan
dan menghitung beban kerja yang diterimanya langsung.
Beberapa dari banyak keunggulan teknologi dapat menyediakan termasuk
memfasilitasi komunikasi antara tenaga medis, meningkatkan keamanan obat,
mengurangi potensi kesalahan medis, meningkatkan akses ke informasi medis, dan
mendorong perawatan yang berpusat pada pasien. Berikut ini adalah beberapa cara
teknologi membantu meningkatkan keselamatan pasien
B. Peran kerja tim untuk patient safety
Hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab dengan penyedia layanan
kesehatan lain dalam dengan penyedia layanan kesehatan lain dalam pemberian
(penyediaan) asuhan pasien (ANA,1992 dalam kozier,pundamental keperawatan)
kesehatan yang terdiri dari berbagai profesi seperti dokter,perawat,psikiater,ahli
giji,parmasi,pendidik dibidang kesehatan dan pekerja sosial!" ujuan utama dalam tim
adalah memberikan pelayanan yang tepat,oleh tim kesehatan yang tepat,di waktu yang
tepat,serta di tempat yang tepat.
Elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu keterampilan komunikasi
yang efektif,saling menghargai, rasa percaya,dan proses pembuatan keputusan(kozier
,2%1%) konsep kolaborasi tim kesehatan itu sendiri merupakan hubungan kerjasama yang
kompleks dan membutuhkan pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan
kesehatan untuk pasien.
Kolaborasi sangatlah penting karena masing-masing tenaga kesehatan memiliki
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan pengelaman yang berbeda dalam
kolaborasi tim kesehatan, mempunyai tujuan yang sama yaitu sebuah keselamatan untuk
pasien.
C. Peran pasien dan keluarga sebagai partner dipelayanan kesehatan untuk mencegah
terjadinya bahaya dan adverse events
Peran pasien dan keluarga dalam pengurangan risiko terkait pelayanan kesehatan
adalah : A. Menerapkan prosedur cuci tangan yang benar Keluarga memiliki kemungkinan
sering kontak dengan pasien, maka untuk melindungi diri sendiri dan melindungi pasien
dari perpindahan kuman disarankan keluarga menerapkan prosedur cuci tangan yang benar
pada 5 (lima) momen yaitu saat sebelum kontak dengan pasien, sesudah kontak pasien,
sesudah ke toilet, sebelum dan sesudah makan. Perlu diperhatikan juga bahwa lingkungan
sekitar pasien berisiko terpapar kuman maka disarankan mencuci tangan sesudah kontak
dengan lingkungan pasien (meja, alat tenun, tempat tidur dsb), Guna memperoleh hasil
cuci tangan yang optimal Pasien dan keluarga disarankan mencermati dan mengikuti
petunjuk 6 (enam) langkah mencuci tangan yang diberikan oleh petugas atau panduan cuci
tangan yang ada di rumahsakit Ø Membatasi pengunjung pasien Selama pasien dirawat di
rumah sakit seyogyanya pasien tidak berinteraksi dengan banyak orang karena berisiko
terpapar kuman dari pengunjung dalam keadaan pertahanan diri yang relatif rendah
dengan demikian peran
keluarga diperlukan untuk membatasi pengunjung yang kontak dengan pasien Ø
Menerapkan etika batuk yang benar Keluarga dan pengunjung yang batuk berisiko
menyebarkan kuman melalui partikel halus di udara dengan demikian bila sedang
mengalami batuk keluarga perlu menggunakan masker atau menerapkan tehnik
perlindungan yang benar saat batuk yaitu menutup mulut dan hidung menggunakan
lengan. Adapun peran keluarga sebagai partner pasien untuk mencegah terjadinya bahaya :
1. Keluarga berperan secara aktif dalam menjaga keselamatan pasien di pelayanan
kesehatan yaitu memberikan informasi pasien yang benar, jelas, lengkap dan jujur,
mengetahui dan melaksanakan kewajiban serta tanggung jawab pasien maupun keluarga,
keluarga dapat mengajukan pertanyaanpertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti,
keluarga memahami dan menerima konsekuensi pelayanan, keluarga harus dapat
memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dalam proses bersama tim medis
untuk mengelola pasien, serta keluarga memenuhi kewajiban finansial yang disepakati. 2.
Penerapan enam sasaran keselamatan pasien dan peran keluarga dalam menjaga
keselamatan pasien

