Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ULUMUL HADIST

METODE TAKHRIJ HADIS

Disusun oleh : Hanifah Nur Aini


: 2004201138
Program Studi : PGMI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYEKH MANSYUR


STAISMAN PANDEGLANG
Jl.Raya Labuan Km.5 Kadulisung Pandeglang 42253
2020
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja & puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT.karena
tanpa rahmat & ridho-Nya, saya tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
selesai tepat waktu. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Jubaedah.
Selaku dosen pengampu “Ulumul hadits” yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas
makalah ini. Saya juga mengucapkan kepada teman-teman yang selalu setia membantu saya
dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.

  Dalam makalah ini saya menjelaskan tentang “Metodelogi Takhrij Hadits”. Mungkin
dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum saya ketahui. Maka dari itu
saya mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen demi tercapainya makalah yang
sempurna.

Pandeglang, 07 Juni 2021


Penulis
Hanifah Nur Aini
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ 1

DAFTAR ISI.......................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 3

A. Latar Belakang............................................................................................. 3

B. Rumusan Masalah........................................................................................ 3

C. Tujuan Penulisan........................,,................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 5

A. Konsep Takhrijul Hadis................................................................................. 5

B. Urgensi Takhrijul Hadis................................................................................. 6

C. Metode-Metode Takhrijul Hadis Cara Konvensional.......................................... 9

BAB III PENUTUP............................................................................................. 15

A. Kesimpulan............................................................................................... 15

B. Saran......................................................................................................... 15

DAFTAR PUSAKA.............................................................................................. 15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketika orang dibingungkan oleh kehadiran hadis yang diragukan keorsinilannya, upaya-
upaya antisipatif pun mulai dilakukan. Para pakar hadis melakukan perjalanan panjang.
Observasi, penemuan metode, dan kaidah takhrij hadis mulai dirumuskan.

Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. Keberadaannya dalam
kerangka ajaran Islam merupakan penjelasan terhadap apa yang ada di dalam al-Qur’an.
Disamping itu, peranannya semakin penting jika didalam ayat-ayat al-Qur’an tidak
ditemukan suatu ketetapan, maka hadis dapat dijadikan dasar hukum dalam dalil-dalil
keagamaan. Dengan demikian kitab-kitab hadis menduduki posisi penting dalam khazanah
keilmuan Islam. Dengan dibukukan hadis-hadis Nabi kedalam bentuk kitab, keberadaan hadis
tidak sekedar terpelihara, tetapi umat Islam juga semakin terbantu dalam mempelajari dan
menelusurinya.

Makalah ini menjelaskan tentang Takhrij al-Hadis secara Teoritis yang meliputi konsep,


urgensi, metode-metode, kelebihan/kekurangan masing-masing metode beserta contohnya
dengan cara konvensional.

Dengan mempelajari makalah ini, diharapkan kita semakin memiliki wawasan yang luas
tentang beragam ulum al-hadis sebagai khazanah Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep takhrij al-Hadis?

2. Apa  urgensi mentakhrij Hadis?

3. Bagaimana cara atau metode mentakhrij Hadis dengan cara konvensional?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Takhrijul Hadis

Takhrij menurut arti bahasa adalah:

‫اح ٍد‬ َ َ‫ع اَ ْم َري ِْن ُمت‬


ِ ‫ضا َد ْي ِن فِى َش ْى ٍء َو‬ ُ ‫اِجْ تِ َما‬

Artinya: “kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah”

Kata takhrij adalah bentuk imbuhan dari kata khuruj. Kata yang terakhir ini adalah
bentuk derivatif dari kata kerja kharaja yang berarti keluar (kharaja min makanih). Dari
kata kharaja dapat dibentuk kata akhraja, kharraja dan istakhraja. Kata akhraja berarti
mengeluarkan (abraza), kata kharraja mempunyai makna mendidik, melatih member warna
dengan dua warna atau lebih dan lain-lain, dan juga kata istakhraja diartikan
mengeluarkan. Takhrij menurut istilah adalah,

