1
ditentukan. Lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik (A. Anwar Prabu
Mangkunegara, 2001:161).
Program kesehatan kerja dapat dilakukan dengan penciptaan lingkungan kerja yang sehat.
Hal ini menjaga kesehatan dari gangguan-gangguan penglihatan, pendengaran, kelelahan, dan
sebagainya. Penciptaan lingkungan kerja yang sehat secara tidak langsung akan mempertahankan
atau bahkan meningkatkan produktivitas (Tulus Agus, 2002:159).
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya
sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal
(UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23 dalam Buchari, 2007)
Bekerja diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan kerja, adapun usaha-usaha
untuk meningkatkan kesehatan kerja (A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2001:162) adalah sebagai
berikut:
Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna ruangan kerja,
penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, dan mencegah kebisingan.
Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit.
Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keserasian lingkungan kerja.
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara atau metode kerja, proses kerja dan
kondisi yang bertujuan untuk :
Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua
lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan
oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan
kesehatan.
Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
2
Pengertian Program Keselamatan Kerja
Perlindungan tenaga kerja meliputi beberapa aspek dan salah satunya yaitu perlindungan
keselamatan. Perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara aman melakukan
kerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Tenaga kerja harus
memperoleh perlindungan dar berbagai soal disekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa
atau mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya.
Pengertian program keselamatan kerja adalah bahwa keselamatan kerja adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya
untuk menuju masyarakat adil dan makmur (A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2002:163).
Menurut Suma’mur (2000:01) keselamatan kerja merupakan sarana untuk pencegahan
kecelakaan cacat dan kematian akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja merupakan tindakan
pencegahan yang mengacu pada dukungan manajemen puncak dalam pelaksanaan kebijakan
perusahaan, dan menciptakan suasana kerja yang aman dan damai bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan.
Penyebab kecelakaan kerja ada 4 (empat) faktor diantaranya :
a. Faktor nasib karyawan;
b. Faktor lingkungan fisik para karyawan, seperti mesin-mesin, gedung, ruangan,
peralatan;
c. Faktor kelalaian manusia dan;
d. Faktor ketidakserasian kombinasi faktor-faktor produktivitas yang dikelola dalam
perusahaan (John Soeprihanto, 2000:47).
Penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja, hal ini termasuk seperti : (Dessler, 2007:278)
1. Peralatan yang tidak terjaga dengan baik.
2. Peralatan yang rusak.
3. Prosedur berbahaya di dalam, pada atau di sekitar mesin/peralatan.
4. Penyimpann yang tidak aman-kepadatan, kelebihan beban.
5. Penerangan yang tidak tepat cahaya yang menyorot/tidak cukup.
6. Ventilasi yang tidak baik –pertukaran udara yang tidak cukup, sumber udara yang
tidak murni.
3
Lebih lanjut menurut A. Anwar Prabu Mangkunegara (2002:170), bahwa indikator
penyebab keselamatan kerja adalah :
1. Keadaan tempat lingkungan kerja.
2. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang diperhitungkan
keamanannya.
3. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
4. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
5. Pemakaian peralatan kerja.
6. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
7. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik.
8. Pengaturan penerangan.
4
6. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
7. Setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
5
16. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
17. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
18. perlakuan dan penyimpanan barang.
19. Mencegah terkena aliran listrik.
20. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
21. Pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
6
Program-Program Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja
Program keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebuah rencana tindakan yang dirancang
untuk mencegah kecelakaan dan penyakit kerja. Beberapa bentuk aktivitas dalam program
tersebut merupakan persyaratan dalam undang-undang/peraturan keselamatan dan kesehatan
kerja, oleh karenanya sebuah program kesehatan dan keselamatan kerja minimum harus
mencakup unsur-unsur yang dipersyaratkankan oleh undang-undang/peraturan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Dikarenakan suatu organisasi berbeda dengan organisasi lainnya, sebuah program yang
dikembangkan untuk satu organisasi belum tentu dapat memenuhi kebutuhan organisasi lainnya
baik dari sisi kebutuhan pemenuhan persyaratan undang-undang/peraturan K3 ataupun
pemenuhan terhadap kebutuhan sesuai dengan jenis dan karakteristik serta budaya kerjanya.
Dalam hal ini kami mencoba meringkas elemen-elemen umum dari sebuah program keselamatan
dan kesehatan agar dapat dipergunakan oleh organisasi menengah dan kecil untuk
mengembangkan program K3 sesuai dengan kebutuhan organisasinya secara spesifik. Sebuah
program yang unik dan specific dapat dikembangkan dengan cara melibatkan karyawan secara
mendalam dalam perancangan Program kesalamatan dan Kesehatan Kerja, hal ini merupakan
syarat mutlak yang dalam kondisi tertentu mungkin keterlibatan karyawan harus diusahakan dan
jika diperlukan keterlibatan karyawan ini dirancang dengan upaya lebih komprehensif dan tegas
atau merupakan suatu bagian dari uraian tugas dan tanggung gugatnya.
7
Penerapan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Adaro Indonesia
PT. Adaro Indonesia secara konsisten melakukan upaya terbaik demi terciptanya
lingkungan kerja yang aman. Kami percaya bahwa setiap kejadian, cidera dan penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan bisa dicegah.
