Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

DASAR-DASAR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN


KESEHATAN LINGKUNGAN

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja Dapur Katering

PT. CSV Asrama Haji Donohudan Tahun 2018

Dosen Pengampu : Dr. Dr. Isna Qadrijati, M.Kes

Disusun Oleh:
Dinda Anindita Salsabilla

S021902013

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2019

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer dari setiap manusia.

Setiap hari manusia makan sebanyak tiga kali, dalam setiap makan manusia

mempunyai banyak pilihan jenis dan menu makanan. Tujuan manusia makan

bukan hanya sekedar untuk mengatasi rasa lapar namun juga untuk memenuhi

kebutuhan zat gizi yang terkandung dalam makanan tersebut. Jadi untuk menjaga

zat gizi dalam makanan tidak hilang perlu diperhatikan pada saat mengolah bahan

makanan menjadi suatu makanan yang sehat. Pengolahan bahan makanan dimulai

dari pembelian, persiapan, pengolahan dan penyajian makanan. Setiap tahap

mempunyai peranan penting agar dapat tersaji makanan yang enak dan sehat

(Departemen Kesehatan, 2003: 2).

Menurut Iskandar (2010), dapur merupakan suatu ruangan atau tempat

khusus yang memiliki perlengkapan dan peralatan untuk mengolah makanan

hingga siap untuk disajikan. Dapur memiliki fungsi mengelola makanan yaitu

memulai memproses bahan makanan hingga siap disajikan, melahirkan kreatifitas

seni dalam menampilkan makanan, sehingga menjadi lebih menarik, sebagai

sarana promosi untuk memperkenalkan budaya bangsa melalui seni culinare.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah keselamatan yang berkaitan

dengan hubungan tenaga kerja dengan peralatan kerja, bahan dan proses

pengolahannya, landasan tempat kerja dan cara-cara melakukan pekerjaan tersebut

(Dainur, 1995). Pengolahan makanan dilaksanakan di dapur, ditempat pengolahan

ini terdapat banyak peralatan yang digunakan untuk membuat bahan makanan
menjadi matang. Pejamah makanan yang melakukan pengolahan makanan bekerja

ditempat pengolahan dan menggunakan peralatan yang ada dengan sebaik

mungkin. Banyak terjadi kecelakaan ditempat kerja karena tenaga kerja tidak

memperhatikan prosedur kesehatan dan keselamatan kerja yang terdapat pada

tempat kerja tersebut. Terutama bekerja didapur sangatlah banyak resiko yang

akan muncul, karena didapur terdapat api dan minyak panas yang dapat menjadi

penyebab kecelakaan.

Salah satu upaya dalam rangka pemberian perlindungan tenaga kerja

terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di dapur adalah dengan cara

memberikan APD. Pemberian APD kepada tenaga kerja, merupakan upaya

terakhir apabila upaya rekayasa (engineering) dan cara kerja yang aman (work

practices) telah maksimum dilakukan. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja

tentu tidak mudah dilakukan oleh suatu lembaga organisasi, perlu banyak

pertimbangan dan persiapan yang dilakukan untuk mencapai suatu yang

diinginkan, dalam penerapan perlu campur tangan semua pihak mulai dari

karyawan tingkat bawah sampai dengan pimpinan harus mengerti akan pentingnya

keselamatan dan kesehatan kerja.

Alat pelindung diri perorangan adalah alat yang digunakan seseorang

dalam melakukan pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya dari

sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun lingkungan kerja

dan berguna dalam usaha untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan cidera

atau cacat (Syukri, 1982). Alat pelindung diri terdiri dari sarung tangan, masker,

penutup kepala, baju pelindung, celemek, dan sepatu pelindung.


Alat pelindung diri perorangan adalah alat yang digunakan seseorang

dalam melakukan pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya dari

sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun lingkungan kerja

dan berguna dalam usaha untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan cidera

atau cacat (Syukri, 1982). Alat pelindung diri terdiri dari sarung tangan, masker,

penutup kepala, baju pelindung, celemek, dan sepatu pelindung.

