Anda di halaman 1dari 92

EVALUASI PENERAPAN GMP DAN SSOP

PRODUKSI AYAM GORENG DI SALAH


SATU RESTORAN CEPAT SAJI
KOTA BOGOR

SKRIPSI

JENITA SARI BR SINUHAJI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN

Jenita Sari Br Sinuhaji. D14070022. 2011. Evaluasi Penerapan GMP dan SSOP
Produksi Ayam Goreng di Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota Bogor. Skripsi.
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Tuti Suryati, S.Pt., M.Si.


Pembimbing Kedua : Zakiah Wulandari, S.TP.,M.Si.

Perubahan gaya konsumsi masyarakat untuk makan di luar rumah dewasa ini
menjadi salah satu peluang berkembangnya restoran dan rumah makan. Beberapa
restoran dan rumah makan menggunakan daging ayam sebagai menu pilihan utama
dan penciri khas. Penyajian makanan dalam waktu yang singkat dalam restoran dan
rumah makan, terutama untuk produk daging ayam yang mudah busuk, menjadi
tantangan tersendiri bagi pihak pengelola. Kecenderungan yang terjadi di masa kini
adalah konsumen mulai mencari informasi mengenai setiap proses pada bahan
mentah hingga siap dikonsumsi, sehingga setiap tahapan yang berlangsung
memerlukan jaminan bahwa produk tersebut benar-benar layak dan aman
dikonsumsi.
Pihak pengelola pangan dapat memegang pedoman penerapan sistem mutu
yang telah diakui baik secara internasional maupun hasil kerja sama dengan instansi
pemerintah. Good manufacturing practices (GMP) atau cara produksi makanan yang
baik merupakan suatu pedoman yang dapat digunakan oleh industri untuk
memproduksi pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Prinsip penerapan
GMP dimulai dari proses penerimaan bahan baku sampai dengan produk siap
dikonsumsi. Pelaksanaan GMP melibatkan seluruh pihak baik pimpinan maupun
karyawan yang yang terlibat dalam pengadaan pangan. Sanitasi merupakan hal
penting yang harus dimiliki oleh unit usaha yang akan melaksanakan program GMP.
Program pelaksanaan sanitasi tertuang dalam suatu pedoman standar yang mengacu
praktek internasional yaitu Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP).
Pelaksanaan sistem SSOP diikuti oleh tahap monitoring, penyimpanan rekaman dan
tindakan verifikasi yang berkesinambungan.
Tujuan magang penelitian ini adalah mempelajari aspek penerapan GMP dan
SSOP unit pengolahan produksi ayam goreng dalam rangka memberikan jaminan
mutu dan kepuasan kepada konsumen. Kegiatan magang penelitian ini dilaksanakan
di salah satu restoran cepat saji kota Bogor unit dapur. Wawancara dan pengumpulan
data yang terkait meliputi informasi penerimaan bahan, penggunaan bahan baku dan
bahan penunjang, proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan penyajian.
Informasi tersebut diperoleh dengan cara pengamatan langsung dan pencatatan data
yang terdapat di perusahaan.
Data yang diperoleh dianalisis untuk penilaian terhadap kesesuaian antara
penerapan GMP di lapang dengan acuan menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan Higiene
Sanitasi Jasaboga. Uraian penerapan SSOP diambil dari data yang didapat dari
restoran yang berhubungan langsung dengan analisis delapan aspek kunci SSOP.
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan pengambilan
data primer dan data sekunder.
Penerapan GMP dimulai dari lokasi tempat restoran, desain bangunan,
fasilitas yang digunakan, higiene karyawan, peralatan dan perlengkapan masak,
pengelolaan limbah, dan proses pengolahan dari penerimaan bahan baku sampai siap
disajikan ke konsumen. Penilaian bobot aplikasi GMP di restoran yang sesuai dengan
KEPMENKES RI 715/MENKES/SK/V/2003 memenuhi dengan skor 78 dari nilai
maksimal 83. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti lokasi belakang
restoran yang berbatasan dengan parit yang dapat menimbulkan sarang hama dan
berbau busuk; sistem pengaturan udara yang masih terasa panas dalam ruang
pengolahan, terutama pada saat penggorengan dilakukan; dan higiene karyawan yang
masih perlu mendapat perhatian seperti menggunakan perhiasan saat bekerja, flu dan
bersin tanpa memakai masker; kebiasaan cuci tangan yang kurang; mengenakan
pakaian kerja dari rumah dan tidak menggunakan hairnet selama bekerja.
Pengawasan terhadap penerapan GMP dan SSOP dilakukan secara langsung oleh
pihak manajer yang bertugas harian dalam restoran dan pengawasan periodik
dilakukan oleh perusahaan pusat. Demikian pula halnya dengan penerapan delapan
kunci SSOP yang telah memenuhi standar pelaksanaan. Monitoring terhadap
kegiatan pelaksanaan SSOP dilakukan oleh auditor internal kantor pusat secara rutin
per tiga bulan.

Kata-kata kunci: produk ayam goreng, GMP, SSOP, restoran, cepat saji

ii
ABSTRACT

Evaluation of GMP and SSOP Application on Fried Chicken Production at one


of Fast Food Restaurant in Bogor City

Sinuhaji, J.S., T. Suryati and Z. Wulandari

Consumption trend has moved increase toward ready to eat food, and one of them is
fried chicken product. During processing, poultry meat may be contaminated with
many different foodborne pathogens. Implementation of Good Manufacturing
Practices (GMP) can keep safety condition during the process. The main emphasis of
GMP is food plant sanitation. In fact, product that was not appropriate the quality
standards can not be sold to consumers. The objective of the research were to
analysis the application of GMP and sanitation standard operating procedures
(SSOP) on fried chicken production processing unit. This study had done on
February-March 2011 with involved production process controlling, interviewed the
managers and employee, collecting data and field observed. The result of GMP
study, in accordance with Ministry of Health of Republic Indonesia 715/MENKES-
/SK/V/2003, got the scores 78 from the maximum value 83. There was caused by
several factors like location behind the restaurant, air conditioning systems and
personal hygiene of employees. Monitoring of the implementation of GMP and
SSOP were done by the manager on duty and periodic surveillance performed by the
corporate center.

Keywords: chicken fried product, GMP, SSOP, restaurant, fastfood


EVALUASI PENERAPAN GMP DAN SSOP
PRODUKSI AYAM GORENG DI SALAH
SATU RESTORAN CEPAT SAJI
KOTA BOGOR

Jenita Sari Br Sinuhaji


D14070022

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul : Evaluasi Penerapan GMP dan SSOP Produksi Ayam Goreng di Salah
Satu Restoran Cepat Saji Kota Bogor
Nama : Jenita Sari Br Sinuhaji
NIM : D14070022

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Tuti Suryati, S.Pt., M.Si.) (Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si.)


NIP: 19720516 199702 2 001 NIP: 19750207 199802 2 001

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr.Ir.Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)


NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 19 Desember 2011 Tanggal Lulus:


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Maret 1989 di Medan, Sumatera Utara.


Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Abraham
Sentosa Sinuhaji dan ibu Asna Br. Ginting. Penulis mengawali pendidikan di Taman
Kanak-Kanak Santo Xaverius I Kabanjahe pada tahun 1993-1995. Pendidikan dasar
diawali pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Sint.Yoseph Kabanjahe dan diselesaikan
pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan
diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Menengah Pertama Santo Xaverius I
Kabanjahe. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2
Kabanjahe pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2008. Penulis pernah
menjadi anggota organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan
(HIMAPROTER) periode 2008-2009 sebagai anggota divisi ruminansia kecil. Selain
itu penulis juga aktif dalam aktivitas Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB
sebagai pengurus bidang literature periode 2009-2010 dan aktif dalam Persekutuan
Oikumene Protestan Katolik (POPK) Fakultas Peternakan. Penulis pernah mengikuti
kegiatan magang di kandang Closed house Charoen Pokphand, restoran Fast Food
KFC Bogor dan aktivitas sosial IPB Go field 2010.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan kasih karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Evaluasi Penerapan GMP dan SSOP Produksi Ayam Goreng di
Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini juga bertujuan untuk memberikan satu
sumbangan untuk kemajuan di dunia peternakan, khususnya program GMP dan
SSOP pengolahan hasil daging ayam.
Penelitian dilaksanakan dalam bentuk magang di sebuah restoran cepat saji
kota Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang
restoran pengolah hasil peternakan khususnya daging ayam dan cara produksi
pangan yang baik menurut standar higienis dari pemerintah. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2011

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN .................................................................................................. i
ABSTRACT . ................................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
Daging Ayam ....................................................................................... 3
Ayam Goreng Tepung .................................................................. 3
Keamanan Bahan Pangan .................................................................... 6
Keamanan Bahan Pangan Asal Unggas ................................... 7
Good Manufacturing Practices (GMP) ............................................... 9
Persyaratan secara Umum ........................................................ 11
Persyaratan Khusus Golongan ................................................. 14
Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan .................................... 15
Persyaratan Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan ................ 16
Persyaratan Higiene Sanitasi Penyimpanan Makanan ............. 16
Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP) ............................. 17
MATERI DAN METODE ............................................................................... 21
Lokasi dan Waktu ................................................................................ 21
Materi ................................................................................................... 21
Bahan ........................................................................................ 21
Alat .......................................................................................... 21
Prosedur ............................................................................................... 21
Observasi Lapang .................................................................... 22
Wawancara dan Pengumpulan Data ........................................ 22
Evaluasi Data ........................................................................... 22
Penerapan GMP ....................................................................... 22
Penerapan SSOP ...................................................................... 24
Analisis Data ............................................................................ 24
KEADAAN UMUM LOKASI ........................................................................ 25
Sejarah Perusahaan Kentucky Fried Chicken (KFC) .......................... 25
Sejarah Perusahaan Kentucky Fried Chicken di Indonesia ................. 25
Visi dan Misi Perusahaan .................................................................... 27
Produk .................................................................................................. 27
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 28
Pengolahan Ayam Goreng Tepung ...................................................... 28
Penerimaan Daging Ayam ....................................................... 30
Penyimpanan ............................................................................ 33
Pelunakan (Thawing) ............................................................... 33
Dress up ................................................................................... 34
Marinade .................................................................................. 34
Penepungan .............................................................................. 35
Penggorengan ........................................................................... 35
Penyajian .................................................................................. 36
Kriteria Mutu Produk ............................................................... 36
Aplikasi Good Manufacturing Practices (GMP) ................................. 36
Lokasi, Bangunan dan Fasilitas Restoran ................................ 38
Sistem Pencahayaan ................................................................. 40
Sistem Penghawaan ................................................................. 41
Sistem Air Bersih ..................................................................... 41
Air Kotor .................................................................................. 42
Fasilitas Cuci Tangan dan Toilet ............................................. 45
Ruang Pengolahan Makanan ................................................... 46
Karyawan ................................................................................. 46
Bahan dan Perlindungan Makanan .......................................... 47
Peralatan Makanan dan Memasak ........................................... 48
Persyaratan Khusus Golongan A.3 .......................................... 49
Aplikasi Sanitation Standard Operating Procedures .......................... 50
Keamanan Air .......................................................................... 51
Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan .......... 51
Pencegahan Kontaminasi Silang .............................................. 52
Fasilitas Sanitasi ...................................................................... 53
Perlindungan Bahan Pangan dari Cemaran (Adulteran) .......... 54
Pelabelan dan Penyimpanan yang Tepat ................................. 54
Kontrol Kesehatan Karyawan .................................................. 55
Pencegahan Hama .................................................................... 55
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 62
Kesimpulan ......................................................................................... 62
Saran ................................................................................................... 62
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 64
LAMPIRAN ................................................................................................... 68

ix
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Daftar Jenis Pangan Penyebab Keracunan …………………………… 6
2. Kemungkinan Cemaran Bahaya Pangan dari Daging Unggas………... 7
3. Suhu Penyimpanan Bahan Mentah …………………………………… 17
4. Kriteria Karkas Berdasarkan Standardisasi Pusat …………………… 30
5. Hasil Penilaian Aplikasi GMP di Salah Satu Restoran Cepat Saji
36
Kota Bogor …………………………………………………………..
6. Perhitungan Limbah Cair Restoran …………………………………... 42
7. Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah Keluaran Grease Trap …….. 44
8. Spesifikasi Penerimaan dan Penyimpanan Bahan ……………………. 48
9. Peralatan Produksi Ayam Goreng ……………………………………. 49
10. Penggunaan Lap Handuk …………………………………………… 53
11. Dokumentasi monitoring, koreksi dan rekaman pelaksanaan delapan 57
kunci SSOP ……………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Diagram alir pembuatan ayam goreng tepung …………………... 29
2. Potongan sembilan bagian karkas ayam dan bobot setiap
potongan …………………………………………………………. 31
3. Layout bangunan restoran ……………………………………….. 39
4. Bagian-bagian grease trap beserta fungsinya …………………… 43
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Parameter Penilaian Aspek GMP dalam Restoran………………. 69
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.715/MENKES
/SK/2003…………………………………………………………. 75
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Daging ayam termasuk dalam salah satu sumber protein hewani yang paling
banyak digemari oleh masyarakat. Populasi ternak ayam ras pedaging di dunia
menurut data FAO pada tahun 2008 sekitar 92,9 juta ton dan angka ini lebih tinggi
daripada populasi ternak sapi pedaging. Permintaan terhadap daging ayam ini di
Indonesia juga mengalami peningkatan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir
yaitu 530.874 ekor pada tahun 2000 menjadi 1.249.952 ekor pada tahun 2010,
dengan persentase kenaikan sekitar 57% (BPS, 2009). Konsumsi protein yang
dibutuhkan oleh orang dewasa untuk keperluan pokok adalah sekitar 0,8 g protein/kg
berat badan (BB).
Daging ayam mengandung sejumlah nutrisi penting yang dibutuhkan oleh
tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan beberapa mineral. Nutrisi yang
tersedia dalam daging dapat pula menjadi media yang baik untuk pertumbuhan
mikroba termasuk bakteri patogen. Dampaknya adalah daging menjadi tercemar dan
tidak layak untuk dikonsumsi. Daging yang sudah tercemar dapat menimbulkan
penyakit pada manusia. Mikroba patogen dapat mencemari daging unggas sejak
berada dalam masa pemeliharaan, proses pemotongan dan tahap pengolahan yang
tidak higienis.
Dewasa ini, perubahan gaya konsumsi masyarakat untuk makan di luar rumah
menjadi salah satu peluang berkembangnya restoran dan rumah makan. Beberapa
restoran dan rumah makan menggunakan daging ayam sebagai menu pilihan utama
dan penciri khas. Penyajian makanan dalam waktu yang singkat dalam restoran dan
rumah makan, terutama untuk produk daging ayam yang mudah busuk, menjadi
tantangan tersendiri bagi pihak pengelola. Berbagai upaya dilakukan untuk menjaga
agar produk yang dihasilkan aman untuk dimakan dan tidak mengganggu kesehatan.
Kepercayaan konsumen pada keamanan pangan yang diproduksi mempengaruhi
daya terima dan daya tarik keberadaan restoran dan rumah makan tersebut.
Jaminan terhadap keamanan pangan tidak cukup hanya mengandalkan
pengujian produk akhir di laboratorium. Pertukaran arus informasi yang berkembang
pesat membuat konsumen semakin cerdas menentukan pilihan terhadap pangan yang
akan dikonsumsi. Kecenderungan yang terjadi di saat ini adalah konsumen mulai
mencari informasi mengenai setiap proses pada bahan mentah hingga siap
dikonsumsi sehingga setiap tahapan yang berlangsung memerlukan jaminan bahwa
produk tersebut benar-benar layak dan aman dimakan.
Pihak pengelola pangan dapat memegang pedoman penerapan sistem mutu
yang telah diakui, baik secara internasional maupun hasil kerja sama dengan instan-
si pemerintah. Good Manufacturing Practices (GMP) atau cara produksi makanan
yang baik (CPMB) merupakan suatu pedoman yang dapat digunakan oleh industri
untuk memproduksi pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Prinsip
penerapan GMP dimulai dari proses penerimaan bahan baku sampai dengan produk
siap dikonsumsi. Pelaksanaan GMP melibatkan seluruh pihak baik pimpinan maupun
karyawan yang yang terlibat dalam pengadaan pangan.
Sanitasi merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh unit usaha yang akan
melaksanakan program GMP. Pelaksanaan sanitasi yang efektif dapat mengontrol
pertumbuhan mikroba yang masuk selama proses persiapan dan penyajian produk
pangan dilakukan. Program pelaksanaan sanitasi tertuang dalam suatu pedoman
standar yang mengacu praktek internasional yaitu standard sanitation operating
procedures (SSOP). Pelaksanaan sistem SSOP diikuti oleh tahap monitoring,
penyimpanan rekaman dan tindakan verifikasi yang berkesinambungan. Hal ini
dilakukan karena penyimpangan atau kesalahan terhadap pelaksanaan SSOP dapat
mencemari kondisi lingkungan sehingga menjadi rentan terhadap pertumbuhan
mikroba.
Tujuan
Magang penelitian ini secara umum bertujuan mendapatkan gambaran nyata
tentang restoran pengolah pangan hasil ternak, meningkatkan kemampuan dalam
mengobservasi, menganalisis masalah yang terjadi serta memperoleh pengalaman
bekerja. Secara khusus magang penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aspek
penerapan GMP dan SSOP unit pengolahan produksi ayam goreng dalam rangka
memberikan jaminan mutu dan kepuasan kepada konsumen.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Daging Ayam
Jenis daging yang berasal dari unggas yang umum dikonsumsi adalah daging
ayam. Menurut SNI 01-3924-2009 karkas ayam ialah bagian dari tubuh ayam tanpa
kepala, leher, kaki, paru-paru dan atau ginjal setelah penyembelihan halal,
pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan. Produk daging ayam banyak dikonsumsi
masyarakat global karena tidak ada faktor pembatas dengan kultur budaya dan
kepercayaan tertentu, sehat, bergizi, kandungan lemaknya sedikit dengan asam lemak
tidak jenuh yang lebih rendah dibanding daging lainnya (Mead, 2004 a).
Lemak pada unggas ayam terletak di bawah kulit sehingga dapat dipisahkan
apabila tidak ingin dikonsumsi. Daging unggas lebih seragam dalam komposisi,
tekstur dan warna dibanding dengan jenis daging mamalia sehingga lebih mudah
dalam konsistensi formulasi produk pangan (Sams, 2001). Protein dari jenis daging
ini mengandung asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuh-
an dan perkembangan. Selain itu, daging unggas juga merupakan sumber beberapa
mineral seperti fosfor, zat besi, kobalt dan seng serta vitamin B12 dan B6 (Parker,
2003). Warna daging unggas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur potong,
jenis kelamin, strain, pakan, lemak intramuskular, kondisi sebelum pemotongan
dan perbedaan teknologi pengolahan (Parker, 2003).
Unggas penghasil daging yang utama di Indonesia adalah ayam ras pedaging
atau yang dikenal dengan sebutan ayam broiler. Ayam broiler umumnya dipotong
pada umur 5-6 minggu sehingga dagingnya masih lunak (Hardjosworo dan
Rukmiasih, 2000). Ayam broiler dapat menghasilkan daging dalam jumlah banyak
dan setiap bagian tubuh mempunyai rasa yang tidak sama satu dengan yang lain
(Amrullah, 2004). Bagian punggung memiliki jumlah tulang yang lebih banyak,
bagian betis lebih keras karena lebih berotot. Sebaliknya bagian dada lebih empuk
dan sedikit mengandung lemak (Amrullah, 2004).

Ayam Goreng Tepung


Daging ayam dapat diolah menjadi beberapa produk yang mempunyai nilai
komersial dan cukup digemari masyarakat. Pengolahan daging ayam mempunyai
beberapa keuntungan diantaranya memperbaiki sifat fisik sensori (flavor, tekstur dan
penampakan umum), inaktivasi enzim lisosom, mempertahankan kestabilan warna
pada produk curing dan menghilangkan komponen yang tidak diinginkan serta
mengurangi jumlah populasi mikroba patogen (Dawson et al., 2009). Salah satu
teknik pengolahan daging ayam yang umum dilakukan adalah dengan penggoreng-
an. Beragam inovasi dalam teknik penggorengan dilakukan agar menghasilkan
produk yang mempunyai nilai lebih dan berdaya saing (Sahin dan Sumnu, 2009).
Salah satu produk inovasi tersebut adalah ayam goreng tepung. Tahapan yang dapat
digunakan dalam memproduksi ayam goreng tepung adalah marinade, penepungan
dan pengorengan.