َ ‫ان َم َرتَبَتِ ِه ِع ْند َْال َح‬


‫اج ِة‬ ِ َ‫صا ِد ِر ِه األَصْ لِيَّ ِةالَّتِ ْي أَ ْخ َر َج ْتهُ َسنَ ُدهُ بِبَي‬ ِ ‫ض ِع ْال َح ِد ْي‬
َ ‫ث فِى َم‬ ِ ْ‫اَلتَّ ْخ ِر ْي ُج هُ َواَال ِّدالَ لَةُ َعلَى َمو‬

Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadis di dalam sumber aslinya yang
dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai dengan keperluan.

Para muhaddisin mengartikan takhrij hadis sebagai berikut:

1. Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para perawinya dalam
sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka
2. Ulama mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis,
atau kitab lain yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri, atau para
gurunya, siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan
sumber pengambilan.
3. ‘mengeluarkan’, yaitu mengeluarkan hadis dari dalam skitab dan meriwayatkannya.
Al-Sakhawy mengatakan dalam kitab Fathul Mughits sebagai berikut, “Takhrij adalah
seorang muhadis mengeluarkan hadis-hadis dari dalam ajza’, al-masikhat, atau kitab-
kitab lainnya. Kemudian, hadis tersebut disusun gurunya atau teman-temannya dan
sebagainya, dan dibicarakan kemudian disandarkan kepada pengarang atau penyusun
kitab itu. ”
4. Dalalah, yaitu menunjukkan pada sumber hadis asli dan menyandarkan hadis tersebut
pada kitab sumber asli dengan menyebutkan perawi penyusunnya.
5. Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumbernya yang asli, yakni
kitab yang didalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing,
lalu untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas sanad hadis tersebut.

Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam hubungannya
dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti “penelusuran atau
pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber asli dari hadits yang
bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan mata
rantai sanad yang bersangkutan.

B. Urgensi Takhrijul Hadis 

Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius
karena didalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadis itu berasal.
Disamping itu, didalamnya banya ditemukan kegunaan dan hasil yang diperoleh, khusunya
dalam menentukan kualitas sanad hadis.

Urgensi takhrijul hadis adalah untuk mengetahui sumber asal hadis yang
di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut.
Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memerhatikan
kaidah-kaidah ulumul hadis yang berlaku sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-
usul maupun kualitasnya.

Adapun urgensi takhrij hadis ini antara lain:

1. Dapat diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang menjadi topik
kajian.
2. Dapat diketahui kuat tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan riwayat.
Sebaliknya, tanpa dukungan periwayatan lain, kekuatan riwayat tidak bertambah.
3. Dapat ditemukan status hadis Shahih li dzatih atau shahih li ghairih, hasan li dzatih,
atau hasan li ghairih. Demikian akan dapat diketahui istilah hadis mutawatir, masyhur,
aziz, dan gharib-nya.
4. Memberikan kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui
bahwa hadis tersebut adalah makbul (dapat diterima). Sebaliknya, orang tidak akan
mengamalkannya apabila mengetahui hadis tersebut mardud (ditolak).
5. Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rasulullah
SAW yang harus diikuti karena ada bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis
tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.
C. Metode-Metode Takhrijul Hadis Cara Konvensional

Secara garis besar ada dua cara dalam melakukan takhrij al-hadis, yaitu pertama, takhrij
al-hadis dengan cara konvensional. Maksudnya adalah melakukan takhrij al-hadis dengan
menggunakan kitab-kitab hadis. Kedua, takhrij al-hadis  dengan menggunakan perangkat
komputer melalui bantuan CD-ROM dengan program aplikasi takhrij hadis.  Dalam makalah
ini penulis akan mencoba menjelaskan cara melakukan takhrij al-hadis beserta contoh-
contohnya dengan cara konvensional.

