SKRIPSI
Jenita Sari Br Sinuhaji. D14070022. 2011. Evaluasi Penerapan GMP dan SSOP
Produksi Ayam Goreng di Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota Bogor. Skripsi.
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor.
Perubahan gaya konsumsi masyarakat untuk makan di luar rumah dewasa ini
menjadi salah satu peluang berkembangnya restoran dan rumah makan. Beberapa
restoran dan rumah makan menggunakan daging ayam sebagai menu pilihan utama
dan penciri khas. Penyajian makanan dalam waktu yang singkat dalam restoran dan
rumah makan, terutama untuk produk daging ayam yang mudah busuk, menjadi
tantangan tersendiri bagi pihak pengelola. Kecenderungan yang terjadi di masa kini
adalah konsumen mulai mencari informasi mengenai setiap proses pada bahan
mentah hingga siap dikonsumsi, sehingga setiap tahapan yang berlangsung
memerlukan jaminan bahwa produk tersebut benar-benar layak dan aman
dikonsumsi.
Pihak pengelola pangan dapat memegang pedoman penerapan sistem mutu
yang telah diakui baik secara internasional maupun hasil kerja sama dengan instansi
pemerintah. Good manufacturing practices (GMP) atau cara produksi makanan yang
baik merupakan suatu pedoman yang dapat digunakan oleh industri untuk
memproduksi pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Prinsip penerapan
GMP dimulai dari proses penerimaan bahan baku sampai dengan produk siap
dikonsumsi. Pelaksanaan GMP melibatkan seluruh pihak baik pimpinan maupun
karyawan yang yang terlibat dalam pengadaan pangan. Sanitasi merupakan hal
penting yang harus dimiliki oleh unit usaha yang akan melaksanakan program GMP.
Program pelaksanaan sanitasi tertuang dalam suatu pedoman standar yang mengacu
praktek internasional yaitu Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP).
Pelaksanaan sistem SSOP diikuti oleh tahap monitoring, penyimpanan rekaman dan
tindakan verifikasi yang berkesinambungan.
Tujuan magang penelitian ini adalah mempelajari aspek penerapan GMP dan
SSOP unit pengolahan produksi ayam goreng dalam rangka memberikan jaminan
mutu dan kepuasan kepada konsumen. Kegiatan magang penelitian ini dilaksanakan
di salah satu restoran cepat saji kota Bogor unit dapur. Wawancara dan pengumpulan
data yang terkait meliputi informasi penerimaan bahan, penggunaan bahan baku dan
bahan penunjang, proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan penyajian.
Informasi tersebut diperoleh dengan cara pengamatan langsung dan pencatatan data
yang terdapat di perusahaan.
Data yang diperoleh dianalisis untuk penilaian terhadap kesesuaian antara
penerapan GMP di lapang dengan acuan menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan Higiene
Sanitasi Jasaboga. Uraian penerapan SSOP diambil dari data yang didapat dari
restoran yang berhubungan langsung dengan analisis delapan aspek kunci SSOP.
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan pengambilan
data primer dan data sekunder.
Penerapan GMP dimulai dari lokasi tempat restoran, desain bangunan,
fasilitas yang digunakan, higiene karyawan, peralatan dan perlengkapan masak,
pengelolaan limbah, dan proses pengolahan dari penerimaan bahan baku sampai siap
disajikan ke konsumen. Penilaian bobot aplikasi GMP di restoran yang sesuai dengan
KEPMENKES RI 715/MENKES/SK/V/2003 memenuhi dengan skor 78 dari nilai
maksimal 83. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti lokasi belakang
restoran yang berbatasan dengan parit yang dapat menimbulkan sarang hama dan
berbau busuk; sistem pengaturan udara yang masih terasa panas dalam ruang
pengolahan, terutama pada saat penggorengan dilakukan; dan higiene karyawan yang
masih perlu mendapat perhatian seperti menggunakan perhiasan saat bekerja, flu dan
bersin tanpa memakai masker; kebiasaan cuci tangan yang kurang; mengenakan
pakaian kerja dari rumah dan tidak menggunakan hairnet selama bekerja.
Pengawasan terhadap penerapan GMP dan SSOP dilakukan secara langsung oleh
pihak manajer yang bertugas harian dalam restoran dan pengawasan periodik
dilakukan oleh perusahaan pusat. Demikian pula halnya dengan penerapan delapan
kunci SSOP yang telah memenuhi standar pelaksanaan. Monitoring terhadap
kegiatan pelaksanaan SSOP dilakukan oleh auditor internal kantor pusat secara rutin
per tiga bulan.
Kata-kata kunci: produk ayam goreng, GMP, SSOP, restoran, cepat saji
ii
ABSTRACT
Consumption trend has moved increase toward ready to eat food, and one of them is
fried chicken product. During processing, poultry meat may be contaminated with
many different foodborne pathogens. Implementation of Good Manufacturing
Practices (GMP) can keep safety condition during the process. The main emphasis of
GMP is food plant sanitation. In fact, product that was not appropriate the quality
standards can not be sold to consumers. The objective of the research were to
analysis the application of GMP and sanitation standard operating procedures
(SSOP) on fried chicken production processing unit. This study had done on
February-March 2011 with involved production process controlling, interviewed the
managers and employee, collecting data and field observed. The result of GMP
study, in accordance with Ministry of Health of Republic Indonesia 715/MENKES-
/SK/V/2003, got the scores 78 from the maximum value 83. There was caused by
several factors like location behind the restaurant, air conditioning systems and
personal hygiene of employees. Monitoring of the implementation of GMP and
SSOP were done by the manager on duty and periodic surveillance performed by the
corporate center.
Menyetujui,
Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan kasih karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Evaluasi Penerapan GMP dan SSOP Produksi Ayam Goreng di
Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini juga bertujuan untuk memberikan satu
sumbangan untuk kemajuan di dunia peternakan, khususnya program GMP dan
SSOP pengolahan hasil daging ayam.
Penelitian dilaksanakan dalam bentuk magang di sebuah restoran cepat saji
kota Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang
restoran pengolah hasil peternakan khususnya daging ayam dan cara produksi
pangan yang baik menurut standar higienis dari pemerintah. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .................................................................................................. i
ABSTRACT . ................................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
Daging Ayam ....................................................................................... 3
Ayam Goreng Tepung .................................................................. 3
Keamanan Bahan Pangan .................................................................... 6
Keamanan Bahan Pangan Asal Unggas ................................... 7
Good Manufacturing Practices (GMP) ............................................... 9
Persyaratan secara Umum ........................................................ 11
Persyaratan Khusus Golongan ................................................. 14
Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan .................................... 15
Persyaratan Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan ................ 16
Persyaratan Higiene Sanitasi Penyimpanan Makanan ............. 16
Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP) ............................. 17
MATERI DAN METODE ............................................................................... 21
Lokasi dan Waktu ................................................................................ 21
Materi ................................................................................................... 21
Bahan ........................................................................................ 21
Alat .......................................................................................... 21
Prosedur ............................................................................................... 21
Observasi Lapang .................................................................... 22
Wawancara dan Pengumpulan Data ........................................ 22
Evaluasi Data ........................................................................... 22
Penerapan GMP ....................................................................... 22
Penerapan SSOP ...................................................................... 24
Analisis Data ............................................................................ 24
KEADAAN UMUM LOKASI ........................................................................ 25
Sejarah Perusahaan Kentucky Fried Chicken (KFC) .......................... 25
Sejarah Perusahaan Kentucky Fried Chicken di Indonesia ................. 25
Visi dan Misi Perusahaan .................................................................... 27
Produk .................................................................................................. 27
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 28
Pengolahan Ayam Goreng Tepung ...................................................... 28
Penerimaan Daging Ayam ....................................................... 30
Penyimpanan ............................................................................ 33
Pelunakan (Thawing) ............................................................... 33
Dress up ................................................................................... 34
Marinade .................................................................................. 34
Penepungan .............................................................................. 35
Penggorengan ........................................................................... 35
Penyajian .................................................................................. 36
Kriteria Mutu Produk ............................................................... 36
Aplikasi Good Manufacturing Practices (GMP) ................................. 36
Lokasi, Bangunan dan Fasilitas Restoran ................................ 38
Sistem Pencahayaan ................................................................. 40
Sistem Penghawaan ................................................................. 41
Sistem Air Bersih ..................................................................... 41
Air Kotor .................................................................................. 42
Fasilitas Cuci Tangan dan Toilet ............................................. 45
Ruang Pengolahan Makanan ................................................... 46
Karyawan ................................................................................. 46
Bahan dan Perlindungan Makanan .......................................... 47
Peralatan Makanan dan Memasak ........................................... 48
Persyaratan Khusus Golongan A.3 .......................................... 49
Aplikasi Sanitation Standard Operating Procedures .......................... 50
Keamanan Air .......................................................................... 51
Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan .......... 51
Pencegahan Kontaminasi Silang .............................................. 52
Fasilitas Sanitasi ...................................................................... 53
Perlindungan Bahan Pangan dari Cemaran (Adulteran) .......... 54
Pelabelan dan Penyimpanan yang Tepat ................................. 54
Kontrol Kesehatan Karyawan .................................................. 55
Pencegahan Hama .................................................................... 55
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 62
Kesimpulan ......................................................................................... 62
Saran ................................................................................................... 62
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 64
LAMPIRAN ................................................................................................... 68
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Daftar Jenis Pangan Penyebab Keracunan …………………………… 6
2. Kemungkinan Cemaran Bahaya Pangan dari Daging Unggas………... 7
3. Suhu Penyimpanan Bahan Mentah …………………………………… 17
4. Kriteria Karkas Berdasarkan Standardisasi Pusat …………………… 30
5. Hasil Penilaian Aplikasi GMP di Salah Satu Restoran Cepat Saji
36
Kota Bogor …………………………………………………………..
6. Perhitungan Limbah Cair Restoran …………………………………... 42
7. Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah Keluaran Grease Trap …….. 44
8. Spesifikasi Penerimaan dan Penyimpanan Bahan ……………………. 48
9. Peralatan Produksi Ayam Goreng ……………………………………. 49
10. Penggunaan Lap Handuk …………………………………………… 53
11. Dokumentasi monitoring, koreksi dan rekaman pelaksanaan delapan 57
kunci SSOP ……………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Diagram alir pembuatan ayam goreng tepung …………………... 29
2. Potongan sembilan bagian karkas ayam dan bobot setiap
potongan …………………………………………………………. 31
3. Layout bangunan restoran ……………………………………….. 39
4. Bagian-bagian grease trap beserta fungsinya …………………… 43
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Parameter Penilaian Aspek GMP dalam Restoran………………. 69
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.715/MENKES
/SK/2003…………………………………………………………. 75
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging ayam termasuk dalam salah satu sumber protein hewani yang paling
banyak digemari oleh masyarakat. Populasi ternak ayam ras pedaging di dunia
menurut data FAO pada tahun 2008 sekitar 92,9 juta ton dan angka ini lebih tinggi
daripada populasi ternak sapi pedaging. Permintaan terhadap daging ayam ini di
Indonesia juga mengalami peningkatan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir
yaitu 530.874 ekor pada tahun 2000 menjadi 1.249.952 ekor pada tahun 2010,
dengan persentase kenaikan sekitar 57% (BPS, 2009). Konsumsi protein yang
dibutuhkan oleh orang dewasa untuk keperluan pokok adalah sekitar 0,8 g protein/kg
berat badan (BB).
