Anda di halaman 1dari 9

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

.
A. Kesehatan kerja
Kesehatan & keselamatan kerja yakni merupakan suatu bidang yang
berhubungan dengan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan manusia yang
bekerja di pabrik, atau lokasi proyek. Adapun Kesehatan serta keselamatan kerja
sangat penting terhadap moral, legalitas dan finansial.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah upaya perlindungan yang
ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja/perusahaan
atau di suatu instansi selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap
sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Kepmenaker Nomor
463/MEN/1993).
Pengertian lain menurut OHSAS 18001:2007, keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) adalah kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan
pekerja serta orang lain yang berada di tempat kerja tersebutBerdasarkan Undang-
undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 pasal 87, bahwa setiap perusahaan wajib
menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi
dengan sistem manajemen perusahaan.
Dasar hukum kesehatan kerja, Kesehatan Kerja di Indonesia, telah diatur
dalam UU No.36 Tahun 2009 Bab XII tentang Kesehatan Kerja dari Pasal 164 sampai
166 dan PP No. 88 tahun 2019 yang berisikan upaya untuk melindungi pekerja agar
hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan, serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerjaan.

Berikut ini beberapa pengertian dan definisi keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) dari beberapa sumber buku:
1. Menurut Flippo (1995), keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah pendekatan
yang menentukan standar yang menyeluruh dan bersifat (spesifik), penentuan
kebijakan pemerintah atas praktek-praktek perusahaan di tempat-tempat kerja dan
pelaksanaan melalui surat panggilan, denda dan hukuman-hukuman lain.
2. Menurut Widodo (2015), kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang
yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang
bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek.
3. Menurut Mathis dan Jackson (2006), keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah
kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari
gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan dan
kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari karyawan dan pemberian bantuan sesuai
dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan
dimana mereka bekerja.
4. Menurut Ardana (2012), keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah upaya
perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja atau
selalu dalam keadaan selamat dan sehat sehingga setiap sumber produksi dapat
digunakan secara aman dan efisien.
5. Menurut Dainur (1993), keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
keselamatan yang berkaitan dengan hubungan tenaga kerja dengan peralatan
kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan cara-cara
melakukan pekerjaan tersebut.
6. Menurut Hadiningrum (2003), keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah
pengawasan terhadap orang, mesin, material, dan metode yang mencakup
lingkungan kerja agar pekerja tidak mengalami cidera.
Program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dilaksanakan karena tiga faktor
penting sebagai berikut (Moekijat, 2004):
1. Berdasarkan perikemanusiaan. Pertama-tama para manajer akan mengadakan
pencegahan kecelakaan kerja atas dasar perikemanusiaan yang sesungguhnya.
Mereka melakukan demikian untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit
dari pekerjaan yang diderita luka serta keluarga.
2. Berdasarkan Undang-Undang. Ada juga alasan mengadakan program
keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan Undang-Undang federal, Undang-
Undang Negara Bagian dan Undang-Undang kota tentang keselamatan dan
kesehatan kerja dan sebagian mereka melanggarnya akan dijatuhi hukuman
denda.
Berdasarkan Ekonomi. Alasan ekonomi untuk sadar keselamatan kerja karena
biaya kecelakaan dampaknya sangat besar bagi perusahaan.

B. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
bahwa tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang berkaitan dengan mesin,
peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan tempat kerja adalah mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan perlindungan pada sumber-
sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Menurut Suma’mur (1992), tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
adalah sebagai berikut:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan
pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kinerja.
2. Menjamin keselamatan orang-orang yang berada di tempat kerja tersebut.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2004), tujuan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) adalah:
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif
mungkin.
3. Agar semua hasil produksi di pelihara keamanannya.
4. Adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5. Agar meningkatnya kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atas
kondisi kerja.

Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. Siapa yang
bertanggung jawab atas kesehatan di tempat kerja?
UU No. 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa:
1. Upaya kesehatan di tempat kerja meliputi pekerja di sektor formal dan informal
2. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan di tempat kerja dan
menjamin lingkungan kerja yang sehat
3. Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang
terjadi di lingkungan kerja
4. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui
upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja
5. Pengelola tempat kerja wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung
seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja.
Upaya kesehatan di tempat kerja PP No. 88 Tahun 2019 menyebutkan upaya
kesehatan kerja meliputi:

Identifikasi, penilaian, dan pengendalian potensi bahaya


kesehatan, Pemenuhan persyaratan kesehatan lingkungan
Upaya
kerja, Perlindungan kesehatan reproduksi, Pemeriksaan
Pencegahan
kesehatan, Penilaian kelaikan bekerja, Pemberian imunisasi
Penyakit
dan/atau profilaksis bagi pekerja berisiko tinggi, Pelaksanaan
kewaspadaan standar, Surveilans kesehatan di tempat kerja

Peningkatan pengetahuan kesehatan, Pembudayaan


Upaya
perilaku hidup bersih dan sehat, Membudayakan
Peningkatan
keselamatan dan kesehatan tempat kerja, Penerapan gizi
Kesehatan
kerja, Peningkatan kesehatan fisik dan mental

Pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang terjadi di


tempat kerja, Diagnosis dan tata laksana penyakit (hasil
Upaya
penilaian kecacatan pada diagnosis dan tata laksana
Penanganan
penyakit digunakan untuk mendapatkan jaminan kecelakaan
Penyakit
kerja), Penanganan kasus kegawatdaruratan medik dan/atau
rujukan

Upaya Pemulihan medis → dilaksanakan sesuai kebutuhan medis


Pemulihan Pemulihan kerja → dilaksanakan melalui program kembali
Kesehatan bekerja

C. Beban Kerja
Beban kerja adalah sejumlah proses atau kegiatan yang harus diselesaikan
oleh seorang pekerja dalam jangka waktu tertentu. Apabila seorang pekerja mampu
menyelesaikan dan menyesuaikan diri terhadap sejumlah tugas yang diberikan, maka
hal tersebut tidak menjadi suatu beban kerja. Namun, jika pekerja tidak berhasil maka
tugas dan kegiatan tersebut menjadi suatu beban kerja tambahan.
Beban kerja adalah sesuatu yang dirasakan berada di luar kemampuan pekerja
untuk melakukan pekerjaannya. Kapasitas seseorang yang dibutuhkan untuk
mengerjakan tugas sesuai dengan harapan (performa harapan) berbeda dengan
kapasitas yang tersedia pada saat itu (performa aktual). Perbedaan diantara keduanya
menunjukkan taraf kesukaran tugas yang mencerminkan beban kerja.
Berikut ini beberapa pengertian dan definisi beban kerja dari beberapa sumber buku:
1. Menurut Menpan (1997), beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan
yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam
jangka waktu tertentu.
2. Menurut Permendagri (2008), beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus
dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume
kerja dan norma waktu.
3. Menurut Gibson dan Ivancevich (1993:163), beban kerja adalah tekanan sebagai
tanggapan yang tidak dapat menyesuaikan diri, yang dipengaruhi oleh perbedaan
individual atau proses psikologis, yakni suatu konsekuensi dari setiap tindakan
ekstern (lingkungan, situasi, peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan
psikologi atau fisik) terhadap seseorang.
4. Menurut Munandar (2001), beban kerja adalah keadaan dimana pekerja
dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu.
5. Menurut Moekijat (2004), beban kerja adalah volume dari hasil kerja atau catatan
tentang hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan volume yang dihasilkan oleh
sejumlah pegawai dalam suatu bagian tertentu.
6. Menurut Mudayana, beban kerja merupakan sesuatu yang muncul antara tuntutan
tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja,
keterampilan, perilaku, dan persepsi dari pekerja. Menurut Muhammad, beban
kerja merupakan tanggung jawab yang diberikan atasan dan harus diselesaikan
sesuai dengan waktu yang ditentukan demi tercapainya tujuan. Dengan demikian,
beban kerja adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang dalam
menyelesaikan tugas-tugas suatu pekerjaan atau kelompok jabatan yang
dilaksanakan dalam keadaan normal dalam jangka waktu tertentu.

