Anda di halaman 1dari 5

Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia gizi, yang merupakan

masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia. World Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa terdapat 52% ibu hamil mengalami anemia di negara berkembang. Di Indonesia
berdasarkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Survei Departemen kesehatan
bersama United Nations Emergency Children's Fund (UNICEF) dilaporkan bahwa dari sekitar 4 juta
ibu hamil, separuhnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya mengalami kekurangan energi
kronis (Fatimah, 2011). Anemia sering terjadi akibat defisiensi zat besi karena pada ibu hamil terjadi
peningkatan kebutuhan zat besi dua kali lipat akibat peningkatan volume darah tanpa ekspansi
volume plasma, untuk memenuhi kebutuhan ibu (mencegah kehilangan darah pada saat melahirkan)
dan pertumbuhan janin. Hal ini telah dibuktikan di Thailand bahwa penyebab utama anemia pada
ibu hamil adalah karena defisiensi besi sebanyak 43,1% (Sukrat, 2006). Demikian pula dengan studi
di Tanzania memperlihatkan bahwa anemia ibu hamil berhubungan dengan defisiensi zat besi (p =
0,03), vitamin A (p =0,004) dan status gizi (LILA) (p = 0,003). Terdapat korelasi yang erat antara
anemia pada saat kehamilan dengan kematian janin, abortus, cacat bawaan, berat bayi lahir rendah,
cadangan zat besi yang berkurang pada anak atau anak lahir dalam keadaan anemia gizi (Hinderaker,
2002).

Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal : berat badan kurang, plasenta previa,
eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan
lemah, perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi. Sedangkan
komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus : premature, apgar scor rendah, gawat janin.

Fatimah, Hadju et al. Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil Di Kabupaten
Maros,Sulawesi Selatan. Makara,Kesehatan. 2011;Vol. 15(1): 31-36

Sukrat B. and Sirichotiyakul S. The prevalence and causes of anemia during pregnancy in Maharaj
Nakorn Chiang Mai Hospital. J. Med. Assoc. Thai 2006; 89(Suppl 4):S142-146

Hinderaker SG, Olsen BE, Lie RT, et al. Anemia in pregnancy in rural Tanzania: associations with
micronutrients status and infections. Eur. J. Clin. Nutr. 2002; 56(3):192-199.

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr%
pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II (Depkes RI,
2009). Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya
hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital
pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika
konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney, 2006). Fungsi
Hb merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen dan
karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang merupakan
susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan satu senyawa yang
bukan protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama
porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme adalah senyawa-
senyawa porfirin-besi, sedangkan hemoglobin adalah senyawa komplek antara globin dengan
heme (Masrizal, 2007).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,
artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan
sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi
dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah. berarti orang tersebut mendekati anemia
walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah
lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang
sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang
disebut anemia gizi besi (Masrizal, 2007).
Menurut Evatt dalam Masrizal (2007) anemia defisiensi besi adalah anemia yang
disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan
menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum
tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom
disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab
utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah
sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.
Anemia defisiensi zat besi (kejadian 62,30%) adalah anemia dalam kehamilan yang
paling sering terjadi dalam kehamilan akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan
karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan
penggunaan terlalu banyaknya zat besi. Anemia megaloblastik (kejadian 29,00%), dalam
kehamilan adalah anemia yang disebabkan karena defisiensi asam folat. Anemia hipoplastik
(kejadian 8, 0%) pada wanita hamil adalah anemia yang disebabkan karena sumsum tulang
kurang mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan
pasti kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan. Anemia hemolitik (kejadian
0,70%), yaitu anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung
lebih cepat, yaitu penyakit malaria (Wiknjosastro, 2005; Mochtar, 2004).

Penyebab anemia umumnya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat
persalinan yang lalu, dan penyakit – penyakit kronik (Mochtar, 2004). Dalam kehamilan
penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan disebabkan oleh karena dalam
kehamilan keperluan zat makanan bertambah dan terjadinya perubahan-perubahan dalam
darah : penambahan volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa
hemoglobin dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang
lazim disebut hidremia atau hipervolemia.
Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut
adalah sebagai berikut plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran
darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat
bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja
lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung
(cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah
rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik (Wiknjosastro,
2005 ).
Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat
sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih
kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan
penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak
pada trimester kedua (Smith dkk., 2010).