Perundang - Undangan yang mengatur tentang pemakaian Alat pelindung

diri adalah UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3, 9, 12, 14

dinyatakan bahwa dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk memberikan Alat Pelindung Diri

(APD), pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga

kerja baru tentang Alat Pelindung Diri (APD), dengan peraturan perundangan

diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai Alat Pelindung Diri

(APD) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, wajib menggunakan Alat

Pelindung Diri (APD) yang diwajibkan dan pengurus diwajibkan

menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang diwajibkan secara cuma-cuma. Jika

memperhatikan isi dari undang-undang tersebut maka jelaslah bahwa Alat

Pelindung Diri (APD) dibutuhkan di setiap tempat kerja seperti dapur katering PT.

CSV Asrama Haji Donohudan tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja antisipasi yang dilakukan dalam mengurangi risiko kecelakaan kerja

petugas dapur katering PT. CSV Asrama Haji Donohudan Boyolali tahun

2018 ?
2. Bagaimana rekognisi yang diperlukan untuk mengurangi risiko kecelakaan

kerja petugas dapur katering PT. CSV Asrama Haji Donohudan Boyolali tahun

2018 ?

3. Bagaimana cara evaluasi yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko

kecelakaan kerja petugas dapur katering PT. CSV Asrama Haji Donohudan

Boyolali tahun 2018 ?

4. Bagaimana pengendalian/ controlling dalam mengurangi risiko kecelakaan

kerja petugas dapur katering PT. CSV Asrama Haji Donohudan Boyolali tahun

2018 ?

.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Antisipasi

1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran

dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun

rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya

dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan

pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya

dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit

akibat kerja. Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) tidak dapat

dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri.

a. Keselamatan Kerja

Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,

alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan

lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan Kerja

memiliki sifat sebagai berikut:

1) Sasarannya adalah lingkungan kerja.

2) Bersifat teknik.

Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam-macam, ada yang

menyebutnya Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada

yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety

and Health.
b. Kesehatan Kerja

Menurut Redjeki (2016), pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu

kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau

gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi

dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan

mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekadar mengobati,

merawat, atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh

karenanya, perhatian utama di bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah

pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan

kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang menurut Blum (1981)

ditentukan oleh

empat faktor sebagai berikut.

1) Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia

(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,

mikroorganisme), dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).

2) Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.

3) Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan,

rehabilitasi.

4) Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Definisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu

kesehatan/kedokteran beserta praktiknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat

pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik

atau mental, maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap

penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor


pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Konsep

kesehatan kerja dewasa ini semakin berubah, bukan sekadar “kesehatan pada

sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk

semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).

Keselamatan kerja sama dengan hygene perusahaan. Kesehatan kerja memiliki

sifat sebagai berikut.

1) Sasarannya adalah manusia.

2) Bersifat medis.

Situasi dan kondisi suatu pekerjaan, baik tata letak tempat kerja atau

material-material yang digunakan, memiliki risiko masing-masing terhadap

kesehatan pekerja. Ridley (2008) menyatakan bahwa kita harus memahami

karakteristik material yang digunakan dan kemungkinan reaksi tubuh terhadap

material tersebut untuk meminimasi risiko material terhadap kesehatan.

Pengetahuan tentang substansi yang digunakan dalam pekerjaan serta cara

substansi tersebut masuk ke dalam tubuh merupakan pengetahuan penting bagi

pekerja. Dengan pengetahuan tersebut, pekerja dapat mengetahui reaksi tubuh

terhadap substansi kimia tersebut sehingga dapat meminimasi timbulnya penyakit.

Ridley (2008) menjabarkan ada beberapa jalur untuk substansi berbahaya dapat

masuk ke tubuh seperti berikut:

1) Asupan makanan; yang masuk melalui mulut, kemudian menuju usus.

2) Hirupan pernafasan; yang masuk melalui organ pernafasan menuju paru-paru.

3) Penyerapan; yang masuk melalui pori-pori kulit.

4) Masuk melalui luka dan sayatan terbuka.


Berdasarkan jalur masuk substansi, Ridley (2008) memberikan beberapa

contoh tindakan pencegahan sederhana untuk mencegah masuknya substansi

berbahaya ke dalam tubuh pekerja:

1) Asupan makanan

a) Dilarang makan di tempat kerja.

b) Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum makan.

c) Dilarang merokok di tempat kerja.