Setidaknya ada lima metode yang dapat dipergunakan dalam kegiatan takhrij al-
hadis secara konvensional. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri,
meski tujuan akhir takhrij dengan metode-metode itu tetap sama, yaitu menentukan letak
suatu hadis dan menentukan kualitas hadis tersebut. Kelima metode itu adalah:

1. Melalui pengetahuan tentang nama sahabat yang meriwayatkan.

Metode takhrij al-Hadis melalui pengetahuan tentang nama sahabat perawi hadis.
Diantara kitab-kitab hadis sumber, banyak yang ditulis dengan mengikuti system
pengelompokan hadis atas dasar nama sahabat yang meriwayatkannya. Mentakhrij hadis
dengan kitab-kitab semacam ini mutlak diperlukan pengetahuan tentang nama sahabat perawi
hadis itu. Ada tiga macam referensi yang dapat digunakan dalam menggunakan metode ini,
yaitu:

a. Kitab-kitab al-musnad

Kitab musnad adalah kitab yang disusun pengarangnya berdasar nama-nama sahabat atau
kitab yang menghimpun hadis-hadis sahabat. Kitab musnad merupakan kitab-kitab hadis
yang disusun berdasar urutan nama-nama rawi pertama dengan mengumpulkan hadis-hadis
yang diriwayatkan satu kelompok. Kitab hadis yang menganut sitematika penyusunan
diantaranya yang mendasarkan pada urutan al-fabetis, tetapi ada pula yang mendasarkan pada
keutamaan, senioritas, kabilah, atau wilayah. Diantara kitab-kitab musnad adalah:
1) Musnad Abi Bakr Abd Allah Ibn al-Zubair al-Humaidy (w. 219 H)
2) Musnad Ahmad ibn HAnbal (w. 241 H)
3) Musnad Abi Ishaq Ibrahim Ibn Nashr.
4) Musnad Abi Dawud Sulaiman ibn Dawud at-Thayalisiy (w. 204 H).
5) Musnad Asad ibn Musa al-Umawy.
6) Musnad Abi Khaitsamah Zubair ibn Harb, dsb.

b. Kitab-kitab al-mu’jam

 Kitab mujam adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama (musnad)


sahabat, guru-gurunya, negaranya atau yang lainnya berdasarkan urutan alfabetis. Diantara
kitab mujam yang disusun berdasarkan nama sahabat ialah:

1) Al-Mujam al-Kabir karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn Ahmad al-Tabarani (w. 360 H).
2) Al-Mujam al-Ausat karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn Ahmad al-Tabarani (w. 360 H).
3) Al-Mujam al-Sagir karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn Ahmad al-Tabarani (w. 360 H).
4) Mujam al-Sahabah karya Ahmad ibn Ali ibn Lafie al-Hamdani (w. 398 H
5) Mujam al-Sahabah karya Abu Yala Ahmad ibn Ali al-Mausili (w. 308 H).

c. Kitab-kitab al-athraf/ Atraf

Kata Atraf adalah bentuk jamak dari kata: Tarf. Kata Tarful hadis berarti bagian dari


matan hadis yang dapat menunjukkan keseluruhannya. Diantara kitab-kitab al-Athraf yang
penting adalah:

1) Athraf as-Shahihain karangan Abu Mas’ud Ibrahim ibn Muhammad al-Dimasyqiy (w.


401 H).
2) Al-Asyraf ‘ala Ma’rifati al-Asyraf karangan al-h’afidh Abu Qasim ‘All ibn Hasan yang
dikenal dengan Ibn ‘Asakir al-Dimasyqy (w. 671 H).
3) Tuhfat al-Asyraf bi Ma’rifati al-Asyraf atau Athraf al-Kittub as Sittah karangan Abu al-
Hajjaj Yususf Abd al-Rahman al-Mizsy (w. 742 H).