Daging ayam mengandung sejumlah nutrisi penting yang dibutuhkan oleh
tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan beberapa mineral. Nutrisi yang
tersedia dalam daging dapat pula menjadi media yang baik untuk pertumbuhan
mikroba termasuk bakteri patogen. Dampaknya adalah daging menjadi tercemar dan
tidak layak untuk dikonsumsi. Daging yang sudah tercemar dapat menimbulkan
penyakit pada manusia. Mikroba patogen dapat mencemari daging unggas sejak
berada dalam masa pemeliharaan, proses pemotongan dan tahap pengolahan yang
tidak higienis.
Dewasa ini, perubahan gaya konsumsi masyarakat untuk makan di luar rumah
menjadi salah satu peluang berkembangnya restoran dan rumah makan. Beberapa
restoran dan rumah makan menggunakan daging ayam sebagai menu pilihan utama
dan penciri khas. Penyajian makanan dalam waktu yang singkat dalam restoran dan
rumah makan, terutama untuk produk daging ayam yang mudah busuk, menjadi
tantangan tersendiri bagi pihak pengelola. Berbagai upaya dilakukan untuk menjaga
agar produk yang dihasilkan aman untuk dimakan dan tidak mengganggu kesehatan.
Kepercayaan konsumen pada keamanan pangan yang diproduksi mempengaruhi
daya terima dan daya tarik keberadaan restoran dan rumah makan tersebut.
Jaminan terhadap keamanan pangan tidak cukup hanya mengandalkan
pengujian produk akhir di laboratorium. Pertukaran arus informasi yang berkembang
pesat membuat konsumen semakin cerdas menentukan pilihan terhadap pangan yang
akan dikonsumsi. Kecenderungan yang terjadi di saat ini adalah konsumen mulai
mencari informasi mengenai setiap proses pada bahan mentah hingga siap
dikonsumsi sehingga setiap tahapan yang berlangsung memerlukan jaminan bahwa
produk tersebut benar-benar layak dan aman dimakan.
Pihak pengelola pangan dapat memegang pedoman penerapan sistem mutu
yang telah diakui, baik secara internasional maupun hasil kerja sama dengan instan-
si pemerintah. Good Manufacturing Practices (GMP) atau cara produksi makanan
yang baik (CPMB) merupakan suatu pedoman yang dapat digunakan oleh industri
untuk memproduksi pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Prinsip
penerapan GMP dimulai dari proses penerimaan bahan baku sampai dengan produk
siap dikonsumsi. Pelaksanaan GMP melibatkan seluruh pihak baik pimpinan maupun
karyawan yang yang terlibat dalam pengadaan pangan.
Sanitasi merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh unit usaha yang akan
melaksanakan program GMP. Pelaksanaan sanitasi yang efektif dapat mengontrol
pertumbuhan mikroba yang masuk selama proses persiapan dan penyajian produk
pangan dilakukan. Program pelaksanaan sanitasi tertuang dalam suatu pedoman
standar yang mengacu praktek internasional yaitu standard sanitation operating
procedures (SSOP). Pelaksanaan sistem SSOP diikuti oleh tahap monitoring,
penyimpanan rekaman dan tindakan verifikasi yang berkesinambungan. Hal ini
dilakukan karena penyimpangan atau kesalahan terhadap pelaksanaan SSOP dapat
mencemari kondisi lingkungan sehingga menjadi rentan terhadap pertumbuhan
mikroba.
Tujuan
Magang penelitian ini secara umum bertujuan mendapatkan gambaran nyata
tentang restoran pengolah pangan hasil ternak, meningkatkan kemampuan dalam
mengobservasi, menganalisis masalah yang terjadi serta memperoleh pengalaman
bekerja. Secara khusus magang penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aspek
penerapan GMP dan SSOP unit pengolahan produksi ayam goreng dalam rangka
memberikan jaminan mutu dan kepuasan kepada konsumen.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Daging Ayam
Jenis daging yang berasal dari unggas yang umum dikonsumsi adalah daging
ayam. Menurut SNI 01-3924-2009 karkas ayam ialah bagian dari tubuh ayam tanpa
kepala, leher, kaki, paru-paru dan atau ginjal setelah penyembelihan halal,
pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan. Produk daging ayam banyak dikonsumsi
masyarakat global karena tidak ada faktor pembatas dengan kultur budaya dan
kepercayaan tertentu, sehat, bergizi, kandungan lemaknya sedikit dengan asam lemak
tidak jenuh yang lebih rendah dibanding daging lainnya (Mead, 2004 a).
Lemak pada unggas ayam terletak di bawah kulit sehingga dapat dipisahkan
apabila tidak ingin dikonsumsi. Daging unggas lebih seragam dalam komposisi,
tekstur dan warna dibanding dengan jenis daging mamalia sehingga lebih mudah
dalam konsistensi formulasi produk pangan (Sams, 2001). Protein dari jenis daging
ini mengandung asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuh-
an dan perkembangan. Selain itu, daging unggas juga merupakan sumber beberapa
mineral seperti fosfor, zat besi, kobalt dan seng serta vitamin B12 dan B6 (Parker,
2003). Warna daging unggas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur potong,
jenis kelamin, strain, pakan, lemak intramuskular, kondisi sebelum pemotongan
dan perbedaan teknologi pengolahan (Parker, 2003).
Unggas penghasil daging yang utama di Indonesia adalah ayam ras pedaging
atau yang dikenal dengan sebutan ayam broiler. Ayam broiler umumnya dipotong
pada umur 5-6 minggu sehingga dagingnya masih lunak (Hardjosworo dan
Rukmiasih, 2000). Ayam broiler dapat menghasilkan daging dalam jumlah banyak
dan setiap bagian tubuh mempunyai rasa yang tidak sama satu dengan yang lain
(Amrullah, 2004). Bagian punggung memiliki jumlah tulang yang lebih banyak,
bagian betis lebih keras karena lebih berotot. Sebaliknya bagian dada lebih empuk
dan sedikit mengandung lemak (Amrullah, 2004).
Marinade. Marinade merupakan salah satu metode yang digunakan untuk persiapan
pengolahan daging baik pada pangan yang dikonsumsi langsung maupun untuk yang
diawetkan. Marinade berperan dalam memperbaiki sifat sensori daging seperti rasa,
warna, kelembapan dan tekstur serta sifat fisik daging yang meliputi daya mengikat
air dan kestabilan produk (Mead, 2004a). Marinade terdiri dari campuran garam,
asam organik, nitrat dan bumbu yang umumnya dibuat dalam larutan. Marinade yang
modern dilakukan dalam mesin marinator yang berputar secara perlahan (tumbling).
Gerakan perputaran ini akan mempermudah proses penyerapan larutan marinade
yang telah dibuat termasuk daya kerja antimikroba dalam larutan bumbu (Tan dan
Ockerman, 2006). Proses marinade merupakan seni yang menggabungkan antara
formulasi bumbu, alat yang digunakan dan bentuk produk (Mead, 2004a).
4
Hal penting yang diperhatikan dalam pelapisan produk gorengan adalah
jumlah minyak yang diabsorbsi selama penggorengan. Beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap absorbsi minyak menurut Fiszman (2009) adalah kualitas
minyak goreng, temperatur dan lama penggorengan, masa pendinginan, bentuk,
komposisi, dan daya porositi produk. Daya absorbsi minyak dapat dikurangi dengan
mengubah komposisi bahan pelapis. Penggunaan campuran albumen putih telur
dalam komposisi tepung pelapis dapat mengurangi absorbsi minyak tetapi
menghasilkan produk yang lebih lunak .
6
memperhatikan standar higienis dan keamanan pangan. Makanan jasaboga berada
pada urutan kedua sebagai sumber penyebab keracunan makanan. Arduser dan
Brown (2005) menyatakan restoran penghasil jasaboga rentan terhadap pertumbuhan
mikroba karena variasi makanan yang dihasilkan dapat menyebabkan kontaminasi
silang.
7
unggas (Mead, 2004b). Daging unggas dapat menjadi media yang cocok untuk
perkembangan mikroba, karena unggas dalam kehidupannya selalu bersentuhan
dengan lingkungan yang kotor (Djaafar dan Rahayu, 2007). Jenis bakteri yang
umum dijumpai dalam produk asal unggas dan turunannya adalah Salmonella dan
Campylobacter (Meldrum et al., 2006). Keracunan makanan oleh Salmonella
merupakan tipe infeksi, yaitu terjadi karena mengkonsumsi makanan yang
didalamnya terdapat poliferasi bakteri ini (Winarno, 2007).
Salmonella merupakan bakteri gram negatif dari famili Enterobacteriaceae,
yang termasuk dalam fakultatif anaerobik. Bakteri ini mampu bertahan pada pH 4-8
dengan nilai aw lebih besar dari 0,94 dan suhu untuk pertumbuhan 5-46 oC
(Crammer, 2003). Secara serologi, Salmonella dibagi menjadi sekitar 2000 tipe dan
Salmonella enteriditis merupakan jenis Salmonella yang paling banyak ditemui pada
daging unggas dan menyebabkan penyakit pada manusia (Bohaychuk et al., 2006).
Salmonella dapat masuk ke dalam tubuh unggas melalui pakan dan kondisi yang
lingkungan yang telah tercemar.
Bakteri ini dapat bertahan dalam saluran pencernaan, ginjal, liver, dan saluran
reproduksi. Penularan bakteri ini juga dapat terjadi melalui transmisi vertikal saluran
reproduksi induk ayam, sehingga telur yang menjadi bakalan unggas sudah tercemar
sebelum menetas (Mead, 2004b). Inkubasi dari bakteri ini muncul setelah 6-48 jam
setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala umum meliputi mual, kram
perut, diare, demam dan sakit kepala. Gejala ini dapat terjadi pada semua kalangan
umur, akantetapi lebih rentan terhadap kondisi kekebalan tubuh lemah, anak-anak
dan usia lanjut (Parker, 2003). Pencegahan terhadap bakteri ini dapat dilakukan
dengan tidak mengkonsumsi daging mentah. Bakteri ini dapat dimusnahkan pada
pemanasan minimum 70 oC (Oasily et al., 2006).
Campylobacter termasuk dalam bakteri gram negatif dan sebagian besar
bersifat patogen pada manusia (Sunatmo, 2009). Bakteri ini dapat tumbuh optimal
pada suhu 30-47,2 oC dengan pH minimal 4,9 dan aw 9,8 (Crammer, 2003). Bakteri
ini merupakan penyebab enteritis akut hingga diare berdarah yang disertai dengan
kram perut dan demam. Gejala klinis muncul setelah 2-5 hari setelah mengkonsumsi
pangan yang tercemar dan dapat sembuh setelah 7-10 hari (Parker, 2003).
8
Clostridium perfringens termasuk dalam bakteri gram positif dengan suhu
pertumbuhan 15-50 oC, hidup pada pH diatas 5,5 dan aw 0,95 (Crammer, 2003). Jenis
bakteri ini merupakan penyebab penyakit gastroenteritis pada manusia (Sunatmo,
2009). Gejala muncul setelah 8-12 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar
dengan tanda seperti kram perut, diare dan mual yang disertai muntah. Gejala ini
dapat menjadi berbahaya pada orang tua usia lanjut.
Listeria monocytogenes adalah bakteri gram positif yang berbentuk basil dan
tidak membentuk spora serta bersifat anaerobik fakultatif. Listeria paling banyak
ditemukan dalam daging mentah, termasuk unggas. Bakteri ini lebih tahan terhadap
panas namun pertumbuhannya dapat dimatikan melalui pemanasan suhu tinggi.
Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 0- 45 oC dan pada suhu beku (Crammer, 2003).