2) Hirupan pernafasan

a) Menggunakan pelindung pernafasan yang sesuai untuk substansi-substansi

tertentu.

b) Menyediakan ventilasi keluar (exhaust ventilation).

c) Ekstraksi uap dan debu.

3) Penyerapan

a) Menggunakan sarung tangan.

b) Membersihkan area terkontaminasi dengan air sabun.

c) Menggunakan krim pelindung kulit.

4) Masukkan langsung

a) Mengobati seluruh luka dan sayatan.

b) Menutupi seluruh luka dan sayatan ketika bekerja.

Dalam tubuh terdapat berbagai organ tubuh seperti hati, usus, ginjal, dan lain-lain.

Setiap organ tersebut memiliki fungsinya masing-masing, dan setiap fungsi

tersebut sangat rentan apabila organ diserang oleh substansi kimia tertentu.
2. Pengertian Kecelakaan Kerja

Menurut Sumamur (1967), bahaya adalah sesuatu yang berpotensi

menyebabkan cedera atau luka, sedangkan risiko adalah kemungkinan kecelakaan

akan terjadi dan dapat mengakibatkan kerusakan. Kecelakaan merupakan sebuah

kejadian tak terduga yang dapat menyebabkan cedera atau kerusakan. Kecelakaan

dapat terjadi akibat kelalaian dari perusahaan, pekerja, maupun keduanya, dan

akibat yang ditimbulkan dapat memunculkan trauma bagi kedua pihak. Bagi

pekerja, cedera akibat kecelakaan dapat berpengaruh terhadap kehidupan pribadi,

kehidupan keluarga, dan kualitas hidup pekerja tersebut. Bagi perusahaan, terjadi

kerugian produksi akibat waktu yang terbuang pada saat melakukan penyelidikan

atas kecelakaan tersebut serta biaya untuk melakukan proses hukum atas

kecelakaan kerja. (Ridley, 2008)

Kecelakaan dapat dibagi menjadi 2 jenis, kecelakaan langsung dan

kecelakaan tidak langsung. Kecelakaan langsung dapat dibedakan menjadi

kejadian kecelakaan sesungguhnya dan juga kejadian nyaris celaka/hampir celaka.

Nyaris celaka adalah sebuah kejadian yang hampir menyebabkan terjadinya

cedera atau kerusakan dan hanya memiliki selang perbedaan waktu yang sangat

singkat. Nyaris celaka tidak mengakibatkan kerusakan, sedangkan kecelakaan

pasti mengakibatkan kerusakan (Ridley, 2008).

Menurut Ridley (2008), contoh penyebab kecelakaan untuk masing-

masing faktor tersebut adalah:

a. Situasi kerja

1) Pengendalian manajemen yang kurang.

2) Standar kerja yang minim.


3) Tidak memenuhi standar.

4) Perlengkapan yang tidak aman.

5) Tempat kerja yang tidak mendukung keamanan seperti getaran, tekanan

udara, ventilasi, penerangan dan kebisingan yang tidak aman.

6) Peralatan/bahan baku yang tidak aman.

b. Kesalahan orang

1) Keterampilan dan pengetahuan minim.

2) Masalah fisik atau mental.

3) Motivasi yang minim atau salah penempatan.

4) Perhatian yang kurang.

c. Tindakan tidak aman

1) Tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui.

2) Mengambil jalan pintas.

3) Tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja selama bekerja.

4) Bekerja dengan kecepatan berbahaya.

d. Kecelakaan

1) Kejadian yang tidak terduga.

2) Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya.

3) Terjatuh.

4) Terhantam mesin atau material yang jatuh dan sebagainya.

e. Cedera atau kerusakan

1) Sakit dan penderitaan (pada pekerja).

2) Kehilangan pendapatan (pada pekerja).

3) Kehilangan kualitas hidup (pada pekerja).


4) Pabrik (pada perusahaan).

5) Pembayaran kompensasi (pada perusahaan).

6) Kerugian produksi (pada perusahaan).

