Anda di halaman 1dari 28

Materi SMK3

Oleh :
RISAL GUNAWAN

A. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


Bedasarkan Permen Tenaga Kerja RI Tahun 1996 pasal 2, Sistem Manajemen

K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan meliputi

struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses

dan sumber daya yang di butuhkan bagi pengembangan kebijakan K3 dalam

rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna

terciptanya tempat kerja yang aman, efesien dan produktif melibatkan unsur

manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam

rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta

terciptanya tempat yang aman, efesien dan produktif. Menurut George R. Terry,

Manajemen didefinisikan sebagai suatu proses yang terdiri dari empat tahapan

yaitu:

1) Planning (Perencanaan)

Planning atau Perencanaan adalan proses dan rangkaian kegiatan untuk

menetapkan terlebih dahulu tujuan yang diharapkan pada suatu jangka waktu

tertentu atau periode waktu yang telah ditetapkan, serta tahapan yang harus

dilalui untuk mencapai tujuan tersebut.

2) Organizing (Organisasi)

Organizing atau Organisasi adalah proses dan rangkaian kegiatan dalam

pembagian pekerjaan yang direncanakan untuk diselesaikan oleh anggota

kelompok pekerjaan, penentuan hubungan pekerjaan yang baik diantara

mereka, serta pemeliharaan lingkungan dan fasilitas pekerjan yang pantas.


3) Actuating (Pelaksanaan)

Actuating atau Pelaksanaan adalah tindakan-tindakan yang menyebabkan

suatu organisasi menjadi berjalan.

4) Controlling (Pengawasan)

Controlling Atau Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan

agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan

dan hasil yang dikendaki.

Seperti yang telah diungkapkan dalam Undang-undang No. 1 tahun

1970 ayat 2 bahwa salah satu tujuan pelaksanaan Keselamatan dan Kesesahan

Kerja (K3) adalah untuk menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang

aman, nyaman, sehat, dan penyesuaian antara pekerjaan dengan manusia atau

dengan peralatan (man, machine, environment). (Prayogo, Dkk.

B. Keselamatan Kerja

Safety berasal dari bahasa Inggris yang artinya keselamatan. Hampir semua

perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur memiliki Departemen Safety atau

Safety Departement. Safety dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang

terbebas dari kecelakaan atau bahaya, baik yang dapat menyebabkan kerugian secara

material maupun kerugian secara spiritual. Penerapan safety pada umumnya

berkaitan dengan pekerjaan sehingga safety lebih cenderung diartikan keselamatan

kerja. Bahkan saat ini safety sudah tidak dapat dipisahkan dengan kesehatan (Health)

dan lingkungan (Environment) atau yang lebih dikenal dengan Safety Health
Environment (SHE), ada juga yang menyebutnya Occupational Health &

Environment Safety (OH&ES).

Farida Noviana (2004) mendefinisikan keselamatan kerja sebagai keadaan

terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan

kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada

seorang pun didunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan kerja

sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan di mana pekerjaan itu

dilaksanakan. (Muhammad Salafudin Dkk.2013)

Sedangkan pengertian lain keselamatan kerja merupakan keselamatan yang

bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan

tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur,

1989). Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 dalam (Budiono, 2003) menerangkan

bahwa keselamatan kerja yang mempunyai ruang lingkup yang berhubungan dengan

mesin, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara mencegah terjadinya

kecelakaan dan penyakit akibat kerja, memberikan perlindungan sumber-sumber

produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas.

Melihat beberapa uraian di atas mengenai pengertian keselamatan dan

pengertian kesehatan kerja di atas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi

para pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3)
dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat mengancam dirinya

yang berasal dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya.

Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu

keilmuwan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan

kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,

serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan

serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,

kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.

Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja

adalah sebagai berikut:

a. Agar setiap pegawai/tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan

kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya,

selektif mungkin.

c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi

pegawai/tenaga kerja.

e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

f. Agar tehindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau

kondisi kerja.

g. Agar setiap pegawai/tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
C. Kesehatan Kerja

Pengeritian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,

mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan

kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan

lingkungan dan pekerjaannya.(Budiono, 2003).

Sejak beberapa abad yang lalu, Burlinhame menyatakan bahwa melakukan

suatu pekerjaan atau bekerja hakikatnya merupakan sumber kepuasan manusia

yang paling mendasar, katalis sosial dan sekaligus juga pelengkap status serta

martabat manusia.

Bila konsep tersebut dikaitkan dengan perubahan global pada berbagai

sektor dan perkembangan teknologi dewasa ini, maka semakin jelaslah bahwa

upaya untuk meningkatkan kesejahteraan manusia harus dilakukan melalui

pekerjaan yang diselaraskan dengan lingkungaan yang aman, nyaman dan

higienis sehingga kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja

senantiasa terjamin.

Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat

tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan

gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang

kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya

penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.


Status kesehatan seseorang, menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat

faktor yakni:

a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia

(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,

mikroorganisme) dan ssosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).

b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan dan tingkah laku.

c. Pelayanan kesehatan: promotif, preventif, perawatan, pengobatan, pencegahan

kecacatan, rehabilitasi, dan;

d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Interaksi dari berbagai faktor tersebut sangat mempengaruhi tingkat kesehatan

seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di tempat kerja. Dengan

demikian, dalam pengelolaan kesehatan keempat faktor tersebut perlu

diperhatikan, khususnya dalam aspek lingkungaan dan pelayanan kesehatan.

Hubungan antara pekerjaan dan kesehatan seseorang mulai dikenal sejak

beberapa abad yang lalu, antara lain dengan didapatkannya penyakit akibat cacing

atau gejala sesak napas akibat timbunan debu dalam paru pada pekerja

pertambangan.

Kaitan timbal balik pekerjaan yang dilakukan dan kesehatan pekerja semakin

banyak dipelajari dan terus berkembang sejak terjadinya revolusi industri.

Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya

pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja


bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat

mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerjaan yang sehat memungkinkan

tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang

terganggu kesehatannya

Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar

“kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah pada upaya

kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya.

Dan ilmu ini tidak hanya hubungan antara efek lingkungan kerja dengan

kesehatan, tetapi juga hubungan antara status kesehatan pekerja dengan

kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya, dan tujuan dari

kesehatan kerja adalah mencegah timbulnya gangguan kesehatan daripada

mengobatinya (Harrington, 2003).

Sebagai bagian spesifik keilmuwan dalam kesehatan masyarakat, kesehatan

kerja lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup

tenaga kerja melalui penerapan upaya kesehatan yang bertujuan untuk:

a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja

b. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat

lingkungan kerja atau pekerjaannya.

c. Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental dan

pendidikan atau keterampilannya.

d. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas pekerja.


Sedangkan rekomendasi sidang bersama ILO/WHO pada tahun 1995,

menekankan upaya pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan kapasitas kerja,

perbaikan lingkungan dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan kesehatan

pekerja serta mengembangkan organisasi dan budaya kerja agar tercapai iklim

sosial yang positif, kelancaran produksi dan peningkatan produktivitas.

Kesehatan kerja mencakup kegiatan yang bersifat komprehensif berupa upaya

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif berupa penyuluhan,

pelatihan dan peningkatan pengetahuan tentang upaya hidup sehat dalam bekerja,

disamping kegiatan pencegahan (preventif) terhadap risiko gangguan kesehatan,

lebih mengemuka dalam disiplin kesehatan kerja

Kesehatan kerja diartikan sebagai spesialis ilmu kesehatan yang menganalisa

akibat praktek dan cara kerja terhadap derajat kesehatan pekerja yang

bersangkutan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, serta menganalisa

alternatif usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan

akibat kerja dan lingkungan kerja. Kesehatan kerja bersifat medis dan sasarannya

adalah manusia atau pekerja. Kesehatan kerja adalah kondisi yang dapat

mempengaruhi kesehatan para pekerja seperti (Simajuntak, 1994):

a. Kurangnya pencahayaan yang mengakibatkan sakit mata.