Kelebihan-kelebihan metode ini:

1) Dapat diketahui dengan cepat semua hadis yang diriwayatkan oleh sahabat tertentu
dengan sanad dan matannya secara lengkap.
2) Diketemukan banyak jalan untuk matan yang sama.
3) Memudahkan untuk menghapal dan mengingat hadis tertentu yang diriwayatkan oleh
sahabat tertentu

Kekurangan-kekurangan metode ini:

1) Untuk menemukan hadis tertentu yang diriwayatkan oleh sahabat tertentu membutuhkan
waktu yang relatif lama, sebab pada umumnya sahabat tidak hanya meriwayatkan satu
dua hadis saja.
2) Metode ini tidak bisa digunakan jika nama sahabat yang meriwayatkannya tidak
diketahui.

2. Mengetahui tentang lafal pertama hadis.

Metode takhrij melalui pengetahuan tentang lafal pertama hadis. Teknik ini dipakai
apabila permulaan lafal hadis dapat diketahui dengan cepat. Tanpa mengetahui lafal pertama
hadis yang dimaksud teknik ini sama sekali  tidak dapat digunakan. Jenis-jenis kitab yang
dapat digunakan dengan metode ini dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Kitab-kitab hadis yang popular di masyarakat, seperti kitab at-Tazkirah fi al-Ahaditz


al-Musytahirah karangan Badruddin Muhammad ibn Abd Allah as-Zarkasyi. Kitab
jenis ini tentu saja terbatas hadis-hadisnya karena dikhususkan pada hadis-hadis yang
populer dimasyarakat.
b. Kitab-kitab hadis yang hadis-hadisnya disusun secara alfabetis. Kitab jenis ini yang
paling banyak beredar adalah karangan Suyuthy (w. 911 H), yang berjudul al-
Jami’ash-Shagir min Ahadis al-Basyir an-Nazir.
c. Kunci-kunci dan indeks yang dibuat untuk kitab-kitab tertentu. Beberapa ulama telah
membuat kunci-kunci daftar atau indeks bagi kitab-kitab hadis tertentu dengan tujuan
mempermudah mencari hadis tertentu dalam kitab tersebut.

Kunci-kunci daftar atau indeks (kamus) yang disusun pengarangnya untuk kitab tertentu,
diantaranya:

a. Untuk Shahih al-Bakhari, yaitu Hady al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari.
b. Untuk Sahih Muslim, yaitu mujam al-Alfaz wa la Siyyama al-Garib minha.
c. Untuk al-Muwatta’, yaitu Miftah al-Muwatta.
d. Untuk Sunan Ibn Majah, yaitu Miftah Sunan Ibn Majah, dsb.
Kelebihan dan kekurangan metode ini adalah dengan metode ini kemungkinan besar kita
dengan cepat menemukan hadis-hadis yang dimaksud, sebab dengan mengetahui satu lafal
saja kita dapat menelusuri hadis pada sumber aslinya, tetapi jika terjadi perbedaan lafal
pertama meski hanya sedikit saja, akan berakibat sulit menemukan hadis.

3. Mengetahui tentang salah satu lafal hadis (dalam tulisan ini akan dibahas lebih
rinci).

Dengan mengetahui sebagian lafal hadis, baik di awal, tengah maupun akhir matannya,
kitab-kitab yang diperlukan atau referensi yang paling representative untuk metode ini yaitu
kitab karya Arnold John Wensinck dengan judul al-Mu jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-
Nawawi, dengan penerjemah Muhammad Fuad Abd al-Baqi. Kitab ini merupakan kitab
kamus dari 9 kitab hadis, yakni sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan
al-Tirmizi, Sunan al-Nasai,Sunan Ibn Majah, Sunan al-Darimi, al-Muwatta Imam
Malik, dan Musnad Ahmad ibn Hambal.