7) Kemungkinan proses pengadilan (pada perusahaan).

f. Teknik-teknik praktis pencegahan kecelakaan

1) Nyaris

a) Membudayakan pelaporan kecelakaan yang nyaris terjadi.

b) Menyelidikinya untuk mencegah kecelakaan serius.

c) Menumbuhkan budaya ‘tidak saling menyalahkan.

2) Identifikasi Bahaya

a) Melakukan inspeksi keselamatan kerja dan patroli.

b) laporan dari operator.

c) laporan dari jurnal-jurnal teknis.

3) Pengeliminasian bahaya

a) Adanya sarana-sarana teknis.

b) Mengubah material.

c) Mengubah proses.

d) Mengubah pabrik baik dari segi tata letak mesin maupun kondisi kerja di

pabrik.

4) Pengurangan bahaya

a) Memodifikasi perlengkapan sarana teknis.

b) Alat Pelindung Diri (PPE).

c) Melakukan penilaian risiko

5) Pengendalian risiko residual


a) Dengan sarana teknis-alarm, pemutusan aliran (trips).

b) Sistem kerja yang aman.

c) Pelatihan para pekerja.

3. Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health

Administration, alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang

digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang

diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja,

baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan

lainnya.

APD bukanlah alat yang nyaman apabila dikenakan tetapi fungsi

dari alat ini sangatlah besar Karena dapat mencegah penyakit akibat kerja

ataupun kecelakaan pada waktu kerja. Pemakaian APD masih memerlukan

penyesuaian diri yang sesuai akan mengurangi kemungkinan terjadinya

kecelakaan atau luka – luka dan juga mencegah penyakit akibat kerja yang

akan diderita beberapa tahun kemudian. APD tidak secara sempurna dapat

melindungi tubuh, tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang

mungkin terjadi. Penggunaan alat pelindung diri dapat mencegah

kecelakaan kerja sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan praktek

pekerja dalam penggunaan alat pelindung diri.

Pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan tenaga kerja

yang memakainya, bahkan mungkin lebih membahayakan dibandingkan

tanpa memakai APD. Oleh karena itu agar dapat memilih APD yang tepat,

maka perusahaan harus mampu mengidentifikasi bahaya potensial yang


ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan ataupun dikendalikan.

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh APD agar dalam

pemakaiannya dapat memberikan perlindungan yang maksimal. Menurut ILO

(1989) dari beberapa kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh semua jenis

peralatan pelindung, maka hanya dua yang terpenting yaitu:

a. Apapun sifat dan bahayanya, peralatan atau pakaian harus memberikan

cukup perlindungan terhadap bahaya tersebut.

b. Peralatan atau pakaian harus ringan dipakainya dan awet dan membuat

rasa kurang nyaman sekecil mungkin, tetapi memungkinkan mobilitas,

penglihatan dan sebagainya yang maksimum.

Alat Pelindung Diri (APD) ada berbagai macam yang berguna untuk

melindungi seseorang dalam melakukan pekerjaan yang fungsinya untuk

mengisolasi tubuh tenaga kerja dari potensi bahaya di tempat kerja. Alat

pelindung diri yang wajib ada di dapur menurut Colleer (1990) dan Gisslen

(1983) adalah sebagai berikut :

a. Alat Pelindung Kepala

Alat pelindung kepala digunakan untuk mencegah kotoran dan rambut

jatuh. Alat pelindung kepala yang harus ada adalah tudung kepala. Tudung

kepala wajib dipakai oleh tenaga kerja pada saat pengolahan agar dapat

mencegah dan melindungi jatuhnya rambut dan kotoran dari kepala ke

dalam makanan pada saat pengolahan makanan. Sehingga makanan tidak

terkontaminasi oleh bakteri yang jatuh dengan rambut dan kotoran yang ada

pada rambut.