PERTEMUAN KE 14
a) Aplikasi pengontrolan dan pencegahan infeksi, prosedur invasif

Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan


memerlukan penerapan prosedur dan protokol yang disebut sebagai "pengendalian". Secara
hirarkis hal ini telah di tata sesuai dengan efektivitas pencegahan dan pengendalian infeksi
(Infection Prevention and Control – IPC), yang meliputi: pengendalian bersifat
administratif, pengendalian dan rekayasa lingkungan, dan alat pelindung diri (APD)
1. Pengendalian administratif.
Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi IPC, meliputi penyediaan
kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam mencegah, mendeteksi, dan mengendalikan
infeksi selama perawatan kesehatan. Kegiatan akan efektif biladilakukan mulai dari
antisipasi alur pasien sejak saat pertama kali datang sampai keluar dari sarana pelayanan.
Pengendalian administratif dan kebijakan – kebijakan yang diterapkan pada ISPA meliputi
pembentukan infrastruktur dan kegiatan IPC yang berkesinambungan, membangun
pengetahuan petugas kesehatan, mencegah kepadatan pengunjung di ruang tunggu,
menyediakan ruang tunggu khusus untuk orang sakit dan penempatan pasien rawat inap,
mengorganisir pelayanan kesehatan agar persedian perbekalan digunakan dengan benar;
prosedur – prosedur dan kebijakan semua aspek kesehatan kerja dengan penekanan pada
surveilans ISPA diantara petugas – petugas kesehatan dan pentingnya segera mencari
pelayanan medis, dan pemantauan tingkat kepatuhan disertai dengan mekanisme perbaikan
yang diperlukan.
2. Pengendalian dan rekayasa lingkungan.
Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan kesehatan dasar
dan di rumah tangga yang merawat kasus dengan gejala ringan dan tidak membutuhkan
perawatan di RS. Kegiatan pengendalian ini ditujukan untuk memastikan bahwa ventilasi
lingkungan cukup memadai di semua area didalam fasilitas pelayanan kesehatan serta di
rumah tangga, serta kebersihan lingkungan yang memadai. Harus dijaga pemisahan jarak
minmal 1 m antara setiap pasien ISPA dan pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan
(bila tidak menggunakan APD). Kedua kegiatan pengendalian ini dapat membantu
mengurangi penyebaran beberapa patogen selama pemberian pelayanan kesehatan.
3. Alat Perlindungan Diri (APD)
Penggunaan secara rasional dan konsisten APD yang tersedia serta hygiene sanitasi
tangan yang memadai juga akan membantu mengurangi penyebaran infeksi. Meskipun
memakai APD adalah langkah yang paling kelihatan dalam upaya pengendalian
dan penularan infeksi, namun upaya ini adalah yang terakhir dan paling lemah dalam
hirarki kegiatan IPC. Oleh karena itu jangan mengandalkannya sebagai strategi utama
pencegahan. Bila tidak ada langkah pengendalian administratif dan rekayasa teknis yang
efektif, maka APD hanya memiliki manfaat yang terbatas.
b) Penyebab terjadinya adverse events terkait prosedur invasif
Penyebab Kejadian tidak diharapkan (KTD)/adverse event di Rumah Sakit : 1. Alat
Kesehatan − Defect (bawaan pabrik) − Pemeliharaan yang tidak memadai − Alat
kesehatan dimodifikasi sendiri − Penyimpanan alat kesehatan yang tidak memadai −
Penggunaan yang tidak sesuai prosedur − Alat kesehatan tidak mengacu pada SOP −
Kurangnya pengetahuan atau kurang pelatihan dalam penggunaan alat kesehatan 2.
Sumber Daya Manusia Interaksi sumber daya manusia (SDM) dengan teknologi,
system, ataupun situasi yang dinamis. Akibat yang ditimbulkan : − Diagnose yang salah
akan menimbulkan pengobatan yang tidak tepat − Memerlukan rawat inap yang
berkepanjangan − Perlunya intervensu medis atau pembedahan − Menyebabkan
kesalahan berkelanjutan − Menurunnya kondisi kesehatan atau gangguan permanen
fungsi dan struktur tubuh − Menyebabkan cacat permanen hingga sampai kematian
Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan dalam pencegahan Kejadian tidak
diharapkan (KTD)/adverse event di Rumah Sakit. Dicegah dengan sistem rancangan
yang mempersulit orang berbuat salah, sebaliknya mengarahkan orang untuk berbuat
benar. Dengan perkataan lain, para penganut pendekatan sistem berpendapat bahwa
kesalahan dapat dicegah atau dikendalikan dengan sistem, misalnya supaya orang tidak
salah menekan tombol maka tombol tersebut diberi warna yang sangat mencolok,
supaya perawat tidak kelelahan sehingga berbuat kelasahan maka penjadwalan
dilakukan berdasarkan sistem yang mengacuh pada jumlah jam kerja maksimum.