Selama kehamilan terjadi peningkatan volume darah (hipervolemia). Hipervolemia


merupakan hasil dari peningkatan volume plasma dan eritrosit (sel darah merah) yang berada
dalam tubuh tetapi peningkatan ini tidak seimbang yaitu volume plasma peningkatannya jauh
lebih besar sehingga memberi efek yaitu konsentrasi hemoglobin berkurang dari 12 g/100 ml.
(Sarwono,2002). Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu hamil sering terjadi dengan
peningkatan volume plasma 30%-40%, peningkatan sel darah 18%-30% dan hemoglobin
19%. Secara fisiologis hemodilusi untuk membantu meringankan kerja jantung. Hemodulusi
terjadi sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32-36 minggu.
Bila hemoglobin ibu sebelum hamil berkisar 11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan
mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5-10 gr% (Smith dkk.,
2010).

Diketahui bahwa 10% -20% ibu hamil di dunia menderita anemia pada kehamilannya. Di
dunia 34 % terjadi anemia pada ibu hamil dimana 75 % berada di negara sedang berkembang
(WHO, 2005 dalam Syafa, 2010). Prevalensi anemia pada ibu hamil di negara berkembang
43 % dan 12 % pada wanita hamil di daerah kaya atau negara maju ( Allen, 2007 ).
Berdasarkan Riskesdas 2013, terdapat 37,1% ibu hamil anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar
Hb kurang dari 11,0 gram/dl, dengan proporsi yang hampir sama antara di kawasan perkotaan
(36,4%) dan perdesaan (37,8%) (Depkes, 2013).
Di Indonesia prevalensi anemia kehamilan relatif tinggi, yaitu 38% -71.5% dengan rata-rata
63,5%, sedangkan di Amerika Serikat hanya 6% (Saifudin, 2006). Tingginya prevalensi
anemia pada ibu hamil sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan zat besi yang
diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Saifudin, 2006 dan Saspriyana,
2010).
Kematian ibu akibat anemia di beberapa negara berkembang berkisar 27 per 100.000
kelahiran hidup di India, dan 194 per 100.000 kelahiran hidup di Pakistan (Allen, 2007).
Menurut WHO 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam
kehamilan. (Saifudin, 2006 dan Saspriyana, 2010). Masalah yang dihadapi pemerintah
Indonesia adalah masih tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil dan sebagian besar
penyebabnya adalah kekurangan zat besi untuk pembentukan haemoglobin. Keadaan
kekurangan zat besi pada ibu hamil akan menimbulkan gangguan atau hambatan
pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak janin (Depkes , 2009) .

Klasifikasi menurut WHO dalam Waryana (2010)


1) Tidak anemia : 11 gr %
2) Anemia ringan : 9-10 gr %
3) Anemia sedang : 7-8 gr %
4) Anemia berat : < 7 gr %