b. Alat Pelindung Pernafasan


Alat pelindung pernafasan digunakan untuk melindungi pernafasan dari

resiko paparan gas, uap, debu, atau udara terkontaminasi atau beracun,

korosi atau yang bersifat rangsangan. Sebelum melakukan pemilihan

terhadap suatu alat pelindung pernafasan yang tepat, maka perlu mengetahui

informasi tentang potensi bahaya atau kadar kontaminan yang ada di

lingkungan kerja. Alat pelindung pernafasan yang harus tersedia di dapur

adalah masker. Masker digunakan untuk mengurangi rangsangan bau–bauan

dari masakan yang di masak yang dapat menyebabkan bersin. Saat bersin

masker dapat mencegah kuman–kuman jatuh ke makanan yang sedang

diolah.

c. Alat Pelindung Tangan

Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan bagian

lainnya dari benda tajam atau goresan, selain itu juga digunakan pada saat

tangan kontak dengan makanan agar makanan terhindar dari bakteri -

bakteri yang ada di tangan yang akan menyebabkan makanan

terkontaminasi. Jenis alat pelindung tangan yang harus ada adalah Sarung

tangan rumah tangga (gloves). Sarung tangan jenis ini bergantung pada

bahan-bahan yang digunakan:

1) Sarung tangan yang terbuat dari bahan asbes, katun, wool untuk

melindungi tangan dari api, panas, dan dingin.

2) Sarung tangan dari plastik yang digunakan untuk mengambil

makanan / pada saat tangan kontak langsung dengan makanan.

Sarung tangan ini bersifat sekali pakai, sehingga setelah dipakai

sarung tangan ini langsung di buang.


d. Baju Pelindung (Body Potrection)

Baju pelindung digunakan untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh

dari percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia, dll. Jenis baju

pelindung antara lain:

1) Pakaian kerja Pakaian kerja adalah pakaian yang disediakan oleh pihak

jasaboga dan diseragamkan. Bila pihak jasaboga tidak menyediakan

pakaian kerja sebaiknya pakaian yang digunakan untuk bekerja

dibedakan dengan pakaian yang dipakai sehari – hari. Pakaian kerja yang

digunakan sebaiknya tidak bermotif disarankan berwarna terang. Hal ini

dilakukan agar pengotoran pada pakaian mudah terlihat. Pakaian kerja

harus dicuci secara periodik untuk menjaga kebersihan.

2) Celemek. Celemek wajib digunakan tenaga kerja pada saat pengolahan

makanan agar pakaian kerja tidak kotor. Celemek yang digunakan

pekerja harus bersih dan tidak boleh digunakan sebagai lap tangan.

Celemek harus ditanggalkan bila pekerja meninggalkan ruang

pengolahan. Celemek harus dicuci secara periodik untuk menjaga

kebersihan.

e. Alat Pelindung Kaki

Alat pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan bagian lainnya

dari benda-benda keras, benda tajam, logam/kaca, benda panas. Selain itu

juga dapat menghindarkan dari bahaya terpeleset. Jenis alat pelindung kaki

yang harus ada di dapur adalah :

1) Sepatu boot Sepatu ini lebih disarankan untuk dipakai karena sepatu ini

tidak terbuka pada bagian jari – jari kakinya. Sepatu boot juga lebih dapat
menghindarkan pekerja dari bahaya terpeleset di dapur. Akan tetapi

penggunaan sepatu boot dinilai kurang afektif karena bentuknya yang

tidak nyaman menurut pekerja di dapur.

2) Sandal jepit Sandal jepit digunakan sebagai alternatif bila tidak

menyediakan sepatu boot. Akan lebih baiknya dipilih sepatu yang tidak

terbuka pada bagian jari – jari kakinya.

Menyediakan lingkungan kerja yang aman adalah tanggung jawab utama

majikan yang pada gilirannya membawa kenyamanan dan pekerja kepercayaan

diri dalam pekerjaan mereka. Menciptakan budaya kerja yang aman di mana

setiap orang harus aman menunjukkan komitmen pemberi kerja terhadap

karyawan mereka. Tindakan pencegahan keselamatan harus dipatuhi dengan ketat

oleh semua karyawan untuk memastikan keselamatan pribadi mereka juga sebagai

keselamatan karyawan lain. Selalu mungkin bahwa di mana ada lebih banyak

pekerjaan yang harus disampaikan, jumlah insiden akan selalu berada di sisi yang

lebih tinggi meskipun setiap sistem sudah ada. Dapur layanan makanan katering

asrama haji adalah salah satu dapur tersibuk, menyiapkan makanan yang sehat,

aman, dan higienis. Cedera paling umum yang ditemukan di dapur katering adalah

a. Cidera pisau seperti luka dan laserasi

b. Cidera air panas seperti bisul

c. Cidera yang disebabkan saat berjalan di lantai yang licin seperti tergelincir

d. Luka area Steamer seperti mendidih dll.

