Anda di halaman 1dari 11

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT INFEKSI, SURVEILANS, DAN

INVESTIGASI OUTBREAK

SURVEILANS KEPADATAN VEKTOR LALAT DI AREA


KATERING PT CSV ASRAMA HAJI DONOHUDAN BOYOLALI

Disusun Oleh:
Dinda Anindita Salsabilla
S021902013

Dosen Pengampu:
Dr. Setyo Sri Rahardjo, dr, M.Kes

PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2019

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sanitasi merupakan suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik

beratkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan (Rejeki, 2015). Sanitasi

jasaboga/katering tidak dapat dipisahkan dari sanitasi lingkungan yang

merupakan usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap

bersih, sehat, dan aman (Widyati dan Yuliarsih, 2002). Untuk mendapatkan

makanan dan minuman yang memenuhi syarat kesehatan maka perlu diadakan

pengawasan terhadap higiene sanitasi makanan dan minuman yang diutamakan

pada usaha yang bersifat umum seperti jasaboga (Depkes RI, 2004).

Di Indonesia, penyakit diare merupakan penyakit endemis yang juga

merupakan penyakit potensi KLB yang sering di sertai dengan kematian. Pada

tahun 2012 angka kesakitan diare pada semua umur sebesar 214 per 1.000

penduduk (Riskesdas, 2013). Berdasarkan Kemenkes RI (2019), sekitar 4,5 juta

penduduk Indonesia mengalami diare sepanjang tahun 2018. Sedangkan di

Provinsi Jawa Tengah sebanyak 573.625 penduduk yang mengalami diare

Keberadaan vektor lalat menjadi indikasi kebersihan yang kurang baik disuatu

tempat (Sayono, 2004). Salah satu penyebab diare adalah tercemarnya makanan

dan minuman oleh bakteri yang dibawa oleh lalat. Lalat dianggap mengganggu

karena kesukaannya hinggap di tempat-tempat yang lembab dan kotor, seperti

sampah. Jika makanan yang dihinggapi lalat tercemar oleh mikroorganisme baik

bakteri, protozoa, telur/larva cacing atau bahkan virus yang dibawa dan

dikeluarkan dari mulut lalat dan bila dimakan oleh manusia, maka dapat

menyebabkan penyakit diare (Andriani, 2007).


Lalat dapat bertindak sebagai vektor mekanis yang menyebabkan

penyakit pada manusia maupun hewan. Infeksi terjadi melalui komsumsi

makanan atau minuman yang dihinggapi lalat. Peristiwa penularan penyakit

yang disebarkan lalat bersumber dari makanan yang berasal dari tempat

pengolahan makanan (TPM) khususnya jasa boga yang pengolahannya tidak

memenuhi syarat kesehatan atau sanitasi lingkungan. Jika tingkat kepadatan lalat

tinggi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit yang

disebabkan oleh lalat. Penyakit yang dapat ditularkan oleh vektor lalat antara

lain diare, kolera, typus dan penyakit gangguan pencernaan lainnya (Chandra,

2007).

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan, didapatkan bahwa masih

adanya lalat di dapur pengolahan makanan PT. CSV Asrama Haji Donohudan

Boyolali.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana surveilans kepadatan vektor lalat di area katering PT CSV

Asrama Haji Donohudan Boyolali ?

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Kepadatan Lalat di Area Katering PT CSV Asrama Haji Donohudan
Hasil pengukuran kepadatan lalat pada empat titik di area Katering CSV
Asrama Haji Donohudan selama 14 hari adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Pengukuran Kepadatan Lalat
No Tanggal Titik Titik Titik Titik Kepadatan Keterangan
1 2 3 4 lalat
1 27-7-2018 0,6 2,4 4 10,2 4,3 Sedang
2 28-7-2018 2,8 1,6 8,6 2,8 3,95 Sedang
3 29-7-2018 0 4,5 7 8,5 5 Sedang
4 30-7-2018 0,6 2,8 0,8 3 1,8 Rendah
5 31-7-2018 1,2 4 6 2,4 3,4 Sedang
6 01-8-2018 7,8 4,2 4,4 4,8 4,24 Sedang
7 02-8-2018 1,8 3 6,4 3,6 3,7 Sedang
8 03-8-2018 4,6 2,6 3,4 7 4,4 Sedang
9 04-8-2018 8,4 5,4 2 0,4 4,05 Sedang
10 05-8-2018 3,2 1,8 5,6 2,2 3,2 Sedang
11 06-8-2018 3,4 9,2 5 13 7,65 Tinggi
12 07-8-2018 6 9 6 7 7 Tinggi
13 08-8-2018 3,4 6,6 6,8 2,8 4,9 Sedang
14 09-8-2018 0,6 5 8,8 3,6 4,5 Sedang