Listeria dapat tumbuh pada kisaran pH 5,2-9,6 dengan toleransi garam 5% dan 10%
dengan nilai aw > 0,93. Keracunan makanan karena mengkonsumsi pangan yang
telah tercemar dapat menimbulkan demam, sakit kepala, mual dan muntah. Bakteri
ini juga dapat menyebabkan penyakit meningitis (Parker, 2003). Wanita hamil rentan
terhadap cemaran bakteri ini karena kemampuannya yang dapat melewati membran
plasma dan menyerang fetus sehingga menimbulkan aborsi spontan dan kelahiran
premature (Crammer, 2006). Penerapan sistem sanitasi dan cara pengolahan yang
benar dapat menekan angka pertumbuhan bakteri ini (ILSI, 2005).
10
Persyaratan secara Umum
Lokasi. Jarak jasaboga harus jauh dengan jarak minimal 500 m dari sumber
pencemaran seperti tempat sampah umum, toilet umum, bengkel cat, industri
terpolusi dan sumber pencemaran lainnya. Pengertian jauh dalam hal ini, relatif
tergantung pada arah pencemaran yang mungkin terjadi seperti aliran angin dan air.
Penentuan jarak minimal adalah 500 meter adalah sebagai batas terbang lalat rumah.
Halaman depan suatu unit usaha jasaboga dilengkapi dengan papan nama
perusahaan dan nomor izin usaha serta sertifikat layak higiene sanitasi. Halaman
bersih, tidak banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat sanitasi
dan tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus.
Pembuangan air kotor baik liimbah dapur maupun kamar mandi tidak menimbulkan
sarang serangga, jalan masuknya tikus serta terpelihara kebersihannya. Drainase
untuk pembuangan air hujan lancar dan tidak menimbulkan genangan air.
Fasilitas Cuci Tangan. Tempat cuci tangan dibuat terpisah dengan tempat cuci
peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran
pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat cuci
tangan disesuaikan dengan banyak karyawan, 1-10 orang = 1 buah dengan tambahan
1 buah untuk setiap penambahan 10 orang. Tempat cuci tangan diletakkan sedekat
mungkin dengan tempat bekerja.
Sumber Air Bersih. Distribusi air bersih merupakan hal penting yang harus
diperhatikan dalam usaha menjaga kesehatan dan higiene sanitasi. Air bersih harus
tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan jasaboga memenuhi syarat
sesuai dengan keputusan menteri kesehatan.
Jamban dan Peturasan. Jamban dan peturasan yang terdapat dalam restoran harus
memenuhi syarat higiene sanitasi serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia.
Jumlah jamban yang disediakan harus sesuai dengan jumlah karyawan yakni, 1-10
orang: 1 buah; 11-25 orang: 2 buah; 26-50 orang: 3 buah dengan penambahan 1 buah
setiap penambahan 25 orang. Jumlah peturasan pun disesuaikan dengan jumlah
karyawan yaitu:1-30 orang: 1 buah; 31-60 orang: 2 buah dengan penambahan 1 buah
setiap penambahan 30 orang.
Kamar Mandi. Jasaboga harus dilengkapi kamar mandi dengan air kran mengalir
dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi pedoman plumbing Indonesia.
Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 buah untuk 1-10
orang dengan penambahan 1 buah setiap 20 orang.
Tempat Sampah. Tempat sampah seperti kantong plastik, kertas dan bak sampah
tertutup harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin
dengan sumber produksi sampah, dan terhindar dari kemungkinan tercemarnya
makanan oleh sampah. Penanggung jawab jasaboga harus memelihara semua
bangunan, fasilitas dan alat-alat dengan baik untuk menghindari kemungkinan
terjadinya pencemaran terhadap makanan, akumulasi debu atau jasad renik,
13
peningkatan suhu, akumulasi sampah, perkembangbiakan serangga, tikus dan
genangan air.
14
jasaboga golongan ini harus memenuhi persyaratan jasaboga golongan A2 dengan
syarat khusus sebagai berikut :
a. pengaturan ruang: ruang pengolahan makanan harus terpisah dari bangunan untuk
tempat tinggal.
b. ventilasi/ penghawaan: pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat
pembuangan asap dan cerobong asap.
c. ruang pengolahan makanan: tempat memasak makanan harus terpisah secara jelas
dengan tempat penyiapan makanan matang.
Bahan Makanan. Bahan yang akan diolah terutama daging, susu, telur, ikan/udang
dan sayuran harus baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa.
Bahan-bahan ini berasal dari tempat resmi yang diawasi. Bahan terolah yang
dikemas, bahan tambahan dan bahan penolong telah memenuhi persyaratan
keputusan menteri kesehatan yang berlaku.
Makanan Terolah. Makanan yang telah dikemas mempunyai label dan merk,
terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak/pecah atau kembung,
belum kadaluwarsa dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan.
Khusus untuk makanan yang tidak dikemas harus baru dan segar, tidak basi, tidak
busuk, tidak rusak atau berjamur dan tidak mengandung bahan yang dilarang.
Makanan Jadi. Makanan tidak rusak, busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau,
berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya pengotoran lain serta
memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku. Angka
kuman E. Coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan. Angka kuman E. Coli
pada minuman harus 0/gr contoh minuman. Jumlah kandungan logam berat residu
pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan
yang berlaku.
15
Persyaratan Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan
Peralatan yang Kontak dengan Makanan. Permukaan peralatan utuh (tidak cacat)
dan mudah dibersihkan. Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau
garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan dan bila kontak dengan makanan,
tidak mengeluarkan logam berat beracun yang membahayakan seperti : timah hitam
(Pb), arsenikum (As), tembaga (Cu), seng (Zn), cadmium (Cd), dan antimon atau
stibium. Setiap wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang menutup
sempurna. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka kuman maksimal 100/cm3
permukaan dan tidak ada kuman E. coli.
Penyimpanan Makanan. Bahan makanan dan produk pangan tidak boleh tercampur
dan disimpan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jarak makanan dengan lantai: 15 cm
16
b. Jarak makanan dengan dinding: 5 cm
c. Jarak makanan dengan langit-langit: 60 cm.
Penyimpanan Bahan Mentah. Ketebalan dan bahan padat yang disimpan tidak
lebih dari 10 cm dan kelembaban penyimpanan dalam ruangan sekitar 80%-90%.
Pengaturan suhu yang digunakan untuk penyimpanan bahan mentah dapat dilihat
pada Tabel 3 berikut ini:
Penyimpanan Makanan Jadi. Produk makanan jadi harus terlindung dari debu,
bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan. Makanan yang cepat busuk disimpan
dalam suhu panas ≥65,5 oC atau atau disimpan dalam suhu dingin ≤ 4 oC. Makanan
cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam) disimpan dalam
suhu (–5)-(–1) oC.
17
1. mengerti bahwa program kebersihan dan sanitasi akan meningkatkan kualitas
sehingga tingkat keamanan produk meningkat, seirama dengan menurunnya
kontaminasi mikroba.
2. mengetahui adanya peraturan GMP yang mengharuskan digunakan zat-zat
tertentu yang dianggap aman dan efektif bagi program higiene dan sanitasi.
3. mengetahui tahapan-tahapan dalam higiene dan sanitasi.
4. mengetahui persyaratan minimum penggunaan sanitasi dengan klorin pada air
pendingin, khususnya pada industri pengolahan makanan.
5. mengetahui adanya faktor-faktor seperti pH, suhu, dan konsentrasi diienfektan
yang mempengaruhi hasil akhir suatu proses sanitasi.
6. mengetahui masalah potensial yang mungkin timbul bila sanitasi tidak dijalankan
dengan cukup.
Proses sanitasi berbeda dengan membersihkan (Winarno dan Surono, 2002).
Membersihkan adalah menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa makanan dan
tanah yang mungkin dapat menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba.
Sanitasi menggunakan zat kimia dan atau metode fisika untuk menghilangkan
sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin pengolah
makanan. Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan
dengan jenis dan tipe mesin/alat pengolah makanan (Winarno dan Surono, 2002).
Standar yang digunakan adalah:
1. pre rinse atau langkah awal, yaitu menghilangkan tanah dan sisa makanan dengan
mengerok, membilas dengan air, menyedot kotoran dan sebagainya.
2. pembersihan yang dilakukan dengan menghilangkan sisa tanah atau sisa makanan
secara mekanis atau mencuci dengan lebih aktif.
3. pembilasan, yaitu membilas sisa tanah atau sisa makanan dari permukaan dengan
pembersih seperti sabun/deterjen.
4. pengecekan visual, yaitu memastikan dengan indera mata bahwa permukaan alat-
alat bersih.
5. penggunaan desinfektan, yaitu untuk membunuh mikroba.
6. pembersihan akhir, bila diperlukan untuk membilas cairan desinfektan yang padat
18
7. pembilasan kering atau drain dry, yaitu pengeringan desinfektan atau final rinse
dari alat-alat tanpa diseka/dilap. Cegah jangan sampai terjadi genangan air, karena
genangan air merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroba.
Delapan faktor penting yang harus dicakup pada pelaksanaan penyusunan
SSOP adalah keamanan air; keadaan dan kebersihan permukaan yang kontak dengan
makanan; pencegahan kontaminasi silang; fasilitas kebersihan; pencegahan
adulterasi; pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan senyawa dan bahan berbahaya;
kesehatan pekerja; serta pencegahan hama.
Keamanan Air
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan sehubungan dengan keamaan
air adalah: suplai air aman untuk air yang kontak dengan makanan atau dengan
permukaan yang kontak dengan makanan, suplai air aman untuk pembuatan susu,
serta tidak ada kontaminasi silang antara lain yang dapat diminum dengan air yang
tidak dapat diminum.
19
Fasilitas Kebersihan
Kebersihan adalah salah satu faktor penting dalam pemeliharaan sanitasi.
Oleh karena itu, perusahaan harus menjamin kelengkapan dan kondisi kebersihan
fasilitas cuci tangan, fasilitas sanitasi tangan serta toilet.
Pencegahan Adulterasi
Tindakan ini ditujukan untuk menjamin bahwa pangan, pengemas pangan,
dan permukaan yang kontak dengan makanan terlindung dari berbagai cemaran
mikrobiologi, kimia, dan fisik, termasuk pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa
pembersih, sanitaiser, kondensat dan cipratan dari lantai.
Kesehatan Pekerja
Suatu industri pangan harus menjamin pengelolaan pekerja, terutama yang
didiagnosa dengan penyakit atau gejala penyakit serta luka yang mungkin menjadi
sumber cemaran mikroba.
Pencegahan Hama
Pencegahan hama ditujukan untuk menjamin bahwa tidak ada hama di
fasilitas pengolahan pangan, mencakup prosedur pencegahan, pemusnahan, serta
penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan hama.
20
MATERI DAN METODE
Materi
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu karyawan,
narasumber, literatur yang meliputi buku, skripsi, catatan atau dokumen perusahaan
yang terkait dengan pelaksanaan good manufacturing practices (GMP) dan standard
sanitation operating procedures (SSOP) yang dilaksanakan dalam perusahaan.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian dan observasi kerja yaitu alat tulis
lengkap sebagai sarana pengumpulan data, lembar check list serta pakaian kerja
lengkap.
Prosedur
Kegiatan magang dilakukan di salah satu restoran siap saji ayam goreng
tepung dengan melakukan praktek langsung dan mengikuti proses kerja yang
berlaku. Proses kerja ini meliputi pengamatan lapang, mengikuti beberapa kegiatan
restoran, diskusi dan wawancara langsung, pengumpulan data terkait, mengamati
kegiatan pelaksanaan produksi dan studi literatur serta evaluasi dan analisis data.
Magang yang dilakukan merupakan kegiatan untuk menyelesaikan tugas akhir dalam
menyusun skripsi. Magang juga dilakukan dengan mempelajari keadaan umum
perusahaan, ketenagakerjaan, produk yang dihasilkan, aplikasi GMP dan SSOP
dalam proses pembuatan ayam goreng. Kegiatan magang ini secara umum dibagi
menjadi tiga yaitu observasi lapang, pengumpulan data dan analisis data.