e. Cedera yang disebabkan oleh mengangkat baki atau peralatan berat

f. Cedera gerakan berulang seperti strain & keseleo.

g. Cedera yang diderita saat memberikan makanan kepada pasien.


B. Rekognisi

1. Penggunaan APD Pada Tenaga Pengolah Makanan Dapur Katering Asrama

Haji

Tabel 1. Hasil Pengamatan Penggunaan APD


N Tgl Jumlah Jenis APD yang digunakan

o tenaga Penutup kepala masker celemek Sarung sepatu

kerja tangan

1 27-07-18 25 orang 25 org 100% 10 org 40% 25 org 100% 6 org 24% 20 org 80%

2 31-07-18 20 orang 20 org 100% 4 org 16% 20 org 100% 3 org 15% 12 org 60%

3 01-08-18 20 orang 20 org 100% 4 org 16% 20 org 100% 4 org 16% 12 org 60%

4 10-08-18 20 orang 20 org 100% 0 org 0% 20 org 100% 5 org 25% 12 org 60%

2. Penyediaan APD di dapur.

PT. Cipta Sarina Vidi (CSV) sebagai pengelola jasaboga/katering bagi

calon jama’ah haji di asrama haji Donohudan telah melakukan tindakan

penanggulangan faktor bahaya dan potensi bahaya dengan alternatif pemakaian

alat pelindung diri. Hal ini sudah sesuai dengan Undang-undang No. 1 tahun

1970 tentang Keselamatan Kerja. Pasal-pasal yang mengatur tentang

penggunaan Alat pelindung diri (APD) antara lain: Pasal 3 ayat 1 sub f,

menyebutkan bahwa ”Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat

keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat pelindung diri pada pekerja”.

Pasal 9 ayat 1 sub c, menyebutkan bahwa ”Pengurus diwajibkan menunjukkan

dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang, alat–alat pelindung diri

bagi tenaga kerja yang bersangkutan”. Pasal 12 sub b, menyebutkan bahwa

”Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja
untuk, memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan”. Pasal 14 sub c,

menyebutkan bahwa ”Pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma,

semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada

di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang

memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang

diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan

kerja.

Dan telah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No. 1/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit

Akibat Kerja. Pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa pengurus wajib menyediakan

secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan

penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya untuk

pencegahan penyakit akibat kerja. Pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa tenaga

kerja harus memakai alat- alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk

pencegahan penyakit akibat kerja.

Pihak pengelola sudah menyediakan penutup kepala, masker, sarung

tangan, celemek dan sepatu. Namun tidak semua pekerja menggunakan APD

yang lengkap. Hal ini merupakan potensi bahaya baik dari fisik maupun

biologis. Menurut BC Cook Articulation Commitee, faktor bahaya biologis

yaitu potensi bahaya yang bisa berasal dari atau bersumber dari tenaga

pengelola makanan di dapur yang terinfeksi kuman patogen atau mikroba

penyakit-penyakit tertentu, atau ketidakbersihan pengolah makanan.

Sedangkan dari segi fisik, potensi bahaya akibat kurangnya penggunaan APD

berakibat pada makanan makanan yaitu adanya rambut, dan bagi pengelola
makanan di dapur bahayanya seperti tersayat pisau, luka bakar karena percikan

api saat memasak, terpeleset, bahaya panas dari uap kompor, dan lain-lain.

Jenis Alat pelindung diri (APD) yang wajib ada di dapur adalah,

celemek, tudung kepala, masker, sarung tangan dari plastik dan sandal jepit.

