Disusun oleh :
Kelompok 1
21 – 27 Januari 2018
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................3
B. TUJUAN..............................................................................................................................5
C. MANFAAT..........................................................................................................................5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................6
A. KESEHATAN KERJA........................................................................................................6
B. PENYELENGGARA KESEHATAN KERJA....................................................................6
C. POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA.......................................................................9
BAB III. HASIL KUNJUNGAN...................................................................................................14
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................................20
A. KESIMPULAN..................................................................................................................20
B. SARAN..............................................................................................................................20
LAMPIRAN...................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................26
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persaingan industri yang semakin kompetitif menuntut perusahaan lebih
mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimilikinya, secara garis besar sumber daya
yang dimilikinya : (1) finansial, (2) fisik, (3) manusia, (4) teknologi. Sumber daya yang
dimiliki perusahaan terbatas jumlahnya, maka perusahaan dituntut mampu memberdayakan
dan mengoptimalkan untuk mencapai tujuan perusahaan.Sumber Daya Manusia (SDM)
menempati tempat strategis dan penting diantara sumber daya lainnya.
SDM yang handal dan tangguh dibutuhkan dalam menunjang bisnis perusahaan
agar dapat bersaing, oleh karena itu suatu perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan
produktivitas sumber daya manusia yang ada.Produktivitas sumber daya manusia
ditentukan oleh sejauh mana sistem yang ada di perusahaan mampu menunjang dan
memuaskan keinginan seluruh pihak.
Produktivitas adalah kemampuan dalam memproduksikan barang atau jasa secara
efisien dan efektif.Produktivitas tenaga kerja mengandung pengertian yakni perbandingan
antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu. Berdasarkan
teori produktivitas, dikemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain: latar belakang pendidikan dan keterampilan, disiplin, motivasi,
sikap dan etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan
dan iklim kerja, teknologi, sarana produksi dan kesempatan berprestasi.
Naiknya produksi tidaklah selalu diikuti oleh naiknya produktivitas, karena
produksi sebagai aktivitas untuk menghasilkan barang atau jasa memerlukan masukan
yang berkenaan dengan eiisiensr penggunaan sumber-sumber dalam menghasilkan barang
atau jasa, oleh karena itu bertambah besarnya produksi tidaklah selalu berarti bahwa
produktivitasnya naik. Keselamatan dan kesehatan kerja para karyawan perlu juga
diperhatikan, agar mereka terus dapat meningkatkan dan menjaga kualitas dan kuantitas
kinerja mereka bagi perusahaan.Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas
karyawan adalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja
maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan akibat kerja dan
penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Tujuannya adalah untuk menciptakan _tempat kerja yang nyaman, dan sehat
sehingga dapat menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan
penyakit.Keselamatan_dan Kesehatan Kerja (KB) diatur dalam Undang-Undang no. l
Tahun 1970 teantang keselamatan kerja, beserta produk turunan undang-undang dan
peraturan menteri. K3 juga merupakan pengejawantahan dari Pancasila sila ke 2 yaitu
“Kemanusiaan yang adil dan berada ” serta amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27
ayat 2 yang berbunyi “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”.
K3 merupakan aspek yang penting dalam usaha meningkatkan kesejahteraan serta
produktivitas karyawan. Keselamatan kerja tinggi akan menekan tingkat kecelakaan yang
menyebabkan sakit, cacat, dan kematian dapat ditekan sekecil mungkin. Keselamatan kerja
rendah maka akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan sehingga berakibat pada
produktivitas yang menurun.
Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi,
karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas dan
efisiensi kerja (Sedarrnayanti, 1996). Ergonomi yaitu sebagai salah satu ilmu yang
berusaha untuk menyerasikan antara faktor manusia, faktor pekerjaan dan faktor
lingkungan. Dengan bekerja secara ergonomis maka diperoleh rasa nyaman dalam bekerja,
dihindari kelelahan, dihindari gerakan dan upaya yang tidak perlu serta upaya
melaksanakan pekerjaan menjadi sekecil-kecilnya dengan hasil yang sebesar-besarnya.