Observasi Lapang
Observasi lapang dilakukan dengan cara berpartisipasi aktif dalam mengikuti
berbagai kegiatan di restoran siap saji ayam goreng tepung. Kegiatan ini dilakukan
sebagai upaya dalam melakukan verifikasi keterkaitan dan kesesuaian antara GMP
dan SSOP yang mendukung pelaksanaan Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP).
Evaluasi Data
Evaluasi dilakukan terhadap data primer yang diperoleh di lapangan dengan
data yang diperlukan dalam penerapan GMP dan SSOP berdasarkan borang
monitoring. Hasil evaluasi kemudian dianalisis untuk penilaian terhadap kesesuaian
antara penerapan GMP menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga.
Penerapan GMP :
1. Uraian pemeriksaan diobservasi dengan mencantumkan nilai yang sesuai pada
kolom X. Nilai yang diberikan adalah angka satuan (bulat), untuk memudahkan
penjumlahan dan memperkecil kesalahan.
Contoh :
• Apabila pada kolom bobot tertulis 1, artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0
dan 1
22
• Apabila pada kolom bobot tertulis 3 artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0,
1, 2, dan 3.
• Apabila pada kolom bobot tertulis 5, artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0,
1, 2, 3, 4, dan 5
23
5. Nilai penjumlahan setiap golongan bila dibandingkan dengan angka 100
(total nilai persyaratan tertinggi) berarti sebagai berikut :
a. Untuk golongan A1 antara 65% – 70%.
b. Untuk golongan A2 antara 71% – 74%.
c. Untuk golongan A3 antara 75% – 83%.
d. Untuk golongan B antara 84% – 92%.
e. Untuk golongan C antara 93% – 100%.
Penerapan SSOP
Uraian penerapan sanitation standard operating procedures (SSOP) diambil
dari data yang didapat dari restoran yang berhubungan langsung dengan analisis
delapan aspek kunci SSOP (USFDA, 2011) yang meliputi:
a. keamanan air, data yang diamati berupa hasil pengamatan terhadap instruksi kerja
dengan yang dilakukan di lapangan ;
b. kebersihan peralatan yang kontak dengan ayam goreng, data yang diamati berupa
hasil pengamatan terhadap instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;
c. pencegahan terhadap kontaminasi silang, data yang diamati berupa hasil peng-
amatan terhadap instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;
d. sarana pencucian dan sanitasi tangan, data yang diamati berupa penggunaan
sarung tangan oleh pekerja yang dilakukan di lapangan ;
e. pencegahan makanan dari pencemaran, data yang diamati berupa hasil pengamat-
an terhadap kesesuaian instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;
f. pelabelan dan penyimpanan yang tepat, data yang diamati berupa hasil peng-
amatan terhadap kesesuaian instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;
g. kesehatan karyawan, data yang diamati berupa hasil pengamatan terhadap
instruksi kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;
h. pencegahan hama, data yang diamati berupa hasil pengamatan terhadap instruksi
kerja dengan yang dilakukan di lapangan ;
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif terhadap data
primer dan data sekunder.
24
KEADAAN UMUM LOKASI
26
pertumbuhan dua digit yang konsisten dalam penjualan dan pengembangan restoran,
telah menganugrahi perseroan berbagai penghargaan dari Asia Franchise Business
Unit dari Yum! Restaurants International.
Produk
Produk unggulan perusahaan diantaranya adalah Colonel’s New Improved
Original Recipe (OR) dan Hot&Crispy. Perusahaan juga menawarkan beberapa
produk lainnya sebagai produk unggulan diantaranya Colonel Burger, Crispy Strips,
Twister, dan Colonel Yakiniku. Salain produk-produk unggulan ini, KFC juga
memenuhi selera lokal dengan menu pilihan lain seperti perkedel, nasi, salad dan sup
ayam. Aneka menu tersebut didampingi oleh sajian beberapa menu seperti pepsi,
coffee dan lainnya. Perseroan juga meluncurkan paket KFC Attack dan menu Goceng
untuk menghadirkan suasana yang berbeda.
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
penepungan
penggorengan
Deep-fat Frying HCC
suhu 171oC selama 13 menit
Deep-fat Frying IOR suhu
141oC selama 14,5 menit
29
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pembuatan ayam goreng
tepung di dalam restoran tersebut adalah sebagai berikut:
Penerimaan Daging Ayam. Penerimaan bahan baku daging ayam dengan kualitas
yang seragam diperlukan untuk menghasilkan produk olahan yang seragam pula.
Perusahaan pusat telah menyediakan pasokan karkas ayam yang akan didistribusi ke
seluruh outlet restoran sesuai dengan persyaratan standar. Adapun persyaratan
standar yang menjadi kriteria pemilihan mutu karkas ayam yang akan digunakan
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
30
Ayam yang
y digunakkan umumnyya berusia enam
e sampaii tujuh mingggu dengan
bobbot badan 1,,05-1,25 kg.. Hardjoswooro dan Ruk
kmiasih (20000) menyatak
kan bahwa
ayaam broiler umumnya
u diipotong padda umur lim
ma sampai ennam minggu
u sehingga
men
nghasilkan daging
d yang
g masih lunaak. Karkas ayam
a dipotoong komersiial menjadi
sem
mbilan poton
ngan seperti yang
y terdapaat dalam Gam
mbar 2.
Dadaa daging
Paha
P atas
Dada rusuuk
Gambar 2. Poto
ongan Sembbilan Bagian Karkas Ayaam Dan Bobot Setiap Po
otongan
31
temperatur internal daging menurut SNI 01- 3924-2009, yaitu maksimum 4 oC. Hal
ini dapat dipengaruhi oleh perubahan suhu yang terjadi selama proses pengangkutan
dari pihak penyedia ke restoran berlangsung. Temperatur internal karkas ayam segar
dingin harus tetap dijaga untuk mengurangi pertumbuhan mikroba sebelum melalui
tahapan yang lebih lanjut. Bilgili (2009) menyatakan karkas daging unggas harus
mencapai suhu internal dibawah 4,4 oC dalam empat jam setelah pemotongan dan
suhu ini harus tetap dipertahankan. Dengan demikian diperlukan pengawasan
terkontrol dari perusahaan pusat terhadap kondisi alat pengangkut yang digunakan
sehingga suhu internal karkas segar dingin tetap berada dalam kisaran standar dan
aman untuk pengolahan selanjutnya.
Standar kemasan karkas daging ayam yang diterima di restoran harus utuh,
tidak sobek, terdapat tanggal kadaluarsa, nama pengirim dan jenis ayam. Kemasan
berperan untuk mencegah kontaminasi langsung mikroba yang berasal dari udara dan
tangan manusia (Buckle et al., 2009 ). Kenyataan yang terjadi di lapang, kemasan
sering sobek dan tidak utuh, sehingga potongan karkas ayam keluar dari kemasan.
Hal ini dapat mempercepat pertumbuhan mikroba karena potongan karkas ayam
berada dalam kondisi suhu ruang. Yanti et al (2007) menyatakan bahwa daging yang
dikemas menggunakan plastik polipropilen memiliki total koloni mikroba yang lebih
rendah daripada daging yang yang dibiarkan pada suhu ruang, selain itu pemakaian
kemasan plastik juga dapat dapat menurunkan kadar air, mempertahankan kadar
protein, menurunkan nilai pH, menekan total koloni bakteri dan menurunkan
persentase susut masak daging. Kemasan yang terbuka dapat diatasi dengan
pembuatan seal penutup yang lebih rapat sehingga daging tidak mudah keluar.
Karkas ayam beku diterima dalam kemasan plastik pipih tertutup. Kemasan ini dapat
mempercepat proses pelunakan (thawing) karena ayam tidak dalam posisi
bertumpukan.
Kualitas karkas yang diterima di restoran telah melewati proses pemeriksaan
dan seleksi awal oleh perusahaan pusat dan akan diawasi secara rutin dan terkontrol
melalui laporan dokumen restoran. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa
seluruh bahan baku telah sesuai dengan antara pengiriman dari pusat hingga tiba di
restoran. Karkas yang tidak memenuhi secara fisik akan dikembalikan ke pemasok.
32
Penyimpanan. Penyimpanan daging ayam dilakukan dengan sistem first in first out
(FIFO). Bahan baku yang datang lebih dahulu harus diproses lebih awal. Hal ini
dilakukan untuk menghindari bahan baku kadaluarsa atau tidak layak karena masa
penyimpanan yang terlalu lama. Penyimpanan dingin memegang peranan penting
dalam memperpanjang umur simpan daging ayam. Mikroba patogen yang
berhubungan dengan pangan tidak dapat tumbuh di luar suhu 4-60 oC (Buckle et al.,
2009), sehingga bahan pangan tersebut akan aman apabila disimpan pada suhu
dibawah 4 oC atau di atas suhu 60 oC. Karkas ayam segar disimpan dalam chiller
dengan suhu 0-3 oC sedangkan karkas ayam beku disimpan dalam freezer pada suhu
(-23)-(-12) oC. Penyimpanan ayam segar dingin dalam chiller dapat menyebabkan
beberapa perubahan terhadap karateristik mutunya seperti penurunan pH,
peningkatan susut masak, penurunan kecerahan warna dan peningkatan susut masak
(Sens et al., 2009). Karkas ayam segar dingin yang telah diterima di restoran
langsung langsung diolah dalam waktu 24 jam untuk mengurangi perubahan kualitas
mutu dan pertumbuhan mikroba.
Penyimpanan beku akan menyebabkan perubahan komposisi nilai nutrisi dari
daging ayam karena ada perubahan reaksi fisik, kimia dan mikrobiologi yang terjadi.
Purwati (2007) menyatakan perubahan fisik yang terjadi selama penyimpanan beku
adalah peningkatan keempukan daging penurunan nilai daya mengikat air dan
kecerahan warna. Perubahan kimia yang terjadi adalah peningkatan nilai pH,
penurunan kadar protein dan kesegaran daging. Pertumbuhan mikroba tetap terjadi
walaupun dalam penyimpanan beku, terutama dari golongan psikrofilik. Ayam beku
dapat bertahan selama tiga bulan dalam freezer. Sistem penempatan bahan baku
diatur dengan penempatan pada rak untuk menghindari kontak langsung dengan
lantai, dinding dan langit-langit.
33
menjadi berkurang, struktur serat daging rusak sehingga menyebabkan tekstur daging
menjadi liat (Yu et al., 2005). Karkas yang telah dilunakkan dapat langsung
digunakan untuk proses marinade ataupun disimpan kembali dalam chiller selama 24
jam.
Dress up. Tahapan ini dilakukan sebelum proses marinade dilakukan. Proses ini
dilakukan untuk membersihkan potongan karkas dari bulu-bulu halus dan sisa ekor.
Proses ini juga dilakukan untuk mengurangi lemak-lemak yang masih menempel
pada bagian kulit, mematahkan persendian pada bagian paha atas, dan menghilang-
kan jeroan pada bagian paha atas.
Marinade. Marinade ayam dilakukan dengan menggunakan bumbu racikan dan air
es di dalam mesin marinator. Bumbu yang digunakan untuk ayam goreng ada dua
jenis, yakni bumbu resep improved original (IOR) dan resep hot and crispy (HCC).
Proses marinade untuk kedua bumbu resep ini tidak disatukan. Pengadukan ayam
dan larutan bumbu dalam mesin marinator berlangsung selama 45 menit.