Untuk Musnad Ahmad (‫)حم‬ hanya disebutkan juz serta halamannya; Sahih Muslim (‫)م‬


dan al-Muwatta (‫ )ط‬nama bab dan nomor urut hadis, sedangkan Sahih al-Bukhari (‫)خ‬, Sunan
Abi Dawud (‫)د‬, Sunan al-Tirmizi (‫)ت‬, Sunan al-Nasai (‫ )ن‬serta Sunan Ibn Majah (‫)جه‬, Sunan
al-Darimi (‫ )دى‬disebutkan nama bab serta nomor urut babnya.

Kelebihan metode ini:

a. Memungkinkan pencarian hadis melalui kata apa saja yang terdapat dalam matan
hadis.
b. Mempercepat pencarian hadis, karena kitab takhrij ini menunjuk kepada kitab-kitab
induk dengan menunjukkan kitab, nomor bab, atau nomor hadis, nomor juz, dan
bahkan nomor halaman.

Kekurangan metode ini:

a. Adanya keharusan memiliki kemampuan bahasa arab dan perangkat ilmu yang
memadai, sebab metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap kata kuncinya
kepada kata dasarnya.
b. Hanya merujuk kepada Sembilan kitab tertentu, sehingga bila lafaz hadis yang
diketahui tidak diambil dari kitab-kitab tersebut maka hadis tersebut tidak ditemukan
c. Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat. Untuk mengetahui
perawi yang menerima hadis dari Nabi kita harus kembali kepada kitab aslinya.
4. Mengetahui tentang tema hadis.

Takhrij melalui pengetahuan tentang tema hadis. Teknik ini akan mudah digunakan oleh
orang sudah bisaa dan ahli dalam hadis karena yang dituntut dalam teknik ini  adalah
kemampuan menentukan tema atau salah satu tema dari suatu hadis. Dalam
mentakhrij dengan metode ini diperlukan kitab-kitab hadis yang tersusun berdasar pada bab-
bab dan topik-topik. Kitab ini banyak sekali dan dapat dibagi tiga kelompok:

a. Kitab-kitab yang berisi seluruh tema agama, yaitu kitab-kitab al-Jawawi’ berikut


dengan mustakhraj dan mustadraknya, al-majani’,al-zawaid, dan secara khusus
kitab Miftah Kunuz as-Sunah.
b. Kitab-kitab yang berisi sebagian banyak tema-tema agama, yaitu kitab-kitab sunan,
mushannaf, muwathta’, dan mustakhraj atas sunan.
c. Kitab-kitab yang berisi satu aspek saja dari tema agama, yaitu kitab-kitab yang khusus
tentang hukum saja, tentang mengangkat tangan saja, dan lain-lain. Kitab-kitab ini
bisaanya merupakan kitab-kitab juzu’, targhib dan tarhib, ahkam, zuhud, fadha’il,
adab, dan akhlaq dan tema-tema khusus lainnya.

Kelebihan metode ini:

a. Dapat ditemukan banyak hadis dalam satu tema tertentu terkumpul pada satu tempat.
b. Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadis kepada peneliti. Dengan
menggunakan metode ini beberapa kali seorang peneliti akan memiliki tambahan
pengetahuan tentang fiqh al-hadis.
c. Metode ini tidak memerlukan pengetahuan di luar hadis, seperti keabsahan lafal
pertama, pengetahuan bahasa arab dan perubahan-perubahannya, dan pengenal perawi
pertama.

Kekurangan-kekurangannya:

a. Terkadang hadis sulit disimpulkan oleh peneliti sehingga tidak dapat menentukan
temannya. Akibatnya ia tidak mungkin memfungsikan metode ini.
b. Terkadang pemahaman peneliti tidak sama dengan pemahaman penyusun kitab.
Akibatnya ialah penyusun kitab meletakan hadis pada posisi yang tidak diduga oleh
peneliti tersebut.
5. Melalui pengetahuan tentang sifat khusus (karakteristik) sanad atau matan
hadis.