Marinade. Marinade merupakan salah satu metode yang digunakan untuk persiapan
pengolahan daging baik pada pangan yang dikonsumsi langsung maupun untuk yang
diawetkan. Marinade berperan dalam memperbaiki sifat sensori daging seperti rasa,
warna, kelembapan dan tekstur serta sifat fisik daging yang meliputi daya mengikat
air dan kestabilan produk (Mead, 2004a). Marinade terdiri dari campuran garam,
asam organik, nitrat dan bumbu yang umumnya dibuat dalam larutan. Marinade yang
modern dilakukan dalam mesin marinator yang berputar secara perlahan (tumbling).
Gerakan perputaran ini akan mempermudah proses penyerapan larutan marinade
yang telah dibuat termasuk daya kerja antimikroba dalam larutan bumbu (Tan dan
Ockerman, 2006). Proses marinade merupakan seni yang menggabungkan antara
formulasi bumbu, alat yang digunakan dan bentuk produk (Mead, 2004a).

Penepungan (Breading). Teknik penepungan yang membentuk lapisan kerak pada


produk daging ayam goreng tepung membawa kesan tersendiri bagi konsumen.
Prinsip dasar pelapisan adalah penggunaan tepung dan telur. Perkembangan
teknologi fungsional dari pelapisan adalah untuk menciptakan lapisan homogeneous
yang akan menutupi seluruh permukaan pangan (Fiszman, 2009). Penggunaan
campuran bumbu dan herbal, garam, monosodium glutamat dan susu skim dalam
lapisan tepung dapat mempengaruhi cita rasa produk akhir. Garam dan fosfat dapat
mengekstrak protein yang dapat membantu untuk menutup lapisan selama proses
pemasakan sehingga menghasilkan rasa dan kelembapan yang diinginkan (Mead ,
2004a).

4
Hal penting yang diperhatikan dalam pelapisan produk gorengan adalah
jumlah minyak yang diabsorbsi selama penggorengan. Beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap absorbsi minyak menurut Fiszman (2009) adalah kualitas
minyak goreng, temperatur dan lama penggorengan, masa pendinginan, bentuk,
komposisi, dan daya porositi produk. Daya absorbsi minyak dapat dikurangi dengan
mengubah komposisi bahan pelapis. Penggunaan campuran albumen putih telur
dalam komposisi tepung pelapis dapat mengurangi absorbsi minyak tetapi
menghasilkan produk yang lebih lunak .

Penggorengan. Teknik ini merupakan proses pemanasan bahan pangan dengan


menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas (Muchtadi, 2008).
Perlakuan panas pada ayam yang telah dimarinade dapat menekan pertumbuhan
bakteri patogen psiktropik (Tan dan Ockerman, 2006). Menurut Sahin dan Sumnu
(2009) teknik penggorengan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggorengan
biasa (pan frying) dan penggorengan dengan teknik perendaman seluruh bahan (deep
fat frying). Deep fat frying merupakan teknik penggorengan yang dilakukan dengan
menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak sehingga bahan pangan yang
digoreng akan terendam seluruhnya di dalam minyak goreng tersebut. Deep fat
frying dapat menyebabkan hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi dari minyak.
Hidrolisis meningkatkan jumlah dari asam lemak bebas, mono dan diacylglycerols
dalam lemak (Choe dan Minn, 2007). Reaksi oksidasi terjadi lebih besar daripada
reaksi hidrolisis selama proses penggorengan deep fat frying. Reaksi oksidasi
menghasilkan hidroperoksida dan kemudian molekul bervolatil rendah seperti
aldehid, keton, asam karboksil dan rantai pendek alkana dan alkena.
Panas dan transfer massa di dalam produk dengan teknik penggorengan deep
fat frying, diatur melalui transfer panas dari minyak ke produk. Transfer panas pada
teknik ini berlangsung secara merata dan seragam. Perubahan karateristik geometri
bahan pangan seperti bentuk, ukuran, area permukaan, volume dan massa jenis
berubah selama proses penggorengan. Permukaan produk gorengan biasanya
berbentuk kerak (crust), kerak ini berwarna kecoklatan akibat reaksi pencoklatan non
enzimatis (Muchtadi, 2008). Proses lain yang terjadi selama penggorengan adalah
gelatinisasi pati, denaturasi protein, inaktivasi enzim dan kerusakan mikroorganisme
(Sahin dan Sumnu, 2009).
5
Keamanan Bahan Pangan
Keamanan pangan menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI
adalah segala upaya atau usaha yang dilakukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran baik secara biologis, kimia dan fisik yang dapat mengganggu,
merugikan bahkan membahayakan kesehatan. Keamanan pangan menjadi salah satu
isu terpenting mengingat banyaknya kejadian kasus keracunan makanan. Keracunan
makanan dapat menimbulkan beban secara sosial dan ekonomi dalam komunitas dan
sistem kesehatan masyarakat. Negara maju seperti Amerika Serikat mencatat
estimasi kerugian yang timbul akibat penyakit karena pangan pada tahun 1997 diatas
US $35 juta per tahun untuk biaya pengobatan dan penurunan produktivitas (WHO,
2007). Data pelaporan untuk kasus keracunan makanan di negara berkembang seperti
Indonesia sangat minim sehingga data yang tercatat menampilkan hanya sebagian
kecil dari kasus yang sebenarnya. Bakteri dapat menyebabkan keracunan pangan
melalui tiga mekanisasi (Gaman dan Sherrington, 1992) yaitu dengan cara 1)
infektif: keracunan yang terjadi karena mengkonsumsi makanan yang mengandung
bakteri hidup, 2) intoksinasi: keracunan karena mengkonsumsi pangan yang
mengandung eksotoksin, toksin diproduksi di dalam makanan yang telah tercemar, 3)
keracunan karena toksinnya tidak diproduksi dalam makanan tetapi dilepaskan
selama pertumbuhan dalam saluran pencernaan. Sumber dari keracunan makanan
dapat beragam mulai dari rumah tangga, jajanan, jasaboga (catering) maupun industri
pengolah pangan. Tabel 1 berikut ini menunjukkan jenis pangan penyebab keracunan
pangan di seluruh Indonesia pada tahun 2004 .

Tabel 1. Daftar Jenis Pangan Penyebab Keracunan


Jenis makanan Jumlah kejadian
Makanan jajanan 22
Makanan olahan 23
Makanan jasaboga 34
Makanan rumah tangga 72
Tidak dilaporkan 2
Total 153
Sumber : Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan POM-RI (2005)

Penyebab keracunan makanan tertinggi terdapat dalam makanan hasil olahan


rumah tangga. Hal ini dapat menjadi indikator bahwa masyarakat masih kurang

6
memperhatikan standar higienis dan keamanan pangan. Makanan jasaboga berada
pada urutan kedua sebagai sumber penyebab keracunan makanan. Arduser dan
Brown (2005) menyatakan restoran penghasil jasaboga rentan terhadap pertumbuhan
mikroba karena variasi makanan yang dihasilkan dapat menyebabkan kontaminasi
silang.

Keamanan Bahan Pangan Asal Unggas


Bahan pangan asal ternak khususnya daging dapat menjadi media yang
sangat baik untuk pertumbuhan mikroba karena mempunyai kadar air yang tinggi
(68%-75%), mengandung karbohidrat dan mineral serta pH yang menguntungkan
(Soeparno, 2005). Pertumbuhan mikroba ini dapat menyebabkan perubahan yang
tidak menguntungkan misalnya kerusakan daging, perubahan warna, lendir, noda dan
bau yang kurang sedap. Mikroba dapat mencemari daging pada waktu hewan belum
dipotong atau secara sekunder yaitu pada saat penanganan setelah penyembelihan
(Lawrie, 2003). Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mungkin dapat
membahayakan keamanan pangan asal daging unggas (Mead, 2004a).

Tabel 2. Kemungkinan Cemaran Bahaya Pangan dari Daging Unggas


Agen pembawa Contoh
Bahaya Mikroba
• Infeksi dan intoksinasi patogen Campylobacter spp., Salmonella
serotypes, Clostridium perfringens,
Listeria monocytogenes
• Bakteri tahan antimikroba Salmonella Typhimurium DT104,
Enterococcus spp
• Toksinasi jamur Ochratoxin A, alfatoxin
Bahaya kimia
• Residu antimikroba Chlortetracycline, sulphaquinoxaline,
• Residu pestisida DDT, dieldrin
• Residu logam berat Timah, merkuri
• Residu hormone Trenbolone, clenbuterol
Bahaya fisik
• Benda asing Serpihan tulang, kaca, logam, plastik
Sumber : Mead (2004a)

Sumber keracunan makanan dari daging unggas dapat berasal dari


mikroorganisme, cemaran kimia dan cemaran fisik benda asing. Cemaran
mikroorganisme merupakan penyebab utama dari keracunan makanan asal daging

7
unggas (Mead, 2004b). Daging unggas dapat menjadi media yang cocok untuk
perkembangan mikroba, karena unggas dalam kehidupannya selalu bersentuhan
dengan lingkungan yang kotor (Djaafar dan Rahayu, 2007). Jenis bakteri yang
umum dijumpai dalam produk asal unggas dan turunannya adalah Salmonella dan
Campylobacter (Meldrum et al., 2006). Keracunan makanan oleh Salmonella
merupakan tipe infeksi, yaitu terjadi karena mengkonsumsi makanan yang
didalamnya terdapat poliferasi bakteri ini (Winarno, 2007).
Salmonella merupakan bakteri gram negatif dari famili Enterobacteriaceae,
yang termasuk dalam fakultatif anaerobik. Bakteri ini mampu bertahan pada pH 4-8
dengan nilai aw lebih besar dari 0,94 dan suhu untuk pertumbuhan 5-46 oC
(Crammer, 2003). Secara serologi, Salmonella dibagi menjadi sekitar 2000 tipe dan
Salmonella enteriditis merupakan jenis Salmonella yang paling banyak ditemui pada
daging unggas dan menyebabkan penyakit pada manusia (Bohaychuk et al., 2006).
Salmonella dapat masuk ke dalam tubuh unggas melalui pakan dan kondisi yang
lingkungan yang telah tercemar.
Bakteri ini dapat bertahan dalam saluran pencernaan, ginjal, liver, dan saluran
reproduksi. Penularan bakteri ini juga dapat terjadi melalui transmisi vertikal saluran
reproduksi induk ayam, sehingga telur yang menjadi bakalan unggas sudah tercemar
sebelum menetas (Mead, 2004b). Inkubasi dari bakteri ini muncul setelah 6-48 jam
setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala umum meliputi mual, kram
perut, diare, demam dan sakit kepala. Gejala ini dapat terjadi pada semua kalangan
umur, akantetapi lebih rentan terhadap kondisi kekebalan tubuh lemah, anak-anak
dan usia lanjut (Parker, 2003). Pencegahan terhadap bakteri ini dapat dilakukan
dengan tidak mengkonsumsi daging mentah. Bakteri ini dapat dimusnahkan pada
pemanasan minimum 70 oC (Oasily et al., 2006).
Campylobacter termasuk dalam bakteri gram negatif dan sebagian besar
bersifat patogen pada manusia (Sunatmo, 2009). Bakteri ini dapat tumbuh optimal
pada suhu 30-47,2 oC dengan pH minimal 4,9 dan aw 9,8 (Crammer, 2003). Bakteri
ini merupakan penyebab enteritis akut hingga diare berdarah yang disertai dengan
kram perut dan demam. Gejala klinis muncul setelah 2-5 hari setelah mengkonsumsi
pangan yang tercemar dan dapat sembuh setelah 7-10 hari (Parker, 2003).

8
Clostridium perfringens termasuk dalam bakteri gram positif dengan suhu
pertumbuhan 15-50 oC, hidup pada pH diatas 5,5 dan aw 0,95 (Crammer, 2003). Jenis
bakteri ini merupakan penyebab penyakit gastroenteritis pada manusia (Sunatmo,
2009). Gejala muncul setelah 8-12 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar
dengan tanda seperti kram perut, diare dan mual yang disertai muntah. Gejala ini
dapat menjadi berbahaya pada orang tua usia lanjut.
Listeria monocytogenes adalah bakteri gram positif yang berbentuk basil dan
tidak membentuk spora serta bersifat anaerobik fakultatif. Listeria paling banyak
ditemukan dalam daging mentah, termasuk unggas. Bakteri ini lebih tahan terhadap
panas namun pertumbuhannya dapat dimatikan melalui pemanasan suhu tinggi.
Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 0- 45 oC dan pada suhu beku (Crammer, 2003).
Listeria dapat tumbuh pada kisaran pH 5,2-9,6 dengan toleransi garam 5% dan 10%
dengan nilai aw > 0,93. Keracunan makanan karena mengkonsumsi pangan yang
telah tercemar dapat menimbulkan demam, sakit kepala, mual dan muntah. Bakteri
ini juga dapat menyebabkan penyakit meningitis (Parker, 2003). Wanita hamil rentan
terhadap cemaran bakteri ini karena kemampuannya yang dapat melewati membran
plasma dan menyerang fetus sehingga menimbulkan aborsi spontan dan kelahiran
premature (Crammer, 2006). Penerapan sistem sanitasi dan cara pengolahan yang
benar dapat menekan angka pertumbuhan bakteri ini (ILSI, 2005).

Good Manufacturing Practices (GMP)


Disamping masalah keamanan pangan, industri pangan juga sering
menghadapi masalah kerusakan produk-produk pangan yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme pembusuk, kualitas produk yang buruk dan tidak
konsisten, serta masa simpan yang singkat, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi
yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk mengatasi kedua masalah ini, diperlukan
pengendalian yang efektif melalui penerapan GMP (Good Manufacturing Practices)
dan implementasi sistem manajemen keamanan pangan yang berbasis pada sistem
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang dihimbau oleh Codex untuk
diterapkan di industri pangan (Jenie, 2009).
Pengendalian mikroba pada bahan pangan asal ternak dapat dilakukan dengan
cara penerapan sistem keamanan pangan pada setiap proses produksi mulai dari
tahapan pemeliharaan ternak hingga tingkat pengolahan siap konsumsi.
9
Gustiani (2009), menyatakan bahwa pengendalian ini dapat dilakukan dengan
penerapan sistem GMP. Sistem ini merupakan suatu pedoman yang bertujuan agar
produsen memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk memproduksi produk
makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2005). Penerapan
GMP harus dipatuhi oleh semua pihak yang terkait dengan proses pengolahan
makanan baik oleh pihak manajemen, karyawan, pemasok bahan termasuk tamu
yang melakukan kunjungan. Informasi mengenai proses penerapan GMP yang
berlaku dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang diantara berbagai produk yang
diolah (Crammer, 2006). Penerapan GMP secara keseluruhan di Indonesia disahkan
menurut keputusan menteri kesehatan RI Keputusan Menteri Kesehatan No.1098-
/Menkes/Sk/VII/2003 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan.
Prinsip penerapan GMP yaitu teknik atau cara dalam menjalankan,
mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan proses produksi mulai dari penerimaan
bahan baku sampai dengan konsumen akhir dengan tujuan untuk memberikan
jaminan kepada konsumen dan produsen bahwa produk yang dihasilkan aman dan
bermutu (layak dikonsumsi). Aman berarti produk yang dikonsumsi tidak
mengandung bahan berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit, keracunan atau
kecelakaan yang merugikan konsumen akibat bahan kimia, mikrobiologi atau fisik.
Layak berarti kondisi produk menjamin makanan yang diproduksi adalah layak
untuk dikonsumsi manusia yaitu tidak mengalami kerusakan, berbau busuk,
menjijikkan, kotor, tercemar atau terurai (Thaheer, 2005).
Aplikasi GMP dan higiene sanitasi dalam industri jasaboga khususnya
restoran diperlukan untuk mendapatkan izin usaha dari pemerintah daerah sesuai
dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.715/MENKES-
/SK/V/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga. Pedoman yang dapat
menjadi acuan untuk mendapatkan jaminan tentang pelaksanaan GMP dan higiene
sanitasi dalam industri jasaboga meliputi persyaratan secara umum, persyaratan
khusus golongan, persyaratan higiene sanitasi makanan, persyaratan higiene sanitasi
pengolahan makanan dan persyaratan higiene sanitasi penyimpanan makanan.

10
Persyaratan secara Umum

Lokasi. Jarak jasaboga harus jauh dengan jarak minimal 500 m dari sumber
pencemaran seperti tempat sampah umum, toilet umum, bengkel cat, industri
terpolusi dan sumber pencemaran lainnya. Pengertian jauh dalam hal ini, relatif
tergantung pada arah pencemaran yang mungkin terjadi seperti aliran angin dan air.
Penentuan jarak minimal adalah 500 meter adalah sebagai batas terbang lalat rumah.
Halaman depan suatu unit usaha jasaboga dilengkapi dengan papan nama
perusahaan dan nomor izin usaha serta sertifikat layak higiene sanitasi. Halaman
bersih, tidak banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat sanitasi
dan tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus.
Pembuangan air kotor baik liimbah dapur maupun kamar mandi tidak menimbulkan
sarang serangga, jalan masuknya tikus serta terpelihara kebersihannya. Drainase
untuk pembuangan air hujan lancar dan tidak menimbulkan genangan air.

Bangunan dan Fasilitas. Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga harus


memenuhi persyaratan teknis konstruksi bangunan yang berlaku. Konstruksi
bangunan kuat dan selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barang-
barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan. Bagian lantai pada
keseluruhan bangunan mudah untuk dibersihkan, rapat air, halus, kelandaian cukup
dan tidak licin. Permukaan dinding sebelah dalam bangunan sebaiknya dibuat halus,
tidak menyerap air dan mudah dibersihkan.
Dinding yang terkena percikan air dilapisi bahan kedap air setinggi 2 meter
dari lantai yang permukaannya halus, tidak menahan debu dan berwarna terang.
Bidang langit-langit harus menutup atap bangunan dengan tinggi minimal 2,4 meter
di atas lantai. Desain pintu pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus
membuka ke arah luar. Semua pintu dari ruang tempat pengolahan makanan dibuat
menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kassa, tirai, pintu rangkap
dan lain-lain. Jendela, pintu dan lubang ventilasi tempat makanan diolah sebaiknya
dilengkapi dengan kassa yang dapat dibuka dan dipasang.

Sistem Pencahayaan. Listrik mempunyai peranan besar dalam desain interior


bangunan (Marlina, 2008). Keperluan untuk penerangan dapat dibuat sesuai dengan
kebutuhan dengan adanya listrik.
11
Tata lampu pada bangunan restoran dapat memberikan efek yang menimbulkan
kesan maupun citra tertentu pada konsumen. Namun demikan, pada bagian ruang
pengolahan makanan, intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan
pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan secara efektif. Setiap
ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat mencuci tangan intensitas
pencahayaan sedikitnya 10 fc (100 lux) pada titik 90 cm dari lantai. Semua
pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya diatur sedemikian
rupa sehingga dapat menghindari timbulnya bayangan.

Sistem Penghawaan. Sistem penghawaan adalah sistem pengaturan udara dengan


cara menukar udara di dalam ruangan dan mempercepat penguapan keringat serta
panas tubuh manusia pengguna bangunan agar tercapai sirkulasi udara yang nyaman
di dalam bangunan (Marlina, 2008). Pergerakan udara di dalam bangunan dapat
dirancang dengan membuat ventilasi secara alami, alat bantu kipas angin (fan)
maupun pengondisian udara (air conditioning). Ruangan tempat pengolahan
makanan harus dilengkapi dengan sistem penghawaan yang dapat menjaga keadaan
nyaman. Pemakaian ventilasi harus cukup (sekitar 20% dari luas lantai) untuk
mencegah udara dalam ruangan terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi uap
air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit dan membuang bau, asap dan
pencemaran lain dari ruangan yang berbeda.

Ruang Pengolahan Makanan. Luas untuk tempat pengolahan makanan harus


cukup untuk para karyawan sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah dan efisien dan
menghindari kemungkinan kontaminasi silang antar makanan yang diproduksi. Luas
lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 (dua) meter persegi untuk setiap
orang bekerja. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung
dengan jamban dan kamar mandi. Ruangan ini sebaiknya dilengkapi dengan
sedikitnya meja khusus kerja, lemari/ tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi
yang terlindung dari gangguan tikus dan hewan lainnya.