b. Tidak adanya sistem sirkulasi udara sehingga debu-debu atau partikel-partikel

kecil akan mengganggu sistem pernapasan pekerja.

c. Pekerja yang bekerja dengan menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya.


d. Tingkat kebisingan yang melebihi batas ambang pendengar yang dapat

mengakibatkan ketulian pada pekerja.

Kondisi di atas memerlukan pencegahan dengan melakukan tindakan-tindakan

sebagai berikut:

a. Pemeriksaan pekerja secara berkala.

b. Memberikan keterangan prosedur kerja sebelum bekerja.

c. Pembuatan ventilasi yang baik.

d. Mengubah cara-cara kerja yang dapat menyebabkan penyakit kerja.

e. Pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur dan disiplin untuk

menghindari resiko kecelakaan kerja.

D. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan atau penyakit yang diderita oleh

seseorang akibat melakukan suatu pekerjaan atau ditimbulkan oleh lingkungan

kerja (Simajuntak, 1994).

Terdapat banyak faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja.

Kecelakaan dan penyakit kerja dapat terjadi pada saat seseorang mengoperasikan

alat kerja atau produksi, antara lain karena:

1. Pekerja yang bersangkutan tidak terampil atau tidak mengetahui cara

mengoperasikan alat-alat tersebut.

2. Pekerja tidak hati-hati, lalai, terlalu lelah atau dalam keadaan sakit.

3. Tidak tersedia alat-alat pengaman.


4. Alat kerja atau produksi yang digunakan dalam kesedaan tidak baik atau tidak

layak pakai lagi.

E. Tujuan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan dan kesehatan kerja menurut Kondarus (2006) memiliki

tujuan sebagai berikut:

1. Mengamankan suatu sistem kegiatan/pekerjaan mulai dari input, proses,

maupun output. Kegiatan yang dimaksud dapat berupa kegiatan produksi di

dalam industri maupun di luar industri.

2. Menerapkan program keselamatan untuk meningkatkan kesejahteraan.

3. Menghilangkan risiko terjadinya kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat

pekerjaan.

4. Menciptakan efisiensi dan menekan biaya.

5. Meningkatkan jumlah konsumen, meningkatkan omset penjualan, dan

meningkatkan jaminan perlindungan bagi para pekerja.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut perlu diperhatikan komponen-

komponen berikut:

1. Karekteristik pekerja/kegiatan yang terdiri dari jenis, ruang lingkup, lamanya

kegiatan yang dilakukan , dan level kegiatan.

2. Pengorganisasian dan menajemen pekerjaan.

3. Bahan dan alat yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan.

4. Karakteristik manusia yang melaksanakan kegiatan.


Sedangkan menurut American Medical Association K3 mempunyai

tujuan :

1. Melindungi pekerja dari bahaya-bahaya keselamatan dan kesehatan di tempat

kerja.

2. Melindungi masyarakat lainnya.

3. Menyediakan tempat yang aman, baik secara fisik, mental dan emosional

pekerja dalam bekerja.

4. Mendapatkan perawatan medis yang adekuat dan rehabilitasi bagi mereka

yang mengalami gangguan kesehatan dan kecelakaan akibat kerja.

5. Mengadakan pengukuran dan pemeliharaan perorangan termasuk memperoleh

dokter pribadi dimanapun bila mungkin.

Dari uraian diatas lebih jauh dapat dikatakan bahwa sasaran utama dari K3

adalah pekerja yang meliputi upaya pencegahan, pemeliharaan, dan peningkatan

kesehatan. Dengan demikian perlindungan atas keselamatan pekerja dalam

melaksanakan pekerjaannya, diharapkan pekerja dapat bekerja secara aman, sehat

dan produktif.