Penggunaan mesin marinator dalam proses ini dapat mengganti peranan tangan
secara manual dalam mengaduk campuran bumbu dan daging ayam. Menurut Tan
dan Ockerman (2006) gerakan perputaran dalam mesin marinator dapat
meningkatkan daya kerja antimikroba dalam larutan bumbu dan mengurangi
kontaminasi mikroba dari tangan serta mempermudah proses penyerapan larutan
marinade yang telah dibuat. Ayam yang telah dimarinade ditiriskan untuk mencegah
rasa yang terlalu asin atau pedas. Ayam marinade dikemas dalam plastik yang telah
diberi label dan disimpan dalam chiller.
Penyimpanan pada chiller bertujuan agar bumbu marinade dapat lebih
meresap ke dalam daging dan mengurangi kontaminasi mikroba. Pemberian label
yang berisi tanggal dan jam pembuatan marinade dilakukan untuk mengetahui titik
singkir daging ayam. Umur simpan daging ayam yang telah dimarinade adalah 24
jam. Penggunaan ayam yang telah dimarinade minimal 2 jam untuk tahapan proses
penepungan. Jumlah daging ayam yang dikemas harus sesuai dengan jumlah daging
ayam yang dikeluarkan.
34
Penepungan (Breading). Proses pengolahan berikutnya adalah penepungan. Proses
pada kedua jenis bumbu resep original dan krispi mempunyai beberapa perbedaan
seperti teknik penepungan yang dilakukan, jenis tepung maupun meja yang
digunakan. Penepungan dilakukan bersamaan dengan pemanasan minyak untuk
penggorengan, sehingga ayam yang telah ditepung langsung siap untuk digoreng.
Pada ayam goreng resep krispi teknik penepungan dilakukan untuk menghasilkan
lapisan kerak. Teknik penepungan yang dilakukan pada resep ini adalah dengan
melakukan gerakan scoop fold dan scoop lift secara bergantian sebanyak 7 kali
sampai semua potongan ayam ditutup dengan tepung dan ayam dicelupkan ke dalam
wadah berisi air sehingga daging terendam seluruhnya dan kemudian ditepungkan
sekali lagi sehingga terbentuk lapisan tepung yang krispi. Teknik penepungan untuk
ayam goreng resep original dilakukan dengan cara melakukan gerakan scoop fold
dan scoop lift secara bergantian sebanyak 10 kali dan kemudian ditekan pada bagian
permukaan tepung sampai semua potongan tertutup tepung. Ayam yang telah selesai
ditepungkan langsung dimasukkan ke dalam fryer maksimal dalam waktu 2 menit
setelah potongan terakhir selesai ditepungkan.
Penggorengan. Penggorengan ayam resep krispi dilakukan pada open fryer sedang-
kan ayam resep original pada pressure fryer. Kedua mesin ini bekerja secara otoma-
tis dengan hitungan mundur sampai waktu pemasakan berakhir. Proses menggoreng
hanya dapat dilakukan setelah display monitor menunjukkan posisi drop dan
ketinggian permukaan minyak sampai batas level. Metode penggorengan pada ayam
resep original pada fryer dengan bertekanan pada suhu 141 oC selama 14 menit.
Penggorengan ayam resep krispi dilakukan pada open fryer dengan suhu 171 oC
selama 13 menit. Potongan ayam dimasukkan ke dalam fryer per dua potong dengan
susunan paha atas, dada rusuk, dada daging, paha bawah dan bagian sayap. Proses
pemasukan harus dimulai dari sisi belakang fryer ke arah depan agar tangan tidak
terkena cipratan minyak panas. Alarm akan berbunyi pada menit kedua sebagai tanda
penyerokan potongan ayam untuk memisahkan potongan ayam agar tidak saling
menempel. Minyak harus selalu disaring setelah selesai menggoreng. Penyaringan
akan dilakukan oleh mesin fryer secara otomatis.
35
Penyajian. Ayam yang telah digoreng ditiriskan pada holding cabinet suhu 82oC
minimal 5 menit untuk mengurangi minyak yang berlebihan dan menjaga suhu panas
produk. Penyajian ayam goreng diletakkan pada holding cabinet suhu 82 oC. Waktu
pajang untuk produk ayam goreng hanya 1,5 jam, lebih dari waktu yang telah
ditetapkan ayam dinyatakan rejected dan tidak layak untuk dijual. Produk ini akan
disimpan dalam holding cabinet selama 6 jam untuk diolah menjadi bahan tambahan
sup ayam, cream soup dan perkedel.
Kriteria Mutu Produk. Kriteria mutu untuk produk ayam goreng adalah warna
yang sesuai color chart, lapisan breading yang merata dan tidak terpecah, minyak
hanya terdapat pada sisi bone down, suhu diatas 60 oC dan masih dalam waktu umur
simpan. Khusus untuk ayam resep krispi lapisan breading mengeripik. Ayam yang
tidak memenuhi kriteria diatas tidak layak untuk dijual sebagai produk tetapi dapat
digunakan untuk produk side item.
Tabel 5. Hasil Penilaian Aplikasi GMP di Salah Satu Restoran Cepat Saji Kota
Bogor
No Uraian Bobot X
Lokasi, bangunan, fasilitas
1. Halaman bersih, tidak tercium bau busuk dari sumber
1* 0
pencemaran
2. Konstruksi bangunan 1 1
3. Desain lantai 1 1
36
No Uraian Bobot X
4. Konstruksi langit-langit dan dinding 1 1
5. Dinding kedap air 2 M 1 1
6. Konstruksi pintu dapur membuka keluar 1 0
Pencahayaan
7. Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak
3** 3
menimbulkan bayangan
Penghawaan
8. Ruangan kerja dilengkapi dengan ventilasi untuk
4 3
kenyamanan dan sirkulasi udara
Air bersih
9. Sumber air bersih yang aman, jumlahnya cukup dan air
5*** 5
bertekanan
Air kotor
10. Pembuangan air kotor dari dapur, kamar mandi, WC dan
1 1
air hujan lancar dan kering
Fasilitas cuci tangan dan toilet
12. Bak/tong sampah yang cukup untuk menampung sampah 2 2
Ruang pengolahan makanan
13. Ruangan cukup luas untuk pekerja dan terpisah dari
1 1
tempat tidur
14. Bebas dari barang tidak berguna 1 1
Karyawan
15. Bebas dari penyakit kulit, bisul, luka terbuka dan ISPA 5 5
16. Higiene 5 4
17. Pakaian kerja bersih 1 1
Makanan
18. Sumber 5 5
19. Wadah, kemasan asli dan terdaftar 1 1
Perlindungan makanan
20. Penanganan makanan pada suhu, cara dan waktu yang
5 4
memadai serta proses thawing
21. Penanganan makanan yang potensial berbahaya karena
4 4
tidak ditutup atau disajikan ulang
Peralatan makan dan masak
22. Pembersihan, penyimpanan, penggunaan dan
2 2
pemeliharaan peralatan makan dan masak
23. Alat makan dan masak yang sekali pakai tidak dipakai
2 2
ulang
24. Tahapan proses pencucian: pembersihan sisa makanan,
3 3
perendaman, pencucian dan pembilasan
Lain –lain
25. Bahan racun/pestisida tersimpan sendiri dan diberi label 5 5
26. Terlindung dari serangga, tikus, hewan peliharaan dan
4 4
hewan pengganggu lain
Khusus Golongan A.1
27. Ruangan pengolahan makanan tidak dipakai sebagai
1 1
ruang tidur
37
No Uraian Bobot X
28. Tersedia 1 buah lemari es 4 4
Khusus Golongan A.2
29. Pengeluaran asap dapur dilengkapi dengan alat
1 1
pembuang asap
30. Fasilitas pencucian dibuat dengan tiga bak pencuci 2 2
31. Fasilitas kamar ganti dan loker 1 1
Khusus Golongan A.3
32. Saluran pembuangan limbah dapur dilengkapi dengan
1 1
grease trap
33. Tempat memasak terpisah secara jelas dengan tempat
1 1
penyiapan makanan matang
34. Lemari penyimpanan dingin dengan suhu -5 oC 4 4
35. Tersedia kendaraan pengangkutan makanan yang khusus 3 3
Jumlah 83 78
Keterangan: *Kolom bobot tertulis 1, artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0 dan 1
**Kolom bobot tertulis 3 artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0, 1, 2, dan 3.
***Kolom bobot tertulis 5, artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0, 1, 2, 3, 4, dan 5
38
register, dining, play land dan area ulang tahun. Area ini dibatasi oleh dinding
sehingga kegiatan produksi tidak dapat dilihat langsung oleh konsumen. Layout
dalam bangunan dapat dilihat dalam Gambar 3.
39
Desain konstruksi lantai dibuat supaya tahan lama, rapat/kedap air, asam,
basa, garam dan bahan kimia lainnya. Konstruksi lantai telah memenuhi nilai bobot
maksimal seperti yang dipersyaratkan. Lantai mempunyai kemiringan yang cukup
kearah pembuangan air sehingga memudahkan pengaliran air, mempunyai saluran air
yang dilengkapi dengan lubang penahan bau. Pertemuan antara lantai dan dinding
membentuk sudut siku-siku. Hal ini dapat menyebabkan kotoran dan air tertahan di
bagian sudut dan sulit dibersihkan (Crammer, 2006).
Dinding dalam restoran telah memenuhi bobot penilaian maksimal karean
terbuat dari bahan yang halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mengelupas
dan mudah dibersihkan. Selain itu, dinding yang berada di bagian penggorengan
dilapisi stainless steel sehingga tidak mengelupas dan masuk dalam wadah
penggorengan akibat uap panas. Bahan dinding kedap air setinggi ±2,5 m dari lantai
sehingga sesuai dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Bagian dinding
dibersihkan setiap hari sehingga tetap terpelihara dan bebas dari debu.
Bagian langit-langit dalam ruang pengolahan restoran dilapisi cat tahan panas
sehingga memenuhi persyaratan bobot penilaian maksimal. Namun demikian, langit-
langit yang terdapat di ruang pengolahan dilapisi cat berwarna hitam sehingga sulit
untuk diperiksa kebersihannya secara kasat mata. Tinggi langit-langit dari lantai
sekitar 3 m sehingga aliran udara cukup dan dapat mengurangi panas dari proses
produksi. Bagian langit-langit tidak ada yang berlubang untuk mencegah tikus dan
serangga.
Pintu ruang pengolahan tidak membuka keluar sehingga tidak memenuhi nilai
bobot maksimal persyaratan yang ditetapkan. Pintu ruang pengolahan yang tidak
membuka keluar berpotensi membawa debu atau kotoran dari udara luar masuk ke
dalam ruang pengolahan (Crammer, 2006). Pintu pada ruang pengolahan terbuat dari
bahan yang tahan lama dan tidak mudah pecah. Pintu dicat dengan warna merah
terang. Pintu toilet dilapisi dengan bahan yang tidak menyerap air sehingga mudah
dibersihkan.
Sistem Pencahayaan
Sistem pecahayaan memegang peranan penting dalam desain interior
restoran. Sistem pencahayaan pada restoran ini telah memenuhi nilai maksimal
standar persyaratan yang ditetapkan. Daya sambungan listrik yang direncanakan
40
pada restoran ini adalah 131.000 watt atau 131 kVA dengan rata-rata penggunaan
perhari adalah 4,77 kVA. Bagian dining room memanfaatkan cahaya matahari pada
saat siang hari untuk penerangan dan sistem lampu pada malam hari. Efek dari lampu
dapat menimbulkan kesan maupun citra tertentu pada konsumen. Namun demikan,
pada bagian counter register pencahayaan dilengkapi dengan lampu yang cukup
terang sepanjang hari sehingga memudahkan konsumen dalam memilih menu
makanan. Khusus ruang pengolahan makanan yang tertutup, sistem pencahayaan
dibuat dengan memanfaatkan lampu yang menyala sepanjang hari. Intensitas cahaya
cukup terang untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan
pekerjaan secara efektif. Sistem pencahayaannya tidak menimbulkan silau dan
distribusinya telah diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bayangan.