Dari hasil pengukuran dapat diketahui bahwa kepadatan lalat di area


katering CSV Asrama Haji Donohudan termasuk kedalam kategori yang
memerlukan pengamanan terhadap tempat berbiaknya lalat dan rencana
pengendaliannya. Pengukuran kepadatan lalat dilakukan di 4 titik area katering
CSV yaitu di ruang penyajian, ruang pengolahan, ruang penyimpanan bahan,
dan tempat pembuangan sampah sementara.
a. Ruang Penyajian (titik 1)
Pada ruang penyajian kepadatan lalat dalam kategori sedang sampai
tinggi disebabkan karna area tersebut yang lembab. Di area penyajian dekat
dengan tempat memasak nasi yang mana lantainya digenangi oleh air bekas
mencuci beras dan selain itu dekat dengan kran untuk mencuci beras,
sehingga area tersebut berada dekat dengan genangan air. Sesuai dengan
bionomik, lalat amat tertarik pada genangan air kotor yang terbuka.
b. Ruang Pengolahan (titik 2)
Pada ruang pengolahan kepadatan lalat disebabkan adanya tempat
sampah yang tidak tertutup dan diletakkan di area tersebut yang dapat
menimbulkan bau tidak sedap serta sampah basah, seperti sampah makanan
(sayuran dan buah-buahan, sisa makanan, dan lain-lain) yang dibuang
kedalam tempat sampah menarik lalat-lalat untuk hinggap, karena lalat
membutuhkan air dan protein yang terkandung dalam sampah-sampah itu
untuk hidup dan berkembang biak (Depkes RI, 1992). Menurut Soemirat
(2002), bahwa tempat sampah yang tidak tertutup, bau serta dibiarkan
berserakan akan dihinggapi lalat maupun serangga lainnya. Sedangkan
Dantje (2009), lalat berkembang biak pada habitat diluar hunian manusia
yang telah membusuk dan penuh dengan bakteri dan organisme patogen
lainnya, seperti vegetasi yang membusuk, kotoran hewan, sampah dan
sejenisnya. Selain itu area pengolahan berada dekat dengan tempat
pemotongan daging, yang mana sesuai dengan bionomik, lalat juga amat
menyukai dan menempel pada daging. Jenis lalat yang sering di area ini
adalah lalat rumah dan lalat daging (Genus Sarcophaga).
c. Ruang Penyimpanan bahan (titik 3)
Pada area penyimpanan bahan makanan yang akan diolah yaitu sayur
dan buah-buahan, kepadatan lalat di area ini disebabkan karna tidak adanya
tempat atau lemari khusus untuk menyimpan sayur dan buah sebelum akan
diolah, ini terbukti saat melakukan inspeksi sanitasi setiap hari sayur dan
buah yang belum akan diolah diletakkan di ruangan paling belakang gedung
katering CSV yang terbuka. Pada area ini lalat yang paling banyak dijumpai
adalah lalat buah dan juga lalat rumah, karena area ini berada di sebelah area
pembuangan sampah sementara, dimana diarea tersebut terdapat tempat
sampah yang terbuka dan terbuat dari kayu rotan serta penghubung area ini
adalah pintu plastik tebal berbilah-bilah, sehingga lalat rumah dengan
mudah dapat masuk ke area penyimpanan.

d. Tempat Pembuangan Sampah Sementara (titik 4)