c) Medication safety

Medication safety mempunyai tujuan agar tercapainya keselamatan pasien atau


Patient safety. Patient safety adalah identifikasi, penilaian, analisis, dan manajemen risiko
dan patient safety incident, agar pelayanan pasien lebih aman dan meminimalkan harm
pada pasien.
Strategi untuk meningkatkan medication safety dalam pelayanan kesehatan:
1. Sistem yang memastikan adanya distribusi obat yang lebih baik
 Distribusi obat berbasis pasien individual.
 Automated disepensing device
2. Sistem yang memastikan adanya pengecekan yang memadai/adekuat
 Bar coding
 Sistem deteksi komputer untuk kejadian efek samping obat
 Pengecekan ganda oleh perawat yang memberikan obat (terutama untuk obat
yang menyebabkan adiksi, sitotoksik, obat-obat baru, obat yang diberikan secara
epidural, insulin, produk darah).
3. Sistem yang memperbaiki pemberian obat
 Perbaikan pengepakan dan penyimpanan obat, serta peralatan pemberian obat
 Edukasi dan pelatihan untuk menurunkan
 administration error
4. Sistem untuk memperbaiki penulisan resep
 Edukasi dan pelatihan untuk penulis resep
 Academic detailing, yaitu edukasi penulis resep oleh tenaga profesional
pelayanan kesehatan, terutama apoteker, dokter, atau perawat, untuk mengubah
peresepan obat agar konsisten dengan medical evidence, mendukung patient
safety, agar pilihan obatnya cost-effective, serta meningkatkan pelayanan
pasien.
5. Sistem yang memastikan adanya diseminasi pengetahuan tentang obat yang lebih
baik
 Peresepan elektronik yang dikombinasi dengan sistem pendukung
pengambilan keputusan klinis
 Implementasi clinical guideline
6. Sistem yang memberikan pelayanan farmasi klinis
Ahli farmasi klinis berpartisipasi dalam sejumlah proses pengobatan,
termasuk review, pemesanan, penyerahan, monitoring, dan edukasi obat.
7. Sistem yang memperbaiki transfer informasi
 Sistem pelayanan manajemen obat saat pasien masuk dan keluar rumah sakit
(transfer informasi dari rumah sakit ke pemberi pelayanan kesehatan primer,
yaitu dokter umum dan apoteker di luar rumah sakit).
 Rekam medis elektronik bersama.
8. Sistem yang mendukung perawatan multidisiplin
9. Sistem yang mendukung pelaporan insiden terkait obat dan efek samping obat
10. Pendekatan berbasis sistem untuk memahami dan mencegah medication error
 Sistem yang memungkinkan rumah sakit menilai sistem dan performa
pengobatan oleh dokter- dokternya.
 Pendekatan berbasis sistem untuk melaporkan, me- review, dan memberi
umpan balik terhadap data yang diperoleh tentang drug administration error

Anda mungkin juga menyukai