F. Indikator-indikator dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Budiono dkk (2003) mengemukakan indikator Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3), meliputi:

a. Faktor manusia/pribadi (personal factor)


Faktor manusia disini meliputi, antara lain kurangnya kemampuan

ofisik, mental dan psikologi, kurangnya pengetahuan dan

keterampilan/keahlian, dan stress serta motivasi yang tidak cukup.

b. Faktor kerja/lingkungan

Meliputi, tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, rekayasa,

pembelian/pengadaan barang, perawatan, standar-standar kerja dan

penyalahgunaan.

Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai

indikator tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi: faktor

lingkungan dan faktor manusia.

G. Aspek-aspek dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Anoraga (2005) mengemukakan aspek-aspek Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) meliputi:

a. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan dalam

beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi

kerja, seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.

b. Alat kerja dan bahan

Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh

perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-alat

kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan
kegiatan proses produksi dan disamping itu adalah bahan-bahan utama yang

akan dijadikan barang.

c. Cara melakukan pekerjaan

Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan yang

berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya

dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktifitas pekerjaan,

misalnya menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri

secara tepat dan mematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan

memahami cara mengoperasionalkan mesin.

Menurut Budiono dkk (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain:

1. Beban kerja

Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya

penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu

diperhatikan.

2. Kapasitas kerja

Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,

kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.

3. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik,

maupun psikososial.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Aspek dan

Faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara

lain lingkungan kerja, alat kerja dan bahan, cara melakukan pekerjaan, beban

kerja, kapasitas kerja, dan lingkungan kerja.

H. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Manajemen sebagai satu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial dan

eksak tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja, baik

dari segi perencanaan maupun pengambilan keputusan dan organisasi.

Manajemen seharusnya menyadari (Silalahi, 1995):

1. Adanya biaya pencegahan

2. Kerugian akibat kecelakaan menimpa karyawan dan peralatan

3. Antara biaya pencegahan dan kerugian akibat kecelakaan terdapat selisih yang

sukar ditetapkan

4. Kecelakaan kerja selalu menyangkut manusia, peralatan, dan proses.

5. Manusia merupakan faktor dominan dalam setiap kecelakaan.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu masalah penting dalam

setiap masalah operasional, baik di sektor tradisional maupun sektor modern.

Masalah yang terjadi khususnya dalam masyarakat yang sedang beralih dari satu

kebiasaan kepada kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya

menimbulkan beberapa permasalahan yang jika tidak ditanggulangi secara cermat

dapat membawa berbagai akibat buruk bahkan fatal.


Permasalahan yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja memerlukan

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja komprehensif antara lain dengan

(Simajuntak, 1994):

a. Menghimpun informasi dan data kasus kecelakaan secara periodik

b. Mengidentifikasi sebab-sebab kasus kecelakaan kerja

c. Menganalisa dampak kecelakaan kerja bagi pekerja sendiri, bagi pengusaha

dan bagi masyarakat pada umumnya.

d. Merumuskan saran-saran bagi pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk

menghindari kecelakaan kerja.

e. Memberikan saran mengenai sistem kompensasi atau santunan bagi mereka

yang menderita kecelakaan kerja.

f. Merumuskan sistem dan sarana pengawasan, pengaman lingkungan kerja,

pengukuran tingkat bahaya, serta kampanye menumbuhkan kesadaran dan

penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja.

Pemerintah mengajak pengusaha dan serikat pekerja untuk menyusun

kebijaksanaan dan program yang melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan

dari kecelakaan kerja. Pengusaha diwajibkan menyusun sistem pencegahan

kecelakaan kerja termasuk identifikasi dan analisis sumber kecelakaan, cara

mengurangi akibat kecelakaan, perencanaan dan pemasangan instalasi pengaman,

penugasan tenaga khusus dan ahli di bidang keselamatan kerja, melaksanakan

inspeksi secara regular, serta menyusun program penyelamatan darurat bila terjadi
bencana atau kecelakaan kerja. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan

Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

I. Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3) di Indonesia.