Metode kelima dalam menelusuri hadis ialah dengan mengamati secara mendalam sanad
dan matan hadis, yaitu dengan melihat petunjuk dari sanad, matan atau sanad dan matn-nya
secara bersamaan. Petunjuk dari matn, misalnya ada kerusakan makna hadis, menyelisihi al-
Qur’an ataupun petunjuk bahwa hadis itu palus ataupun yang lainnya. Adapun kitab-kitab
yang bisa menjadi rujukan adalah:

a. Al-Maudu at al-Sugra, karya Ali al-Qari (w. 1014 H).


b. Tanzih al-Syariah al-Marfuah an al-Ahadis al-Syaniah al-Mauduah, karya al-Kinani
(w.963 H)

Petunjuk yang lain dari matn yaitu bila diketahui matn hadis tersebut merupakan hadis
qudsi. Kitab yang bisa dijadikan rujukan dalam hal ini adalah:

a. Misykah al-Anwar, karya Muhy al-Din Muhammad ibn Ali ibn Arabi al-Khatimi (w.
638 H).
b. Al-Ittihafat al-Saniyyah bi al-Ahadis al-Qudsiyyah, karya Abd al-Rauf al-Munawi (w.
1031 H).

Petunjuk dari sanad, misalnya sanad yang rawinya meriwayatkan hadis dari anaknya.
Kitab yang menjadi rujukan misalnya Riwayah al-Aba ‘an al-Aba karya Abu Bakr Ahmad
ibn Ali al-Bagdadi. Keadaan sanad hadis yang musalsal dengan kitab rujukan al-Musalsalah
al-Kubra karya al-Suyuti, ataupun keadaan sanadnya yang mursal dengan kitab rujukan al-
Marasil karya Abu Dawud al-Sijistani dan karya al-Razi.

Petunjuk dari sanad dan matan secara bersamaan. Kitab yang bisa dijadikan rujukan
adalah:

a. Ilal al-Hadis karya Ibn Abi Hatim al-Razi.


b. Al-Asma al-Mubhamah fi al-Anba al-Muhkamah, karya al-Khatib al-Baghdadi.
c. Al-Mustafad min Mubhamat al-Matn wa al-Isnad, karya Abu Zurah Ahmad ibn Abd
al-Rahim al-Iraqi.

Kelebihan dari metode ini adalah pada umumnya kitab-kitab hadis yang dapat dijadikan
rujukan dengan metode ini memuat penjelasan-penjelasan tambahan dari penyusunnya.
Adapun bahwa kekurangan dari metode ini memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang
keadaan sanad dan matan hadis yang di takhrij, disamping itu kitab-kitab rujukan metode ini
pada umumnya memuat hadis yang jumlahnya sangat terbatas.

D. Contoh Takhrijul Hadis

Contoh I: hadis tentang “syafaat nabi saw bagi orang yang berdosa besar”, bunyi teks
hadisnya adalah:

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َشفَا َعتِي أِل َ ْه ِل ْال َكبَائِ ِر ِم ْن أُ َّمتِي‬
َ ِ ‫قا َ َل َرسُوْ ُل هَّللا‬

“Rasulullah bersabda: syafaatku bagi orang-orang yang berdosa besar dari umatku”.

Setelah dilakukan kegiatan takhrij al-hadi, hadis di atas bersumber dari:

1. Al-Tirmizi, kitab Sifah al-Qiyamah wa al-Raqaiq wa al-Wara an Rasulillah, no hadis.


2360 dan 2359:

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ‫ال‬ ٍ َ‫ت ع َْن أَن‬
َ َ‫س ق‬ ِ ‫َح َّدثَنَا ْال َعبَّاسُ ْال َع ْنبَ ِريُّ َح َّدثَنَا َع ْب ُد ال َّر َّز‬
ٍ ِ‫اق ع َْن َم ْع َم ٍر ع َْن ثَاب‬
ِ ‫َريبٌ ِم ْن هَ َذا ْال َوجْ ِه َوفِي ْالبَاب ع َْن َجا‬
‫ب‬ َ ‫يث َح َس ٌن‬
ِ ‫ص ِحي ٌح غ‬ ٌ ‫قَا َل أَبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد‬ ‫ت‬ ِ ‫َشفَا َعتِي أِل َ ْه ِل ْال َكبَائِ ِر ِم ْن أُ َّم‬