Kekurangan zat besi akan berisiko pada janin dan ibu hamil sendiri. Janin akan
mengalami gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak.
Selain itu, mengakibatkan kematian pada janin dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Waryana, 2010).Pada ibu hamil, anemia defisiensi besi
yang berat dapat menyebabkan kematian (Basari, 2007).
Hasil penelitian oleh Indriyani dan Amirudin (2006) di RS Siti Fatimah Makasar
menunjukkan bahwa faktor risiko anemia defisiensi besi pada ibu hamil mempunyai
hubungan yang bermakna dengan kejadian partus lama. Ibu yang mengalami kejadian anemia
memiliki risiko mengalami partus lama 1,681 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang
tidak anemia tapi tidak bermakna secara statistik. Ibu hamil yang anemia bisa mengalami
gangguan his/gangguan mengejan yang mengakibatkan partus lama. Kavle dkk pada tahun
2008 pada penelitiannya menyatakan bahwa perdarahan pada ibu setelah melahirkan
berhubungan dengan anemia pada kehamilan 32 minggu. Pertumbuhan plasenta dan janin
terganggu disebabkan karena terjadinya penurunan Hb yang diakibatkan karena selama hamil
volume darah 50 % meningkat dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit yang
menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini akan lebih kecil
pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan perfusi dari plasenta dan untuk penyediaan cadangan saat kehilangan
darah waktu melahirkan. Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin memerlukan aliran
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Smitht dkk., 2010 ).
Pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, persalinan preterm dan
berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85%, merupakan penyebab kematian
bayi. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya
oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterin) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini
menunjukkan bahwa 66,82% kematian perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat
melahirkan. Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada tahun 2005
adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu 56,09%
(Depkes, 2009 ).
Budwiningtjastuti dkk. (2005) melakukan penelitian anemia pada ibu hamil trimester III
dan pengaruhnya terhadap kejadian rendahnya Apgar score, didapatkan hasil bahwa ibu
hamil dengan anemia meningkatkan risiko rendahnya Apgar score. Demikian pula penlitian
yang dilakukan di kabupaten Labuan Batu oleh Simanjuntak (2008) meneliti hubungan
anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR didapatkan 86 (53%) anemia dari 162 kasus
dan yang melahirkan bayi dengan BBLR 36.0 %. Hasil penelitian Karafsahin dkk. (2007)
menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia , empat kali lebih berisiko melahirkan bayi
premature dan 1.9 kali berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dari pada ibu
hamil yang tidak anemia.

Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam
kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit-penyulit yang dapat
timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus), persalinan preterm, persalinan yang lama
akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca
melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat
bersalin maupun pasca bersalin, serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan
dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu
pada persalinan (Wiknjosastro, 2005; Saifudin, 2006 ).
Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal berat badan kurang,
plasenta previa, eklampsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi
tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, syok, dan masa pascanatal dapat terjadi
subinvolusi. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus antara lain prematur,
apgar score rendah, gawat janin. Bahaya pada trimester II dan trimester III, anemia dapat
menyebabkan terjadinya partus prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan
janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena
infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu (Mansjoer dkk., 2008 ).
Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan gangguan his primer,
sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu
cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk.,
2008). Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga akan
mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi (Smith dkk., 2010). Bahaya anemia
pada ibu hamil saat persalinan: gangguan his-kekuatan mengejan, Kala I dapat berlangsung
lama dan terjadi partus terlantar, kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan
sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan
perdarahan post partum akibat atonia uteri, kala IV dapat terjadi perdarahan post partum
sekunder dan atonia uteri. Pada kala nifas terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan
perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang,
dekompensasi kosrdis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi
mammae (Shafa, 2010; Saifudin, 2006).

Capaian distribusi tablet Fe3 (90 tablet) tahun 2014 di Kota Surakarta sebesar 98,78%,
melampaui target Kementerian Kesehatan sebesar 95%, di seluruh wilayah Puskesmas,
bahkan 3 (tiga) puskesmas diantaranya yaitu Puskesmas Kratonan, Ngoresan dan Sibela
telah menditribusikan Fe3 sebesar 100% kepada seluruh ibu hamil yang ada di wilayah
masing-masing. Secara keseluruhan di tingkat Kota, capaian distribusi tablet Fe tahun 2014
mengalami peningkatan dibanding tahun 2013 (97,50 %). Jika dilihat dari angka Bumil
Anemia untuk Kota Surkarta tahun 2014 sebesar 5,7%, dengan angka tertinggi terjadi di
puskesmas Ngoresan. Hal initidak sejalan dengan angka capaian distribuasi tablet Fe3.
Melihat capaian distribusi tablet Fe yang sudah baik di Kota Surakarta, yang dibutuhkan
berikutnya adalah adanya personil atau masyarakat yang berperan sebagai pengawas
minum tablet Fe. Sehingga dapat diyakinkan bahwa tablet Fe yang telah diterima oleh ibu
hamil memang benar-benar diminum sesuai ketentuan. Khusus di Kota Surakarta, Dinas
Kesehatan telah mengeluarkan ketentuan dosis pemberian tablet Fe untuk ibu hamil anemia
adalah 2 tablet sehari sebagai dosis pengobatan dan untuk ibu hamil dengan Hb normal
diberikan 1 tablet sehari sebagai dosis pencegahan.

Anda mungkin juga menyukai