Seperti yang sudah dijelaskan pada tabel, pada area tempat pembuangan
sampah sementara kepadatan lalat disebabkan karna tempat sampah yang
disediakan dalam keadaan terbuka dan terbuat dari kayu rotan. Hal ini
menyebabkan lalat amat sangat tertarik untuk hinggap di tempat tersebut karna
lalat tertarik dengan bau sampah basah seperti sampah sisa-sisa makanan.
Jenis lalat yang sering dijumpai di area Katering CSV Asrama Haji
Donohudan adalah lalat rumah (Musca domestica) dan lalat hijau (Chrysomya
megacephala). Lalat rumah ini bertugas sebagai vektor transmisi mekanis dari
berbagai bibit penyakit disertai jumlahnya yang banyak dan hubungannya erat
dengan lingkungan hidup manusia, maka jenis lalat Musca domestica ini
merupakan jenis lalat yang terpenting ditinjau dari sudut kesehatan manusia.
Tingginya kepadatan lalat dapat memberikan dampak negatif, yaitu gangguan
estetika dan gangguan kesehatan. Karena lalat dapat menularkan penyakit
typhoid fever, paratyphoid fever,disentri basiler, disentri amoeba, dan lain-lain
(Azwar, 1995; Depkes RI, 1992). Jika kepadatan lalat ini tidak ditanggulangi,
maka akan meningkatkan penyakit foodborne disease yang disebabkan oleh
vektor pengganggu yaitu lalat.

B. Alternatif Pemecahan Masalah


1. Perbaikan Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
a. Mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat.
1) Sampah basah dan sampah organik
Pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola
dengan baik dapat menghilangkan media perindukan lalat. Bila sistem
pengumpulan dan pengangkutan sampah dari rumah–rumah tidak ada,
sampah dapat dibakar atau dibuang ke lubang sampah, dengan catatan
bahwa setiap minggu sampah yang dibuang ke lubang sampah harus
ditutup dengan tanah sampai tidak menjadi tempat berkembang
biaknya lalat. Lalat adalah mungkin dapat berkembang biak di tempat
sampah yang permanen dan tertutup rapat. Dalam iklim panas larva
lalat ditempat sampah dapat menjadi pupa dalam waktu hanya 3–4
hari. Untuk daerah tertentu, sampah basah harus dikumpulkan paling
lambat 2 kali dalam seminggu. Bila tong sampah kosong adalah
penting untuk dibersihkan sisa-sisa sampah yang ada di dasar tong
pembuangan sampah akhir dibuang ketempat terbuka perlu dilakukan
dengan pemadatan sampah dan ditutup setiap hari dengan tanah merah
setebal  15  – 30 cm . Hal ini untuk penghilangan tempat
perkembangbiakan lalat. Lokasi tempat pembuangan akhir sampah
adalah harus ± beberapa km dari rumah penduduk.
2) Perbaikan saluran air
Saluran air dapat digelontor. Tempat berkembang biak lalat dapat
dihilangkan dengan menutup saluran, tetapi perlu dipelihara dengan
baik. Air kotor yang keluar melalui outlet ke saluran dapat dikurangi.
Tindakan pencegahan ditempat pemotongan hewan, tempat
pengolahan dan pengasinan ikan, lantainya terbuat dari bahan yang
kuat dan mudah digelontor untuk dibersihkan.
b. Perbaikan lingkungan untuk mengurangi tempat-tempat potensial sebagai
tempat perindukan.
(1) Sampah, terutama sampah dapur ditampung pada tempat sampah yang
baik dan tertutup dan dalam waktu maksimum 3 hari harus sudah
dibuang.
(2) Pengangkutan dan pembuangan sampah dilakukan setiap hari dengan
cara yang baik.
(3) Tempat pengumpulan sampah diberi alas yang kedap air, misalnya
dengan besi plat, seng dan lain-lain (Depkes RI, 1992).
c. Berdasarkan hasil penelitian Nurjannah (2006), diketahui bahwa lalat
tidak menyukai warna biru, hitam, dan merah. Hal ini dapat
dimanfaatkan untuk mengurangi jumlah lalat yang hinggap pada
makanan dan minuman serta tempat sampah yaitu dengan menggunaka
penutup makanan dan minuman maupun tempat sampah yang berwana
biru, hitam dan merah. Tempat sampah warna biru, hitam dan merah
sebaiknya digunakan untuk sampah basah, seperti sampah makanan dan
manusia. Dengan pemakaian tempat sampah warna biru, hitam dan
merah diharapkan dapat mengurangi jumlah lalat yang hinggap.
Sedangkan tempat sampah yang terbuat dari kayu yang tidak dicat atau
tempat sampah warna kuning dapat digunakan sebagai tempat sampah
kering. Lalat memang tertarik pada bau-bauan yang busuk, serta bau
dari makanan ataupun minuman yang merangsang (Azwar, 1995).
Tetapi dengan menggunakan tempat sampah dan tudung saji makanan
dengan warna yang tidak disenangi oleh lalat yaitu merah, biru, hitam
diharapkan setidaknya dapat mengurangi jumlah lalat yang hinggap.
d. Sebaiknya untuk ruang penyimpanan sayur dan buah-buahan sebelum
diolah diletakkan di lemari tertutup, agar tidak mengundang lalat untuk
hinggap di ruangan tersebut.
c. Melindungi makanan, peralatan makan dan orang yang kontak dengan
lalat
Untuk melindungi makanan, peralatan makan dan orang yang kontak
dengan lalat dapat dilakukan dengan :
1) Makanan dan peralatan makan yang digunakan harus anti lalat
2) Makanan disimpan di lemari makan
3) Makan perlu dibungkus
4) Jendela dan tempat-tempat terbuka dipasang kawat kasa
5) Pintu dipasang dengan sistem yang dapat menutup sendiri
6) Pintu masuk dilengkapi dengan goranti lalat
7) Penggunaan kelambu atau tudung saji , dapat digunakan untuk:
Menutup makanan agar terlindung dari lalat, nyamuk dan serangga
lainnya, menutup makanan atau peralatannya
8) Kipas angin elektrik dapat dipasang untuk menghalangi lalat masuk
2. Pemberantasan Lalat Secara Langsung
Cara yang digunakan untuk membunuh lalat secara langsung adalah cara
fisik, cara kimiawi dan cara biologi.
a. Cara fisik
1) Perangkap Lalat (Fly Trap)
2) Umpan kertas lengket berbentuk pita/lembaran  (Sticky tapes)
3) Perangkap dan pembunuh elektronik (light trap with electrocutor)
4) Pemasangan kasa kawat/plastik  pada pintu dan jendela serta lubang
angin/ventilasi.
b. Cara kimia
Penyemprotan residu insektisida dilakukan terhadap permukaan
yang menjadi tempat hinggap, tempat makan atau tempat istirahat lalat,
terutama pada tempat-tempat hinggap pada malam hari, sehingga
kemungkinan kontak antara lalat dengan insektisida cukup lama.
Insektisida yang digunakan dapat dari golongan organophosphate yang
memiliki daya residu 2-4 minggu, sehingga dengan demikian harus
diulang 2-4 minggu sekali. Alat penyemprot yang dipergunakan adalah
spraycan atau mist blower. Bila memakai metode ini sebaiknya
dilakukan pada saat kegiatan memasak belum dimulai, agar bahan kimia
yang digunakan tidak masuk kedalam makanan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepadatan lalat di dapur pengolahan makanan PT. CSV Asrama Haji
Donohudan Boyolali masih termasuk kategori sedang sampai tinggi, sehingga
perlu dilakukan pengamanan tempat berbiaknya lalat dan rencana
pengendaliannya, karena jika tidak, maka akan meningkatkan risiko penyakit
foodborne disease yang disebakan oleh vektor pengganggu yakni lalat pada
calon jamaah haji.