Pemahaman tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3) yang benar dari semua aspek sangat berguna untuk pencegahan kecelakaan

dalam kegiatan konstruksi dimana diharapkan produksi meningkat dengan

meminimalkan atau mengurangi kecelakaan bahkan meniadakan kecelakaan ( Zero

Accident ). Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No:

PER.05/MEN/1996: Sesuai dengan Bab III pasal Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.

PER. 05/MEN/1996, penerapan SMK3 diwajibkan kepada perusahaan dengan tingkat

pelaksanaan sebagai berikut :

1. Perusahaan kecil atau perusahaan yang tingkat resiko rendah harus menerapkan

sebanyak 64 elemen.

2. Perusahaan sedang atau perusahaan yang tingkat resiko menengah harus

menerapkan sebanyak 122 elemen.

3. Perusahaan besar atau perusahaan yang tingkat resiko tinggi harus menerapkan

sebanyak 166 elemen

Keberhasilan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

( SMK3 ) ditempat kerja dapat diukur menurut Permenaker 05/MEN/1996 sebagai

berikut:
1. Untuk tingkat pencapaian 0-59% dan pelanggaran peraturan perundangan

(nonconformance ) dikenai tindakan hukum.

2. Untuk tingkat pencapaian 60-84% diberikan sertifikat dan bendera perak.

3. Untuk tingkat pencapaian 85-100% diberikan sertifikatt dan bendera emas.

(Sempurna, 2016).

J. Prinsip Dasar SMK3 dalam Perundang-undangan

Prinsip dasar SMK3 sudah ada sejak tahun 1970 terlihat dalam Peraturan

Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

yang menjelaskan bahwa bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan

atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan

produksi serta produktivitas nasional.

Sedangkan pada undang-undang No.13 tahun 2003 terdapat prinsip dasar SMK3

yang diatur dalam pasal 87 tentang ketenagakerjaan yang diantaranya berisi:

1. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manjemen keselamatan dan

kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manjemen keselamatan dan kesehatan

kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Setelah itu, maka dikeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.

05/MEN/1996 tentang SMK3 dan dalam rangka mewujudkan tertib penyelenggaraan

pekerjaan konstruksi demi tercapainya keamanan K3, maka ditetapkan Peraturan


Menteri tentang Pedoman SMK3 kontruksi bidang Pekerjaan Umum Nomor:

09/PRT/2008 yang tercantum dalam ayat (a), (b) dan (c) sebagai berikut:

1. Ayat (a) menyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan tertib

penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan

konstruksi wajib memenuhi syarat-syarat keamanan, keselamatan dan

kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi.

2. Ayat (b) menyatakan bahwa agar penyelenggaraan keamanan, keselamatan

dan, kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi bidang Pekerjaan

Umum dapat terselenggara secara optimal, maka diperlukan suatu pedoman

pembinaan dan pengendalian sistem keselamatan dan kesehatan kerja pada

tempat kegiatan konstruksi bidang Pekerjaan Umum. Ayat (c) menyatakan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan

huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Sistem

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi bidang Pekerjaan

Umum.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Permen PU Nomor: 09/PRT/M/2008

tentang pedoman SMK3 konstruksi bidang PU tercantum elemen-elemen yang harus

dilaksanakan oleh Penyedia Jasa sebagai berikut:

1. Kebijakan K3

Kebijakan adalah arah yang ditentukan untuk dipatuhi dalam proses kerja dan

organisasi perusahaan. Kebijakan yang ditetapkan manajemen menuntut


partisipasi dan kerjasama semua pihak. Kebijakan K3 menggaris bawahi

hubungan kerja manajemen dan karyawan dalam rangka pelaksanaan program

K3 yang efektif. (Sastrohadiwiryo, 2001)

2. Perencanaan K3

Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai

keberhasilan penerapan SMK3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.