Penyediaan alat pelindung diri merupakan tanggung jawab pengelola sebagai

pengendalian akhir adanya bahaya di dapur. Hal ini sudah sesuai dengan

Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Dari hasil wawancara kepada petugas kesehatan lingkungan PT. CSV

didapatkan bahwa sering terjadi kecelakaan kerja berupa luka sayat/iris

padatangan karyawan bagian pemotongan daging. Sesuai dengan penelitian

Gleeson, D (2001) menyatakan bahwa pekerja katering lebih berisiko

mengalami cedera berupa luka sayat, luka potong, laserasi, luka bakar dan

berisiko tiga kali lipat mengalami dermatitis kulit.

Berdasarkan penjelasan tersebut menggambarkan pentingnya

penggunaan APD pada tenaga pengolah makanan di dapur selain melindungi

diri sendiri dari pajanan penyakit akibat kerja, juga mencegah terpaparnya

makanan oleh faktor biologis dan fisik dari pengolah makanan.

C. Evaluasi

Untuk pengawasan pemakaian alat pelindung diri di dapur belum rutin

dilakukan oleh tim pengelola katering maupun petugas kesehatan lingkungan.

Sehingga menyebabkan sebagian tenaga kerja tidak memakai alat pelindung diri

(APD) yang telah di sediakan oleh pengelola katering PT. CSV dengan baik dan

benar. Pada bagian pemotong daging yang bersentuhan langsung dengan bahaya
biologis dan fisik juga ditemui tidak menggunakan sarung tangan, dan pada

tenaga pengolah jus juga tidak menggunakan sarung tangan dan masker. Terlebih

lagi tenaga pengolah nasi yang bersentuhan dengan panas juga tidak

menggunakan sarung tangan dan masker. Pada inspeksi sanitasi dapur sejak

tanggal 27 Juli – 10 Agustus, petugas pengolah makanan menggunakan masker

hanya di leher saja. Ditemui pada tanggal 10 Agustus, saat pihak KKP Semarang

akan melaksanakan inspeksi sanitasi di dapur, pihak pengelola katering baru

membagikan masker kepada tenaga pengolah makanan. Hal tersebut menunjukkan

kurangnya pengawasan serta kedisiplinan baik dari pihak pengelola katering PT.

CSV maupun tenaga pengolah makanan untuk memakai APD yang sesuai.

Sehubungan dengan ketidakpatuhan dalam penggunaan masker pada tenaga

pengolah makanan, menurut Juntarawijit (2017), memiliki resiko lebih tinggi

untuk mengalami batuk sebesar 2,3 kali dibandingkan pekerjaan lain dan pada

perempuan berpeluang 1,4 x lebih besar menderita severe dyspnea sedangkan

pada pria berpeluang 9.9 x lebih besar menderita wheezing. Penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa pekerja dapur lebih berisiko mengalami gangguan

pernapasan akut sehingga peneliti menekankan pada pentingnya tempat kerja yang

sehat dan penggunaan APD yang baik dan benar pada pekerja pengolah makanan.

D. Pengendalian

Berdasarkan masalah yang telah dibahas sebelumnya, diperlukan alternatif

solusi atau penyelesaian masalah untuk diharapkan ada perbaikan dari

penggunaan APD pada tenaga pengolah makanan PT. CSV di Asrama Haji

Donohudan sesuai Permenkes RI Tahun 2011 Tentang Higiene dan Sanitasi


Jasaboga dan sesuai dengan Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja. Maka dari itu perlu beberapa upaya tambahan lain, yaitu:

1. Perlu penyediaan alat pelindung diri yang lebih lengkap yang dibutuhkan

di dapur diantaranya pakaian kerja yang sesuai, celemek yang bersih dan

sepatu yang sesuai. Penelitian Riyanto (2011) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara ketersediaan APD dengan kepatuhan

penggunaan APD.

2. Perlu meningkatkan pengawasan pemakaian alat pelindung diri bagi para

pekerja pengolah makanan oleh pihak pengelola katering PT. CSV yang

harus secara rutin dilakukan. Penelitian Linggarsari (2008) pada karyawan

Engineering Dept, Wibowo (2010) pada pekerja di area pertambangan,

Arifin (2012) pada pekerja bagian cool yard, dan Adhyan (2015) pada

pekerja panen sawit, menyatakan bahwa ada hubungan antara pengawasan

penggunaan APD pada saat bekerja dengan perilaku penggunaan APD

pada pekerja.