Fasilitas Pencucian Peralatan dan Bahan Makanan. Pencucian peralatan harus


menggunakan bahan pembersih atau deterjen. Peralatan dan bahan makanan yang
telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari kemungkinan
pencemaran oleh tikus dan hewan lainnya.
12
Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan kalium
permanganat 0,02% atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa detik.

Fasilitas Cuci Tangan. Tempat cuci tangan dibuat terpisah dengan tempat cuci
peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran
pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat cuci
tangan disesuaikan dengan banyak karyawan, 1-10 orang = 1 buah dengan tambahan
1 buah untuk setiap penambahan 10 orang. Tempat cuci tangan diletakkan sedekat
mungkin dengan tempat bekerja.

Sumber Air Bersih. Distribusi air bersih merupakan hal penting yang harus
diperhatikan dalam usaha menjaga kesehatan dan higiene sanitasi. Air bersih harus
tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan jasaboga memenuhi syarat
sesuai dengan keputusan menteri kesehatan.

Jamban dan Peturasan. Jamban dan peturasan yang terdapat dalam restoran harus
memenuhi syarat higiene sanitasi serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia.
Jumlah jamban yang disediakan harus sesuai dengan jumlah karyawan yakni, 1-10
orang: 1 buah; 11-25 orang: 2 buah; 26-50 orang: 3 buah dengan penambahan 1 buah
setiap penambahan 25 orang. Jumlah peturasan pun disesuaikan dengan jumlah
karyawan yaitu:1-30 orang: 1 buah; 31-60 orang: 2 buah dengan penambahan 1 buah
setiap penambahan 30 orang.

Kamar Mandi. Jasaboga harus dilengkapi kamar mandi dengan air kran mengalir
dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi pedoman plumbing Indonesia.
Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 buah untuk 1-10
orang dengan penambahan 1 buah setiap 20 orang.

Tempat Sampah. Tempat sampah seperti kantong plastik, kertas dan bak sampah
tertutup harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin
dengan sumber produksi sampah, dan terhindar dari kemungkinan tercemarnya
makanan oleh sampah. Penanggung jawab jasaboga harus memelihara semua
bangunan, fasilitas dan alat-alat dengan baik untuk menghindari kemungkinan
terjadinya pencemaran terhadap makanan, akumulasi debu atau jasad renik,

13
peningkatan suhu, akumulasi sampah, perkembangbiakan serangga, tikus dan
genangan air.

Persyaratan Khusus Golongan

Jasaboga Golongan A1. Jasaboga ini melayani kebutuhan masyarakat umum,


dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh
keluarga. Persyaratan umum dan khusus yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai ruang tidur.
b. sistem penghawaan: bangunan yang tidak mempunyai ventilasi alam yang cukup
harus menyediakan ventilasi yang dapat memasukkan udara segar serta
pembuangan udara kotor atau asap tidak menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan.
c. tersedia tempat cuci tangan yang permukaannya halus dan mudah dibersihkan
d. tersedia sedikitnya satu buah lemari es untuk penyimpanan makanan yang mudah
busuk.

Jasaboga Golongan A2. Jasaboga ini melayani kebutuhan masyarakat umum,


dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan menggunakan
tenaga kerja. Jasaboga ini harus memenuhi persyaratan jasaboga golongan A1
dengan persyaratan khusus sebagai berikut:
a. pengaturan ruang: ruang pengolahan makanan diberi dinding pemisah dengan
ruangan lainnya.
b. sistem penghawaan: pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat
yang membantu pengeluaran asap, sehingga tidak mengotori ruangan.
c. penyimpanan makanan: tersedia sedikitnya 1 buah lemari penyimpanan dingin
yang khusus dipergunakan untuk menyimpan makanan yang cepat busuk.
d. fasilitas ganti pakaian: bangunan harus dilengkapi dengan tempat penyimpanan
dan ganti pakaian yang cukup serta ditempatkan sedemikian rupa sehingga
mencegah kontaminasi terhadap makanan.

Jasaboga Golongan A3. Jasaboga ini melayani kebutuhan masyarakat umum,


dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan tenaga kerja. Persyaratan

14
jasaboga golongan ini harus memenuhi persyaratan jasaboga golongan A2 dengan
syarat khusus sebagai berikut :
a. pengaturan ruang: ruang pengolahan makanan harus terpisah dari bangunan untuk
tempat tinggal.
b. ventilasi/ penghawaan: pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat
pembuangan asap dan cerobong asap.
c. ruang pengolahan makanan: tempat memasak makanan harus terpisah secara jelas
dengan tempat penyiapan makanan matang.

Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan

Bahan Makanan. Bahan yang akan diolah terutama daging, susu, telur, ikan/udang
dan sayuran harus baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa.
Bahan-bahan ini berasal dari tempat resmi yang diawasi. Bahan terolah yang
dikemas, bahan tambahan dan bahan penolong telah memenuhi persyaratan
keputusan menteri kesehatan yang berlaku.

Makanan Terolah. Makanan yang telah dikemas mempunyai label dan merk,
terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak/pecah atau kembung,
belum kadaluwarsa dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan.
Khusus untuk makanan yang tidak dikemas harus baru dan segar, tidak basi, tidak
busuk, tidak rusak atau berjamur dan tidak mengandung bahan yang dilarang.

Makanan Jadi. Makanan tidak rusak, busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau,
berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya pengotoran lain serta
memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku. Angka
kuman E. Coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan. Angka kuman E. Coli
pada minuman harus 0/gr contoh minuman. Jumlah kandungan logam berat residu
pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan
yang berlaku.

15
Persyaratan Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan

Karyawan Pengolah Makanan. Karyawan yang memegang bagian pengolahan


makanan memiliki sertifikat higiene sanitasi makanan, berbadan sehat yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter, tidak mengidap penyakit menular seperti
typhus, kolera, tbc atau pembawa kuman (carrier) serta setiap karyawan harus
memiliki buku pemeriksaan kesehatan yang berlaku

Peralatan yang Kontak dengan Makanan. Permukaan peralatan utuh (tidak cacat)
dan mudah dibersihkan. Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau
garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan dan bila kontak dengan makanan,
tidak mengeluarkan logam berat beracun yang membahayakan seperti : timah hitam
(Pb), arsenikum (As), tembaga (Cu), seng (Zn), cadmium (Cd), dan antimon atau
stibium. Setiap wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang menutup
sempurna. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka kuman maksimal 100/cm3
permukaan dan tidak ada kuman E. coli.

Cara Pengolahan. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan


cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan ini dilakukan
dengan menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai, penjepit makanan dan
sendok garpu. Perlindungan terhadap pencemaran pada makanan menggunakan
celemek/ apron, tutup rambut dan sepatu dapur. Karyawan pengolah menunjukkan
perilaku higiene selama bekerja seperti: tidak merokok, tidak makan atau
mengunyah, tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias
(polos), tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya,
selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil, memakai
pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar serta memakai pakaian kerja yang
bersih yang tidak dipakai di luar tempat jasaboga.

Persyaratan Higiene Sanitasi Penyimpanan Makanan

Penyimpanan Makanan. Bahan makanan dan produk pangan tidak boleh tercampur
dan disimpan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jarak makanan dengan lantai: 15 cm

16
b. Jarak makanan dengan dinding: 5 cm
c. Jarak makanan dengan langit-langit: 60 cm.

Penyimpanan Bahan Mentah. Ketebalan dan bahan padat yang disimpan tidak
lebih dari 10 cm dan kelembaban penyimpanan dalam ruangan sekitar 80%-90%.
Pengaturan suhu yang digunakan untuk penyimpanan bahan mentah dapat dilihat
pada Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Suhu Penyimpanan Bahan Mentah

Jenis bahan makanan Digunakan untuk


Maksimal Maksimal Minimal
3 hari 1 minggu 1 minggu
Daging, ikan, udang dan olahannya (-5)-0 oC (-10) –(-5) oC > -10 oC
Telur, susu, dan olahannya 5-7 oC (-5) -0 oC > -5 oC
Sayur, buah dan minuman 10 oC 10 oC 10 oC
Tepung dan biji 25 oC 25 oC 25 oC
Sumber: Kepmenkes No.715 Thn 2003

Penyimpanan Makanan Jadi. Produk makanan jadi harus terlindung dari debu,
bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan. Makanan yang cepat busuk disimpan
dalam suhu panas ≥65,5 oC atau atau disimpan dalam suhu dingin ≤ 4 oC. Makanan
cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam) disimpan dalam
suhu (–5)-(–1) oC.

Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)


Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan persyaratan
dasar yang ditetapkan untuk penerapan HACCP. Penerapan program persyaratan
dasar ini harus didokumentasikan dalam Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SPO
Sanitasi) atau Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Sanitasi dalam
prakteknya, meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan
dan pengemasan produk pangan, pembersihan dan sanitasi pabrik termasuk
lingkungannya, serta kesehatan pekerja. Program sanitasi harus terencana, paksaan
aktif dan dapat diawasi secara efektif (Marriot, 1999). Tujuan SSOP (Winarno dan
Surono, 2002) adalah agar setiap karyawan teknis maupun administrasi dari yang
paling bawah sampai paling atas:

17
1. mengerti bahwa program kebersihan dan sanitasi akan meningkatkan kualitas
sehingga tingkat keamanan produk meningkat, seirama dengan menurunnya
kontaminasi mikroba.
2. mengetahui adanya peraturan GMP yang mengharuskan digunakan zat-zat
tertentu yang dianggap aman dan efektif bagi program higiene dan sanitasi.
3. mengetahui tahapan-tahapan dalam higiene dan sanitasi.
4. mengetahui persyaratan minimum penggunaan sanitasi dengan klorin pada air
pendingin, khususnya pada industri pengolahan makanan.
5. mengetahui adanya faktor-faktor seperti pH, suhu, dan konsentrasi diienfektan
yang mempengaruhi hasil akhir suatu proses sanitasi.
6. mengetahui masalah potensial yang mungkin timbul bila sanitasi tidak dijalankan
dengan cukup.
Proses sanitasi berbeda dengan membersihkan (Winarno dan Surono, 2002).
Membersihkan adalah menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa makanan dan
tanah yang mungkin dapat menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba.
Sanitasi menggunakan zat kimia dan atau metode fisika untuk menghilangkan
sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin pengolah
makanan. Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan
dengan jenis dan tipe mesin/alat pengolah makanan (Winarno dan Surono, 2002).
Standar yang digunakan adalah:
1. pre rinse atau langkah awal, yaitu menghilangkan tanah dan sisa makanan dengan
mengerok, membilas dengan air, menyedot kotoran dan sebagainya.
2. pembersihan yang dilakukan dengan menghilangkan sisa tanah atau sisa makanan
secara mekanis atau mencuci dengan lebih aktif.
3. pembilasan, yaitu membilas sisa tanah atau sisa makanan dari permukaan dengan
pembersih seperti sabun/deterjen.
4. pengecekan visual, yaitu memastikan dengan indera mata bahwa permukaan alat-
alat bersih.
5. penggunaan desinfektan, yaitu untuk membunuh mikroba.
6. pembersihan akhir, bila diperlukan untuk membilas cairan desinfektan yang padat

18
7. pembilasan kering atau drain dry, yaitu pengeringan desinfektan atau final rinse
dari alat-alat tanpa diseka/dilap. Cegah jangan sampai terjadi genangan air, karena
genangan air merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroba.
Delapan faktor penting yang harus dicakup pada pelaksanaan penyusunan
SSOP adalah keamanan air; keadaan dan kebersihan permukaan yang kontak dengan
makanan; pencegahan kontaminasi silang; fasilitas kebersihan; pencegahan
adulterasi; pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan senyawa dan bahan berbahaya;
kesehatan pekerja; serta pencegahan hama.

Keamanan Air
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan sehubungan dengan keamaan
air adalah: suplai air aman untuk air yang kontak dengan makanan atau dengan
permukaan yang kontak dengan makanan, suplai air aman untuk pembuatan susu,
serta tidak ada kontaminasi silang antara lain yang dapat diminum dengan air yang
tidak dapat diminum.

Keadaan dan Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan


Sanitasi peralatan termasuk kedalam sanitas permukaan yang kontak dengan
makanan. Permukaan yang kontak dengan makanan tidak boleh mengandung toksik,
tidak menyerap, tahan karat, inert (tidak bereaksi), dan mudah dibersihkan. Langkah-
langkah pembersihan dan sanitasi, yang mencakup jenis dan konsentrasi pembersih
atau sanitaiser, harus dicantumkan.

Pencegahan Kontaminasi Silang


Kontaminasi silang yang sering terjadi banyak diakibatkan oleh praktek-
praktek pekerja yang tidak saniter. Oleh karena itu, pekerja harus mengetahui cara
mencegah kontaminasi silang, memisahkan bahan mentah dengan produk. Tata letak
industri harus dapat mencegah kontaminasi silang. Selain itu juga harus dijamin
adanya pemisahan dan perlindungan produk selama penyimpanan, pembersihan, dan
sanitasi daerah penanganan atau pengolahan pangan serta peralatan ditangani dengan
baik.

19
Fasilitas Kebersihan
Kebersihan adalah salah satu faktor penting dalam pemeliharaan sanitasi.
Oleh karena itu, perusahaan harus menjamin kelengkapan dan kondisi kebersihan
fasilitas cuci tangan, fasilitas sanitasi tangan serta toilet.

Pencegahan Adulterasi
Tindakan ini ditujukan untuk menjamin bahwa pangan, pengemas pangan,
dan permukaan yang kontak dengan makanan terlindung dari berbagai cemaran
mikrobiologi, kimia, dan fisik, termasuk pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa
pembersih, sanitaiser, kondensat dan cipratan dari lantai.

Pelabelan, Penyimpanan, Penggunaan Senyawa dan Bahan Berbahaya


Tindakan ini mencakup tata cara dan jenis pelabelan yang digunakan pada
bahan–bahan kimia yang digunakan, baik untuk proses produksi maupun
pembersihan, desinfeksi dan sebagainya.

Kesehatan Pekerja
Suatu industri pangan harus menjamin pengelolaan pekerja, terutama yang
didiagnosa dengan penyakit atau gejala penyakit serta luka yang mungkin menjadi
sumber cemaran mikroba.

Pencegahan Hama
Pencegahan hama ditujukan untuk menjamin bahwa tidak ada hama di
fasilitas pengolahan pangan, mencakup prosedur pencegahan, pemusnahan, serta
penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan hama.

20
MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu


Kegiatan magang penelitian ini dilaksanakan di salah satu restoran cepat saji
kota Bogor. Kegiatan dilakukan di bagian dapur (kitchen). Penelitian dilakukan
setiap hari Senin hingga Jumat pada pukul 07.00-14.00 (shift pagi) atau 13.00-20.00
(shift siang) dari bulan Februari sampai Maret 2011.

Materi

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu karyawan,
narasumber, literatur yang meliputi buku, skripsi, catatan atau dokumen perusahaan
yang terkait dengan pelaksanaan good manufacturing practices (GMP) dan standard
sanitation operating procedures (SSOP) yang dilaksanakan dalam perusahaan.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu alat tulis
lengkap sebagai sarana pengumpulan data, lembar check list serta pakaian kerja
lengkap.

Prosedur
Kegiatan magang dilakukan di salah satu restoran siap saji ayam goreng
tepung dengan melakukan praktek langsung dan mengikuti proses kerja yang
berlaku. Proses kerja ini meliputi pengamatan lapang, mengikuti beberapa kegiatan
restoran, diskusi dan wawancara langsung, pengumpulan data terkait, mengamati
kegiatan pelaksanaan produksi dan studi literatur serta evaluasi dan analisis data.
Magang yang dilakukan merupakan kegiatan untuk menyelesaikan tugas akhir dalam
menyusun skripsi. Magang juga dilakukan dengan mempelajari keadaan umum
perusahaan, ketenagakerjaan, produk yang dihasilkan, aplikasi GMP dan SSOP
dalam proses pembuatan ayam goreng. Kegiatan magang ini secara umum dibagi
menjadi tiga yaitu observasi lapang, pengumpulan data dan analisis data.
Observasi Lapang
Observasi lapang dilakukan dengan cara berpartisipasi aktif dalam mengikuti
berbagai kegiatan di restoran siap saji ayam goreng tepung. Kegiatan ini dilakukan
sebagai upaya dalam melakukan verifikasi keterkaitan dan kesesuaian antara GMP
dan SSOP yang mendukung pelaksanaan Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP).

Wawancara dan Pengumpulan Data


Data yang diambil merupakan data yang terkait dengan aplikasi GMP dan
SSOP yang mendukung terlaksananya pengendalian keamanan pangan dan
pencegahan pencemaran. Wawancara dan pengumpulan data yang terkait meliputi
informasi penerimaan bahan baku, bahan pendukung, bahan tambahan, bahan
pengemas, penggunaan bahan baku dan bahan penunjang, proses produksi,
pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian. Informasi tersebut diperoleh dengan
cara pengamatan langsung dan pencatatan data yang terdapat di perusahaan.
Narasumber merupakan personel yang mendukung proses produksi, distribusi,
manajemen dan pengawasan kualitas.

Evaluasi Data
Evaluasi dilakukan terhadap data primer yang diperoleh di lapangan dengan
data yang diperlukan dalam penerapan GMP dan SSOP berdasarkan borang
monitoring. Hasil evaluasi kemudian dianalisis untuk penilaian terhadap kesesuaian
antara penerapan GMP menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga.

Penerapan GMP :
1. Uraian pemeriksaan diobservasi dengan mencantumkan nilai yang sesuai pada
kolom X. Nilai yang diberikan adalah angka satuan (bulat), untuk memudahkan
penjumlahan dan memperkecil kesalahan.
Contoh :
• Apabila pada kolom bobot tertulis 1, artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0
dan 1

22
• Apabila pada kolom bobot tertulis 3 artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0,
1, 2, dan 3.
• Apabila pada kolom bobot tertulis 5, artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0,
1, 2, 3, 4, dan 5

2. Penggunaan formulir berlaku untuk semua golongan jasaboga dengan catatan


setiap golongan mempunyai batas penilaian sebagai berikut :
golongan A1 sampai dengan nomor 28 dengan nilai bobot : 70.
golongan A2 sampai dengan nomor 31 dengan nilai bobot : 74.
golongan A3 sampai dengan nomor 35 dengan nilai bobot : 83.
golongan B sampai dengan nomor 40 dengan nilai bobot : 92.
golongan C sampai dengan nomor 44 dengan nilai bobot : 100.
Keterangan :
• golongan A yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, yang
terdiri atas golongan A1, A2, dan A3
• golongan B, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan khusus untuk:
a. Asrama penampungan jemaah haji
b. Asrama transito atau asrama lainnya
c. Perusahaan
d. Pengeboran lepas pantai
e. Angkutan umum dalam negeri
f. Sarana pelayanan kesehatan
• golongan C, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan untuk alat angkutan umum
internasional dan pesawat udara.

3. Nilai dari hasil penjumlahan uraian, menentukan pemenuhan syarat secara


keseluruhan, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. untuk golongan A1 : minimal mencapai 65, atau 65/70 = 93%
b. untuk golongan A2 : minimal mencapai 70, atau 71/74 = 94,5%
c. untuk golongan A3 : minimal mencapai 74, atau 75/83 = 90,3%
d. untuk golongan B : minimal mencapai 83, atau 84/92 = 90,2%
e. untuk golongan C : minimal mencapai 92, atau 92/100 = 92%

23
5. Nilai penjumlahan setiap golongan bila dibandingkan dengan angka 100
(total nilai persyaratan tertinggi) berarti sebagai berikut :
a. Untuk golongan A1 antara 65% – 70%.
b. Untuk golongan A2 antara 71% – 74%.
c. Untuk golongan A3 antara 75% – 83%.
d. Untuk golongan B antara 84% – 92%.
e. Untuk golongan C antara 93% – 100%.

Penerapan SSOP
Uraian penerapan sanitation standard operating procedures (SSOP) diambil
dari data yang didapat dari restoran yang berhubungan langsung dengan analisis
delapan aspek kunci SSOP (USFDA, 2011) yang meliputi:
a. keamanan air, data yang diamati berupa hasil pengamatan terhadap instruksi kerja
dengan yang dilakukan di lapangan ;
b. kebersihan peralatan yang kontak dengan ayam goreng, data yang diamati berupa
hasil pengamatan terhadap instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;
c. pencegahan terhadap kontaminasi silang, data yang diamati berupa hasil peng-
amatan terhadap instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;
d. sarana pencucian dan sanitasi tangan, data yang diamati berupa penggunaan
sarung tangan oleh pekerja yang dilakukan di lapangan ;
e. pencegahan makanan dari pencemaran, data yang diamati berupa hasil pengamat-
an terhadap kesesuaian instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;
f. pelabelan dan penyimpanan yang tepat, data yang diamati berupa hasil peng-
amatan terhadap kesesuaian instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;
g. kesehatan karyawan, data yang diamati berupa hasil pengamatan terhadap
instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;
h. pencegahan hama, data yang diamati berupa hasil pengamatan terhadap instruksi
kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;

Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif terhadap data
primer dan data sekunder.