Telah menceritakan kepada kami Al-Abbas Al-Ambari telah menceritakan kepada kami
Abdur Razzaq dari Ma’mar dari Tsabit dari Anas berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Syafaatku untuk pemilik dosa-dosa besar dari ummatku”. Berkata Abu Isa, hadis ini hasan
shahih gharib melalui sanad ini dan dalam hal ini ada hadis serupa dari Jabir.

(HR. Al-Tarmizi: No. 2360).

‫ت ْالبُنَانِ ِّي ع َْن َج ْعفَ ِر ب ِْن ُم َح َّم ٍد ع َْن أَبِي ِه ع َْن َجابِ ِر ب ِْن‬
ٍ ِ‫ار َح َّدثَنَا أَبُو دَا ُو َد الطَّيَالِ ِس ُّي ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن ثَاب‬
ٍ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ بَ َّش‬
َ َ‫َع ْب ِد هَّللا ِ ق‬
‫ال‬

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َشفَا َعتِي أِل َ ْه ِل ْال َكبَائِ ِر ِم ْن أُ َّمتِي‬
َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬

ٌ ‫ال أَبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد‬


‫يث َح َس ٌن‬ َ َ‫ال لِي َجابِ ٌر يَا ُم َح َّم ُد َم ْن لَ ْم يَ ُك ْن ِم ْن أَ ْه ِل ْال َكبَائِ ِر فَ َما لَهُ َولِل َّشفَا َع ِة ق‬
َ َ‫قَا َل ُم َح َّم ُد بْنُ َعلِ ٍّي فَق‬
ِ ‫َريبٌ ِم ْن هَ َذا ْال َوجْ ِه يُ ْستَ ْغ َربُ ِم ْن َح ِدي‬
‫ث َج ْعفَ ِر ب ِْن ُم َح َّم ٍد‬ ِ ‫غ‬

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada
kami Abu Daud Ath Thayalisi dari Muhammad bin Tsabit Al-Bunani dari Ja’far bin
Muhammad dari Bapaknya dari Jabir bin Abdullah berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“syafaatku untuk ummat ku yang berbuat dosa-dosa besar”. Muhammad bin Ali berkata:
kemudian Jabir berkata kepadaku: wahai Muhammad yang tidak melakukan dosa besar tidak
lagi membutuhkan syafaat Abu Isa Berkata, hadis ini hasan gahrib dari jalur sanad ini dan
dianggap gharib dari hadis Ja’far bin Muhammad. (HR. Al-Tarmizi: No. 2359).

2. Ibn Majah, kitab al-Zuhd, no. hadis 3112

‫ ثنا زهير بن محمد عن جعفر بن محمد عن أبيه عن‬. ‫ ثنا الوليد بن مسلم‬. ‫حدثنا عبد الرحمن بن إبراهيم الدمشقي‬
‫ قال الشيخ‬. ) ‫يوءم القيامة ألهل الكبائر من أمتي‬ ‫شفاعتي‬ ‫جابر قال سمعت رسول هللا صلى هللا عليه و سلم يقول ( إن‬
‫ صح‬: ‫األلباني‬

Abdul Rahman bin Ibrahim Damaskus. Sunan
Walid bin Muslim. Tna Zuhair bin Mohammed Jaafar bin Muhammad dari
ayahnya dari Jabir berkata: mendengar Rasulullah dan saw mengatakan: sesungguhnya
syafa’atku pada hari kiamat adalah untuk para pelaku dosa besar dari ummat ku. Syaikh al-
Albani mengatakan: Hadis ini Shahih