Dengan ergonomi, sistem-sistem kerja dan semua lini departemen dirancang sedemikian
rupa memperhatikan variasi pekerja dalam hal kemampuan dan keterbatassan (fisik, psikis,
dan sosioteknis) dengan pendekatan human-centered design (HCD).Konsep evaluasi dan
perancangan ergonomi adalah dengan memastikan bahwa tuntutan beban kerja haruslah
dibawah kemampuan rata-rata pekerja (task demand/work capacity).
4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui aSpek kesehatan kerja dan ergonomi pada Pabrik
Cambric Gabungan Koperasi Batik Indonesia.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui penyelenggaraan kesehatan kerja di Pabrik Cambric Gabungan
Koperasi Batik Indonesia.
b. Mengetahui pemeriksaan kesehatan kerja di Pabrik Cambric Gabungan
Koperasi Batik Indonesia.
c. Mengetahui kemungkinan penyakit akibat kerja di Pabrik Cambric Gabungan
Koperasi Batik Indonesia.
d. Mengetahui dan menganalisis sikap kerja ditinjau dari aspek ergonomi di Pabrik
Cambric Gabungan Koperasi Batik Indonesia.
e. Mengetahui dan menganalisis cara kerja ditinjau dari aspek ergonomi di Pabrik
Cambric Gabungan Koperasi Batik Indonesia.
f. Mengetahui dan menganalisis kesesuaian peralatan kerja dengan antopometri
tenaga kerja di Pabrik Cambric Gabungan Koperasi Batik Indonesia.
C. Manfaat
1. Bagi perusahaan, hasil observasi ini dapat dijadikan bahan masukan dalam upaya
peningkatan kinerja dan produktivitas karyawan perusahaan yang telah berjalan dan
mendapat rekomendasi solusi untuk kendala yang dihadapi di lapangan.
2. Bagi dokter peserta pelatihan, rangkaian kegiatan observasi ini dapat dijadikan
pengalaman dan pengajaran untuk kegiatan ilmiah lain pada umumnya dan kegiatan
hiperkes pada khususnya.
3. Bagi masyarakat, hasil observasi ini dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kondisi
perusahaan secara umum dan menjadi bahan pertimbangan dalam mencari lapangan
pekerjaan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun sosial, dengan usaha-Usaha preventif dan
kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguankesehatan yang diakibatkan faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit umum. Ruang lingkup kesehatan
kerja yaitu :
1. Mempelajari berbagai masalah kesehatan yang timbul karena pekerjaanyang
dilakukan oleh tenaga kerja.
2. Mempelajari kemungkinan buruk akibat hubungan interaktif 3 komponen (beban
kerja, kapasitas kerja, iingkungan kerja) yang dipengaruhi kesehatan dan kinerja.Sifat
kesehatan kerja :
a. Promotif
b. Preventif
c. Kuratif ,
d. Rehabilitatif
6
Kemudian, pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja unutk melaksanakan UU
Keselamatan Kerja (“Direktur") mengesahkan cara penyelenggaraa
Pelayanan Kesehatan Kerja sesuai dengan keadaan. Penyelenggara Pelayaan
Kesehatan Kerja dipimpin dan dijalankan oleh seorang dokter yang disetujui oleh Direktur.
Kemudian pengurus wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pelayanan Kesehatan Kerja
kepada Direktur. Pemeriksaan kesehatan kerja itu sendiri ada 3 macam sesuai Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 2 tahun 1980, yaitu:
1. Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja Pemeriksaan ini dilakukan sebelum
seseorang diterima bekerja pada tempat kerja dengan bahaya-bahaya kesehatan
yang mungkin terjadi. Pemeriksaan ini juga memungkinkan manajemen
menempatkan para tenaga kerja pada posisi yang sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan mereka.
2. Pemeriksaan Kesehatan Berkala Pemeriksaan berkala hendaknya dilaksanakan
dengan selang waktu yang teratur setelah pemeriksaan awal. Pada pemeriksaan
rutin, tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis lengkap, terutama bila ada tanda-
tanda sakit yang jelas.