24
KEADAAN UMUM LOKASI

Sejarah Perusahaan Kentucky Fried Chicken (KFC)


Kentucky Fried Chicken (KFC) pertama kali didirikan pada tahun 1930 oleh
Harland Sanders dengan pembukaan restoran pertama di Corbin, Sanders Court.
Gubernur negara bagian Kentucky, Amerika menobatkan Harland Sanders sebagai
“Kentucky Colonel” karena resep 11 herbs dan spices Original Recipe temuannya.
Harland Sanders menjual hak kepemilikannya kepada Pete Harmon di Salt Lake City
pada tahun 1952 dan pada tahun 1964 franchise-nya dijual kepada group investor
Jack Massey dan John Y.Brown Jr. Setahun kemudian, menjadi perusahaan publik
yang terdaftar di bursa sahan New York dengan Colonel Sanders sebagai pembeli
seratus saham perdanaya. Tahun 1971, Hublein Inc, melakukan merger dengan group
KFC Int, dan pada tahun yang sama ditemukan resep ayam goreng yang dikenal
“Crispy Chicken”. Kemudian, Hublein Inc, melakukan merger dengan RJ. Reynold
Co.
Perusahaan pepsico membeli seluruh saham KFC dari RJ Reynold Co. pada
tahun 1986. Pihak pepsico mengganti logo yang lama dengan logo baru yang
didominasi warna merah untuk memberikan brand image yang baru. Selanjutnya
kepemilikan KFC berada di tangan tricon global restaurant int, setelah pepsico
menjual sahamnya. Tricon Global Restaurant Int, mengalami perubahan nama
menjadi yum!brands restaurant Int. Sampai saat ini, KFC mempunyai lebih dari
puluhan ribu restoran yang tersebar di beberapa negara.

Sejarah Perusahaan Kentucky Fried Chicken (KFC) di Indonesia


Pemilik tunggal waralaba restoran KFC di Indonesia adalah PT. Fastfood
Indonesia, Tbk. yang didirikan Gelael Group pada tahun 1978. Perseroan mengawali
usaha warabala dengan pembukaan restoran KFC pertama pada bulan Oktober 1979
di Jalan Melawai, Jakarta. Outlet pertama ini mengalami kesuksesan dan kemudian
diikuti dengan pembukaan outlet-outlet berikutnya di Jakarta dan perluasan area
cakupan hingga ke kota-kota besar lain di Indonesia seperti Bandung, Semarang,
Surabaya, Medan, Makassar dan Manado. Perusahaan memperoleh hak waralaba
KFC dari Yum! Restaurants International (YRI) yaitu sebuah badan usaha milik
Yum! Brands Inc, yaitu sebuah perusahaan publik di Amerika Serikat yang juga
pemilik waralaba dari empat merek ternama lainnya, yakni Pizza Hut, Taco Bell,
A&W, dan Long John Silvers. Lima merek yang bernaung dibawah satu kepemilikan
yang sama ini telah memproklamirkan Yum! Group sebagai fast food chain terbesar
dan terbaik di dunia dalam memberikan berbagai pilihan restoran ternama, sehingga
memastikan kepemimpinannya dalam bisnis multibranding.
Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 1993 yang
merupakan langkah yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan perseroan.
Kepemilikan saham mayoritas pada saat ini adalah 79,6% dengan pendistribusian
43,8% kepada Gelael Pratama dari Gelael Group, dan 35,8% kepada PT. Megah
Eraraharja dari Salim Group sementara saham minoritas sebesar 20,4%
didistribusikan kepada publik dan koperasi karyawan. Perusahaan senantiasa
membangun merek KFC sebagai pemimpin pasar restoran cepat saji. Area cakupan
restoran semakin diperluas dan hadir di berbagai kota kabupaten tanpa mengabaikan
persaingan ketat di kota-kota metropolitan. Perseroan mengakhiri tahun 2007 dengan
total 307 outlet termasuk mobil catering yang tersebar di 78 kota di seluruh
Indonesia dan memperkerjakan karyawan sebanyak 11.835 dengan hasil penjualan
tahunan diatas Rp. 1,509 triliun.
Perusahaan senantiasa memonitor posisi pasar dan nilai restoran secara
keseluruhan, mengevaluasi berbagai masukan dari konsumen untuk meningkatkan
kualitas produk, layanan dan fasilitas yang tersedia di restoran. Semua informasi ini
diperoleh dari survey rutin yang disebut dengan Brand Image Tracking Study (BITS)
dan CHAMPS management system (CMS) yang dilakukan oleh badan survey
indenpenden. BITS adalah survey untuk mengetahui persepsi konsumen dan brand
image restoran KFC sebagai acuan dari merek lainnya di bisnis restoran cepat saji.
Hasil dari BITS menunjukkan bahwa KFC secara konsisten masih menempati posisi
tertinggi di benak konsumen untuk “Top of Mind Awareness” dibandingkan dengan
merek utama lainnya. CMS adalah survey untuk menilai langsung kualitas produk,
layanan, dan fasilitas yang tersedia dibandingkan dengan yang diharapkan.
Kinerja perusahaan dalam pertumbuhan penjualan store menjadikannya salah
satu KFC Franchise Market terbaik di Asia dengan pertumbuhan rata-rata 8,5% pada
tahun 2007 dan akan terus mempertahankan posisi ini. Pengembangan merek yang
kontinu melalui strategi pemasaran yang inovatif, keunggulan operasional, dan

26
pertumbuhan dua digit yang konsisten dalam penjualan dan pengembangan restoran,
telah menganugrahi perseroan berbagai penghargaan dari Asia Franchise Business
Unit dari Yum! Restaurants International.

Visi dan Misi Perusahaan


Visi yang dibuat perusahaan restoran adalah menjadi restoran ayam goreng
nomor satu dan selalu menjadi pemimpin dalam industri makanan cepat saji,
sedangkan misi restoran adalah menjadi restoran cepat saji modern yang memberikan
suasana ramah dan menyenangkan melalui kepuasan pelanggan (customer). Kunci
sukses perusahaan ini adalah komitmen tinggi dari pihak perusahaan perseroan untuk
mempertahankan visi kepempinan dalam industri restoran cepat saji dengan terus
memberikan kepuasan di wajah konsumen. Dukungan dari pemegang saham,
keahlian manajemen yang terbina baik, dedikasi dan loyalitas karyawan dan yang
terpenting adalah kontinuitas kunjungan konsumen, memastikan perseroan dapat
mencapai visi ini. Perseroan percaya bahwa dengan menciptakan dan
mengembangkan budaya yang mendalam dan kuat dimana setiap karyawan
memberikan perbedaan, menghidupkan ‘Customer and Sales Mania’ di setiap
restoran, memberikan perbedaan merek KFC yang sangat kompetitif, menjalin
kesinambungan proses dan hubungan antar karyawan, dan meraih hasil-hasil yang
konsisten.

Produk
Produk unggulan perusahaan diantaranya adalah Colonel’s New Improved
Original Recipe (OR) dan Hot&Crispy. Perusahaan juga menawarkan beberapa
produk lainnya sebagai produk unggulan diantaranya Colonel Burger, Crispy Strips,
Twister, dan Colonel Yakiniku. Salain produk-produk unggulan ini, KFC juga
memenuhi selera lokal dengan menu pilihan lain seperti perkedel, nasi, salad dan sup
ayam. Aneka menu tersebut didampingi oleh sajian beberapa menu seperti pepsi,
coffee dan lainnya. Perseroan juga meluncurkan paket KFC Attack dan menu Goceng
untuk menghadirkan suasana yang berbeda.

27
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan Ayam Goreng Tepung


Variasi dalam teknik pengolahan daging ayam dapat dilakukan untuk
meningkatkan nilai tambah dan daya jual dari produk yang dihasilkan. Teknik
pengolahan daging ayam yang digunakan khususnya dalam restoran cepat saji ini
adalah penggorengan dengan sistem deep fat frying. Sistem penggorengan ini
dilakukan dengan menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak sehingga
produk yang digoreng akan terendam seluruhnya di dalam minyak goreng (Sahin dan
Sumnu, 2009). Inovasi yang dibuat dalam penggorengan daging ayam ini adalah
penepungan yang dilakukan untuk melapisi permukaan luar kulit daging ayam.
Metode penepungan dan campuran resep ekstrak bumbu yang digunakan menjadikan
produk ayam goreng dalam restoran ini mempunyai ciri khas pembeda dari restoran
lain yang bergerak di bidang yang sama.
Pengolahan daging ayam yang dilakukan dalam restoran cepat saji ini harus
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan agar dapat
menghasilkan produk yang seragam dan original. Standar yang dibuat merupakan
syarat mutlak hasil persetujuan antara perusahaan pusat dengan pihak restoran cepat
saji. Frekuensi pengolahan daging ayam disesuaikan dengan angka rata-rata
konsumen dan pesanan yang datang setiap hari ke restoran. Angka rata-rata ini
diperoleh dari catatan lembaran khusus yang dibuat. Lembaran ini juga berperan
dalam mengendalikan persediaan produk yang dapat dijual selama kegiatan produksi
berlangsung.
Produk ayam goreng tepung hanya dapat disajikan dalam meja pajang selama
1,5 jam setelah penggorengan dilakukan. Produk yang tidak terjual dalam masa ini
(melebihi shelf time) tidak layak untuk dijual kepada konsumen dan akan masuk
dalam status produk rejected. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas produk yang
dihasilkan. Dengan demikian, dibutuhkan estimasi yang tepat dan tidak terlalu
menyimpang dalam memutuskan jumlah daging ayam yang akan dijadikan produk
ayam goreng tepung untuk meminimalkan biaya kerugian.
Pengolahan pada daging ayam yang yang sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan dapat dilihat dalam Gambar 1.
penerimaan ayam
segar (< 4oC) dan
beku (> -4oC)
Pembuatan side
item (sup ayam,
cream soup,
perkedel )
penyimpanan segar :
3-4oC
penyimpanan beku :
-15-(-18oC)

ayam yang tidak


terjual dalam masa
1,5 jam direject dan
disimpan dalam
holding cabinet
selama 6 jam
pembersihan dari sisa bulu,
lemak, pematahan paha
atas, penghalusan kulit

Display di dalam Display


Cabinet suhu 65oC
Marinade dalam selama 1,5 jam sejak
Bumbu mesin marinator 45 digoreng
menit
,air es

chiller penirisan di dalam


maks : 24 jam holding cabinet suhu
79– 82 oC
(5 menit)

penepungan
penggorengan
Deep-fat Frying HCC
suhu 171oC selama 13 menit
Deep-fat Frying IOR suhu
141oC selama 14,5 menit

Gambar 1. Digram Alir Pembuatan Ayam Goreng Tepung

29
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pembuatan ayam goreng
tepung di dalam restoran tersebut adalah sebagai berikut:

Penerimaan Daging Ayam. Penerimaan bahan baku daging ayam dengan kualitas
yang seragam diperlukan untuk menghasilkan produk olahan yang seragam pula.
Perusahaan pusat telah menyediakan pasokan karkas ayam yang akan didistribusi ke
seluruh outlet restoran sesuai dengan persyaratan standar. Adapun persyaratan
standar yang menjadi kriteria pemilihan mutu karkas ayam yang akan digunakan
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Kriteria Karkas Berdasarkan Standarisasi Pusat

Fisik Perlemakan Perdagingan Kulit


fisik ayam mendekati • Perlemakan sedikit • Daging bersih • Kondisi kulit
sempurna, tidak (± 16%) untuk dan mengkilat sempurna
menerima karkas setiap potongan • Bau daging • Kerusakan
dengan kondisi fisik: karkas aromatis, tidak kulit sayap ±
• Patah tulang • Tidak menerima boleh bau amis 1 cm
• Tulang leher lebih karkas dengan • Konsistensi • Kulit karkas
dari 1,25 cm lemak berlebihan di daging kenyal berwarna
• Bagian kaki terlalu daerah dubur • Perdagingan merah muda
pendek ataupun leher yang penuh di • Hanya boleh
• Dada atau tulang seluruh memar pada
sobek lebih dari 2 cm permukaan sayap 0,5 cm
• Sobekan oleh tangan karkas
atau pisau pada kulit • Serabut otot di
• Adanya memar lebih sekitar daging
dari 2 cm berwarna pucat
• Folikel bulu
berbintik merah lebih
dari 5 cm
• Terkontaminasi
kotoran ayam atau
sisa makanan dari
tembolok
• Bulu halus dan kasar
di permukaan karkas
lebih dari 1,25 cm
• Masih terdapat organ
dalam
• Terkontaminasi
ingesta lebih dari 5
cm
Sumber: Departemen Logistik PT Fast Food Indonesia, Tbk dalam Aprido (2005)

30
Ayam yang
y digunakkan umumnyya berusia enam
e sampaii tujuh mingggu dengan
bobbot badan 1,,05-1,25 kg.. Hardjoswooro dan Ruk
kmiasih (20000) menyatak
kan bahwa
ayaam broiler umumnya
u diipotong padda umur lim
ma sampai ennam minggu
u sehingga
men
nghasilkan daging
d yang
g masih lunaak. Karkas ayam
a dipotoong komersiial menjadi
sem
mbilan poton
ngan seperti yang
y terdapaat dalam Gam
mbar 2.

Dadaa daging

Sayap Paaha bawah

Paha
P atas
Dada rusuuk

Sumber : SNI 3924:20009

Gambar 2. Poto
ongan Sembbilan Bagian Karkas Ayaam Dan Bobot Setiap Po
otongan

Masing-masing pottongan karkaas dibuat deengan bobot standar terttentu, yaitu


dad
da daging 120-160 g ; dada
d rusuk 110-145 g ; paha bawaah 80-115 g; paha atas
1100-195 g dann sayap 75-110 g. Samss dan Owenns (2009) meenyatakan pengawasan
terh
hadap boboot potongan komersial karkas teru
utama di inndustri restooran perlu
dilaakukan kareena akan berrhubungan ddengan prosses pemasakkan (waktu, temperatur
dan
n metode) dan
d pelayanaan yang dilaakukan untu
uk menjaga kekonsistena
k an kualitas
prooduk yang dihasilkan.
d K
Keseragaman
n bobot pottongan kom
mersial dapatt diperoleh
den
ngan melaku
ukan pemottongan ayam
m yang berrstrain samaa pada saatt mencapai
men
ncapai umurr potong.
Potongaan karkas yaang diterimaa di restorann akan diperriksa kondissi fisik dan
mperatur inteernalnya. Pemeriksaan suhu intern
tem nal dilakukkan pada baagian paha
baw
wah tanpa mengenai
m tuulang dan merusak daaging dengaan termomeeter telltru.
Tem
mperatur innternal karkkas segar ddingin yang diterima di
d restoran terkadang
ncapai suhuu 6 oC dan
men n suhu ini lebih tinggi dibandinngkan dengaan standar

31
temperatur internal daging menurut SNI 01- 3924-2009, yaitu maksimum 4 oC. Hal
ini dapat dipengaruhi oleh perubahan suhu yang terjadi selama proses pengangkutan
dari pihak penyedia ke restoran berlangsung. Temperatur internal karkas ayam segar
dingin harus tetap dijaga untuk mengurangi pertumbuhan mikroba sebelum melalui
tahapan yang lebih lanjut. Bilgili (2009) menyatakan karkas daging unggas harus
mencapai suhu internal dibawah 4,4 oC dalam empat jam setelah pemotongan dan
suhu ini harus tetap dipertahankan. Dengan demikian diperlukan pengawasan
terkontrol dari perusahaan pusat terhadap kondisi alat pengangkut yang digunakan
sehingga suhu internal karkas segar dingin tetap berada dalam kisaran standar dan
aman untuk pengolahan selanjutnya.
Standar kemasan karkas daging ayam yang diterima di restoran harus utuh,
tidak sobek, terdapat tanggal kadaluarsa, nama pengirim dan jenis ayam. Kemasan
berperan untuk mencegah kontaminasi langsung mikroba yang berasal dari udara dan
tangan manusia (Buckle et al., 2009 ). Kenyataan yang terjadi di lapang, kemasan
sering sobek dan tidak utuh, sehingga potongan karkas ayam keluar dari kemasan.
Hal ini dapat mempercepat pertumbuhan mikroba karena potongan karkas ayam
berada dalam kondisi suhu ruang. Yanti et al (2007) menyatakan bahwa daging yang
dikemas menggunakan plastik polipropilen memiliki total koloni mikroba yang lebih
rendah daripada daging yang yang dibiarkan pada suhu ruang, selain itu pemakaian
kemasan plastik juga dapat dapat menurunkan kadar air, mempertahankan kadar
protein, menurunkan nilai pH, menekan total koloni bakteri dan menurunkan
persentase susut masak daging. Kemasan yang terbuka dapat diatasi dengan
pembuatan seal penutup yang lebih rapat sehingga daging tidak mudah keluar.
Karkas ayam beku diterima dalam kemasan plastik pipih tertutup. Kemasan ini dapat
mempercepat proses pelunakan (thawing) karena ayam tidak dalam posisi
bertumpukan.
Kualitas karkas yang diterima di restoran telah melewati proses pemeriksaan
dan seleksi awal oleh perusahaan pusat dan akan diawasi secara rutin dan terkontrol
melalui laporan dokumen restoran. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa
seluruh bahan baku telah sesuai dengan antara pengiriman dari pusat hingga tiba di
restoran. Karkas yang tidak memenuhi secara fisik akan dikembalikan ke pemasok.

32
Penyimpanan. Penyimpanan daging ayam dilakukan dengan sistem first in first out
(FIFO). Bahan baku yang datang lebih dahulu harus diproses lebih awal. Hal ini
dilakukan untuk menghindari bahan baku kadaluarsa atau tidak layak karena masa
penyimpanan yang terlalu lama. Penyimpanan dingin memegang peranan penting
dalam memperpanjang umur simpan daging ayam. Mikroba patogen yang
berhubungan dengan pangan tidak dapat tumbuh di luar suhu 4-60 oC (Buckle et al.,
2009), sehingga bahan pangan tersebut akan aman apabila disimpan pada suhu
dibawah 4 oC atau di atas suhu 60 oC. Karkas ayam segar disimpan dalam chiller
dengan suhu 0-3 oC sedangkan karkas ayam beku disimpan dalam freezer pada suhu
(-23)-(-12) oC. Penyimpanan ayam segar dingin dalam chiller dapat menyebabkan
beberapa perubahan terhadap karateristik mutunya seperti penurunan pH,
peningkatan susut masak, penurunan kecerahan warna dan peningkatan susut masak
(Sens et al., 2009). Karkas ayam segar dingin yang telah diterima di restoran
langsung langsung diolah dalam waktu 24 jam untuk mengurangi perubahan kualitas
mutu dan pertumbuhan mikroba.
Penyimpanan beku akan menyebabkan perubahan komposisi nilai nutrisi dari
daging ayam karena ada perubahan reaksi fisik, kimia dan mikrobiologi yang terjadi.
Purwati (2007) menyatakan perubahan fisik yang terjadi selama penyimpanan beku
adalah peningkatan keempukan daging penurunan nilai daya mengikat air dan
kecerahan warna. Perubahan kimia yang terjadi adalah peningkatan nilai pH,
penurunan kadar protein dan kesegaran daging. Pertumbuhan mikroba tetap terjadi
walaupun dalam penyimpanan beku, terutama dari golongan psikrofilik. Ayam beku
dapat bertahan selama tiga bulan dalam freezer. Sistem penempatan bahan baku
diatur dengan penempatan pada rak untuk menghindari kontak langsung dengan
lantai, dinding dan langit-langit.