D. Aspek dan Dimensi Beban Kerja


Menurut Munandar (2001:381), terdapat dua aspek yang menjadi beban kerja, yaitu:
1. Beban kerja sebagai tuntutan Fisik.
Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal di
samping dampaknya terhadap kinerja pegawai, kondisi fisik berdampak pula
terhadap kesehatan mental seorang tenaga kerja. Kondisi fisik pekerja mempunyai
pengaruh terhadap kondisi faal dan psikologi seseorang. Dalam hal ini bahwa
kondisi kesehatan pegawai harus tetap dalam keadaan sehat saat melakukan
pekerjaan, selain istirahat yang cukup juga dengan dukungan sarana tempat kerja
yang nyaman dan memadai.
2. Beban kerja sebagai tuntutan tugas.
Kerja shif/kerja malam sering kali menyebabkan kelelahan bagi para
pegawai akibat dari beban kerja yang berlebihan. Beban kerja berlebihan dan
beban kerja terlalu sedikit dapat berpengaruh terhadap kinerja pegawai.

Sedangkan menurut Davis dan Newstrom (1985), terdapat sebelas dimensi


yang menyebabkan terjadinya beban kerja pada seorang pekerja, yaitu sebagai
berikut:
1. Pekerjaan yang berlebihan (Work Overload). Pekerjaan yang berlebihan yang
memerlukan kemampuan maksimal dari seseorang. Pada umumnya pekerjaan
yang berlebihan merupakan hal-hal yang menekan yang dapat menimbulkan
ketegangan (tension).
2. Waktu yang terdesak atau terbatas (time urgency). Waktu yang terbatas atau
mendesak dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, merupakan hal-hal yang
menekan yang dapat menimbulkan ketegangan (tension). Apabila pekerjaan yang
dikerjakan terburu-buru maka kemungkinan besar akan terjadi kesalahan dan
dapat merugikan.
3. Sistem pengawasan yang tidak efisien (poor quality of supervisor). Sistem
pengawasan yang tidak efisien atau buruk dapat menimbulkan ketidak-tenangan
bagi karyawan dalam bekerja karena salah satu harapan karyawan dalam
memenuhi kebutuhan kerjanya adalah adanya bimbingan dan pengawasan yang
baik dan objektif dari atasannya.
4. Kurang tepatnya pemberian kewenangan sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan (Inadequate authority to match responsibilities). Akibat dari
Sistem pengawasan yang buruk akan menimbulkan efek pada pemberian
wewenang yang tidak sesuai dengan tanggung jawab yang dituntut pekerja.
Pekerja yang tanggung jawabnya lebih besar dari wewenang yang diberikan akan
mudah mengalami perasaan tidak sesuai yang akhirnya berpengaruh pada
kinerjanya.
5. Kurang umpan balik prestasi kerja (insufficeient performance feedback).
Kurangnya umpan balik prestasi kerja dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Misalnya mendapatkan pujian atau kenaikan gaji ketika bekerja dengan baik.
6. Ketidakjelasan peran (role ambiguity). Agar menghasilkan performa yang baik,
karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk
dikerjakan serta tanggung jawab dari pekerjaan mereka. Ketidakjelasan peran
dapat dikarenakan informasi yang tidak lengkap dan ketidak-sesuaian status kerja.
7. Perubahan-perubahan dalam pekerjaan (change of any type). Perubahan-
perubahan yang terjadi dalam pekerjaan akan memengaruhi cara orang-orang
dalam bekerja. Hal ini berarti terjadinya ketidak-stabilan pada situasi kerja.
Perubahan di lingkungan kerja dapat berupa perubahan jenis pekerjaan,
perubahan organisasi, pergantian pemimpin maupun perubahan kebijakan pemilik
perusahaan.
8. Konflik antar pribadi dan antar kelompok dan seterusnya (interpersonal and
intergroup conflict). Perselisihan juga dapat terjadi akibat perbedaan tujuan dan
nilai-nilai yang dianut dua pihak. Dampak negatif perselisihan adalah terjadinya
gangguan dalam komunikasi, kekompakkan dan kerja sama. Situasi yang sering
menimbulkan perselisihan di tempat kerja.
9. Suasana politik yang tidak aman (Insecure political climate). Ketidak-stabilan
suasana politik dapat terjadi di lingkungan kerja maupun di lingkungan lebih luas
lagi. Misalnya situasi politik yang tidak menentu, yang mengganggu kestabilan
perubahan-perubahan dan ekonomi.
10. Frustrasi (frustration). Frustasi sebagai kelanjutan dari konflik yang berdampak
pada terhambatnya usaha mencapai tujuan. Misalnya harapan perusahaan yang
tidak sesuai dengan harapan pekerja. Hal ini akan menimbulkan stres apabila
berlangsung terus-menerus.
11. Perbedaan nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai yang dimiliki pekerja
(differences between company's and employee's values). Kebijakan
perusahaan kadang-kadang sering bertolak belakang dengan diri pekerja. Hal ini
merupakan sesuatu yang wajar, karena pada dasamya perusahaan lebih
berorientasi pada keuntungan (profit). Sedangkan pekerja menuntut upah yang
tinggi, kesejahteraan serta adanya jaminan kerja yang memuaskan.

E. Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja


Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja. Tetapi secara umum,
faktor yang mempengaruhi beban kerja tediri dari dua faktor yaitu faktor eksternal dan
faktor internal. Menurut Soleman (2011) dan Manuaba (2000) bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi beban kerja adalah sebagai berikut:
1. Faktor eksternal
Menurut Soleman (2011:85) beban kerja yang berasal dari luar tubuh
pekerja, antara lain yaitu:
a. Tugas (Task). Meliputi tugas bersifat seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat
kerja, kondisi ruang kerja, kondisi lingkungan kerja, sikap kerja, cara angkut,
beban yang diangkat. Sedangkan tugas yang bersifat mental meliputi, tanggung
jawab, kompleksitas pekerjaan, emosi pekerjaan dan sebagainya.
b. Organisasi kerja. Meliputi lamanya waktu kerja, waktu istirahat, shift kerja,
sistem kerja dan sebagainya.
c. Lingkungan kerja. Lingkungan kerja dapat memberikan beban tambahan yang
meliputi, lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja
psikologis.
Faktor eksternal Menurut Manuaba (2000), yaitu beban yang berasal dari
luar tubuh pekerja, seperti;
a. Tugas-tugas yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja,
alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, dan tugas-tugas yang bersifat
psikologis, seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan, tanggung jawab
pekerjaan.
b. Organisasi kerja, seperti lamanya waktu bekerja, waktu istirahat, shift kerja,
kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas
dan wewenang.
c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan
kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.

2. Faktor internal
Faktor internal Menurut Soleman (2011) adalah faktor yang berasal dari
dalam tubuh akibat dari reaksi beban kerja eksternal yang berpotensi sebagai
stressor, meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi,
kondisi kesehatan, dan sebagainya), dan faktor psikis (motivasi, persepsi,
kepercayaan, keinginan, kepuasan, dan sebagainya).
Menurut Manuaba (2000) Faktor internal adalah faktor yang berasal dari
dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal
meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, dan kondisi
kesehatan) dan faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan
kepuasan).