3. Abu Dawud, kitab al-Sunnah, no. hadis 4739.

‫ عن النبي صلى هللا عليه و سلم‬: ‫حدثنا سليمان بن حرب ثنا بسطام بن حريث عن أشعث الحداني عن أنس بن مالك‬
‫ صحيح‬: ‫قال الشيخ األلباني‬. " ‫قال " شفاعتي ألهل الكبائر من أمتي‬

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata, telah menceritakan kepada
kami Bastham bin Huraits dari Asy’ats Al Huddani dari Anas bin Malik dari Nabi SAW,
beliau bersabda: “syafaatku berlaku” untuk pelaku dosa besar dari ummat ku. Berkata Syaikh
Al-Bani, hadis ini shahih.

4. Ahmad ibn hanbal, bab Baqi Musnad al-Muksiri, no. hadis 13245.

‫الحراني عن أنس بن مالك قال قال‬ ‫حدثنا عبد هللا حدثني أبي ثنا سليمان بن حرب ثنا بسطام بن حريث عن أشعث‬
‫ إسناده صحيح‬: ‫ شفاعتي ألهل الكبائر من أمتي تعليق شعيب األرنؤوط‬: ‫رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb, telah menceritakan kepada kami
Bistham bin Huraits, dari Asy'asy Al-Harrani, dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Syafaatku adalah untuk pelaku dosa besar dari
umatku". Syaikh Arna’oot mengatakan hadis ini sanadnya Shahih.

Contoh II: Hadis tentang menuntut ilmu.

‫ طلب العلم فريضة على كل مسلم وواضع العلم عند غير أهله كمقلد‬.‫ قال رسول هللا ص س‬:‫عن أنس بن مالك قال‬
)‫الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب (رواه ابن ماجه‬

Setelah dilakukan kegiatan takhrij al-hadi, hadis di atas bersumber dari:


1) Kitab Ibnu Majah, Juz 1, halaman. 260
2) Kitab At-Thobari, Juz 1 halaman 12, Juz 5 halaman 41, Juz 64 halaman 5, Juz 13
halaman 6.
3) Kitab Abu Hanifah, Juz 3, halaman. 454
4) Shahih Tarhib wa Tarhib, Juz. 1, halaman. 13.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penggunaan istilah takhrij dalam bidang ilmu hadis mengalami perkembangan dengan


pengertian yang berbeda-beda. Pengertian takhrij yang menjadi bahasan tulisan ini adalah
menunjukkan letak suatu hadis dalam sumber-sumber asli.

Ada lima metode takhrij: pertama, melalui pengetahuan tentang nama sahabat yang


meriwayatkan. Kedua, mengetahui tentang lafal pertama hadis. Ketiga, melalui pengetahuan
tentang salah satu lafal hadis. Keempat, mengetahui tentang tema hadis. Kelima, melalui
pengetahuan tentang sifat khusus (karakteristik) sanad atau matan hadis.

Dengan demikian melalui kegiatan takhrij al-hadis peneliti atau guru pendidikan agama


Islam dapat mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah hadis dan juga dapat mengumpulkan
berbagai redaksi dari sebuah matn hadis sebagai media pembelajaran dalam proses kegiatan
belajar mengajar di ruang kelas.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat saya buat dan saya sampaikan. Mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kesalahan dalam penulisan, ataupun referensi yang
kurang benar dalam pembahasan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan saya
menerima saran dan kritikkan dari pembaca demi kebaikan kami untuk selanjutnya. Tiada
kesempurnaan bagi kita, kecuali kesempurnaan itu hanya milik Allah semata.

DAFTAR PUSTAKA

Syauqani, Syamsu. 2011. HADITS DALAM PERSPEKTIF KEILMUAN. Mataram : LKIM.


http://hery-febriyanto.blogspot.com/2012/10/pengertiantujuanfungsidan-beberapa.htmltu
hadits.

Anda mungkin juga menyukai