Sistem Penghawaan
Sistem pengaturan udara pada bagian dalam dinning restoran menggunakan
alat bantu pengondisian udara (air conditioning) sedangkan bagian dalam ruang
pengolahan dengan kipas angin (fan). Jendela pada ruang pengolahan hanya terdapat
dibagian drive through. Hal ini sesuai dengan pendapat Crammer (2006) bahwa
ruang pengolahan sebaiknya tidak dilengkapi dengan jendela yang terlalu banyak
untuk menghindari pencemaran dari luar.
Ruang dapur, khususnya di tempat penggorengan dilengkapi dengan exhaust
vent untuk mengatur udara. Exhaust vent ini dalam kondisi aktif berjalan saat
aktivitas dapur setiap hari. Suhu ruang pengolahan masih terasa panas terutama pada
saat aktivitas penggorengan dilakukan sehingga bobot nilai untuk sistem penghawaan
tidak dapat memenuhi nilai maksimal.
41
diarahkan ke bawah yang menggunakan bantuan gaya gravitasi. Air diambil dari
sumber air yang terletak di bawah, lalu ditampung dalam tangki air yang berada di
bagian atas gedung, kemudian didistribusikan.
Air Kotor
Sistem pembuangan air kotor telah memenuhi bobot maksimal dari
persyaratan higiene dan sanitasi yang telah ditetapkan. Sarana pembuangan air
limbah diatur sedemikian rupa sehingga air yang dibuang keluar dari restoran tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan. Sarana toilet terdapat di bagian dalam
restoran dan musholla luar. Toilet tidak terbuka langsung dengan ruang proses
pengolahan. Sumber air mengalir dan saluran pembuangan dalam kondisi baik.
Jumlah toilet masih kurang memenuhi karena jumlah toilet yang tersedia adalah tiga
buah sedangkan jumlah karyawan sekitar 50 (lima puluh) orang dan estimasi
pengunjung sekitar seribu lima ratus orang per hari (Dokumen UKL-UPL restoran,
2010). Namun demikian, tidak terlihat antrian yang panjang diantara para konsumen
yang akan menggunakan toilet. Limbah cair diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan
keluar restoran. Berikut ini merupakan rataan hasil pengukuran limbah cair yang
dihasilkan dalam restoran per m3 per bulan.
42
Sugiharto (1987) menyatakan bahwa perkiraan air limbah tanpa mengalami
proses daur ulang kembali antara 85%-95% dari total penggunaan air. Dengan
demikian, limbah cair yang dihasilkan oleh restoran adalah sebesar 29,14 m3 per hari
atau 874,20 m3 per bulan. Pengelolaan terhadap limbah cair telah dilakukan dengan
cara : 1) tidak membuang limbah cair dapur secara langsung ke badan air, 2) limbah
cair dari toilet dan kloset langsung disalurkan ke septic tank/biotank dan rembesan,
3) air bekas dari kamar mandi, toilet dan kloset tidak disalurkan ke saluran drainase
kota, 4) penyedotan tinja pada septic tank dilakukan minimal 1 tahun sekali dan 5)
melakukan pengurasan minimal satu kali dalam sehari.
Pengukuran kualitas limbah cair dari dapur dilakukan secara berkala 6 bulan
sekali. Hasil pengukuran disesuaikan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 112 Tahun 2003 tentang limbah cair domestik. Limbah hasil sisa dapur tidak
dibuang langsung ke badan air namun diolah terlebih dahulu di dalam grease trap.
(a) (b)
Alat ini dipasang pada saluran sink untuk mencegah kotoran yang besar, sisa-
sisa makanan dan lemak yang mengeras yang dapat menyumbat saluran pembuangan
di lantai. Sisa-sisa makanan tersebut juga dapat mencemari lingkungan di sekitar
restoran. Alat penyaring di dalam grease trap akan menangkap sisa-sisa makanan
dan kotoran serta ruang-ruang penyekat yang terdapat di dalamnya akan menahan
lemak sisa-sisa makanan saat dilakukan pencucian di dalam bak cuci. Penggunaan
grease trap dalam restoran berperan penting dalam menjaga sanitasi dan kebersihan
43
air limbah agar tidak langsung masuk dan mencemari sistem pembuangan umum
masyarakat. Pengukuran kualitas air limbah sisa kegiatan dapur di restoran dapat
diketahui melalui pengujian terhadap pengambilan sampel dalam grease trap. Tabel
6 berikut ini menyajikan hasil pengukuran kualitas air limbah sisa kegiatan dapur di
restoran.
44
pembuangan akhir. Tidak hanya itu, timbunan minyak dan lemak dapat
menimbulkan bau yang tidak sedap.
45
dapat menggunakan toilet yang dipergunakan untuk pengunjung maupun yang
terdapat dalam mushalla.
Karyawan
Higiene dan kesehatan karyawan yang baik dapat memberi jaminan bahwa
produk yang diolah aman untuk dikonsumsi. Higiene karyawan di restoran meliputi
pemeriksaan kesehatan, kebersihan dan kebiasaan. Perilaku kebersihan dan higiene
karyawan belum dapat memenuhi nilai bobot maksimal syarat standar sanitasi dan
higiene. Beberapa karyawan yang menunjukkan gejala sakit seperti flu dan bersin
masih ada yang berhubungan langsung dengan makanan tanpa menggunakan masker.
Bersin dapat menjadi vektor penularan bakteri staphylococci (Gaman dan
Sherrington, 1992).
46
Kebiasaan cuci tangan sebelum menangani bahan mentah kurang memenuhi.
Kontaminasi silang dapat terjadi apabila tangan dalam kotor sebelum mengolah
makanan. Kebiasaan karyawan yang mengenakan perhiasan seperti cincin dapat
menyebabkan pencemaran fisik terhadap produk berupa serpihan logam dari cincin
yang dapat ikut masuk dalam pengolahan makanan (Crammer, 2006).
Pakaian kerja karyawan dipakai langsung dari rumah sesuai dengan peraturan
manajemen, namun hal ini dapat berpotensi menimbulkan pencemaran dari kotoran
atau kuman yang selama perjalanan dari rumah ke tempat bekerja (Crammer, 2006).
Dengan demikian, untuk karyawan yang bekerja dalam unit pengolahan makanan
sebaiknya menggunakan pakaian khusus yang dipakai pada saat bekerja dalam ruang
ruang pengolahan restoran. Pakaian kerja karyawan sebaiknya dilengkapi dengan
hairnet yang dapat menutup seluruh rambut karena sebagian besar konsumen sensitif
terhadap keberadaan rambut dalam makanan yang dikonsumsi (Arduser dan Brown,
2005).
47
Tabel 8. Spesifikasi Penerimaan dan Penyimpanan Bahan
48
Tabel 9. Peralatan Produksi Ayam Goreng
No Nama mesin/alat Fungsi
1 Chiller Lemari pendingin tempat menyimpan bahan mentah dan
bahan setengah jadi,
2 Freezer menyimpan produk pada temperatur beku guna menjaga
keaslian bahan dan menghambat pertumbuhan bakteri
3 Marinator memberi bumbu Original Recipe Chicken dan Hot dan Crispy
Chicken
4 Breading table Tempat proses breading dilakukan
5 Open Fryer menggoreng beberapa produk restoran.
6 Pressure Fryer menggoreng Original Recipe Chicken
7 Holding Cabinet menyimpan produk-produk matang agar tetap panas sampai
produk terjual
8 Holding Cabinet Flip menyimpan produk-produk matang agar tetap panas sampai
Up Door produk tersebut terjual
9 Display Holding alat yang digunakan untuk meletakan produk-produk restoran
Cabinet yang siap untuk dipasarkan
10 Thermometer Memeriksa temperatur
11 Perforated lug Menampung ayam yang dikeluarkan dari dalam tabung dan
meniriskan larutan marinade
12 Thawing sink Bak khusus untuk pelunakan (thawing)
49
Persyaratan khusus lainnya adalah adanya pelatihan dan pembinaan yang
dilakukan pada setiap karyawan yang akan bekerja. Pelatihan yang dilakukan dalam
restoran ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada karyawan mengenai
prinsip-prinsip dan praktek pengolahan makanan. Pelatihan juga dimaksudkan untuk
meningkatkan kesadaran karyawan akan peranannya dalam melindungi makanan
terhadap pencemaran dan penurunan mutu sebelum melakukan tugas sehari-hari.
Pengawasan terhadap proses produksi yang dilakukan setiap hari dilakukan
oleh manajer dan assisten manajer. Penanggung jawab bidang produksi mempunyai
tugas rangkap sebagai penanggung jawab pengawasan mutu. Pengawasan dari
perusahaan dilakukan oleh departemen QA yang dilakukan secara teratur setiap tiga
bulan sekali. Selain dari departemen QA, pihak restoran juga melakukan survey
untuk menilai penampilan restoran yang dievaluasi menurut sudut pandang
pelanggan yang disebut dengan CHAMPS check. Penilaian ini meliputi kebersihan,
keramahtamahan terhadap pelanggan, ketepatan pemesanan, pemeliharaan fasilitas,
kualitas produk dan kece-patan pelayanan. Penilaian ini bertujuan untuk meyakinkan
setiap pelanggan agar mendapatkan pengalaman yang berkualitas dan selalu konsis-
ten pada setiap kunjungannya di restoran.
50
Keamanan Air
Air yang digunakan dalam proses produksi harus memenuhi persyaratan
untuk air minum sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI NO. 907/MENKES-
/SK/VII/2002. Air dapat berasal dari sumber mata air pemerintah maupun air sumur
artesis. Jalur air yang digunakan untuk air minum dan produksi harus terpisah dan
mempunyai sistem vacuum break dari jalur air yang digunakan untuk keperluan lain
(Crammer, 2006). Rancang bangun jalur air juga dibuat untuk mencegah agar air
buangan tidak masuk ke dalam saluran air minum (Arduser dan Brown, 2005).
Sistem penyedia air panas otomatis diperlukan untuk proses kebersihan karena air
panas mudah melarutkan lemak.
Kebutuhan air bersih restoran dipenuhi dari PDAM kota Bogor. Kebutuhan
air minum karyawan berasal dari air minum dalam kemasan. Rata-rata penggunaan
air untuk kebutuhan operasional restoran per harinya sebesar 30,98 m3/hari. Air ini
telah memenuhi syarat untuk air minum dan sesuai standar SNI. Air digunakan untuk
aktivitas dapur seperti masak/produksi, pencucian peralatan, kebersihan bangunan,
wudhu/mushalla, taman dan toilet. Keamanan air sudah cukup memenuhi hanya saja
untuk pemeriksaan kualitas air secara periodik tidak dilakukan rutin oleh departemen
yang bersangkutan.
51
dalam ember hanya boleh digunakan maksimal 2 jam atau diganti setiap kali terlihat
kotor dan keruh.
52
membungkus nasi dan membuat pesanan. Area memasak dan persiapan bahan di
dapur hanya boleh dilakukan oleh karyawan yang lulus test atau yang mendapat
giliran rotasi pekerjaan. Pencegahan kontaminasi silang juga dilakukan dengan
sistem manajemen kain lap handuk. Tabel 10 menunjukkan manajemen terhadap
penggunaan kain lap yang telah dilakukan dalam restoran.