Menurut Gibson, faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja, yaitu:


a. Time Pressure (tekanan waktu)
Secara umum dalam hal tertentu waktu akhir (dead line) justru dapat
meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi, namun
desakan waktu juga dapat menjadi beban kerja berlebihan kuantitatif. Ketika hal
ini mengakibatkan munculnya banyak kesalahan atau kondisi kesehatan
berkurang.
b. Jadwal kerja atau jam kerja
Jumlah waktu untuk melakukan kerja berkontribusi terhadap
pengalaman akan tuntutan kerja, yang merupakan salah satu faktor penyebab
stress di lingkungan kerja. Hal ini berhubungan dengan penyesuaian waktu
antara pekerjaan dan keluarga terutama jika pasangan suami-istri sama-sama
bekerja.
Jadwal kerja standart adalah 8 jam sehari selama seminggu. Untuk
jadwal kerja ada tiga tipe, yaitu: night shift, long shift, flexible work schedule.
Dari ketiga tipe jadwal kerja tersebut long shift dan night shift dapat berpengaruh
terhadap kesehatan tubuh seseorang
c. Role Ambiguity atau kemenduaan peran dan Role conlict atau konflik peran
dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap beban kerjanya. Hal ini
dapat sebagai hal yang mengancam atau menantang.
d. Information Overload
Banyaknya informasi yang masuk dan diserap pekerja dalam waktu
yang bersamaan dapat menyebabkan beban kerja semakin berat.
Kemajemukan teknologi dan dan penggunaan fasilitas kerja yang serba canggih
membutuhkan adaptasi sendiri bagi pekerja.
e. Repetitive Action
Banyaknya pekerjaan yang membutuhkan aksi tubuh secara berulang,
seperti pekerja yang menggunakan komputer dan menghabiskan sebagian
besar waktunya dengan mengetik, atau pekerja assemblyline yang harus
mengoperasikan mesin dengan prosedur yang sama setiap waktu atau dimana
banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton yang
pada akhirnya menghasilkan berkurangnya perhatian dan secara potensial
membahayakan jika tenaga gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.
f. Tanggung Jawab
Setiap jenis tanggung jawab dapat merupakan beban kerja bagi
sebagian orang. Jenis-jenis tanggung jawab yang berbeda, berbeda pula
fungsinya sebagai penekanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung
jawab terhadap orang menimbulkan tekanan yang berhubungan dengan
pekerjaan. Sebaliknya, tanggung jawab terhadap barang, semakin rendah
indikator tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan

F. Aspek, Faktor dan Prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang harus diperhatikan
oleh perusahaan antara lain adalah sebagai berikut (Anoraga, 2005):
1. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan
dalam beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi
kerja, seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.
2. Alat kerja dan bahan
Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh
perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-alat
kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan kegiatan
proses produksi dan di samping itu adalah bahan-bahan utama yang akan dijadikan
barang.
3. Cara melakukan pekerjaan
Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan
yang berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya
dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktivitas pekerjaan, misalnya
menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri secara tepat dan
mematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan memahami cara
mengoperasionalkan mesin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah sebagai berikut (Budiono dkk, 2003):
1. Beban kerja.
Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya penempatan
pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
2. Kapasitas kerja.
Kapasitas kerja yaitu hal-hal yang banyak tergantung pada pendidikan,
keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. Lingkungan kerja.
Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, psikososial,
kimia, dan sebagainya.
Prinsip-prinsip yang harus dijalankan perusahaan dalam menerapkan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah sebagai berikut (Sutrisno dan
Ruswandi, 2007):
1. Adanya APD (Alat Pelindung Diri) di tempat kerja.
2. Adanya buku petunjuk penggunaan alat dan atau isyarat bahaya.
3. Adanya peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab.
4. Adanya tempat kerja yang aman sesuai standar SSLK (syarat-syarat lingkungan
kerja) antara lain tempat kerja steril dari debu, kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi,
getaran mesin dan peralatan, kebisingan, tempat kerja aman dari arus listrik, lampu
penerangan cukup memadai, ventilasi dan sirkulasi udara seimbang, adanya
aturan kerja atau aturan keprilakuan.
5. Adanya penunjang kesehatan jasmani dan rohani ditempat kerja.
6. Adanya sarana dan prasarana yang lengkap ditempat kerja.
7. Adanya kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.