Perencanaan juga memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang

diterapkan. (Sastrohadiwiryo, 2001). Adapun bagian-bagian perencanaan

adalah sebagai berikut:

1) Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendaliannya,

2) Pemenuhan Perundang-undangan dan persyaratan lainnya,

3) Sasaran dan Program. (Permen, 2008)

3. Penerapan dan Operasi Kegiatan

Dalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja, perusahaan harus

menunjuk personel yang mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan sistem

yang diterapkan. Adapun kualifikasi yang tercantum dalam Permen No. 9

tahun 2008 adalah sebagai berikut:

1) Sumber Daya, Struktur Organisasi dan Pertanggungjawaban.

2) Kompetensi, Pelatihan dan Kepedulian.

3) Komunikasi, Keterlibatan dan Konsultasi.

4) Dokumentasi.

5) Pengendalian Dokumen.
6) Pengendalian Operasional.

7) Kesiagaan dan Tanggap Darurat. (Permen, 2008)

4. Pemeriksaan atau Evaluasi Perusahaan harus memiliki sistem untuk

mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3 dan hasilnya harus

dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi

tindakan perbaikan. Seperti yang terdapat pada pasal 10 Permen PU tahun

2008 menyatakan bahwa dalam hal materi penyelenggaraan SMK3 konstruksi

bidang Pekerjaan Umum yang dijadikan salah satu bahan evaluasi dalam

proses pemilihan penyedia jasa, maka PPK wajib menyediakan acuannya.

PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) ialah pejabat yang melakukan tindakan

yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja. Berikut ini adalah bagian

peraturan dalam setiap evaluasi atau pengukuran kinerja SMK3 terdiri dari 4

bagian yaitu:

1) Evaluasi Kepatuhan.

2) Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan

Pencegahan.

3) Pengendalian Rekaman.

4) Audit Internal.(Permen, 2008)

5. Tinjauan Manajemen (Permen, 2008)

Pimpinan yang ditunjuk harus melaksanakan tinjauan ulang SMK3 secara

berkala untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan

dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.Ruang lingkup tinjauan ulang


SMK3 harus dapat mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh kegiatan, produk

barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan.

(Sastrohadiwiryo, 2001)
DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Panji, 2005, Psikologi Kerja, Rineka Cipta, Jakarta.

Anwar Prabu Mangkunegara, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Remaja
Rosda Karya, Bandung.

Bennet Silalahi, 1995, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta.Bina


Rupa Aksara.

Blum, L. H, 1981, Planning for Health: Generics for The Eighties, Human Sciences
Press.

Budiono, AM. Sugeng, dan Pusparini, Adriana, 2003, Keselamatan Kerja dan
Pencegahan Kecelakaan Kerja. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan
Kerja. Edisi ke – 2, Universitas Diponegoro, Semarang.

ILO 2018, Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Pekerja Muda. International


Labour Organization, Jakarta.

Menteri Pekerjaan Umum RI, 2008, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No:
09/PRT/M/2008 tentang SMK3Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum,
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Harrington, 2003, Buku Saku Kesehatan Kerja, Scientific publication, Oxford.

Muhammad Salafudin, Henry Ananta dan Subiyanto, 2013, Implementasi Sistem


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT PLN (Persero) Area
Pengatur Distribusi Jawa Tengah & D.I.Yogyakarta dalam Upaya
Peningkatan Mutu dan Produktivitas Kerja Karyawan, Universitas Negeri
Semarang, Semarang.

Notoatmodjo s, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

Pasiak Royke, Ir. 1999, Keselamatan Kerja Pertambangan, Tim Pelatihan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Unit Pertambangan Emas, Bogor.
Prayogo Pandhu W, Galih Malik Dwi, Bambang Tutuko, 2015, Analisis Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Smk3) dalam Proyek
Pembangunan Pelabuhan Di Kabupaten Kendal, Universitas Semarang.