3. Melakukan peningkatan perawatan APD di di dapur yang dilakukan oleh

tenaga kerja dengan pencucian Alat Pelindung Diri seperti celemek,

tudung kepala secara rutin.

4. Perlu diadakan sosialisasi tentang faktor bahaya dan potensi bahaya yang

ada di dapur karena kurang patuhnya tenaga pengolah makanan dalam

pemakaian APD. Penelitian Riyanto (2011) menunjukan bahwa ada

hubungan antara faktor komunikasi dengan kepatuhan penggunaan APD.

5. Perlu diadakan sosialisasi tentang pentingnya pemakaian APD kepada

tenaga kerja dengan pemasangan stiker tentang Standar Operasional


Prosedur (SOP) tentang pemakaian APD, gambar APD yang wajib ada di

dapur. Karena masih banyak tenaga kerja yang tidak mamatuhi prosedur

tetap tentang kewajiban pemakaian alat pelindung diri secara lengkap.

Penelitian Simanjuntak (2017) menyatakan bahwa terdapat perubahan

perilaku pemakaian APD setelah dilakukan penyuluhan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penggunaan APD pada tenaga pengolah makanan PT. CSV di Asrama Haji

Donohudan Solo belum sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No. 1/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit

Akibat Kerja yang menjelaskan bahwa setiap tenaga kerja harus memakai alat-

alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

2. Kurangnya pengawasan oleh pengelola katering PT. CSV di Asrama Haji

Donohudan Solo terhadap tenaga pengolah makanan dalam menggunakan APD

di dapur.

3. Kurangnya kepatuhan tenaga pengolah makanan PT. CSV di Asrama Haji

Donohudan Solo dalam menggunakan APD.

B. Saran

1. Meningkatkan upaya preventif dalam menjaga kesehatan jamaah haji di

Asrama Haji Donohudan melalui pemeriksaan sanitasi lingkungan khususnya

kebersihan dapur dan tenaga pengolah makanan.

2. Melakukan pemantauan dan evaluasi rutin terhadap kegiatan inspeksi sanitasi

lingkungan terutama dapur dan pemakaian APD pada tenaga pengolah

makanan, sesuai dengan pedoman dan standar yang berlaku.


DAFTAR PUSTAKA

Adhyan, Jannata Mardi. (2015). Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan


Pengawasan dengan Penggunaan APD pada Pekerja Panen Sawit PT.
Sumbar Andalas Kencana Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015.
Universitas Andalas.

Arifin, Busthanul A dan Susanto Arif. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Kepatuhan Pekerja dalam Pemakaian APD di Bagian Coal Yard
PT. X Unit 3 & 4 Kabupaten Jepara Tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Masyarakat FKM UNDIP, Vol 2, No. 1.

Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Dirjen
Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Dainur. 1995. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Widya Medika. Cetakan Ketiga.


Jakarta.

Gleeson. D. (2001). Health and Safety in the Catering Industry. Ireland : Cork
University Hospital. Occup. Med. Vol. 51, 2001.

Juntarawijit dan Yuwayong Juntarawijit. (2017). Cooking smoke and respiratory


symptoms of restaurant workers in Thailand. BMC Pulmonary Medicine
(2017) 17:41

Linggarsari. (2008). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Terhadap


Penggunaan APD di Departemen Engineering PT. Indah Kiat Pulp &
Paper Tbk Tangerang. Skripsi. Depok: FKM UI

Redjeki, Sri. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pusdik SDM Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Riyanto, D A. (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat


dalam Penggunaan APD di RS Sari Asih Serang Banten.
http://ejournal.stikesborromeus.ac.id/file/5-8.pdf,

S, Ramesh dan B. Manimegalai. 2018. Effective Safety Management Practices of


an Outsourced Catering Group in a Hospital Kitchen of a Tertiary Care
Hospital. International Journal of Advance Research and Development.
Volume 3, Issue 2. www. ijarnd.com

Anda mungkin juga menyukai