Fasilitas Sanitasi
Sarana pencuci tangan hanya terdapat satu buah dan terletak di pintu masuk
ruang pengolahan. Crammer (2006) menyatakan sarana pencuci tangan sebaiknya
ditempatkan sesuai dengan desain bangunan yang sering dilalui karyawan tidak
hanya sekedar mengisi ruang bangunan yang tersedia. Sarana pencuci tangan
merupakan faktor yang terpenting untuk mencegah kontaminasi silang. Sarana ini
masih kurang memenuhi fasilitas sanitasi karena kran air yang masih harus diputar
manual dan tidak dilengkapi dengan alat pengering tangan. Beberapa kebiasaan
53
karyawan untuk mengeringkan tangan pada baju seragam yang dipakai juga dapat
menjadi potensi pencemaran karena tangan yang sudah dicuci dapat tercemar
kembali. Sarana pencuci tangan harus terpisah dengan sarana pencucian produk dan
peralatan lain untuk mencegah kontaminasi silang. Namun demikian, beberapa
karyawan masih ada yang mencuci tangan di sink pencuci produk dan peralatan.
Prosedur mencuci tangan yang benar dan peringatan untuk mencuci tangan saat akan
mengolah produk dan setelah menangani produk dipajang di depan sarana pencuci
tangan.
Setiap karyawan mendapat 2 pasang seragam yang akan dipakai dalam jam
kerja 40 jam seminggu. Pakaian ini harus dicuci setiap hari agar tidak menjadi
tempat pertumbuhan bakteri. Fasilitas foot bath tidak terdapat di area sebelum pintu
masuk. Fasilitas ini penting untuk mencegah tanah dan debu masuk dalam area
proses produksi (Crammer, 2006).
54
yang mengandung toksik seperti larutan pembersih dan bahan sanitasi bertujuan
untuk mencegah kesalahan penggunaan dan penyimpanan bahan tersebut.
Produk ayam beku disimpan dalam freezer dan diberi identitas berupa tanggal
masuk dan tanggal batas akhir penyimpanan tiga bulan. Ayam segar yang disimpan
dalam chiller hanya dapat digunakan untuk proses marinade dalam waktu 24 jam.
Ayam yang telah dimarinade diberi label waktu proses marinade dan dapat
digunakan minimal 2 jam dan maksimal 24 jam. Pemberian label pada ayam
marinade dilakukan untuk mengawasi sistem FIFO ayam yang akan digoreng.
Pencegahan Hama
Hama merupakan binatang atau serangga yang tidak dikehendaki
keberadaannya baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak dalam makanan.
Penerapan praktik higiene yang benar dapat dilakukan untuk mencegah hama masuk
dan berkembang. Hama seperti tikus, serangga, lalat, kecoa dan lainnya dapat
menyebabkan penurunan mutu dan keamanan makanan. Restoran telah didesain dan
dikonstruksi untuk mencegah serangan hama. Konstruksi lubang dan saluran
pembuangan dibuat miring untuk mencegah masuknya hama tikus melalui got.
Selain desain dan konstruksi bangunan yang khusus, pencegahan sarang hama juga
dapat dilakukan dengan penyusunan dan penyimpanan bahan makanan. Wadah
makanan terbuat dari bahan tahan lama dan disusun dalam posisi yang tidak
langsung terkena dengan lantai dan jauh dari dinding dan langit-langit.
55
Pembasmian hama menggunakan jasa komersial terminix yang telah
mendapat rekomendasi dari perusahaan sehingga tidak mempengaruhi mutu dan
keamanan produk. Jasa pembasmian hama dilakukan setiap 1 kali dalam 2 minggu
pada malam hari. Pengendalian hama dilakukan dengan menjaga kebersihan ruang
penyimpanan dan tempat pembuangan sampah. Saluran pembuangan air ditutup
untuk mencegah hama tikus masuk dalam restoran. Pemberantasan hama dilakukan
secara rutin dua minggu satu kali oleh tim pembasmi hama dari komersil yang
ditunjuk perusahaan pusat.
56
Tabel 11. Dokumentasi Monitoring, Koreksi dan Rekaman Pelaksanaan Delapan Kunci SSOP
Aspek SSOP Pemantauan Koreksi Rekaman
Keamanan air Keamanan air Keamanan air Keamanan air
• Pemeriksaan kualitas air • Sumber air yang digunakan • Rekaman bukti
dilakukan setiap tiga bulan telah mengalami pengujian pembayaran air (PAM)
sekali oleh departemen terlebih dahulu sebelum • Rekaman analisis
kesehatan digunakan pemeriksaan air oleh
• Pembedaan yang jelas antara • Penggunaan air dapat departemen kesehatan
air yang digunakan untuk dibedakan antara air yang
proses produksi dengan air kontak langsung dengan
yang digunakan untuk toilet, bahan pangan dan air yang
mushalla dan sistem digunakan untuk toilet,
pendingin mushalla dan sistem
• Sumber air panas yang cukup pendingin
• Kualitas air bersih yang • Kualitas air untuk pengolahan
digunakan memenuhi batas pangan sama dengan kualitas
syarat peraturan Menteri air untuk air minum
Kesehatan RI NO. • Syarat mutu air yang
907/MENKES-/SK/VII/2002 digunakan sesuai dengan
standard yang berlaku
Menteri Kesehatan RI NO.
907/MENKES-/SK/VII/2002
• Dilakukan monitoring secara
berkala terhadap pipa saluran
dan proses sanitasi yang
dilakukan pada bak
penampungan
57
Aspek SSOP Pemantauan Koreksi Rekaman
Kondisi dan Kebersihan Kondisi dan Kebersihan Kondisi dan Kebersihan Kondisi dan Kebersihan
Permukaan yang Kontak Permukaan yang Kontak dengan Permukaan yang Kontak dengan Permukaan yang Kontak
dengan Bahan Pangan Bahan Pangan Bahan Pangan dengan Bahan Pangan
• Pemeriksaan kebersihan dan • Proses produksi tidak • Pencatatan jadwal
perlengkapan peralatan dilakukan/dihentikan apabila kebersihan di dinding
dilakukan setiap hari peralatan dalam keadaan rusak dapur
sebelum proses produksi • Peralatan yang digunakan • Inspeksi sanitasi dilakukan
dilakukan dalam keadaan bersih dan setiap 3 bulan oleh
• Peralatan yang digunakan bebas karat departemen QA
dalam keadaan bersih dan • Pelatihan dan pembinaan • Pencatatan konsentrasi
bebas karat terhadap karyawan terhadap klorin setiap hari
• Pencatatan jadwal kebersihan kebersihan
• Pengujian konsentrasi klorin • Perbaikan konsentrasi
setiap 8 jam sekali dalam sanitizer
satu hari
• Penggunaan desinfektan dan
konsentrasinya dibatasi agar
tidak mencemari produk dan
membahayakan keamanan
pangan
Pencegahan Kontaminasi Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan Kontaminasi
Silang Silang
• Seragam kerja dipakai dari • Seragam kerja dilapisi apron, • Rekaman inspeksi sanitasi
rumah penutup kepala dan sepatu periodik oleh departemen
• Karyawan yang tidak khusus yang hanya dipakai di QA
mencuci tangan sebelum dan ruang produksi • Pelatihan dan pembinaan
setelah melakukan proses • Pelaksanaan higiene personal karyawan
58
Aspek SSOP Pemantauan Koreksi Rekaman
produksi yang baik
• Pengujian suhu ayam matang • Produk yang tidak mencapai
(85 oC) sekali dalam satu suhu tidak disajikan pada
shift 8 jam konsumen
• Pencatatan jumlah bahan • Bahan yang tidak sesuai
yang diterima, digunakan, dengan pesanan tidak diterima
rusak serta jumlah bahan • Pelatihan dan pembinaan
tambahan terhadap karyawan
• Karyawan yang dibagian
cook tidak memegang bagian
ayam mentah dan produk lain
Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi
• Sarana pencuci tangan di • Sarana pencuci tangan di • Pencatatan jadwal
bagian dapur dilengkapi bagian dapur sebaiknya karyawan untuk
dengan air mengalir, sabun dilengkapi dengan alat membersihkan toilet dan
cair, tissue dan instruksi pengering tangan locker
pencuci tangan • Tempat sampah di area • Rekaman inspeksi sanitasi
• Sarana pencuci tangan di dapur sebaiknya dilengkapi periodik oleh departemen
bagian dinning telah dengan sistem penutup QA
dilengkapi dengan air pijakan kaki sehingga tidak
mengalir, sabun cair dan mengotori tangan
pengering tangan • Toilet dibersihkan secara
• Tempat sampah di area dapur berkala dan sesuai jadwal
berpenutup, dilapisi plastik yang telah ditetapkan
dan dibersihkan secara rutin • Ruang locker dibersihkan
• Tempat sampah di area untuk mencegah sarang
dinning dimasukkan dalam hama
condiment bar
• Toilet dibersihkan secara
59
Aspek SSOP Pemantauan Koreksi Rekaman
berkala, air yang tersedia
dalam jumlah cukup
• Loker disediakan di depan
pintu masuk khusus
karyawan
Perlindungan Bahan Pangan Perlindungan Bahan Pangan Perlindungan Bahan Pangan dari Perlindungan Bahan Pangan
dari Cemaran (Adulteran) dari Cemaran (Adulteran) Cemaran (Adulteran) dari Cemaran (Adulteran)
• Pemisahan antara area • Bahan mentah hanya boleh • Rekaman inspeksi
persiapan bahan mentah dipersiapkan di area persiapan sanitasi periodik oleh
dengan area pemasakan • Sanitizer ditempatkan terpisah departemen QA
(cook) dengan bahan pangan
• Bahan sanitizer ditempatkan
terpisah
• Ruang zanitor yang terpisah
dengan area produksi
Pelabelan, Penggunaan Bahan Pelabelan, Penggunaan Bahan Pelabelan, Penggunaan Bahan Pelabelan, Penggunaan Bahan
Toksin dan Penyimpanan Yang Toksin dan Penyimpanan Yang Toksin dan Penyimpanan Yang Toksin dan Penyimpanan
Tepat Tepat Tepat Yang Tepat
• Bahan-bahan yang • Penggantian label bahan • Rekaman inspeksi
mengandung toksin diberi toksin yang rusak sanitasi periodik oleh
label dan disimpan dalam • Penggantian wadah yang departemen QA
tempat yang terpisah rusak
• Bahan toksin ditempatkan
dalam wadah tertutup dan
diberi petunjuk penggunaan
Kontrol Kesehatan Pegawai Kontrol Kesehatan Pegawai Kontrol Kesehatan Pegawai Kontrol Kesehatan Pegawai
• Pemeriksaan kesehatan bagi • Calon karyawan yang boleh • Inspeksi harian
calon karyawan yang akan bekerja memenuhi syarat kesehatan karyawan oleh
bekerja kesehatan on duty manager setiap
60
Aspek SSOP Pemantauan Koreksi Rekaman
• Karyawan yang bekerja tidak • Penggunaan masker untuk hari
dalam keadaan sakit karyawan yang menderita flu
• Luka ditutup dengan plester dan pilek ringan
• Penggantian biaya untuk
karyawan yang sakit
61
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengolahan daging ayam yang dilaksanakan dalam restoran cepat saji
dilakukan sesuai dengan prosedur standar untuk menghasilkan produk yang
berkualitas. Penilaian bobot aplikasi GMP di restoran yang sesuai dengan
KEPMENKES RI 715/MENKES/SK/V/2003 memenuhi dengan skor 78 dari nilai
maksimal 83. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti lokasi belakang
restoran yang berbatasan dengan parit yang dapat menimbulkan sarang hama dan
berbau busuk; sistem pengaturan udara yang masih terasa panas dalam ruang
pengolahan dan higiene karyawan. Pengawasan terhadap penerapan GMP dan SSOP
dilakukan secara langsung oleh pihak manajer yang bertugas harian dalam restoran
dan pengawasan periodik dilakukan oleh perusahaan pusat.