3. Pemeriksaan Khusus Pada banyak kasus, paparan kerja terhadap bahan-bahan
berbahaya dari efek-efek kesehatan yang diakibatnya, dapat dievaluasi dengan uji-
uji spesifik bagi paparan yang bersangkutan. Pemeriksaan kesehatan khusus
dilakukan pula terhadap:
a. Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit
yangmemerlukan perawatan yang lebih dari dua minggu.
b. Tenaga kerja yang berusia diatas 40 tahun atau tenaga kerja wanita dan tenaga
kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu.
c. Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan
gangguan kesehatannya perlu dilakukan pemeriksaan khusus Sesuai dengan
kebutuhan. Terdapat standar klinik perusahaan menurut pedoman klinik di
tempat kerja atau perusahaan. Klinik perusahaan adalah tempat untuk
memberikan pelayanan kesehatan terurama di bidang kesehatan kerja minimal
(peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan) yang diselenggarakan
oleh perusahaan atau badan hukum sesuai dengan ketentuaan yang berlaku/
7
Klinik perusahaan seyogyanya berlokasi di area perusahaan, mudah dicapai dan
terhindar dari kebisingan, getara, dan pengaruh bahan berbahaya.Adapun kebutuhan ruang
dan alat yang dipenuhi untuk klinik perusahaan, yaitu:
1. Kebutuhan ruang
Luas minimal mangan 3x4 m2
Kondisi fisik lainnya: cahaya, sirkulasi udara, suhu sesuai standar, terdapat
wastafel, air mengalir dan mudah dijangkau.
2. Kebutuhan alat
Meja tulis
Kursi pemeriksa dan pasien
Lemari obat
Lemari alat
Meja alat
Tempat tidur pemeriksa
Alat pelindung diri
Telepon
Tabung oksigen
Tandu
Ambulance
Syarat tenaga kerja kesehatan yang menyediakan layanan kesehatan di klinik
tempat kerja dan perusahaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku yang
mengatur tentang tenaga kesehatan yaitu UU No 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran
dan PP No 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan. Jenis tenaga kesehatan yang minimal
harus dimiliki oleh klinik perusahaan:
1. Tingkat I (awal) : perawat, petugas sanitasi yang telah mengikuti pelatihan
keselamatan kerja .
2. Tingkat II (dasar) : dokter, perawat, dan tenaga sanitasi
3. Tingkat III (pelayanan standar internasional) : penyelenggaraan dalam pelayanan
ini harus dipimpin oleh seorang ahli dan terlatih secara khusus atau biasanya dokter
8
kesehatan kerja dalam tim yang terlibat, sebaiknya berasal dari multi displin
keilmuan yang didukung dengan pelayanan kesehatan rujukan yang tersistem.
4. Tingkat IV (pelayanan komprehensif) penyelenggara pelayanan ini, biasanya
bekerja sebagai tim multidisiplin yang terdiri dari dokter spesialis, perawat
kesehatan kerja, ahli hygienis kerja, ergonomis, psikolog, insyinyur keselamatan
dan sebagainya. Kedudukan dan posisi dokter dalam melaksanakan tugasnya bukan
hanya sebagai dokter yang melaksanakan kuratif, tetappi juga preventif dan
promotif.
9
frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi
dalam 3 kategori:
1) Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising
yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin
ketik.
2) Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh
frekuensi bunyi antara 31,5 . 8.000 Hz.
3) lmpuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat
adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan madam,
tembakan bedil.
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan
apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat dikiasifikasikan
seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak
dikehendaki / bising.
No Skala Intensitas Desibel Batas Jenis Bunyi Dengar Tertinggi
1 Halilintar 120 DB
2 Meriam 110 DB
5 Pluit 80 DB
6 Kantor gaduh 70 DB
7 Radio 60 Db
8 Rumah gaduh 50 DB
10 Rumah tenang 30 DB
11 Kantor perorangan 20 DB
10
Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen
Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan
Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan
diuraikan sebagai berikut:
1) Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level
=Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran
dBA, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam
satu periode atau interval waktu pengukuran.
2) Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan
adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan
malam hari.
3) Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar
belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan
tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuhan dilakukan, jika
diambil nilainya dari distribusi statistik adalali 95% atau L-95.
c. Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi)
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang
didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur
pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang
dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi
dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur
pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin
berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan
memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.Akibat
dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik
dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental
ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual,
menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya
penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna
11
mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin
akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
d. Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi,
amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intemitten.
Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek
yang berbahaya Pekerjaan manual menggunakan “poweredtool "berasosiasi
dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai "Raynaud's
phenomenon " atau ”vibration-induced “(VWF)”. Peralatan yang menimbulkan
getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-
skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang. Contoh
: Loaders, forklit truck,pneumatic tools, chain saws.
2. Lingkungan Kimia
Potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam
proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga
kerja melalui: inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran
pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap
tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk
potensi bahaya debu, gas, uap, asap, daya racun bahan (toksisitas), cara masuk ke dalam
tubuh. Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah
a. Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan
tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagian
tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa, fosfor
b. iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit
bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. iritasi pada alat-alat
pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (
bengkak )
12
c. Reaksi Alergi Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi
alergi pada kulit atau organ pernapasan
d. Asfiksiasi
Asfiksiasi yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada.
misalnya pada kapal, silu, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada
udara normal tidak boleh kurang dari 19.5% volume udara.
3. Lingkungan Biologi
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang
terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang mendetil:
penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids, dll. Faktor biologi
ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisma.
4. Lingkungan Fisiologi
Potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapaergonomi yang
tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam
melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak
sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan
kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin. Fisiologi kerja
merupakan suatu studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan kelelahan
selama otot bekerja. Relevansinya dengan Ergonomi antara lain :
a. Lokasi kelelahan otot dan gangguan trauma kumulatif
b. Saat seluruh tubuh kelelahan, mengurangi pekerjaan dan penjadwalan istirahat
c. Stress panas, dengan kata lain beban panas metabolik
5. Lingkungan Psikologi
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis
ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti :
penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat kepribadian, motivasi,
temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak
sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai
akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang
tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan
menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
13
14
BAB III
HASIL KUNJUNGAN
1. Hasil Pengujian
1. Identifikasi perusahaan
Nama perusahaan : Pabrik Cambric Gabungan Koperasi Batik Indonesia
Jenis perusahaan : Industri tekstil
Alamat : Jl. Magelang KM 15 Medari, Sleman,Yogyakarta
Jumlah tenaga kerja : 772 orang
Tanggal kunjungan : 26 Januari 2018
2. Proses produksi
a. Bahan baku yang diperlukan
1) Bahan baku : Benang No. 30, 40 dan 50
2) Bahan tambahan :
Soda kaustik (NaOH) yang berfungsi sebagai scouring (menggosok) dan
mercerized (mengolah)
Hidrogen peroksida (H2O2) yang berfungsi sebagai agen pembasah dan
bleaching (memutihkan)
Tepung kanji, air, wax, H2SO4, anti jamur
b. Mesin/peralatan kerja yang digunakan
1) Bagian penenun benang : Mesin tenun
2) Bagian finishing : Mesin Scouring
c. Proses produksi
1) Spinning (menggulung)
Benang dipasang dalam mesin pemintal (warper) sampai menjadi gulungan
besar.
2) Weaving unit (unit penenunan)
Gulungan benang besar dimasukkan ke dalam mesin tenun yang berisi kanji,
kemudian bahan tersebut dimasukkan ke mesin tenun untuk menggabungkan
benang – benang menjadi kain. Kemudian kai diputihkan dan dimasukkan ke
15
pembakar bulu. Setelah itu, kain yang putih bebas bulu dimasukkan ke mesin
kanji supaya beratnya bertambah.