Satrohardiwiryo, S. 2001, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, PT.bumi Aksara,


Bandung.

Sherly Meyklya Sembiring, Syahrizal, 2014, Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen


Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Pada Proyek Pembangunan
Gedung (Studi Kasus: Siloam Hospital, Universitas Sumatra Utara, Medan.
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,
dan R&D, Alfabeta, Bandung

Simanjuntak, Payaman J.1994. Manajemen Keselamatan Kerja, HIPSMI, Jakarta

Suma’mur .P.K, 1989, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, PT. Gunung
Agung, Jakarta.

Supangat, Andi. 2007. Statistika Dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan


Nonparametrik. Bandung Penerbit

Yulifa devi dwijayanti, 2012, Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (Smk3) pada Pt. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat.
Institut Pertanian Bogor.

Wallen, N.E. 2007, How to Design and Evaluate Research in Education, New York,
McGrsw-Hill,inc.
Manajemen Produksi – Pengertian manajemen produksi adalah tugas
mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan yang diperlukan untuk
membuat sebuah produk dengan lebih efektif dari berbagai aspek

Pada artikel sebelumnya kita sudah tahu mengenai manajemen operasional


yang mengatur jalannya keseluruhan sistem perusahaan. Elemen penting yang
termasuk didalamnya adalah produksi. Tanpa adanya produk perusahaan tersebut bisa
stagnan atau bahkan mati.

Mudahnya, seorang penjual yang tidak memiliki barang dagangan tidak akan
bisa berjualan. Barang dagangan ini bisa kita peroleh melalui proses produksi terlebih
dahulu. Nah proses inilah yang perlu diperhatikan agar kita terhindar dari
tersendatnya produksi. Bagaimana caranya?

Cara terbaik untuk mendapat produksi yang optimal adalah dengan melakukan
manajemen produksi. Apa itu manajemen produksi? Bagaimana cara manajemen
produksi bisa memberikan hasil produksi optimal?. Jawabannya akan kita ketahui
bersama dalam artikel ini selamat membaca.

Manajemen Produksi

Definisi Manajemen Produksi

Sebelum mengetahui apa itu manajemen produksi kita perlu mengingat


kembali istilah produksi. Dalam KBBI, produksi berarti sebagai proses mengeluarkan
hasil; penghasilan; hasil; dan pembuatan. Kata yang erat kaitannya dengan produksi
adalah produk yang merupakan istilah untuk hasil dari sebuah produksi.

Jika kita gabungkan dengan pengertian manajemen, maka manajemen


produksi bisa berarti tugas mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan yang
diperlukan untuk membuat sebuah produk dengan lebih efektif dari berbagai aspek
(businessdictionary.com).

Sedangkan menurut pakarnya yaitu Mr, E.L. Brech, manajemen produksi


adalah proses perencanaan yang efektif dan mengatur operasi pada bagian yang
bertanggung jawab untuk transformasi dari bahan baku hingga menjadi produk jadi
dari perusahaan.
Jadi bisa kita simpulkan bahwa manajemen produksi adalah praktek
koordinasi, mengarahkan dan mengawasi pembuatan barang agar lebih efektif
terutama dari segi biaya dan waktu.

Tahapan Dalam Manajemen Produksi

Untuk mendapatkan hasil produksi yang sesuai dengan target kita harus
melalui beberapa tahapan mulai dari perencanaan hingga eksekusi. Jika satu tahapan
ini terlewati maka hasil produksi kita tidak bisa maksimal dan akan berpengaruh pada
kelangsungan perusahaan. Berikut adalah tahapan manajemen produksi:

Perencanaan Produksi
BACA JUGA

 7 Langkah Mudah Membuat Fanspage Google Plus


 Tujuan Serta 7 Masalah yang Dihadapi Strategi Penjualan
 Cara Optimasi SOSMED dengan SMO
Pada tahap awal ini seluruh rencana produksi dibahas, bagaimana produksi
nanti kedepanya. Dalam tahap ini juga setiap anggota tim bisa mengajukan ide
produk baru yang relevan dan efektif untuk mewujudkan tujuan organisasi.