DAFTAR PUSTAKA
Andriani. (2007). Pemberantasan Serangga dan Penyebab Penyakit Tanaman Liar
dan Penggunaan Pestisida. Proyek Pembangunan Pendidikan Sanitasi Pusat ,
Pusdiknas Depkes RI
Azwar, A. (1995). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber
Widya
Chandra, Budiman. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC
Dantje, T. S. (2009). Entomologi Kedokteran. Yogyakarta: Andi Offset
Depkes RI. (1992). Petunjuk Teknis tentang Pemberantasan Lalat. Jakarta: Ditjen
PPM dan PLP
Depkes RI. (2004). Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Jakarta: Dirjen PPL
dan PM
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018. Ditjen P2P.
Kementerian Kesehatan RI.
Nurjannah, D. (2006). Perbedaan Kepadatan Lalat pada Berbagai Warna Fly Grill.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya.
Rejeki S. (2015). Sanitasi, Hygiene dan Keselamatan Kerja (K3). Bandung:
Rekayasa Sains

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Kementerian Kesehatan RI.

Sayono. (2004). Pengaruh Posisi dan Warna Impregnated Cord Terhadap Jumlah
Lalat yang Terperangkap. (Online)

Soemirat, Juli. (2002). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press
Sucipto, Cecep Dani. (2011). Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta : Gosyen
Publishing.

Widyati, R dan Yuliarsih. (2002). Hygiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia

Anda mungkin juga menyukai