Saran
Beberapa saran yang disampaikan untuk mewujudkan standar higiene dan
sanitasi sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas adalah sebagai
berikut:
a. higiene dan kebiasaan karyawan masih perlu diperhatikan seperti mengurangi
kebiasaan untuk mengobrol saat melakukan pekerjaan terutama menangani bahan
ayam mentah, memakai hairnet sebelum memakai topi untuk menghindari rambut
yang jatuh dan mengenai produk pangan, seragam atau pelindung pakaian yang
khusus dan hanya dipakai saat bekerja di dapur dan meningkatkan pembinaan
tentang pentingnya sanitasi kepada karyawan.
b. sarana pencuci tangan di bagian dapur sebaiknya dilengkapi dengan pengering
otomatis seperti yang terdapat di bagian dinning.
c. pengontrolan yang efektif pada saat penerimaan bahan baku terutama ayam
mentah, seperti kondisi kemasan, suhu dan proses penurunan ayam dari truk
pengangkut, dan
d. sistem ventilasi exhaust fan di bagian dapur sebaiknya ditambah untuk
mengurangi hawa panas terutama pada saat penggorengan dilakukan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah di Surga atas berkat dan
kasih setia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi. Penulis menyampaikan
terima kasih kepada pembimbing skripsi utama Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. dan
pembimbing anggota Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. yang telah banyak memberikan
nasihat serta bimbingan mulai dari penulisan proposal penelitian sampai penyusunan
skripsi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ir.Afton Atabany, M.Si.
selaku dosen pembimbing akademik, Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si., Ir. Widya
Hermana, M.Si. dan M. Baihaqi, S.Pt., M.Sc. selaku dosen penguji sidang atas saran
dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
Rasa terima kasih Penulis sampaikan juga kepada kedua orang tua tercinta,
bapak Abraham Sentosa Sinuhaji dan mamak Asna Br. Ginting serta kedua saudara
terkasih Theresya dan Ayub untuk semua dukungan, doa, kebersamaan dan dana
sehingga penulis berhasil menyelesaikan studi di IPB. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Yayasan Beasiswa Oikumene (YBO) yang telah membantu
dukungan dana akademik kepada penulis selama menjalani kuliah.
Skripsi ini dapat selesai karena adanya bantuan dan kerjasama dari pihak
restoran cepat saji dan bagian HRD kantor pusat. Penulis menyampaikan terima
kasih kepada Bapak Rodi selaku Head Manager restoran, assistant manager serta
para karyawan. Terima kasih untuk suasana kekeluargaan dan pengalaman baru
selama magang penelitian berlangsung. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada Yesua yang bersedia menjadi rekan kerja selama magang penelitian.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga besar IPTP 44,
PMK IPB, Permata GBKP, teman-teman di Griya Ananta (Yesika, Krisna, Desi,
Helen, Rosinta, Era, Esti dan Priskila), teman seperjuangan 44, Vlorentina, Ribka,
Tri Utami, Bambang, kelompok kecil, Conny, Diana, Selvi dan Pani dan semua
teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu. Akhir kata, penulis
sampaikan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan, serta kepada
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan
dunia pendidikan dan peternakan. Amin.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Edisi ke-2. Satu Gunung Budi, Bogor.
Aprido, B. 2005. Optimalisasi distribusi dan penyimpanan persediaan karkas ayam
broiler pada PT.Fast Food Indonesia, Tbk di wilayah Jabotabek. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Arduser, L. & D. R.,Brown. 2005. HACCP & Sanitation in Restaurants and Food
Service Operations. Atlantic Publishing Group, Inc., Ocala.
Badan Standardisasi Nasional.2009. SNI 3924:2009. Mutu Karkas dan Daging
Ayam, Jakarta.
Bilgili, S. F. 2009. Poultry Meat Inspection and Grading. In: C.M.Owens,
C.Z.Alvarado & A.R.Sams. Poultry Meat Processing 2nd Edition. CRC
Press, New York.
Bohaychuk, V. M., G. E.Gensler, R. K.King, K. I Mannien, O. Sorensen, J. T. Wu,
M. E. Stiles & L. M. McMullen. 2006. Occurrence of pathogens in raw and
ready to eat meat and poultry products collected from the retail marketplace
in Edmonton, Alberta, Canada. J. Food Prot. 69:2176-2182.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. E.Fleet & M. Wooten. 2009. Ilmu Pangan:
Terjemahan Hari Purnomo & Adiono. UI Press, Jakarta.
Choe, E. & D. B.Min. 2007. Chemistry of deep fat frying oils. J. Food Sci 72 (5) :
77-86.
Crammer, M, 2003. Microorganism of Concern For Food Manufacturing. In:
M.Crammer (Ed). Food Plant Sanitation. CRC Press, New York.
Crammer, M. 2006. Food Plant Sanitation, Design, Maintenance, and Good
Manufacturing Practices. CRC Press, New York.
Dawson, P. L., S. Mangalassary & B. W.Sheldon. 2009. Thermal Processing of
Poultry Products. In Da-Wen Sun (Ed). Thermal Food Processing. CRC
Press, New York.
Djaafar, T. F.& S. Rahayu. 2007. Cemaran mikroba pada produk pertanian penyakit
yang ditimbulkan dan pencegahannya. Litbang Pertanian, 26(2): 67-75.
Direktorat Surveilan & Penyuluhan Keamanan Pangan. 2005. Kejadian Luar Biasa
Keracunan Pangan. Badan POM RI, Jakarta.
Dokumen Upaya Kendali Lingkungan (UKL)- Upaya Pantau Lingkungan (UPL).
2010. Laporan Pemantauan Lingkungan Restoran Cepat Saji Periode II
Juli-Desember 2010. Bogor.
Fiszman, S. 2009. Quality of Battered or Breaded Fried Product. In : S.Sahin &
S.G.Sumnu (Eds.). Advances in Deep-Fat Frying of Foods. CRC Press, New
York.
Gaman, P. M. & K. B.Sherrington. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi.
Guardian, G. 2011. Grease Guardian Operation System. http: www.greaseguardian.
com.[16 Agustus 2011].
Gustiani, E. 2009. Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak
(daging dan susu) mulai dari peternakan sampai dihidangkan. Litbang
Pertanian.28 (3):96-100.
Hardjosworo, S. P. & Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas.
Penebar Swadaya, Jakarta.
[ILSI] International Life Science Institute. 2005. Achieving continuous improvement
in reductions in foodborne listeriosis a risk-based approach. J.Food
Protection. 68 ( 9): 1932–1994
Jenie, B. S. L. 1989. Sanitasi dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Jenie, B. S. L. 2009. Pengembangan Bidang Ilmu Mikrobiologi Pangan dalam
Menyikapi Masalah Keamanan Pangan dan Tren Pangan Fungsional.
Dalam: Peranan IPTEKS dalam Pengembangan Pangan, Energi, SDM dan
Lingkungan yang Berkelanjutan. IPB Press, Bogor.
[Kepmenkes] Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002. Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Minum. Jakarta.
[Kepmenkes] Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.2003. Nomor
715/MENKES/SK/V/2003. Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga.
Jakarta.
[Kepmenling]. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 2003. Nomor
112/MENLING/2003. Tentang limbah cair domestic.
Lawrie, R. A.2003. Ilmu Daging. Terjemahan: Aminuddin P. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Ma'arif, M. S. & Hendri, T. 2003. Manajemen Operasi. Grasindo, Jakarta.
Marlina, E. 2008. Panduan Perancangan Bangunan Komersial. Edisi I. Andi,
Yogyakarta.
Marriot, N. G. 1999. Principle of Food Sanitation 4th Edition. An Aspen
Publication, Maryland.
Mead, G. C. 2004a. Poultry Meat Processing and Quality. Woodhead Publishing
Limited, England.
Mead, G. C.2004b. Microbiological quality of poultry meat. J.Braz.Poul.Sci.6:135-
142.http://bsas.org.uk/downloads/genchan/paper1.pdf. [2 Desember 2010]
65
Meldrum, R. J., R. M. M. Smith & I. G. Wilson. 2006. Three year surveillance
program examining the prevalence of Campylobacter and Salmonella in
whole retail raw chicken. J. Food Prot. 69:928-931.
Muchtadi, T. R. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Edisi ke-3. IPB Press,
Bogor.
Oasily, T., C. L.Griffis, E. M. Martin, B. L. Beard, A. Keener & J. A. Marcy. 2006.
Thermal inactivation studies of Eschericia coli 0157:H7, Salmonella, and
Listeria monocytogenes in ready to eat chicken-fried beef patties. J.Food
Prot. 69:1080-1086.
Panebianco A., G. Ziino, M. Gallo & A. Giuffrida. 2004. Application of Monitoring
Score System to Catering Industry. In : F.J.M. Smulders & J. D.C. (Eds).
Safety Assurance During Processing. Wageningen Academic Publishers,
Netherlands.
Parker, R. 2003. Introduction to Food Science. Delmar Thomson Learning, Inc.,
Albany.
Purwati. 2007. Efektifitas plastik polipropilen rigid kedap udara dalam menghambat
perubahan kualitas daging ayam dan daging selama penyimpanan beku.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sahin, S. & S. G.Sumnu. 2009. Advances in Deep-Fat Frying of Foods. CRC Press,
New York.
Sams, A. R. 2001. Poultry Meat Processing. CRC Press, New York.
Sams, A. R. & C.M. Owens. 2009. Second Processing: Parts, Deboning, and Portion
Control. In : C.M.Owens, C.Z.Alvarado & A.R.Sams. Poultry Meat
Processing 2nd Edition. CRC Press, New York.
Sens, R. A., M. Muthkumar & B. M. Naveena. 2009. Colour defects, quality and
shelf life of commercially processed broiler carcass. Abstract. J.Indian.
Poul.Sci.44
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sunatmo, T. A. 2009. Mikrobiologi Esensial. Ardy Agency, Jakarta.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Edisi ke-1. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta.
Tan, F. J. & H. W. Ockerman. 2006. Applicability of nisin and tumbling to improve
the microbiological quality of marinated chicken drumstick. J. Anim.
Sci.19:292-296.
66
USFDA. 2011. Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP) Systems.
http://www.accessdata.fda.gov/scripts/cdrh/cfdocs/cfcfr/CFRSearch.cfm?fr=
120.6&SearchTerm=sanitation%20and%20standard [21 Agustus 2011]
WHO, 2007. Food Safety and Foodborne Illness. http://www.who.int/mediacentre
factsheet/fs237/en/ [10 Agustus 2011]
Winarno, F. G & Surono. 2002. GMP, Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M-Brio
Press, Bogor.
Winarno, F. G. 2007. Analisis Laboratorium (Gastroenteritis dan Keracunan
Pangan). Cetakan 1. M-Brio Press, Bogor.
Winnipeg. 2011. Grease Trap. http://www.winnipeg.ca/waterandwaste/ sewage/
grease Traps .stm&docid=w45_hF5VIBDDTM&imgurl [16 Agustus 2011]
Yanti, H., Hidayati & Elfawati. 2007. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik
PE(polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) di pasar arengka kota
Pekanbaru. J. Peternakan 5(1): 22-27.
Yu, L. H., E. S. Lee, J. Y. Jeong, H. D. Paik, J. H. Choi & C. J. Kim. 2005. Effects of
thawing temperature on the physicochemical properties of pre-rigor frozen
chicken breast and leg muscles. Meat Sci. (71) 375–382.
67
LAMPIRAN
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran
69
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran
70
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran
71
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran
72
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran
73
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran
74
76
77
78
79