Perencanaan produksi ini harus menentukan beberapa hal dalam prosesnya.


Hal-hal tersebut adalah jenis barang yang akan diproduksi, bagaimana kualitas
barang, berapa jumlah barang, dari mana bahan baku, dan bagaimana pengendalian
produksi.

Pengendalian Produksi

Rencana produksi yang telah dibuat tadi perlu dilaksanakan. Nah agar berjalan
sesuai dengan rencana tersebut kita perlu melakukan pengendalian atau kontrol pada
proses produksi. Proses ini juga bisa disebut sebagai proses penentuan rincian teknis.

Beberapa hal yang dilakukan dalam pengendalian produksi itu seperti


pengaturan jadwal kerja, pengaturan detail rencana sistem kerja, dan lain sebagainya.
Tujuan tahap pengendalian produksi ini adalah mengontrol hasil produksi agar bisa
berjalan dengan efektif dan efisien.

Pengawasan Produksi
Pada saat proses produksi berlangsung, harus ada pengawasan yang
dilakukan. Tujuannya agar hasil produksi yang dihasilkan sesuai dengan yang
diharapkan, ontime, tidak kekurangan atau kelebihan budget, produk sesuai dengan
standar kualitas, dan lain sebagainya hingga pada bagian siap untuk diluncurkan ke
pasar.

Faktor Pendukung Manajemen Produksi

Manajemen produksi yang telah terlaksana dapat berkembang dengan baik


dengan dipengaruhi dua faktor. Faktor pertama division of labour atau pembagian
tugas yang tepat. Untuk mencapai produk berkualitas maka pembagian kerja yang
tepat bisa membantu produksi lebih efektif dan efesien serta terjaga kebaikannya.

Faktor yang kedua yaitu melakukan revolusi industri. Apa itu revolusi
industri? Pada konteks manajemen produksi revolusi industri yang dimaksud adalah
pergantian tenaga manusia dengan mesin atau robot dalam proses produksi.

Dengan begitu target produksi dapat tercapai dan juga karyawan akan
berusaha meningkatkan keahlian yang dimiliki agar dapat bersaing. Sayangnya
revolusi industri ini belum bisa digunakan oleh usaha kecil yang masih menggunakan
cara tradisional.

Seperti yang dikutip dari pengertianmanajemen.net, revolusi industri dapat


dilihat melalui beberapa aspek diantaranya :

1.      Penggunaan mesin semakin banyak


2.      Efisiensi produksi batu bara sebagai bahan bakar, dan besi serta baja sebagai bahan
utama
3.      Pembangunan infrastruktur semakin berkembang seperti jalur kereta api, alat
transportasi, jaringan komunikasi, dan pasokan listrik yang memadai
4.      Meluasnya sistem perbankan dan pengkreditan untuk menjangkau masyarakat daerah
yang membutuhkan modal untuk mengembangkan produksinya.

Dengan memanfaatkan faktor-faktor ini, pertumbuhan yang dihasilkan dari


manajemen produksi akan semakin pesat. Selain itu proses manajemen produksi juga
akan terbantu.

Nah itulah dia beberapa hal mengenai manajemen produksi yang dapat kita terapkan
bersama agar produksi lebih optimal dan efisien. Semoga yang sedikit ini dapat
bermanfaat sekian dan terima kasih banyak, sampai jumpa pada artikel selanjutnya.

http://wicaksono.permataindonesia.ac.id/2018/04/definisi-manajemen-produksi-dan-
tahap.html

Anda mungkin juga menyukai