Pelunakan (Thawing). Proses produksi yang menggunakan ayam beku diawali


dengan tahap pelunakan (thawing). Pelunakan dilakukan untuk mengubah kondisi
ayam dari bentuk beku menjadi bentuk segar sehingga ayam dapat diolah pada
proses selanjutnya. Pelunakan yang dilakukan dalam restoran adalah dengan
memasukkan karkas ke dalam bak yang dibuat khusus selama 1,5 jam dengan
sistem air mengalir. Teknik pelunakan dengan air mengalir akan mengakibatkan
kehilangan cairan daging yang terlalu banyak sehingga aroma dan rasa daging

33
menjadi berkurang, struktur serat daging rusak sehingga menyebabkan tekstur daging
menjadi liat (Yu et al., 2005). Karkas yang telah dilunakkan dapat langsung
digunakan untuk proses marinade ataupun disimpan kembali dalam chiller selama 24
jam.

Dress up. Tahapan ini dilakukan sebelum proses marinade dilakukan. Proses ini
dilakukan untuk membersihkan potongan karkas dari bulu-bulu halus dan sisa ekor.
Proses ini juga dilakukan untuk mengurangi lemak-lemak yang masih menempel
pada bagian kulit, mematahkan persendian pada bagian paha atas, dan menghilang-
kan jeroan pada bagian paha atas.

Marinade. Marinade ayam dilakukan dengan menggunakan bumbu racikan dan air
es di dalam mesin marinator. Bumbu yang digunakan untuk ayam goreng ada dua
jenis, yakni bumbu resep improved original (IOR) dan resep hot and crispy (HCC).
Proses marinade untuk kedua bumbu resep ini tidak disatukan. Pengadukan ayam
dan larutan bumbu dalam mesin marinator berlangsung selama 45 menit.
Penggunaan mesin marinator dalam proses ini dapat mengganti peranan tangan
secara manual dalam mengaduk campuran bumbu dan daging ayam. Menurut Tan
dan Ockerman (2006) gerakan perputaran dalam mesin marinator dapat
meningkatkan daya kerja antimikroba dalam larutan bumbu dan mengurangi
kontaminasi mikroba dari tangan serta mempermudah proses penyerapan larutan
marinade yang telah dibuat. Ayam yang telah dimarinade ditiriskan untuk mencegah
rasa yang terlalu asin atau pedas. Ayam marinade dikemas dalam plastik yang telah
diberi label dan disimpan dalam chiller.
Penyimpanan pada chiller bertujuan agar bumbu marinade dapat lebih
meresap ke dalam daging dan mengurangi kontaminasi mikroba. Pemberian label
yang berisi tanggal dan jam pembuatan marinade dilakukan untuk mengetahui titik
singkir daging ayam. Umur simpan daging ayam yang telah dimarinade adalah 24
jam. Penggunaan ayam yang telah dimarinade minimal 2 jam untuk tahapan proses
penepungan. Jumlah daging ayam yang dikemas harus sesuai dengan jumlah daging
ayam yang dikeluarkan.

34
Penepungan (Breading). Proses pengolahan berikutnya adalah penepungan. Proses
pada kedua jenis bumbu resep original dan krispi mempunyai beberapa perbedaan
seperti teknik penepungan yang dilakukan, jenis tepung maupun meja yang
digunakan. Penepungan dilakukan bersamaan dengan pemanasan minyak untuk
penggorengan, sehingga ayam yang telah ditepung langsung siap untuk digoreng.
Pada ayam goreng resep krispi teknik penepungan dilakukan untuk menghasilkan
lapisan kerak. Teknik penepungan yang dilakukan pada resep ini adalah dengan
melakukan gerakan scoop fold dan scoop lift secara bergantian sebanyak 7 kali
sampai semua potongan ayam ditutup dengan tepung dan ayam dicelupkan ke dalam
wadah berisi air sehingga daging terendam seluruhnya dan kemudian ditepungkan
sekali lagi sehingga terbentuk lapisan tepung yang krispi. Teknik penepungan untuk
ayam goreng resep original dilakukan dengan cara melakukan gerakan scoop fold
dan scoop lift secara bergantian sebanyak 10 kali dan kemudian ditekan pada bagian
permukaan tepung sampai semua potongan tertutup tepung. Ayam yang telah selesai
ditepungkan langsung dimasukkan ke dalam fryer maksimal dalam waktu 2 menit
setelah potongan terakhir selesai ditepungkan.

Penggorengan. Penggorengan ayam resep krispi dilakukan pada open fryer sedang-
kan ayam resep original pada pressure fryer. Kedua mesin ini bekerja secara otoma-
tis dengan hitungan mundur sampai waktu pemasakan berakhir. Proses menggoreng
hanya dapat dilakukan setelah display monitor menunjukkan posisi drop dan
ketinggian permukaan minyak sampai batas level. Metode penggorengan pada ayam
resep original pada fryer dengan bertekanan pada suhu 141 oC selama 14 menit.
Penggorengan ayam resep krispi dilakukan pada open fryer dengan suhu 171 oC
selama 13 menit. Potongan ayam dimasukkan ke dalam fryer per dua potong dengan
susunan paha atas, dada rusuk, dada daging, paha bawah dan bagian sayap. Proses
pemasukan harus dimulai dari sisi belakang fryer ke arah depan agar tangan tidak
terkena cipratan minyak panas. Alarm akan berbunyi pada menit kedua sebagai tanda
penyerokan potongan ayam untuk memisahkan potongan ayam agar tidak saling
menempel. Minyak harus selalu disaring setelah selesai menggoreng. Penyaringan
akan dilakukan oleh mesin fryer secara otomatis.

35
Penyajian. Ayam yang telah digoreng ditiriskan pada holding cabinet suhu 82oC
minimal 5 menit untuk mengurangi minyak yang berlebihan dan menjaga suhu panas
produk. Penyajian ayam goreng diletakkan pada holding cabinet suhu 82 oC. Waktu
pajang untuk produk ayam goreng hanya 1,5 jam, lebih dari waktu yang telah
ditetapkan ayam dinyatakan rejected dan tidak layak untuk dijual. Produk ini akan
disimpan dalam holding cabinet selama 6 jam untuk diolah menjadi bahan tambahan
sup ayam, cream soup dan perkedel.

Kriteria Mutu Produk. Kriteria mutu untuk produk ayam goreng adalah warna
yang sesuai color chart, lapisan breading yang merata dan tidak terpecah, minyak
hanya terdapat pada sisi bone down, suhu diatas 60 oC dan masih dalam waktu umur
simpan. Khusus untuk ayam resep krispi lapisan breading mengeripik. Ayam yang
tidak memenuhi kriteria diatas tidak layak untuk dijual sebagai produk tetapi dapat
digunakan untuk produk side item.

Aplikasi Good Manufacturing Practices (GMP)


Pengolahan bahan makanan yang disajikan dalam waktu singkat di restoran
cepat saji menuntut sistem pengendalian yang terkontrol agar dapat menghasilkan
produk yang seragam dan aman untuk dimakan oleh konsumen. Pengendalian ini
dapat dilakukan dengan penerapan Good Manufacturing Practices (GMP). Aplikasi
GMP dalam restoran dapat digunakan untuk menghadapi masalah kerusakan produk
yang disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk.
Prinsip penerapan GMP dalam restoran dimulai dari rantai penerimaan bahan
baku sampai dengan hasil produk yang sampai ke tangan konsumen dengan tujuan
untuk memberikan jaminan kepada produk yang dihasilkan aman dan bermutu (layak
dikonsumsi). Tabel 5 berikut ini merupakan hasil penilaian pelaksanaan GMP dan
higiene sanitasi dalam salah satu restoran cepat saji kota Bogor.

Tabel 5. Hasil Penilaian Aplikasi GMP di Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota
Bogor
No Uraian Bobot X
Lokasi, bangunan, fasilitas
1. Halaman bersih, tidak tercium bau busuk dari sumber
1* 0
pencemaran
2. Konstruksi bangunan 1 1
3. Desain lantai 1 1

36
No Uraian Bobot X
4. Konstruksi langit-langit dan dinding 1 1
5. Dinding kedap air 2 M 1 1
6. Konstruksi pintu dapur membuka keluar 1 0
Pencahayaan
7. Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak
3** 3
menimbulkan bayangan
Penghawaan
8. Ruangan kerja dilengkapi dengan ventilasi untuk
4 3
kenyamanan dan sirkulasi udara
Air bersih
9. Sumber air bersih yang aman, jumlahnya cukup dan air
5*** 5
bertekanan
Air kotor
10. Pembuangan air kotor dari dapur, kamar mandi, WC dan
1 1
air hujan lancar dan kering
Fasilitas cuci tangan dan toilet
12. Bak/tong sampah yang cukup untuk menampung sampah 2 2
Ruang pengolahan makanan
13. Ruangan cukup luas untuk pekerja dan terpisah dari
1 1
tempat tidur
14. Bebas dari barang tidak berguna 1 1
Karyawan
15. Bebas dari penyakit kulit, bisul, luka terbuka dan ISPA 5 5
16. Higiene 5 4
17. Pakaian kerja bersih 1 1
Makanan
18. Sumber 5 5
19. Wadah, kemasan asli dan terdaftar 1 1
Perlindungan makanan
20. Penanganan makanan pada suhu, cara dan waktu yang
5 4
memadai serta proses thawing
21. Penanganan makanan yang potensial berbahaya karena
4 4
tidak ditutup atau disajikan ulang
Peralatan makan dan masak
22. Pembersihan, penyimpanan, penggunaan dan
2 2
pemeliharaan peralatan makan dan masak
23. Alat makan dan masak yang sekali pakai tidak dipakai
2 2
ulang
24. Tahapan proses pencucian: pembersihan sisa makanan,
3 3
perendaman, pencucian dan pembilasan
Lain –lain
25. Bahan racun/pestisida tersimpan sendiri dan diberi label 5 5
26. Terlindung dari serangga, tikus, hewan peliharaan dan
4 4
hewan pengganggu lain
Khusus Golongan A.1
27. Ruangan pengolahan makanan tidak dipakai sebagai
1 1
ruang tidur

37
No Uraian Bobot X
28. Tersedia 1 buah lemari es 4 4
Khusus Golongan A.2
29. Pengeluaran asap dapur dilengkapi dengan alat
1 1
pembuang asap
30. Fasilitas pencucian dibuat dengan tiga bak pencuci 2 2
31. Fasilitas kamar ganti dan loker 1 1
Khusus Golongan A.3
32. Saluran pembuangan limbah dapur dilengkapi dengan
1 1
grease trap
33. Tempat memasak terpisah secara jelas dengan tempat
1 1
penyiapan makanan matang
34. Lemari penyimpanan dingin dengan suhu -5 oC 4 4
35. Tersedia kendaraan pengangkutan makanan yang khusus 3 3
Jumlah 83 78
Keterangan: *Kolom bobot tertulis 1, artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0 dan 1
**Kolom bobot tertulis 3 artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0, 1, 2, dan 3.
***Kolom bobot tertulis 5, artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0, 1, 2, 3, 4, dan 5

Lokasi, Bangunan dan Fasilitas Restoran


Strategi lokasi merupakan hal penting dalam suatu unit usaha bisnis untuk
memaksimalkan keuntungan, mengefisiensi waktu, meminimumkan biaya dan
menunjukkan citra perusahaan (Ma’arif dan Hendri, 2003). Lokasi restoran terletak
di belakang pemukiman penduduk dan dibatasi parit besar. Air dalam parit ini
tergenang dan menimbulkan bau busuk. Dengan demikian, penilaian untuk lokasi
restoran tidak dapat memenuhi nilai maksimum 1 karena parit ini dapat menjadi
sarang tempat berkumpulnya hama dan penyakit dan menimbulkan bau busuk.
Sarana jalan menuju restoran telah diaspal untuk menghindari terjadinya
genangan air atau debu yang berterbangan. Lingkungan di sekitar restoran tetap
terjaga kebersihannya. Sampah sisa makanan segera dibuang dan dikumpulkan di
tempat yang terpisah dengan restoran. Sampah ini akan diangkut oleh petugas dinas
kebersihan kota setiap hari. Pemantauan terhadap limbah buangan restoran dilakukan
secara rutin oleh badan pengelolaan lingkungan hidup pemerintah kota Bogor setiap
enam bulan sekali.
Model dan desain bangunan restoran memiliki daya tarik sendiri bagi
konsumen. Tata letak ruangan harus diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan
kesan nyaman dan dapat memenuhi praktik higiene makanan. Ruangan dalam
restoran dibagi dalam tiga area yaitu service, production dan preparation. Area
service berhubungan langsung dengan konsumen dan terdiri dari counter/cash

38
register, dining, play land dan area ulang tahun. Area ini dibatasi oleh dinding
sehingga kegiatan produksi tidak dapat dilihat langsung oleh konsumen. Layout
dalam bangunan dapat dilihat dalam Gambar 3.

Gambar 3. Layout Bangunan Restoran

Area production adalah bagian ruangan pokok yang digunakan sebagai


tempat khusus penggorengan ayam, perkedel, kentang goreng, patty dan pemasakan
bahan spaghetti dan bubur ayam. Area preparation merupakan tempat untuk per-
siapan bahan seperti proses marinade dan breading ayam. Area ini juga digunakan
untuk mempersiapkan bahan produk lain seperti sup ayam, cream soup, perkedel dan
lettuce. Variasi persiapan produk yang dilakukan di ruangan ini berpeluang terhadap
kontaminasi silang terutama pada saat proses marinade ayam dilakukan. Tidak ada
pemisah yang jelas diantara ruang produksi dengan ruang pelengkap. Kegiatan
administrasi dan pelayanan karyawan dilakukan dalam ruangan yang sama.

39
Desain konstruksi lantai dibuat supaya tahan lama, rapat/kedap air, asam,
basa, garam dan bahan kimia lainnya. Konstruksi lantai telah memenuhi nilai bobot
maksimal seperti yang dipersyaratkan. Lantai mempunyai kemiringan yang cukup
kearah pembuangan air sehingga memudahkan pengaliran air, mempunyai saluran air
yang dilengkapi dengan lubang penahan bau. Pertemuan antara lantai dan dinding
membentuk sudut siku-siku. Hal ini dapat menyebabkan kotoran dan air tertahan di
bagian sudut dan sulit dibersihkan (Crammer, 2006).
Dinding dalam restoran telah memenuhi bobot penilaian maksimal karean
terbuat dari bahan yang halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mengelupas
dan mudah dibersihkan. Selain itu, dinding yang berada di bagian penggorengan
dilapisi stainless steel sehingga tidak mengelupas dan masuk dalam wadah
penggorengan akibat uap panas. Bahan dinding kedap air setinggi ±2,5 m dari lantai
sehingga sesuai dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Bagian dinding
dibersihkan setiap hari sehingga tetap terpelihara dan bebas dari debu.
Bagian langit-langit dalam ruang pengolahan restoran dilapisi cat tahan panas
sehingga memenuhi persyaratan bobot penilaian maksimal. Namun demikian, langit-
langit yang terdapat di ruang pengolahan dilapisi cat berwarna hitam sehingga sulit
untuk diperiksa kebersihannya secara kasat mata. Tinggi langit-langit dari lantai
sekitar 3 m sehingga aliran udara cukup dan dapat mengurangi panas dari proses
produksi. Bagian langit-langit tidak ada yang berlubang untuk mencegah tikus dan
serangga.
Pintu ruang pengolahan tidak membuka keluar sehingga tidak memenuhi nilai
bobot maksimal persyaratan yang ditetapkan. Pintu ruang pengolahan yang tidak
membuka keluar berpotensi membawa debu atau kotoran dari udara luar masuk ke
dalam ruang pengolahan (Crammer, 2006). Pintu pada ruang pengolahan terbuat dari
bahan yang tahan lama dan tidak mudah pecah. Pintu dicat dengan warna merah
terang. Pintu toilet dilapisi dengan bahan yang tidak menyerap air sehingga mudah
dibersihkan.

Sistem Pencahayaan
Sistem pecahayaan memegang peranan penting dalam desain interior
restoran. Sistem pencahayaan pada restoran ini telah memenuhi nilai maksimal
standar persyaratan yang ditetapkan. Daya sambungan listrik yang direncanakan

40
pada restoran ini adalah 131.000 watt atau 131 kVA dengan rata-rata penggunaan
perhari adalah 4,77 kVA. Bagian dining room memanfaatkan cahaya matahari pada
saat siang hari untuk penerangan dan sistem lampu pada malam hari. Efek dari lampu
dapat menimbulkan kesan maupun citra tertentu pada konsumen. Namun demikan,
pada bagian counter register pencahayaan dilengkapi dengan lampu yang cukup
terang sepanjang hari sehingga memudahkan konsumen dalam memilih menu
makanan. Khusus ruang pengolahan makanan yang tertutup, sistem pencahayaan
dibuat dengan memanfaatkan lampu yang menyala sepanjang hari. Intensitas cahaya
cukup terang untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan
pekerjaan secara efektif. Sistem pencahayaannya tidak menimbulkan silau dan
distribusinya telah diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bayangan.

Sistem Penghawaan
Sistem pengaturan udara pada bagian dalam dinning restoran menggunakan
alat bantu pengondisian udara (air conditioning) sedangkan bagian dalam ruang
pengolahan dengan kipas angin (fan). Jendela pada ruang pengolahan hanya terdapat
dibagian drive through. Hal ini sesuai dengan pendapat Crammer (2006) bahwa
ruang pengolahan sebaiknya tidak dilengkapi dengan jendela yang terlalu banyak
untuk menghindari pencemaran dari luar.
Ruang dapur, khususnya di tempat penggorengan dilengkapi dengan exhaust
vent untuk mengatur udara. Exhaust vent ini dalam kondisi aktif berjalan saat
aktivitas dapur setiap hari. Suhu ruang pengolahan masih terasa panas terutama pada
saat aktivitas penggorengan dilakukan sehingga bobot nilai untuk sistem penghawaan
tidak dapat memenuhi nilai maksimal.

Sistem Air Bersih


Sarana penyediaan air bersih di restoran telah memenuhi bobot maksimal
persyaratan higiene sanitasi karena air yang berhubungan langsung dengan produk
pangan berasal dari PDAM yang telah memenuhi persyaratan bahan baku air minum.
Restoran ini memiliki sarana penampungan air dan terisi dalam jumlah yang cukup
sesuai kebutuhan. Rata-rata penggunaan air untuk kebutuhan operasional restoran per
harinya sebesar 30,98 m3/hari. Sistem distribusi air bersih yang dilakukan dalam
restoran adalah sistem down feed (sistem distribusi ke bawah) dimana aliran air

41
diarahkan ke bawah yang menggunakan bantuan gaya gravitasi. Air diambil dari
sumber air yang terletak di bawah, lalu ditampung dalam tangki air yang berada di
bagian atas gedung, kemudian didistribusikan.

Air Kotor
Sistem pembuangan air kotor telah memenuhi bobot maksimal dari
persyaratan higiene dan sanitasi yang telah ditetapkan. Sarana pembuangan air
limbah diatur sedemikian rupa sehingga air yang dibuang keluar dari restoran tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan. Sarana toilet terdapat di bagian dalam
restoran dan musholla luar. Toilet tidak terbuka langsung dengan ruang proses
pengolahan. Sumber air mengalir dan saluran pembuangan dalam kondisi baik.
Jumlah toilet masih kurang memenuhi karena jumlah toilet yang tersedia adalah tiga
buah sedangkan jumlah karyawan sekitar 50 (lima puluh) orang dan estimasi
pengunjung sekitar seribu lima ratus orang per hari (Dokumen UKL-UPL restoran,
2010). Namun demikian, tidak terlihat antrian yang panjang diantara para konsumen
yang akan menggunakan toilet. Limbah cair diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan
keluar restoran. Berikut ini merupakan rataan hasil pengukuran limbah cair yang
dihasilkan dalam restoran per m3 per bulan.