Pada saat yang sama kami juga ingin selalu menjalin kerja sama yang baik dengan
pemerintah dan masyarakat setempat untuk menciptakan lingkungan yang berkelanjutan, yang
berarti meminimalisasi dampak operasi perusahaan terhadap lahan yang ada dan
merehabilitasinya secara komprehensif dan semaksimal mungkin. Mulai tahun 2013,
perusahaan menerapkan lima pilar berikut dalam pengelolaan Mutu, Kesehatan, Keselamatan,
dan Lingkungan, atau yang dikenal dengan istilah Quality, Health, Safety, and Environment
(QHSE):
1. Komitmen Kepemimpinan
Komitmen PT. Adaro Indonesia terhadap QHSE dimulai dari Direksi dan
kemudian berlanjut ke seluruh jajaran organisasi. Walaupun target, batas waktu dan
biaya merupakan hal yang penting, PT. Adaro Indonesia tidak akan pernah
mengorbankan kesehatan dan keselamatan para karyawannya maupun lingkungan
hidup.
2. Fokus terhadap Pengendalian Risiko Utama
Operasi penambangan dengan skala sebesar dan serumit bisnis PT. Adaro Indonesia
mengandung ribuan risiko QHSE, dan dengan sumber daya yang ada, perusahaan berfokus
pada mitigasi risiko-risiko utama. Tim QHSE menelusuri setiap area kerja dan
mengidentifikasi risiko-risiko utama yang terkandung dalam setiap tugas pekerjaan. Tim
QHSE harus memastikan adanya pengendalian yang memadai dalam prosedur kerja dan
pengawasan supaya upaya pencegahan kecelakaan dapat dimulai dari sumbernya.
Pada titik ini, perusahaan PT. Adaro Indonesia menerapkan Adaro Fatality
Prevention Program (AFPP), dimana risiko-risiko utama yang terkandung dalam setiap
aktivitas beserta pengendaliannya diidentifikasi dan dikaji. Hasilnya akan dipakai sebagai
panduan untuk inspeksi dan evaluasi lapangan serta untuk memastikan bahwa tim sudah
membuat rencana mitigasi risiko dengan benar. Sejak program ini dimulai pada tahun
2013, perusahaan telah mengidentifikasi berbagai risiko QHSE dan ditemukan bahwa
sepuluh risiko yang paling utama adalah: kesalahan pengoperasian peralatan bergerak,
8
ledakan, isolasi energi (listrik, mekanik, dan termal), terjatuh, tenggelam dan kecelakaan
pada saat mengangkat dan menarik beban yang besar dan berat.
3. Pendidikan dan Pelatihan bagi Karyawan
Karyawan PT. Adaro Indonesia mencapai ribuan orang, yang semua terpapar
terhadap risiko kesehatan dan keselamatan kerja. Perusahaan merasa bertanggung jawab
untuk mendidik dan melatih masing-masing dari mereka tentang cara bekerja yang aman
dan sehat. Karyawan baru harus mengikuti program pengenalan keselamatan dan orientasi
lapangan sebelum diberikan ijin untuk bekerja di dalam area proyek perusahaan. Selain itu,
perusahaan juga menyelenggarakan sesi pengenalan keselamatan bagi para pengunjung
yang memasuki wilayah operasinya.
4. Sistem Manajemen QHSE Terpadu
Untuk mengelola QHSE secara efektif di dalam kegiatan operasional, SIS terus
mengembangkan dan mengimplementasikan sistem manajemen QHSE terpadu yang
mengacu kepada standar internasional, misalnya ISO 9001, ISO 14001 and OHSAS 18001,
di seluruh organisasinya.
Implementasi sistem manajemen ini menjamin bahwa setiap tugas dalam operasi
perusahaan dilaksanakan secara konsisten menurut prosedur standar yang selaras dengan
kebijakan perusahaan di samping mematuhi standar internasional. Selama tahun ini, Divisi
QHSE PT. Adaro Indonesia telah menyelesaikan pengembangan sistem manajemen
terpadu untuk JPI dan peningkatan sistem manajemen air tambang di operasi AI.
Perusahaan juga telah memulai implementasi sistem manajemen terpadu di MSW dan
meningkatkan dan memperbaharui QHSE Management System dari Divisi Coal Processing
and Barge Loading Adaro Indonesia.
Pada tahun 2014, audit QHSE terhadap sistem manajemen divisi AI tersebut telah
mulai dilakukan. Temuan audit ditindaklanjuti dengan rencana tindakan perbaikan. Selain
audit tersebut, PT. Adaro Indonesia melibatkan lembaga audit independen, yaitu SGS,
untuk mengadakan audit pemantauan (surveillance audit) terhadap unit tersebut untuk
mempertahankan sertifikasi sistem manajemen. Satu aspek penting lainnya dari
manajemen QHSE di AI adalah pembuatan “Adaropedia”, suatu sistem informasi berbasis
internet yang menyimpan dan menampilkan data dan informasi pemantauan HSE.
9
5. Penegakan Kebijakan dan Prosedur QHSE
Seluruh karyawan PT. Adaro Indonesia harus menghormati dan mematuhi kebijakan dan
prosedur QHSE. Para karyawan yang berkontribusi terhadap QHSE melebihi
kewajibannya akan mendapat pengakuan dari perusahaan sedangkan karyawan yang
melanggar peraturan QHSE akan diberikan sanksi. Perusahaan meyakini bahwa tanpa
penegakan yang kuat, upaya untuk mencapai kinerja QHSE yang lebih baik tidak akan
efektif.
10