3) Finishing unit
Selanjutnya kain di roll press agar tidak kusut. Langkah selanjutnya adalah
pengecekan akhir apakah ada barang yang cacat sekaligus penentuan kualitas
produk dan pengepakan. Produk selanjutnya siap untuk didistribusikan.
d. Barang yang dihasilkan
1) Produk utama : Kain mori (bahan baku batik)
2) Produk sampingan :-
e. Limbah
1) Limbah resapan
2) Limbah produksi : Limbah padat dan limbah cair
Limbah cair dihasilkan dari sisa proses pencucian yang nantinya diolah
diinstalasi pengelolaan air limbah (IPAL), kemudian limbah disalurkan ke dalam
bak biologis 3 kali lalu dimasukkan ke bak pengendapan untuk selanjutnya
dibuang ke sungai.
Limbah padat yang berasal dari batu bara sebagai bahan bakar mesin
dikumpulkan dan dibuang oleh pihak ketiga.
2. Faktor kimia
POTENSI BAHAYA SUMBER BAHAYA PENGENDALIAN YANG
SUDAH DILAKUKAN
17
1 Gray Finishing 78 82 Continue Mesin 85 <NAB
Folding
18
1 237 466 sedang pi
teliti
19
Inspeksi 1/ Baku
gray F
4 Ruang Kanji Debu Kapas Tidak ada data Bahan 0,2 Tidak
Baku ada
(Benang) hasil
dan Mesin
20
HASIL PENGUJIAN IKLIM KERJA
21
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat potensi bahaya fisik berupa kebisingan, cahaya, dan iklim kerja di Pabrik
Cambric Gabungan Koperasi Batik Indonesia
2. Ditemukan faktor potensi bahaya berupa kebisingan yang melebihi nilai ambang batas
3. Ditemukan faktor potensi bahaya berupa pencahayaan yang kurang dari standar
4. Ditemukan faktor potensi bahaya berupa debu yang melebihi nilai ambang batas
5. Tidak ditemukan faktor potensi bahaya berupa iklim kerja yang melebihi nilai ambang
batas
B. Saran
1. Kebisingan
Perlu dilakukan rolling kerja
Perlu dilakukan pengujian ulang tingkat kebisingan secara berkala
Memberikan informasi pentingnya penggunaan APD berupa earplug atau
earmuff
Memberikan sanksi kepada tenaga kerja yang tidak menggunakan APD dan
memberikan reward bagi pekerja yang patuh dalam penggunaan APD
Pemeriksaan rutin berkala termasuk pemeriksaan audiometri bagi pekerja yang
terpapar bising
Perlu dibangun akses dua pintu yang memisahkan antara ruangan pemintalan
dan ruangan lain.
2. Debu
Perlu dilakukan monitoring berkala terhadap konsentrasi debu udara
Pembersihan dan pengujian alat penyedot debu (kipas exhaust) secara berkala
Penggunaan APD berupa masker N95 bagi para pekerja bila memungkinkan
Pemeriksaan rutin berkala pada para pekerja yang sering terpapar debu
Pembersihan ruangan dan mesin secara berkala
22
Memberikan sanksi kepada tenaga kerja yang tidak menggunakan APD dan
memberikan reward bagi pekerja yang patuh dalam penggunaan APD
3. Iklim kerja
Mempertahankan kondisi ISBB di bawah NAB
Penyediaan air minum yang mencukupi serta memenuhi syarat kesehatan
4. Pencahayaan
Dilakukan pengecatan ulang pada dinding gedung
Dibutuhkan pencahayaan lebih untuk beberapa pekerjaan yang teliti.
Melakukan pembersihan debu yang menempel di sumber cahaya (ventilasi,
lampu, kap lampu)
23
LAMPIRAN
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Wasis Priyono, S.Pd., Kebisingan dan Getaran, Makalah yang disampaikan pada pelatihan
Hiperkes bagi dokter perusahaan, 2018
Wahyono, S.Pd., Pencahayaan, iklim kerja, dan radiasi, Makalah yang disampaikan pada
pelatihan Hiperkes bagi dokter perusahaan, 2018
26