Anda di halaman 1dari 2

Terhitung 8 bulan sudah aku tidak pulang dan berkumpul Bersama keluarga.

Sejak
aku memutuskan untuk mengabdikan diriku kepada negeri ini. Membantu sebisa mungkin
untuk kesembuhan negeriku akibat COVID-19 ini. Namun inilah kisahku dalam mendukung
pemerintah dan dunia dalam melawan COVID-19. Aku seorang Epidemiolog. Banyak orang
tidak mengetahui profesiku apalagi fungsinya dalam dunia kesehatan.
Sejak 28 Januari 2021, aku menjadi relawan kesehatan di Rumah Sakit Darurat
COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran. Aku benar yakin dan bertanggungjawab
sepenuhnya atas keputusanku meninggalkan zona nyaman di rumah. Tentang kemanusiaan
dan pengabdian yang terbesit dipikiran. Melihat banyak garda terdepan penanganan
COVID-19 yang tumbang satu persatu karena keganasan virus ini, tidak membuatku gentar
dan tetap bertekad untuk sepenuh hati melayani negeri ini.
Aku bekerja bersama berbagai macam unit dan profesi kesehatan maupun non
kesehatan seperti layaknya rumah sakit pada umumnya. Aku bekerja mengumpulkan
berbagai informasi pasien terkait gejala dan tanggal awal munculnya, tanggal SWAB-PCR
hingga faktor risiko apa saja yang diperkirakan dapat menjadi penyebab mereka tertular
virus ini. Mungkin banyak orang menganggap remeh pekerjaan ini, karena hanya melakukan
wawancara. Namun pekerjaanku tidak berhenti sampai disitu. Setelah seluruh pasien baru
masuk dilakukan wawancara (tracing), keseluruhan data tersebut akan dilakukan analisis
secara ilmiah berdasarkan teori yang ada pun temuan-temuan baru serta panduan dari
badan kesehatan dunia (WHO) dan disampaikan kepada pimpinan RSDC, Dinas Kesehatan
Jakarta serta Kementerian Kesehatan beserta jajarannya. Data dari kami inilah yang orang
baca sehari-hari di televisi. Data tersebut sangat penting guna pengambilan keputusan
setingkat RS maupun daerah.
Bukan berarti tidak ada kendala dalam pekerjaan ini. Seringkali aku dan kawan
sesama epidemiolog dianggap sebagai penipu ketika menghubungi pasien untuk dimintai
keterangan. Bahkan dicaci makipun sudah menjadi hal-hal biasa dalam pekerjaan ini.
Banyak hal-hal yang terkenang selama melakukan survei epidemiologi kepada pasien secara
langsung di Red Zone. Ada yang memberi kami banyak makanan, ada yang mengungkapkan
keluh kesah hidupnya, hingga menjodohkan dengan anak mereka. Sebuah kebahagiaan
tersendiri berbincang dan bertukar pengalaman bersama pasien dengan berbagai macam
latar belakang, mulai dari yang tidak memiliki handphone hingga seorang Jenderal.
Pada kenyataannya kebahagiaan tersebut juga dihantui oleh ketakutan dan
kelelahan. Ketakutan akan tertular virus dan kelelahan akibat menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) lengkap dengan hazmat dan lainnya. Kelelahan menjadi faktor yang aku takuti
selama bekerja. Karena ketika lelah, maka system imun tubuh akan menurun dan
menyebabkan mudah tertular oleh virus tersebut. Sudah banyak rekan sejawat yang menjadi
korban keganasan virus ini dan ikut menjadi pasien yang dirawat seperti yang lain.
Tanggal 19 Januari 2021 aku memutuskan untuk kembali ke rumah meskipun belum
melakukan euphoria akhir seorang mahasiswa (wisuda). Pandemi COVID-19 belum
berakhir. Aku yang seorang mahasiswa tingkat akhir saat itu hanya bisa memantau
perkembangan kehidupan dunia dan negaraku tanpa bisa berbuat sesuatu. Hingga pada
tanggal 21 Januari 2021, seorang rekan kuliah membuat postingan di Whatsapp yang
menunjukkan bahwa Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran
memanggil para tenaga kesehatan untuk mengabdi pada negeri. Seketika aku merasa
terpanggil, dan menganggap ini salah satu kesempatanku untuk membantu memulihkan
keadaan negeriku. Dengan seizin kedua orangtua aku berangkat menuju Jakarta pada
tanggal 27 Januari 2021. Padahal baru genap 1 minggu aku berada di rumah setelah
kepulanganku dari perantauan. Aku bertekad akan mengabdi sekaligus mengaplikasikan
ilmu yang aku peroleh di bangku kuliah.
Tiba waktunya aku bertugas di RSDC Wisma Atlet Kemayoran sebagai seorang
Relawan Epidemiolog yang berfokus pada pelaksanaan tracing pasien masuk. Epidemiolog
harus menggali berbagai informasi dari pasien terkait usia, alamat, gejala, komorbid atau
penyakit penyerta, hingga faktor risiko tertular. Menjadi Epidemiolog harus kritis terhadap
informasi apapun yang diberikan oleh pasien. Segala sesuatu yang diucapkan pasien saat
pelaksanaan tracing bisa menjadi informasi. Sehingga bisa ditentukan terkait faktor risiko
yang didapatkan oleh pasien tersebut yang menyebabkan terjadinya penularan atau faktor
risiko yang menyebabkan keparahan gejala pada pasien COVID-19.
Begitu aku menyukai tugasku disini, bisa mendengarkan berbagai keluh kesah
pasien, berbagi informasi terkait kesehatan kepada pasien, hingga berinteraksi dengan
begitu banyak orang-orang penting yang berperan dalam tugas penanganan pandemi ini.
Termasuk bertemu dengan pejabat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sub bagian
Surveilans Epidemiologi, sebagai Koordinator Bagian Surveilans di RSDC Wisma Atlet
Kemayoran, Kepala Pusat Kesehatan TNI Dr. dr. Tugas Ratmono, Sp.S, MARS, MH sebagai
Koordinator RSDC Wisma Atlet Kemayoran. Di tempat ini selain mengabdikan diri aku juga
banyak belajar dari para ahli kesehatan pun dengan rekan kerja yang sudah banyak
berpengalaman dalam dunia kesehatan.
Kehidupanku

Anda mungkin juga menyukai