Tabel 6. Perhitungan Limbah Cair Restoran

No Keterangan Penggunaan air Limbah cair yang dihasilkan


liter/hari m /hari m /bulan liter/hari m3/hari m3/bulan
3 3

1. Minum (5 liter/ 310 0,31 9,3 0 0 0


orang)
Toilet/WC 2.170 2,17 65,1 2061,5 2,06 61,75
(35liter/orang)*
2. Aktivitas
dapur:
Masak/produksi 900 0,9 27 855 0,855 25,65
Aktivitas 2.700 2,7 81 2565 2,57 76,95
pencucian
3. Tempat wudhu 900 0,9 27 855 0,855 25,65
4. Taman 1.500 1,5 45 1.425 0,95 42,75
5. Pengunjung 22.500 22,5 675 21.375 21,38 641,25
(15L/orang)**
Total 30.980 30,98 929,4 29.137 29,14 874,20
Sumber : Dokumen UKL-UPL restoran, 2010
Keterangan: *estimasi jumlah karyawan sebanyak 62 orang
**estimasi jumlah pengunjung/pembeli rata-rata sebanyak : 1.500 orang/hari

42
Sugiharto (1987) menyatakan bahwa perkiraan air limbah tanpa mengalami
proses daur ulang kembali antara 85%-95% dari total penggunaan air. Dengan
demikian, limbah cair yang dihasilkan oleh restoran adalah sebesar 29,14 m3 per hari
atau 874,20 m3 per bulan. Pengelolaan terhadap limbah cair telah dilakukan dengan
cara : 1) tidak membuang limbah cair dapur secara langsung ke badan air, 2) limbah
cair dari toilet dan kloset langsung disalurkan ke septic tank/biotank dan rembesan,
3) air bekas dari kamar mandi, toilet dan kloset tidak disalurkan ke saluran drainase
kota, 4) penyedotan tinja pada septic tank dilakukan minimal 1 tahun sekali dan 5)
melakukan pengurasan minimal satu kali dalam sehari.
Pengukuran kualitas limbah cair dari dapur dilakukan secara berkala 6 bulan
sekali. Hasil pengukuran disesuaikan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 112 Tahun 2003 tentang limbah cair domestik. Limbah hasil sisa dapur tidak
dibuang langsung ke badan air namun diolah terlebih dahulu di dalam grease trap.

(a) (b)

. Sumber : www.winipeg.ca Sumber : www.greaseguardian.com

Gambar 4. Bagian-bagian grease trap beserta fungsinya

Alat ini dipasang pada saluran sink untuk mencegah kotoran yang besar, sisa-
sisa makanan dan lemak yang mengeras yang dapat menyumbat saluran pembuangan
di lantai. Sisa-sisa makanan tersebut juga dapat mencemari lingkungan di sekitar
restoran. Alat penyaring di dalam grease trap akan menangkap sisa-sisa makanan
dan kotoran serta ruang-ruang penyekat yang terdapat di dalamnya akan menahan
lemak sisa-sisa makanan saat dilakukan pencucian di dalam bak cuci. Penggunaan
grease trap dalam restoran berperan penting dalam menjaga sanitasi dan kebersihan

43
air limbah agar tidak langsung masuk dan mencemari sistem pembuangan umum
masyarakat. Pengukuran kualitas air limbah sisa kegiatan dapur di restoran dapat
diketahui melalui pengujian terhadap pengambilan sampel dalam grease trap. Tabel
6 berikut ini menyajikan hasil pengukuran kualitas air limbah sisa kegiatan dapur di
restoran.

Tabel 7. Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah Keluaran Grease Trap

Waktu Parameter dan hasil uji laboratorium


TSS (mg/l) pH Minyak dan lemak mg/l BOD5 mg/l
Des 2009 50 6,97 <1 43
Juni 2010 20 7,0 <1 46
Des 2010 22 6,12 <1 22
Baku Mutu 100 mg/l 6-9 10 mg/l 100 mg/l
Sumber: Laporan Pemantauan Lingkungan periode Juli-Desember 2010

Hasil pengukuran terhadap keempat parameter tersebut menunjukkan


perubahan dari masing-masing periode. Nilai total suspended solid (TSS) semakin
berkurang, demikian pula halnya dengan nilai pH dan BOD5. Nilai dari masing-
masing parameter tidak melebihi ambang batas sehingga aman untuk dibuang ke
perairan. Nilai BOD merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan
tingkat pencemaran bahan organik pada air limbah. Pemeriksaan BOD diperlukan
untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri.
Nilai BOD5 adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan bakteri aerobik untuk
menguraikan bahan organik di dalam air melalui proses oksidasi biologis (biasanya
dihitung selama waktu 5 hari pada suhu 20 oC). Semakin tinggi nilai BOD di dalam
air limbah, semakin tinggi pula tingkat pencemaran yang ditimbulkan.
Parameter lain yang dapat digunakan untuk pengukuran kualitas air limbah
adalah nilai pH dan TSS (total suspended solids). Nilai pH digunakan untuk
mengetahui perubahan yang telah terjadi pada sifat asam-basa perairan dari nilai pH
alaminya, bila nilainya lebih tinggi lebih dari satu unit di atas normal berarti perairan
menjadi terlalu basa, sebaliknya bila terjadi penurunan maka perairan menjadi terlalu
asam. Perubahan ini dapat mengganggu biota atau ekosistem perairan dan akan
mengurangi nilai guna air. Demikian juga TSS, bila nilainya meningkat cukup
signifikan, perairan akan tampak keruh dan terkesan kotor sehingga mengurangi daya
guna air. Minyak dan lemak dapat menghambat aliran air yang akan menuju tempat

44
pembuangan akhir. Tidak hanya itu, timbunan minyak dan lemak dapat
menimbulkan bau yang tidak sedap.

Fasilitas Cuci Tangan dan Toilet


Sarana pencuci tangan dalam ruang pengolahan masih kurang memenuhi
fasilitas sanitasi karena kran air yang masih harus diputar manual dan tidak
dilengkapi dengan alat pengering tangan. Tangan karyawan yang telah dicuci, tidak
langsung dikeringkan dengan pengering tangan atau tissue tetapi dilap ke baju
seragam yang dikenakan sehingga tangan kembali kotor dan rentan terhadap
kontaminasi. Sarana pencuci tangan harus terpisah dengan sarana pencucian produk
dan peralatan lain untuk karena kuman dan dari tangan dapat mencemari produk dan
peralatan yang sedang direndam dalam sink untuk mencegah kontaminasi silang
(Crammer, 2006). Namun demikian, beberapa karyawan masih ada yang mencuci
tangan di sink pencuci produk dan peralatan.
Sarana pencuci tangan merupakan peralatan yang sangat mendukung dalam
pencegahan kontaminasi silang diantara berbagai produk. Beberapa jenis bakteri
seperti Salmonella, Hepatitis A, E.coli 0157:H7 dan Staphylococcus aureus dapat
hidup dan berkembang di tangan dan kulit (Crammer, 2006) sehingga pencegahan
terhadap perkembangan bakteri ini dapat diminimalkan melalui program cuci tangan
yang bersih dan benar. Sarana pencuci tangan dalam ruang pengolahan hanya
terdapat satu buah dan terletak di pintu masuk. Hal ini kurang sesuai karena jaraknya
yang terlalu jauh ke unit pengolahan produk daging ayam.
Menurut Crammer (2006) sarana pencuci tangan sebaiknya ditempatkan
sesuai dengan desain bangunan yang sering dilalui karyawan dan tidak hanya sekedar
mengisi ruang bangunan yang tersedia. Sarana pencuci tangan pada bagian dinning
telah memenuhi persyaratan sanitasi karena dilengkapi dengan kran yang dapat
ditekan otomatis, sabun pencuci dan pengering tangan. Prosedur mencuci tangan
yang benar dan peringatan untuk mencuci tangan saat akan mengolah produk dan
setelah menangani produk telah dipajang di depan sarana pencuci tangan.
Kamar mandi (toilet) yang terdapat dalam restoran telah dilengkapi dengan
air kran mengalir, peturasan dan tissue pengering. Jumlah toilet ini masih belum
mencukupi persyaratan yang ditetapkan standar higiene sanitasi karena toilet yang
tersedia untuk pengunjung pria dan wanita masing-masing satu buah. Karyawan

45
dapat menggunakan toilet yang dipergunakan untuk pengunjung maupun yang
terdapat dalam mushalla.

Ruang Pengolahan Makanan


Ruangan dapur yang digunakan untuk pengolahan makanan telah memenuhi
bobot maksimum persyaratan sanitasi. Ruang pengolahan makanan tidak berhubung-
an langsung dengan bagian dinning, gudang dan kamar mandi. Ruangan ini khusus
digunakan untuk kegiatan produksi dan pelengkap administrasi. Pembagian areal
dalam ruangan ini adalah bagian untuk service yang berhubungan langsung dengan
konsumen yang dibatasi oleh holding display cabinet, bagian administrasi dan bagian
untuk persiapan bahan. Ruangan ini dilengkapi dengan peralatan yang akan
digunakan dalam proses produksi dan rak-rak tempat penyimpanan bahan dan
makanan.
Luas khusus untuk ruang pengolahan makanan adalah 128,08 m2. Persyaratan
yang ditetapkan untuk lantai dapur yang bebas dari peralatan adalah minimal dua
meter persegi untuk setiap orang bekerja. Jumlah karyawan yang bekerja di bagian
dapur dalam satu shift kerja sekitar 10-14 orang, dengan demikian luas ruangan yang
dibutuhkan untuk karyawan sekitar 20-28 m2. Ruang pengolahan makanan masih
terlihat cukup sempit apabila seluruh karyawan melakukan pekerjaan dalam satu
waktu khususnya pada waktu persiapan untuk jam makan siang dan makan malam.
Ruangan untuk pengolahan harus cukup untuk para tenaga/ karyawan sehingga
pekerjaan menjadi lebih mudah dan efisien dan menghindari kemungkinan
kontaminasi silang antar makanan yang diproduksi serta memudahkan pembersihan.

Karyawan
Higiene dan kesehatan karyawan yang baik dapat memberi jaminan bahwa
produk yang diolah aman untuk dikonsumsi. Higiene karyawan di restoran meliputi
pemeriksaan kesehatan, kebersihan dan kebiasaan. Perilaku kebersihan dan higiene
karyawan belum dapat memenuhi nilai bobot maksimal syarat standar sanitasi dan
higiene. Beberapa karyawan yang menunjukkan gejala sakit seperti flu dan bersin
masih ada yang berhubungan langsung dengan makanan tanpa menggunakan masker.
Bersin dapat menjadi vektor penularan bakteri staphylococci (Gaman dan
Sherrington, 1992).

46
Kebiasaan cuci tangan sebelum menangani bahan mentah kurang memenuhi.
Kontaminasi silang dapat terjadi apabila tangan dalam kotor sebelum mengolah
makanan. Kebiasaan karyawan yang mengenakan perhiasan seperti cincin dapat
menyebabkan pencemaran fisik terhadap produk berupa serpihan logam dari cincin
yang dapat ikut masuk dalam pengolahan makanan (Crammer, 2006).
Pakaian kerja karyawan dipakai langsung dari rumah sesuai dengan peraturan
manajemen, namun hal ini dapat berpotensi menimbulkan pencemaran dari kotoran
atau kuman yang selama perjalanan dari rumah ke tempat bekerja (Crammer, 2006).
Dengan demikian, untuk karyawan yang bekerja dalam unit pengolahan makanan
sebaiknya menggunakan pakaian khusus yang dipakai pada saat bekerja dalam ruang
ruang pengolahan restoran. Pakaian kerja karyawan sebaiknya dilengkapi dengan
hairnet yang dapat menutup seluruh rambut karena sebagian besar konsumen sensitif
terhadap keberadaan rambut dalam makanan yang dikonsumsi (Arduser dan Brown,
2005).

Bahan dan Perlindungan Makanan


Spesifikasi bahan mentah yang masuk ke restoran dikontrol oleh bagian QA
perusahaan pusat. Departemen QA menetapkan standar mutu untuk menjamin
keseragaman bahan yang akan digunakan untuk proses produksi. Bahan-bahan yang
telah masuk di restoran diperiksa kembali oleh bagian pergudangan untuk
mengetahui kesesuaian dengan standar mutu dan jumlah pesanan. Penyimpanan dan
pemakaian bahan mentah menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan MRD
(Made Ready Discard). Spesifikasi bahan mentah yang digunakan dalam restoran
dapat dilihat dalam Tabel 8.
Bahan baku disimpan sesuai dengan suhu yang dianjurkan untuk
memperpanjang daya awet dan masa simpannya. Produk beku seperti kentang
goreng, patty, ayam beku disimpan dalam freezer, sedangkan produk segar seperti
ayam segar dan yang telah dimarinade disimpan dalam chiller. Semua jenis bahan
diletakkan tidak langsung menyentuh lantai, tidak menempel pada dinding dan jauh
dari langit-langit. Penyimpanan bahan-bahan ini dengan sistem kartu untuk
menjamin sistem FIFO tetap terjaga. Bahan kimia yang digunakan untuk kebersihan
dan sanitasi disimpan terpisah dari bahan lainnya.

47
Tabel 8. Spesifikasi Penerimaan dan Penyimpanan Bahan

Bahan Ukuran per Ukuran kemasan Shelf life Kondisi


unit penyimpanan
Ayam fresh 1,03-1,23 kg 2 heads* per 3 hari setelah Chiller : 1-4 oC
tanpa lemak kantung tanpa pemotongan***
dan ekor wing**
Ayam frozen 1,03-1,23 kg 2 heads per Sesuai kode Freezer : (-23)-(-12) oC
tanpa lemak kantung tanpa kadaluarsa
dan ekor wing
Hot n spicy 680 g 18 pak/karton Sesuai kode Tempat penyimpanan
marinade kadaluarsa bahan kering
Tepung 11,3 kg Sesuai kode Tempat penyimpanan
breading kadaluarsa bahan kering
Hot and spicy 198 g 48 pak/karton Sesuai kode Tempat penyimpanan
breading mix kadaluarsa (9 bahan kering
bulan)
Keterangan: * 1 head : 7 pieces ayam
** jumlah wing : 20 pieces/kantung
*** hari pemotongan: hari ke-O

Peralatan Makan dan Memasak


Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan disesuaikan dengan jenis
produksi. Bobot nilai untuk peralatan makan dan memasak telah memenuhi bobot
maksimal standar sanitasi dan higiene yang dipersyaratkan. Peralatan sebagian besar
terbuat dari bahan stainless steel sehingga tidak mengelupas, tidak menyerap air dan
tidak berkarat. Peralatan yang digunakan untuk memproduksi ayam goreng resep
original dan crispy dapat dilihat dalam Tabel 9.
Peralatan yang kontak dengan bahan pangan disanitasi sebelum dan sesudah
digunakan. Metode dilakukan dengan pengelapan, pemberian desinfektan dan
pembilasan. Pembersihan dilakukan rutin perhari, namun beberapa peralatan besar
dilakukan perminggu. Metode pembersihan tiga langkah dilakukan pada peralatan
makan dan perlengkapan pengolahan seperti panci perebus, bagian-bagian breading
table yang bisa dilepas, bagian mesin marinator dan lainnya. Berikut ini merupakan
bagan kegiatan metode tiga langkah pembersihan yang dilakukan dalam restoran.

Bilas Cuci Sanitasi


• Larutan multi purpose sink • Larutan klorin 100 ppm
Air mengalir detergent • Air suhu ruang (32-38oC)
• Air panas suhu 49-54oC • Rendam 2 menit
• Rendam 3 menit • Kering udara
• Gosok kotoran dengan
tapas/sikat teflon

Gambar 4. Metode Tiga Langkah Pembersihan

48
Tabel 9. Peralatan Produksi Ayam Goreng
No Nama mesin/alat Fungsi
1 Chiller Lemari pendingin tempat menyimpan bahan mentah dan
bahan setengah jadi,
2 Freezer menyimpan produk pada temperatur beku guna menjaga
keaslian bahan dan menghambat pertumbuhan bakteri
3 Marinator memberi bumbu Original Recipe Chicken dan Hot dan Crispy
Chicken
4 Breading table Tempat proses breading dilakukan
5 Open Fryer menggoreng beberapa produk restoran.
6 Pressure Fryer menggoreng Original Recipe Chicken
7 Holding Cabinet menyimpan produk-produk matang agar tetap panas sampai
produk terjual
8 Holding Cabinet Flip menyimpan produk-produk matang agar tetap panas sampai
Up Door produk tersebut terjual
9 Display Holding alat yang digunakan untuk meletakan produk-produk restoran
Cabinet yang siap untuk dipasarkan
10 Thermometer Memeriksa temperatur
11 Perforated lug Menampung ayam yang dikeluarkan dari dalam tabung dan
meniriskan larutan marinade
12 Thawing sink Bak khusus untuk pelunakan (thawing)

Persyaratan Khusus Golongan A.3


Restoran ini termasuk dalam jasaboga khusus golongan A.3 karena
menyediakan produk pangan untuk kebutuhan masyarakat umum dan dilengkapi
dengan dapur khusus dan tenaga kerja. Ruangan pengolahan juga terpisah dari
bangunan tempat tinggal. Tempat memasak makanan telah dibuat terpisah dari
tempat penyiapan produk mentah untuk mencegah kontaminasi silang. Sistem
transportasi untuk jasaboga golongan ini harus dibuat khusus dan sesuai dengan
tujuan pengangkutan. Sistem transportasi yang seperti ini sesuai dengan kenyataan
di lapang bahwa pengangkutan untuk ayam mentah segar dan beku dilakukan dengan
dengan truk yang dilengkapi dengan sistem pendingin. Hal ini dilakukan untuk men-
jaga rantai suhu dingin dan mencegah pertumbuhan mikroba selama pengangkutan.
Transportasi untuk produk makanan terbatas untuk sistem delivery order dan
pesanan. Alat transportasi yang digunakan adalah sepeda motor yang dilengkapi
dengan kotak kayu. Produk makanan yang telah dikemas karton tidak langsung
disusun dalam kotak kayu, melainkan disimpan dalam tas hitam. Tas ini dilapisi
dengan termo pouch untuk menjaga suhu dan mutu produk panas. Pembersihan alat
transportasi dilakukan setiap pagi dan malam hari oleh karyawan yang bertanggung
jawab terhadap kendaraan tersebut.

49
Persyaratan khusus lainnya adalah adanya pelatihan dan pembinaan yang
dilakukan pada setiap karyawan yang akan bekerja. Pelatihan yang dilakukan dalam
restoran ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada karyawan mengenai
prinsip-prinsip dan praktek pengolahan makanan. Pelatihan juga dimaksudkan untuk
meningkatkan kesadaran karyawan akan peranannya dalam melindungi makanan
terhadap pencemaran dan penurunan mutu sebelum melakukan tugas sehari-hari.
Pengawasan terhadap proses produksi yang dilakukan setiap hari dilakukan
oleh manajer dan assisten manajer. Penanggung jawab bidang produksi mempunyai
tugas rangkap sebagai penanggung jawab pengawasan mutu. Pengawasan dari
perusahaan dilakukan oleh departemen QA yang dilakukan secara teratur setiap tiga
bulan sekali. Selain dari departemen QA, pihak restoran juga melakukan survey
untuk menilai penampilan restoran yang dievaluasi menurut sudut pandang
pelanggan yang disebut dengan CHAMPS check. Penilaian ini meliputi kebersihan,
keramahtamahan terhadap pelanggan, ketepatan pemesanan, pemeliharaan fasilitas,
kualitas produk dan kece-patan pelayanan. Penilaian ini bertujuan untuk meyakinkan
setiap pelanggan agar mendapatkan pengalaman yang berkualitas dan selalu konsis-
ten pada setiap kunjungannya di restoran.

Aplikasi Sanitation Standard Operating Procedures


Sanitasi adalah keadaan untuk menciptakan dan menjaga kondisi yang sehat
dan higienis. Sanitasi merupakan hal penting yang mendukung keberhasilan program
Good Manufacturing Practices (GMP). Penerapan sanitasi dalam industri restoran
sangat penting karena dalam restoran rentan terjadi kontaminasi silang selama
pengolahan dan penjualan, kontaminasi dari tenaga/karyawan pengolah, kesalahan
thermo potensial dan proses pemasakan (Panebianco et al., 2004).
Program SSOP yang dilaksanakan dalam restoran telah terdokumentasi
dengan baik dalam standard library yang ditetapkan dari perusahaan pusat. Dalam
pelaksanaan dokumentasinya, delapan kunci SSOP mencakup masalah monitoring,
koreksi dan rekaman (Tabel 11). Audit khusus dari internal perusahaan dilakukan
setiap 3 (tiga) bulan sekali terhadap pelaksanaan kebersihan dan sanitasi restoran.
Pemeriksaan yang dilakukan telah mencakup delapan kunci SSOP menurut standar
USFDA (2011). Delapan kunci SSOP tersebut dapat dilihat dalam penjabaran berikut
ini:

50
Keamanan Air
Air yang digunakan dalam proses produksi harus memenuhi persyaratan
untuk air minum sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI NO. 907/MENKES-
/SK/VII/2002. Air dapat berasal dari sumber mata air pemerintah maupun air sumur
artesis. Jalur air yang digunakan untuk air minum dan produksi harus terpisah dan
mempunyai sistem vacuum break dari jalur air yang digunakan untuk keperluan lain
(Crammer, 2006). Rancang bangun jalur air juga dibuat untuk mencegah agar air
buangan tidak masuk ke dalam saluran air minum (Arduser dan Brown, 2005).
Sistem penyedia air panas otomatis diperlukan untuk proses kebersihan karena air
panas mudah melarutkan lemak.
Kebutuhan air bersih restoran dipenuhi dari PDAM kota Bogor. Kebutuhan
air minum karyawan berasal dari air minum dalam kemasan. Rata-rata penggunaan
air untuk kebutuhan operasional restoran per harinya sebesar 30,98 m3/hari. Air ini
telah memenuhi syarat untuk air minum dan sesuai standar SNI. Air digunakan untuk
aktivitas dapur seperti masak/produksi, pencucian peralatan, kebersihan bangunan,
wudhu/mushalla, taman dan toilet. Keamanan air sudah cukup memenuhi hanya saja
untuk pemeriksaan kualitas air secara periodik tidak dilakukan rutin oleh departemen
yang bersangkutan.

Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan


Kegiatan kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan berisi standar
prosedur pembersihan dan sanitasi alat, frekuensi pembersihan dan petugas yang
bertanggung jawab. Prosedur pembersihan dilakukan dengan menggunakan metode
tiga langkah yang diawali dengan tindakan pembersihan, pembilasan dan sanitasi.
Tindakan sanitasi pada proses pengolahan makanan bertujuan untuk menghilangkan
sisa makanan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan
mengurangi populasi mikroba yang masih ada. Bahan sanitasi yang digunakan dalam
proses produksi adalah klorin dengan konsentrasi 100 ppm. Pengecekan terhadap
konsentrasi klorin dilakukan oleh pihak manajer yang bertugas. Kelebihan
konsentrasi klorin dapat menimbulkan cemaran kimia yang membahayakan
kesehatan manusia (Jenie, 1989). Larutan sanitasi disimpan dalam wadah tertutup
sehingga dapat bertahan 12 jam. Larutan ini selanjutnya akan dituang dalam ember-
ember kecil untuk mempermudah proses sanitasi peralatan. Larutan sanitasi yang

51
dalam ember hanya boleh digunakan maksimal 2 jam atau diganti setiap kali terlihat
kotor dan keruh.

Pencegahan Kontaminasi Silang


Pencegahan kontaminasi silang dalam aktivitas di restoran merupakan hal
yang penting karena bahan-bahan yang digunakan tidak hanya berasal dari satu
sumber. Pencegahan kontaminasi silang antara bahan mentah dan bahan yang
setengah jadi dilakukan dengan membuat tempat penyimpanan yang berbeda. Chiller
tempat penyimpanan ayam segar dan ayam marinade juga menjadi tempat bahan
perkedel setengah jadi dan ayam yang akan digunakan untuk bahan side item.
Penyusunan ketiga jenis produk dilakukan secara terpisah. Ayam segar ditempatkan
dalam tray di lantai dasar, ayam yang telah dimarinade diletakkan dalam rak nomor 2
dan bahan perkedel dan ayam side item terletak di rak paling atas.
Pakaian seragam untuk kegiatan produksi dipakai langsung dari rumah.
Pembagian pakaian tidak dikhususkan pada bagian area dapur, karyawan yang
bertugas untuk memasak hanya memakai apron yang telah tersedia. Pemakaian
seragam dari rumah berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap produk makanan
karena kotoran-kotoran yang mungkin terbawa selama perjalanan menuju restoran.
Selain itu, sepatu yang digunakan untuk proses produksi juga langsung dipakai dari
rumah. Hal ini dapat memperbesar kemungkinan tanah yang menempel di sepatu
juga terbawa masuk restoran.
Higiene personal dari karyawan dan manager sudah cukup memenuhi.
Namun demikian, ada beberapa kebiasaan karyawan yang tidak baik seperti memakai
cincin, bersin dan mengobrol pada saat menangani ayam mentah. Kebiasaan cuci
tangan sebelum melakukan kegiatan juga terkadang masih kurang, terutama untuk
karyawan yang memegang dua pekerjaan sekaligus, seperti breading dan
menggoreng ayam. Produk ayam yang telah jadi disimpan terpisah dengan ayam
yang mentah akantetapi, ayam yang telah dirajang dan siap digunakan untuk bahan
side item diletakkan dalam chiller yang sama dengan ayam mentah yang belum
diolah .
Disiplin arus karyawan dilakukan dengan cukup baik. Karyawan memegang
jenis pekerjaan masing-masing dan saling membantu hanya dilakukan pada bagian
tertentu. Seperti misalnya, bagian rider dapat membantu pekerjaan back up untuk

52
membungkus nasi dan membuat pesanan. Area memasak dan persiapan bahan di
dapur hanya boleh dilakukan oleh karyawan yang lulus test atau yang mendapat
giliran rotasi pekerjaan. Pencegahan kontaminasi silang juga dilakukan dengan
sistem manajemen kain lap handuk. Tabel 10 menunjukkan manajemen terhadap
penggunaan kain lap yang telah dilakukan dalam restoran.

Tabel 10. Penggunaan Lap Handuk

Area Warna lap Kegunaan


Ruang makan (dining) Biru Condiment pump
Hijau Meja, kursi, westafel, partisi, cermin
Merah Nampan
Kasir Biru Mesin pepsi
Hijau Service counter
Merah nampan, piring
Back Up Biru Heated display,burger station, fry work station
Merah Nampan, rack dan bun pan, piring, mangkuk,
inset
Pemasakan Biru Breading table, fryer
(cook) Hijau Dinding keramik
Merah Rack 7 bun pan
Dapur Biru Chiller, freezer, table, marinator
(kitchen) Hijau Dinding keramik, exhaust fan

Manajemen terhadap penggunaan lap handuk dengan berbagai jenis warna


dapat mencegah terjadinya kontaminasi kotoran, tetapi tidak sepenuhnya dapat
menghindari kontaminasi melalui sentuhan tangan manusia. Warna lap yang
digunakan adalah merah, hijau dan biru. Semua lap yang digunakan untuk proses
pembersihan dan sanitasi disimpan dalam ember 2,5 galon yang berisi larutan
sanitasi. Larutan dalam ember ini harus diganti minimal empat kali dalam sehari atau
bila dalam keadaan keruh.

Fasilitas Sanitasi
Sarana pencuci tangan hanya terdapat satu buah dan terletak di pintu masuk
ruang pengolahan. Crammer (2006) menyatakan sarana pencuci tangan sebaiknya
ditempatkan sesuai dengan desain bangunan yang sering dilalui karyawan tidak
hanya sekedar mengisi ruang bangunan yang tersedia. Sarana pencuci tangan
merupakan faktor yang terpenting untuk mencegah kontaminasi silang. Sarana ini
masih kurang memenuhi fasilitas sanitasi karena kran air yang masih harus diputar
manual dan tidak dilengkapi dengan alat pengering tangan. Beberapa kebiasaan

53
karyawan untuk mengeringkan tangan pada baju seragam yang dipakai juga dapat
menjadi potensi pencemaran karena tangan yang sudah dicuci dapat tercemar
kembali. Sarana pencuci tangan harus terpisah dengan sarana pencucian produk dan
peralatan lain untuk mencegah kontaminasi silang. Namun demikian, beberapa
karyawan masih ada yang mencuci tangan di sink pencuci produk dan peralatan.
Prosedur mencuci tangan yang benar dan peringatan untuk mencuci tangan saat akan
mengolah produk dan setelah menangani produk dipajang di depan sarana pencuci
tangan.
Setiap karyawan mendapat 2 pasang seragam yang akan dipakai dalam jam
kerja 40 jam seminggu. Pakaian ini harus dicuci setiap hari agar tidak menjadi
tempat pertumbuhan bakteri. Fasilitas foot bath tidak terdapat di area sebelum pintu
masuk. Fasilitas ini penting untuk mencegah tanah dan debu masuk dalam area
proses produksi (Crammer, 2006).

Perlindungan Bahan Pangan dari Cemaran (Adulteran)


Bahan-bahan non pangan seperti sanitizer, senyawa pembersih dan larutan
titan diletakkan pada tempat yang berjauhan dan tertutup sehingga tidak mencemari
produk. Gas ditempatkan pada suatu ruangan khusus sehingga tidak menimbulkan
bau yang dapat mencemari produk. Penempatan bahan-bahan pembersih dan
sanitizer diberi label dan petunjuk penggunaan untuk mencegah kesalahan dalam
dosis penggunaan. Wadah yang telah digunakan untuk tempat pengadukan bahan
sanitizer tidak digunakan kembali untuk mengolah makanan. Tempat sampah
berpenutup diletakkan di sudut ruangan dapur dan tidak dibiarkan menumpuk. Hal
ini dilakukan untuk mencegah pencemaran yang timbul dari bau dan pembusukan
sampah.

Pelabelan dan Penyimpanan yang Tepat


Restoran menggunakan sistem kartu dan formulir pencatatan terhadap semua
bahan yang disimpan termasuk bahan baku, bahan penolong, bahan kemasan dan
bahan pembantu. Pemberian label dan sistem kartu untuk bahan yang disimpan
memudahkan stock kontrol dalam mengawasi alur masuk dan keluarnya barang
sehingga sistem FIFO terlaksana dengan baik. Pemberian label pada bahan-bahan

54
yang mengandung toksik seperti larutan pembersih dan bahan sanitasi bertujuan
untuk mencegah kesalahan penggunaan dan penyimpanan bahan tersebut.
Produk ayam beku disimpan dalam freezer dan diberi identitas berupa tanggal
masuk dan tanggal batas akhir penyimpanan tiga bulan. Ayam segar yang disimpan
dalam chiller hanya dapat digunakan untuk proses marinade dalam waktu 24 jam.
Ayam yang telah dimarinade diberi label waktu proses marinade dan dapat
digunakan minimal 2 jam dan maksimal 24 jam. Pemberian label pada ayam
marinade dilakukan untuk mengawasi sistem FIFO ayam yang akan digoreng.

Kontrol Kesehatan Karyawan


Restoran melakukan pengawasan kesehatan karyawan dengan baik.
Karyawan yang sakit tidak diperbolehkan bekerja, sedangkan karyawan yang
memiliki luka atau terluka karena kecelakaan kerja diharuskan menutup luka untuk
mencegah perkembangbiakan mikroba. Bekas luka dapat menjadi sumber
pertumbuhan mikroba yang dapat mencemari makanan atau peralatan yang
digunakan untuk mengolah makanan (Marriot, 1999). Karyawan yang menderita
sakit dan membutuhkan perawatan dokter mendapat biaya pengganti yang jumlahnya
disesuaikan dengan status pekerjaannya. Karyawan yang baru masuk atau akan
diterima diperiksakan dahulu kesehatannya untuk menghindari adanya penyakit yang
dapat mencemari produk.

Pencegahan Hama
Hama merupakan binatang atau serangga yang tidak dikehendaki
keberadaannya baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak dalam makanan.
Penerapan praktik higiene yang benar dapat dilakukan untuk mencegah hama masuk
dan berkembang. Hama seperti tikus, serangga, lalat, kecoa dan lainnya dapat
menyebabkan penurunan mutu dan keamanan makanan. Restoran telah didesain dan
dikonstruksi untuk mencegah serangan hama. Konstruksi lubang dan saluran
pembuangan dibuat miring untuk mencegah masuknya hama tikus melalui got.
Selain desain dan konstruksi bangunan yang khusus, pencegahan sarang hama juga
dapat dilakukan dengan penyusunan dan penyimpanan bahan makanan. Wadah
makanan terbuat dari bahan tahan lama dan disusun dalam posisi yang tidak
langsung terkena dengan lantai dan jauh dari dinding dan langit-langit.

55
Pembasmian hama menggunakan jasa komersial terminix yang telah
mendapat rekomendasi dari perusahaan sehingga tidak mempengaruhi mutu dan
keamanan produk. Jasa pembasmian hama dilakukan setiap 1 kali dalam 2 minggu
pada malam hari. Pengendalian hama dilakukan dengan menjaga kebersihan ruang
penyimpanan dan tempat pembuangan sampah. Saluran pembuangan air ditutup
untuk mencegah hama tikus masuk dalam restoran. Pemberantasan hama dilakukan
secara rutin dua minggu satu kali oleh tim pembasmi hama dari komersil yang
ditunjuk perusahaan pusat.

56
Tabel 11. Dokumentasi Monitoring, Koreksi dan Rekaman Pelaksanaan Delapan Kunci SSOP
Aspek SSOP Pemantauan Koreksi Rekaman
Keamanan air Keamanan air Keamanan air Keamanan air
• Pemeriksaan kualitas air • Sumber air yang digunakan • Rekaman bukti
dilakukan setiap tiga bulan telah mengalami pengujian pembayaran air (PAM)
sekali oleh departemen terlebih dahulu sebelum • Rekaman analisis
kesehatan digunakan pemeriksaan air oleh
• Pembedaan yang jelas antara • Penggunaan air dapat departemen kesehatan
air yang digunakan untuk dibedakan antara air yang
proses produksi dengan air kontak langsung dengan
yang digunakan untuk toilet, bahan pangan dan air yang
mushalla dan sistem digunakan untuk toilet,
pendingin mushalla dan sistem
• Sumber air panas yang cukup pendingin
• Kualitas air bersih yang • Kualitas air untuk pengolahan
digunakan memenuhi batas pangan sama dengan kualitas
syarat peraturan Menteri air untuk air minum
Kesehatan RI NO. • Syarat mutu air yang
907/MENKES-/SK/VII/2002 digunakan sesuai dengan
standard yang berlaku
Menteri Kesehatan RI NO.
907/MENKES-/SK/VII/2002
• Dilakukan monitoring secara
berkala terhadap pipa saluran
dan proses sanitasi yang
dilakukan pada bak
penampungan

57
Aspek SSOP Pemantauan Koreksi Rekaman
Kondisi dan Kebersihan Kondisi dan Kebersihan Kondisi dan Kebersihan Kondisi dan Kebersihan
Permukaan yang Kontak Permukaan yang Kontak dengan Permukaan yang Kontak dengan Permukaan yang Kontak
dengan Bahan Pangan Bahan Pangan Bahan Pangan dengan Bahan Pangan
• Pemeriksaan kebersihan dan • Proses produksi tidak • Pencatatan jadwal
perlengkapan peralatan dilakukan/dihentikan apabila kebersihan di dinding
dilakukan setiap hari peralatan dalam keadaan rusak dapur
sebelum proses produksi • Peralatan yang digunakan • Inspeksi sanitasi dilakukan
dilakukan dalam keadaan bersih dan setiap 3 bulan oleh
• Peralatan yang digunakan bebas karat departemen QA
dalam keadaan bersih dan • Pelatihan dan pembinaan • Pencatatan konsentrasi
bebas karat terhadap karyawan terhadap klorin setiap hari
• Pencatatan jadwal kebersihan kebersihan
• Pengujian konsentrasi klorin • Perbaikan konsentrasi
setiap 8 jam sekali dalam sanitizer
satu hari
• Penggunaan desinfektan dan
konsentrasinya dibatasi agar
tidak mencemari produk dan
membahayakan keamanan
pangan

Pencegahan Kontaminasi Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan Kontaminasi
Silang Silang

• Seragam kerja dipakai dari • Seragam kerja dilapisi apron, • Rekaman inspeksi sanitasi
rumah penutup kepala dan sepatu periodik oleh departemen
• Karyawan yang tidak khusus yang hanya dipakai di QA
mencuci tangan sebelum dan ruang produksi • Pelatihan dan pembinaan
setelah melakukan proses • Pelaksanaan higiene personal karyawan

58
Aspek SSOP Pemantauan Koreksi Rekaman
produksi yang baik
• Pengujian suhu ayam matang • Produk yang tidak mencapai
(85 oC) sekali dalam satu suhu tidak disajikan pada
shift 8 jam konsumen
• Pencatatan jumlah bahan • Bahan yang tidak sesuai
yang diterima, digunakan, dengan pesanan tidak diterima
rusak serta jumlah bahan • Pelatihan dan pembinaan
tambahan terhadap karyawan
• Karyawan yang dibagian
cook tidak memegang bagian
ayam mentah dan produk lain
Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi
• Sarana pencuci tangan di • Sarana pencuci tangan di • Pencatatan jadwal
bagian dapur dilengkapi bagian dapur sebaiknya karyawan untuk
dengan air mengalir, sabun dilengkapi dengan alat membersihkan toilet dan
cair, tissue dan instruksi pengering tangan locker
pencuci tangan • Tempat sampah di area • Rekaman inspeksi sanitasi
• Sarana pencuci tangan di dapur sebaiknya dilengkapi periodik oleh departemen
bagian dinning telah dengan sistem penutup QA
dilengkapi dengan air pijakan kaki sehingga tidak
mengalir, sabun cair dan mengotori tangan
pengering tangan • Toilet dibersihkan secara
• Tempat sampah di area dapur berkala dan sesuai jadwal
berpenutup, dilapisi plastik yang telah ditetapkan
dan dibersihkan secara rutin • Ruang locker dibersihkan
• Tempat sampah di area untuk mencegah sarang
dinning dimasukkan dalam hama
condiment bar
• Toilet dibersihkan secara

59
Aspek SSOP Pemantauan Koreksi Rekaman
berkala, air yang tersedia
dalam jumlah cukup
• Loker disediakan di depan
pintu masuk khusus
karyawan
Perlindungan Bahan Pangan Perlindungan Bahan Pangan Perlindungan Bahan Pangan dari Perlindungan Bahan Pangan
dari Cemaran (Adulteran) dari Cemaran (Adulteran) Cemaran (Adulteran) dari Cemaran (Adulteran)
• Pemisahan antara area • Bahan mentah hanya boleh • Rekaman inspeksi
persiapan bahan mentah dipersiapkan di area persiapan sanitasi periodik oleh
dengan area pemasakan • Sanitizer ditempatkan terpisah departemen QA
(cook) dengan bahan pangan
• Bahan sanitizer ditempatkan
terpisah
• Ruang zanitor yang terpisah
dengan area produksi
Pelabelan, Penggunaan Bahan Pelabelan, Penggunaan Bahan Pelabelan, Penggunaan Bahan Pelabelan, Penggunaan Bahan
Toksin dan Penyimpanan Yang Toksin dan Penyimpanan Yang Toksin dan Penyimpanan Yang Toksin dan Penyimpanan
Tepat Tepat Tepat Yang Tepat
• Bahan-bahan yang • Penggantian label bahan • Rekaman inspeksi
mengandung toksin diberi toksin yang rusak sanitasi periodik oleh
label dan disimpan dalam • Penggantian wadah yang departemen QA
tempat yang terpisah rusak
• Bahan toksin ditempatkan
dalam wadah tertutup dan
diberi petunjuk penggunaan
Kontrol Kesehatan Pegawai Kontrol Kesehatan Pegawai Kontrol Kesehatan Pegawai Kontrol Kesehatan Pegawai
• Pemeriksaan kesehatan bagi • Calon karyawan yang boleh • Inspeksi harian
calon karyawan yang akan bekerja memenuhi syarat kesehatan karyawan oleh
bekerja kesehatan on duty manager setiap

60
Aspek SSOP Pemantauan Koreksi Rekaman
• Karyawan yang bekerja tidak • Penggunaan masker untuk hari
dalam keadaan sakit karyawan yang menderita flu
• Luka ditutup dengan plester dan pilek ringan
• Penggantian biaya untuk
karyawan yang sakit

Pencegahan Hama Pencegahan Hama Pencegahan Hama Pencegahan Hama


• Menjaga kebersihan • Sampah tidak dibiarkan • Rekaman kontrol sanitasi
(sampah) dan fasilitas menumpuk periodik pengendalian
pengawasan • Pengendalian hama dengan hama.
• Inspeksi visual terhadap terminix sekali dalam dua
hama tikus, kecoa dan minggu
serangga

61
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pengolahan daging ayam yang dilaksanakan dalam restoran cepat saji
dilakukan sesuai dengan prosedur standar untuk menghasilkan produk yang
berkualitas. Penilaian bobot aplikasi GMP di restoran yang sesuai dengan
KEPMENKES RI 715/MENKES/SK/V/2003 memenuhi dengan skor 78 dari nilai
maksimal 83. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti lokasi belakang
restoran yang berbatasan dengan parit yang dapat menimbulkan sarang hama dan
berbau busuk; sistem pengaturan udara yang masih terasa panas dalam ruang
pengolahan dan higiene karyawan. Pengawasan terhadap penerapan GMP dan SSOP
dilakukan secara langsung oleh pihak manajer yang bertugas harian dalam restoran
dan pengawasan periodik dilakukan oleh perusahaan pusat.