G. Pengukuran Beban Kerja


Pengukuran beban kerja dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai
tingkat efektivitas dan efisiensi kerja organisasi berdasarkan banyaknya pekerjaan
yang harus diselesaikan dalam jangka waktu satu tahun. Menurut O’Donnell dan
Eggemeier (1986), pengukuran beban kerja dapat dilakukan dalam tiga jenis, yaitu:
1. Pengukuran subjektif
Pengukuran subjektif adalah pengukuran yang didasarkan kepada penilaian
dan pelaporan oleh pekerja terhadap beban kerja yang dirasakannya dalam
menyelesaikan suatu tugas. Pengukuran jenis ini pada umumnya menggunakan
skala penilaian (rating scale).
2. Pengukuran kinerja
Pengukuran kinerja adalah pengukuran yang diperoleh melalui pengamatan
terhadap aspek-aspek perilaku/aktivitas yang ditampilkan oleh pekerja. Salah satu
jenis dalam pengukuran kinerja adalah pengukuran yang diukur berdasarkan
waktu. Pengukuran kinerja dengan menggunakan waktu merupakan suatu metode
untuk mengetahui waktu penyelesaian suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh
pekerja yang memiliki kualifikasi tertentu, di dalam suasana kerja yang telah
ditentukan serta dikerjakan dengan suatu tempo kerja tertentu.
3. Pengukuran fisiologis
Pengukuran fisiologis adalah pengukuran yang mengukur tingkat beban
kerja dengan mengetahui beberapa aspek dari respon fisiologis pekerja sewaktu
menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan tertentu. Pengukuran yang dilakukan
biasanya pada refleks pupil, pergerakan mata, aktivitas otot dan respon-respon
tubuh lainnya.

Daftar Pustaka
 Anoraga, Pandji. 2005. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
 Ardana, I Komang, dkk. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
 Budiono, M. Sugeng. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja.
Semarang: UNDIP.
 Dainur. 1993. Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Widya
Medika.
 Davis, Keith dan Newstrom, John W. 1985. Perilaku Dalam Organisasi. Jakarta:
Erlangga.
 Donnelly, Gibson dan ivancevich. 1993. Perilaku Struktur Proses. Jakarta:
Erlangga.
 Flippo, Edwin. 1995. Manajemen personalia. Jakarta: Erlangga.
 Hadiningrum, Kunlestiowati. 2003. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Bandung:
Politeknik Negeri Bandung.
 https://www.kajianpustaka.com/2017/12/pengertian-tujuan-dan-prinsip-
keselamatan-kesehatan-kerja-k3.html
 https://www.kajianpustaka.com/2018/01/pengertian-dimensi-dan-pengukuran-
beban-kerja.html
 Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No: Kep/75/M.Pan/7/2004.
Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja dalam
Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.
 Mangkunegara, Anwar P. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: Remaja Rsodakarya.
 Mathis, R.L dan Jackson, J.H, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Salemba Empat.
 Moekijat. 2004. Manajemen Lingkungan Kerja. Bandung: Mandar Maju.
 Moekijat. 2004. Manajemen Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja. Bandung:
Pioner Jaya.
 Munandar. 2001. Stress dan keselamatan Kerja, Psikologi Industri dan
organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
 O’Donnell dan Eggemeier. 1986. Workload Assessment Methodology. New
York: Wiley.
 Permendagri No.12 Tahun 2008. Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan
Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
 Soleman, Aminah. 2011. Analisis Beban Kerja Ditinjau Dari Faktor Usia Dengan
Pendekatan Recommended Weiht Limit. Jurnal Arika, Vol.05 No.02.
 Suma’mur, P.K. 1992. Higine Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Haji
Mas Agung.
 Sutrisno dan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan & Kesehatan
Kerja. Sukabumi: Yudhistira
 Widodo, Suparmo. 2015. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Pustaka pelajar.

Anda mungkin juga menyukai