Saran
Beberapa saran yang disampaikan untuk mewujudkan standar higiene dan
sanitasi sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas adalah sebagai
berikut:
a. higiene dan kebiasaan karyawan masih perlu diperhatikan seperti mengurangi
kebiasaan untuk mengobrol saat melakukan pekerjaan terutama menangani bahan
ayam mentah, memakai hairnet sebelum memakai topi untuk menghindari rambut
yang jatuh dan mengenai produk pangan, seragam atau pelindung pakaian yang
khusus dan hanya dipakai saat bekerja di dapur dan meningkatkan pembinaan
tentang pentingnya sanitasi kepada karyawan.
b. sarana pencuci tangan di bagian dapur sebaiknya dilengkapi dengan pengering
otomatis seperti yang terdapat di bagian dinning.
c. pengontrolan yang efektif pada saat penerimaan bahan baku terutama ayam
mentah, seperti kondisi kemasan, suhu dan proses penurunan ayam dari truk
pengangkut, dan
d. sistem ventilasi exhaust fan di bagian dapur sebaiknya ditambah untuk
mengurangi hawa panas terutama pada saat penggorengan dilakukan.
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah di Surga atas berkat dan
kasih setia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi. Penulis menyampaikan
terima kasih kepada pembimbing skripsi utama Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. dan
pembimbing anggota Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. yang telah banyak memberikan
nasihat serta bimbingan mulai dari penulisan proposal penelitian sampai penyusunan
skripsi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ir.Afton Atabany, M.Si.
selaku dosen pembimbing akademik, Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si., Ir. Widya
Hermana, M.Si. dan M. Baihaqi, S.Pt., M.Sc. selaku dosen penguji sidang atas saran
dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
Rasa terima kasih Penulis sampaikan juga kepada kedua orang tua tercinta,
bapak Abraham Sentosa Sinuhaji dan mamak Asna Br. Ginting serta kedua saudara
terkasih Theresya dan Ayub untuk semua dukungan, doa, kebersamaan dan dana
sehingga penulis berhasil menyelesaikan studi di IPB. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Yayasan Beasiswa Oikumene (YBO) yang telah membantu
dukungan dana akademik kepada penulis selama menjalani kuliah.
Skripsi ini dapat selesai karena adanya bantuan dan kerjasama dari pihak
restoran cepat saji dan bagian HRD kantor pusat. Penulis menyampaikan terima
kasih kepada Bapak Rodi selaku Head Manager restoran, assistant manager serta
para karyawan. Terima kasih untuk suasana kekeluargaan dan pengalaman baru
selama magang penelitian berlangsung. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada Yesua yang bersedia menjadi rekan kerja selama magang penelitian.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga besar IPTP 44,
PMK IPB, Permata GBKP, teman-teman di Griya Ananta (Yesika, Krisna, Desi,
Helen, Rosinta, Era, Esti dan Priskila), teman seperjuangan 44, Vlorentina, Ribka,
Tri Utami, Bambang, kelompok kecil, Conny, Diana, Selvi dan Pani dan semua
teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu. Akhir kata, penulis
sampaikan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan, serta kepada
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan
dunia pendidikan dan peternakan. Amin.

Bogor, November 2011


DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Edisi ke-2. Satu Gunung Budi, Bogor.
Aprido, B. 2005. Optimalisasi distribusi dan penyimpanan persediaan karkas ayam
broiler pada PT.Fast Food Indonesia, Tbk di wilayah Jabotabek. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Arduser, L. & D. R.,Brown. 2005. HACCP & Sanitation in Restaurants and Food
Service Operations. Atlantic Publishing Group, Inc., Ocala.
Badan Standardisasi Nasional.2009. SNI 3924:2009. Mutu Karkas dan Daging
Ayam, Jakarta.
Bilgili, S. F. 2009. Poultry Meat Inspection and Grading. In: C.M.Owens,
C.Z.Alvarado & A.R.Sams. Poultry Meat Processing 2nd Edition. CRC
Press, New York.
Bohaychuk, V. M., G. E.Gensler, R. K.King, K. I Mannien, O. Sorensen, J. T. Wu,
M. E. Stiles & L. M. McMullen. 2006. Occurrence of pathogens in raw and
ready to eat meat and poultry products collected from the retail marketplace
in Edmonton, Alberta, Canada. J. Food Prot. 69:2176-2182.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. E.Fleet & M. Wooten. 2009. Ilmu Pangan:
Terjemahan Hari Purnomo & Adiono. UI Press, Jakarta.
Choe, E. & D. B.Min. 2007. Chemistry of deep fat frying oils. J. Food Sci 72 (5) :
77-86.
Crammer, M, 2003. Microorganism of Concern For Food Manufacturing. In:
M.Crammer (Ed). Food Plant Sanitation. CRC Press, New York.
Crammer, M. 2006. Food Plant Sanitation, Design, Maintenance, and Good
Manufacturing Practices. CRC Press, New York.
Dawson, P. L., S. Mangalassary & B. W.Sheldon. 2009. Thermal Processing of
Poultry Products. In Da-Wen Sun (Ed). Thermal Food Processing. CRC
Press, New York.
Djaafar, T. F.& S. Rahayu. 2007. Cemaran mikroba pada produk pertanian penyakit
yang ditimbulkan dan pencegahannya. Litbang Pertanian, 26(2): 67-75.
Direktorat Surveilan & Penyuluhan Keamanan Pangan. 2005. Kejadian Luar Biasa
Keracunan Pangan. Badan POM RI, Jakarta.
Dokumen Upaya Kendali Lingkungan (UKL)- Upaya Pantau Lingkungan (UPL).
2010. Laporan Pemantauan Lingkungan Restoran Cepat Saji Periode II
Juli-Desember 2010. Bogor.
Fiszman, S. 2009. Quality of Battered or Breaded Fried Product. In : S.Sahin &
S.G.Sumnu (Eds.). Advances in Deep-Fat Frying of Foods. CRC Press, New
York.
Gaman, P. M. & K. B.Sherrington. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi.
Guardian, G. 2011. Grease Guardian Operation System. http: www.greaseguardian.
com.[16 Agustus 2011].
Gustiani, E. 2009. Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak
(daging dan susu) mulai dari peternakan sampai dihidangkan. Litbang
Pertanian.28 (3):96-100.
Hardjosworo, S. P. & Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas.
Penebar Swadaya, Jakarta.
[ILSI] International Life Science Institute. 2005. Achieving continuous improvement
in reductions in foodborne listeriosis a risk-based approach. J.Food
Protection. 68 ( 9): 1932–1994
Jenie, B. S. L. 1989. Sanitasi dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Jenie, B. S. L. 2009. Pengembangan Bidang Ilmu Mikrobiologi Pangan dalam
Menyikapi Masalah Keamanan Pangan dan Tren Pangan Fungsional.
Dalam: Peranan IPTEKS dalam Pengembangan Pangan, Energi, SDM dan
Lingkungan yang Berkelanjutan. IPB Press, Bogor.
[Kepmenkes] Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002. Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Minum. Jakarta.
[Kepmenkes] Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.2003. Nomor
715/MENKES/SK/V/2003. Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga.
Jakarta.
[Kepmenling]. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 2003. Nomor
112/MENLING/2003. Tentang limbah cair domestic.
Lawrie, R. A.2003. Ilmu Daging. Terjemahan: Aminuddin P. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Ma'arif, M. S. & Hendri, T. 2003. Manajemen Operasi. Grasindo, Jakarta.
Marlina, E. 2008. Panduan Perancangan Bangunan Komersial. Edisi I. Andi,
Yogyakarta.
Marriot, N. G. 1999. Principle of Food Sanitation 4th Edition. An Aspen
Publication, Maryland.
Mead, G. C. 2004a. Poultry Meat Processing and Quality. Woodhead Publishing
Limited, England.
Mead, G. C.2004b. Microbiological quality of poultry meat. J.Braz.Poul.Sci.6:135-
142.http://bsas.org.uk/downloads/genchan/paper1.pdf. [2 Desember 2010]

65
Meldrum, R. J., R. M. M. Smith & I. G. Wilson. 2006. Three year surveillance
program examining the prevalence of Campylobacter and Salmonella in
whole retail raw chicken. J. Food Prot. 69:928-931.
Muchtadi, T. R. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Edisi ke-3. IPB Press,
Bogor.
Oasily, T., C. L.Griffis, E. M. Martin, B. L. Beard, A. Keener & J. A. Marcy. 2006.
Thermal inactivation studies of Eschericia coli 0157:H7, Salmonella, and
Listeria monocytogenes in ready to eat chicken-fried beef patties. J.Food
Prot. 69:1080-1086.
Panebianco A., G. Ziino, M. Gallo & A. Giuffrida. 2004. Application of Monitoring
Score System to Catering Industry. In : F.J.M. Smulders & J. D.C. (Eds).
Safety Assurance During Processing. Wageningen Academic Publishers,
Netherlands.
Parker, R. 2003. Introduction to Food Science. Delmar Thomson Learning, Inc.,
Albany.
Purwati. 2007. Efektifitas plastik polipropilen rigid kedap udara dalam menghambat
perubahan kualitas daging ayam dan daging selama penyimpanan beku.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sahin, S. & S. G.Sumnu. 2009. Advances in Deep-Fat Frying of Foods. CRC Press,
New York.
Sams, A. R. 2001. Poultry Meat Processing. CRC Press, New York.
Sams, A. R. & C.M. Owens. 2009. Second Processing: Parts, Deboning, and Portion
Control. In : C.M.Owens, C.Z.Alvarado & A.R.Sams. Poultry Meat
Processing 2nd Edition. CRC Press, New York.
Sens, R. A., M. Muthkumar & B. M. Naveena. 2009. Colour defects, quality and
shelf life of commercially processed broiler carcass. Abstract. J.Indian.
Poul.Sci.44
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sunatmo, T. A. 2009. Mikrobiologi Esensial. Ardy Agency, Jakarta.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Edisi ke-1. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta.
Tan, F. J. & H. W. Ockerman. 2006. Applicability of nisin and tumbling to improve
the microbiological quality of marinated chicken drumstick. J. Anim.
Sci.19:292-296.

66
USFDA. 2011. Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP) Systems.
http://www.accessdata.fda.gov/scripts/cdrh/cfdocs/cfcfr/CFRSearch.cfm?fr=
120.6&SearchTerm=sanitation%20and%20standard [21 Agustus 2011]
WHO, 2007. Food Safety and Foodborne Illness. http://www.who.int/mediacentre
factsheet/fs237/en/ [10 Agustus 2011]

Winarno, F. G & Surono. 2002. GMP, Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M-Brio
Press, Bogor.
Winarno, F. G. 2007. Analisis Laboratorium (Gastroenteritis dan Keracunan
Pangan). Cetakan 1. M-Brio Press, Bogor.
Winnipeg. 2011. Grease Trap. http://www.winnipeg.ca/waterandwaste/ sewage/
grease Traps .stm&docid=w45_hF5VIBDDTM&imgurl [16 Agustus 2011]
Yanti, H., Hidayati & Elfawati. 2007. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik
PE(polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) di pasar arengka kota
Pekanbaru. J. Peternakan 5(1): 22-27.
Yu, L. H., E. S. Lee, J. Y. Jeong, H. D. Paik, J. H. Choi & C. J. Kim. 2005. Effects of
thawing temperature on the physicochemical properties of pre-rigor frozen
chicken breast and leg muscles. Meat Sci. (71) 375–382.

67
LAMPIRAN
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

No Parameter Bobot Nilai


A Kondisi umum sekitar restoran
1 Lokasi 1 0
Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran
seperti tempat sampah umum, wc umum, bengkel cat dan
sumber pencemaran lainnya
2 Bangunan dan Fasilitas
A. Halaman 1 1
mempunyai papan nama perusahaan dan nomor izin
usaha serta Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
halaman bersih, tidak banyak lalat dan tersedia tempat
sampah, tidak terdapat tumpukan barang yang dapat
menjadi sarang tikus
pembuangan air kotor (limbah dapur dan kamar mandi)
tidak menimbulkan sarang serangga dan jalan masuknya
tikus
pembuangan air hujan lancar, tidak menimbulkan
genangan-genangan air
B. Konstruksi 1 1
konstruksi bangunan kuat, sesuai dengan persyaratan teknis
bangunan
C. Lantai 1 1
Permukaan lantai rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak
licin dan mudah dibersihkan
D. Dinding 1 1
permukaan dinding sebelah dalam halus, kering/tidak
menyerap air dan mudah dibersihkan
dinding kedap air setinggi 2 m dari lantai, tidak menahan
debu dan berwarna terang
E. Langit –langit 1 1
bidang langit-langit harus menutup bangunan
permukaan langit-langit tempat makanan dibuat,
disimpan, diwadahi dan tempat pencucian alat makanan
maupun tempat cuci tangan dibuat dari bahan yang
permukaannya rata mudah dibersihkan
tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di atas lantai
F. Pintu dan jendela 1 1
pintu-pintu pada bangunan yang dipergunakan untuk
memasak harus membuka ke arah luar
jendela, pintu dan lubang ventilasi dilengkapi dengan
kassa yang dapat dibuka dan dipasang
pintu di ruang pengolahan dibuat menutup sendiri atau
dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kassa, tirai dan pintu

69
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

No Parameter Bobot Nilai


rangkap
G. Pencahayaan 3 3
intensitas cahaya harus cukup untuk dapat melakukan
pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan
intensitas cahaya di setiap ruangan tempat pengolahan
makanan dan tempat mencuci tangan minimal 10 fc (100
lux) pada titik 90 cm dari lantai
semua pencahayaan tidak menimbulkan silau
pengukuran cahaya terang dengan alat ukur lux meter
H. Ventilasi/penghawaan 4 3
bangunan atau ruangan dilengkapi dengan ventilasi
jumlah ventilasi cukup untuk mencegah udara terlalu
panas, kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding
atau langit-langit, membuang bau, asap dan pencemaran
lain
I. Ruangan pengolahan makanan 2 2
luas untuk tempat pengolahan makanan harus cukup
untuk bekerja
luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2
(dua) m2 untuk setiap pekerja
ruang pengolah makan n tidak obleh berhubungan
langsung dengan jamban, peturasan dan kamar mandi.
untuk kegiatan pengolahan dilengkapi dengan meja
kerja, lemari/tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi
yang terlindung dari gangguan tikus dan hewan lainnya
J. Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan 2 2
pencucian peralatan menggunakan bahan deterjen
pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus
menggunakan larutan Kalium Permanganat 0,02% atau
dalam rendaman air mendidih dalam beberapa detik
peralatan dan bhan makanan yangtelah dibersihkan
disimpan dalam tempat yangterlindung dari kemungkinan
pencemaran tikus dan hewan lainnya
K. Tempat cuci tangan
tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat
cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi
dengan air kran, saluran pembuangan tertutp, bak
penampungan, sabun dan pengering
jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan jumlah
karyawan (1-10 orang) = 1 buah dan tambahan 1 (satu)
buah setiap penambahan 10 orang atau kurang

70
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

No Parameter Bobot Nilai


tempat cuci tangan diletakkan sedekat mungkin dengan
tempat bekerja
L. Air bersih 5 5
air bersih harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan
penyelenggaraan jasaboga
kualitas air bersih harus memenuhi syarat sesuai dengan
keputusan menteri kesehatan

M. Jamban dan Peturasan 1 1


Jasaboga : harus mempunyai jamban dan peturasan yang
memenuhi syarat higiene sanitasi
jumlah jamban harus mencukupi sebagai berikut :
Jumlah karyawan : 1-10 orang : 1 buah
11-25 orang : 2 buah , dengan penambahan 1 (satu) buah
setiap penambahan 25 orang
jumlah peturasan harus mencukupi sebagai berikut:
1-30 orang : 1 buah
31-60 orang : 2 buah
K. Kamar mandi
Jasaboga harus dilengkapi dengan kamar mandi dengan
air kran mengalir dan saluran pembuangan air limbah
2. jumlah harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1
(satu) buah untuk 1-10 0rang dengan penambahan 1 (satu)
buah setiap 20 orang
O. Tempat Sampah
Tersedia dalam jumlah cukup dan diletakkan sedekat
mungkin dengan sumber produksi sampah
B Persyaratan Khusus Golongan
1 Jasaboga golongan A1
a. Kriteria : jasaboga yang melayani kubutuhan masyarakat
umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur
rumah tangga dan dikelola oleh keluarga
b. Persyaratan
1. memenuhi persyaratan umum
2. memenuhi persyaratan khusus seperti berikut:
ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai
1 1
ruang tidur
ventilasi yang cukup untuk memasukkan udara segar
tersedia tempat cuci tangan
tersedia lemari kulkas untuk penyimpanan makanan
4 4
yang cepat busuk

71
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

No Parameter Bobot Nilai


2 Jasaboga golongan A2
a. kriteria : jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat
umum dengan pengolahan yang menggunakan dapur
rumah tangga dan memperkerjakan tenaga kerja
b. persyaratan :
1. memenuhi persyaratan jasaboga golongan A1
2. memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut
ruang pengolahan harus dipisahkan dengan dinding
pemisah yang memisahkan tempat pengolahan makanan
dengan ruang lain
pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan
1 1
alat pembuang asap
penyimpanan makanan yang cepat busuk harus tersedia
sedikitnya 1 (satu) buah
fasilitas ganti pakaian 1 1
3 Jasaboga golongan A3
a. Kriteria : Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat
umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur
khusus dan memperkerjakan tenaga kerja
b. Persyaratan :
1. memenuhi persyaratan jasaboga golongan A2
2. memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut:
ruang pengolahan makanan terpisah dari bangunan untuk
tempat tinggal
pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan
alat pembuang asap dan cerobong asap
tempat memasak makanan harus terpisah secara jelas
dengan tempat penyiapan makanan matang 1 1

harus tersedia lemari penyimpanan dingin yang dapat


mencapai suhu -5oC dengan kapasitas yang cukup untuk
4 4
melayani kegiatan sesuai dengan jenis makanan yang
digunakan
tersedia kendaraan pengangkut makanan yang khusus
3 3
dengan konstruksi tertutup
alat/tempat angkut makanan harus tertutup sempurna
dibuat dari bahan kedap air, permukaan halus dan mudah
dibersihkan
pada setiap kotak yang dipergunakan sekali pakai untuk
mewadahi makanan harus mencantumkan nama perusahaan
jasaboga yang menyajikan makanan tidak dengan kotak
harus mencantumkan nama perusahaan dan nomor izin
usaha serta laik higiene sanitasi di tempat penyajian yang

72
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

No Parameter Bobot Nilai


mudah diketahui umum
C Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan
1 Bahan makanan
Bahan makanan yang akan diolah harus segar, tidak
rusak atau berubah bentuk dan berasal dari tempat yang 5 5
diawasi
bahan terolah yang dikemas, bahan tambahan dan bahan
1 1
penolong memenuhi persyaratan KepMenkes yang berlaku
2 Makanan Terolah
a. makanan yang dikemas
b. makanan yang tidak dikemas
3 Makanan Jadi
a. makanan tidak rusak, busuk, atau basi
b. memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan
ketentuan yang berlaku
c. angka kuman E.Coli pada makanan harus 0/g contoh
makanan
d. Jumlah kandungan logam berat residu pestisida tidak
boleh melebihi ambang batas
D. Persyaratan Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan
1. Tenaga/karyawan pengolah makanan memiliki sertifikat
higiene sanitasi makanan, berbadan sehat, tidak mengidap
penyakit menular
2. Peralatan yang kontak dengan bahan makanan utuh (tidak
cacat) dan mudah dibersihkan, tidak mengeluarkan logam
berat bila kontak dengan makanan, wadah harus tertutup
sempurna.
3. Cara Pengolahan
a. semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan
dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh
b. perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan
dengan sarung tangan plastik sekali pakai, penjepit
makanan dan sendok garpu
c. perlindungan terhadap cemaran dengan menggunakan
celemek/apron, tutup rambut dan sepatu dapur
d. perilaku tenaga/karyawan selama bekerja:
tidak merokok,
tidak makan atau mengunyah,
tidak memakai perhiasan, 5 4
tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan
untuk keperluannya,
selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah

73
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

No Parameter Bobot Nilai


keluar dari kamar kecil,
selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung
dengan benar, dan
selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak
dipakai diluar tempat jasaboga
JUMLAH

74
76
77
78
79

Anda mungkin juga menyukai