Anda di halaman 1dari 74

DAMPAK KONDISI KRITIS

TERHADAP PASIEN DAN


KELUARGA
SRI SUPARTI
Lingkungan sistem perawatan kesehatan
dan unit intensif
• Kebisingan kondisi bahaya yg menimbulkan
ketidaknyamanan pasien
• Dapat menyebabkan gangguan tidur, gangguan
penyembuhan luka, aktivasi saraf simpatis
• Seharusnya kebisingan siang hari kurang dari 45 db,
dan malam 35 db ( environmental protection
agency)
• Cahaya dan warna ; menurut penelitian terdahulu,
pasien yang melihat pemandangan alam lebih
membutuhkan obat nyeri sedikit dibanding ruangan
tanpa jendela
• Gambaran emosional: diruang intensif : rasa takut ,
rapuh secara fisik dan emosional
Pengkajian yang sangat perlu dilakukan
adalah
• 1. pengkajian tingkat kecemasan
• 2. Pengkajian tidur
• 3. Pengkajian delirium
• ‘Lingkaran setan : kecemasan, nyeri , kurang tidur
Menciptakan lingkungan unit perawatan
intensif yang mnyembuhkan

• pengendalian bising dan cahaya yang berlebihan


• Peningkatan tidur (teknik massage, terapi musik)
• Kunjungan keluarga
• Kehadiran keluarga diakhir hayat
Pengalaman pasien dengan sakit kritis
• Unit pelayanan intensif dilengkapi oleh peralatan
dan perlengkapan yang canggih dan lengkap
sehingga pasien terpapar dengan suara alarm,
bau, cahaya, suhu yang menurut pasien dapat
menimbulkan stress baik secara fisik maupun
mental (Almerud et al., 2007).

• Pasien diberikan obat-obatan seperti analgetik


ataupun sedasi untuk mengurangi nyeri, tetapi
nyeri tetap menjadi pengalaman yang tidak dapat
dilupakan pasien selama bertahan di unit
pelayanan intensif (Novaes et al., 1997).
cont
• Dari penelitian yang ada antar sekitar 30%-100%
pasien yang telah mengalami perawatan intesif
dapat mengingat kembali semua atau sebagaian
kejadian selama pasien di perawatan intensif.
• Pengalaman yang diingat oleh pasien sebagian
besar adalah pengalaman negatif seperti ketakutan,
kecemasana, gangguan tidur, gangguan ingatan,
nyeri dan rasa tidak nyaman.
• Sedangkan pengalaman positif yang diingat oleh
pasien adalah perasaan aman dan dilindungi.
Pengalaman ini akan mempengaruhi kualitas
kehidupan pasien setelah keluar dari perawatan
intensif.
• Stress : situasi yg muncul apabila organisme
dihadapkan dengan stimulus yang menyebabkan
ketidakseimbangan antara fungsi psikologis dan
fisiologis
• Kecemasan : setiap stress yg mengancam rasa
keutuhan , ketahanan , keamanan da kendali dapat
menyebabkan seseorang mengalami kecemasan
• Penyebab umum rasa kecemasan adalah
perasaan terisolasi
• Kecemasan terjadi saat seseorang mengalami :
1. Ancaman ketidak berdayaan ,
2. kehilangan kendali,
3. Merasa kehilangna fungsi dan harga diri
4. Pernah mengalami kegagalan pertahanan
5. Rasa isolasi rasa takut sekarat
Respon terhadap kecemasan
 Respon fisiologis : Frekuensi nadi yg cepat,
peningkatan tekanan darah, RR, dilatasi pupil,
mulut kering dan vasokonstriksi perifer dapat
tidak terdeteksi pada pasien yang dingin
 Respon sosiopsikologis :Respon perilaku
menandakan kecemasan seringkali didasari oleh
sikap keluarga
Dari hasil penelitian Hupcey and Judith E., 2000 yang
mempengaruhi pengalaman pasien adalah:
• Knowing
• Pasien mengetahui apa yang akan dilakukan pada dirinya, dapat membantu
pasien percaya dan yakin selama menjalankan perawatan intensif. Contoh
penjelasan pasien bagaimana knowing dapat membuat pasien memiliki
pengalaman buruk selama menjalani perawatan intensif:
• Regaining control
• Merupakan hal yang penting karena pada pasien yang pernah mengalami
perawatan intensif pada awalnya kehilangan kontrol. Kehilangan kontrol disini
adalah kesempatan mengambil keputusan. Semua keputusan diambil oleh
anggota keluarga. Mengajak pasien berkomunikasi seperti ambulasi merupakan
salah satu cara memngembalikan kontrol pasien. Contoh perkataan pasien yang
loss control
• Hoping
• Menjaga harapan ini merupakan hal penting bagi pasien yang menjalani
perawatan intensif. Harapan datang dari dalam tetapi dapat dipengarugi dari luar
seperti keluarga, perawat atau dokter. Dorongan untuk pasien dapat membangun
harapan bagi pasien untuk tetap berjuang. Contoh perkataan pasien:
• Trusting
• Mempercayai perawat dan tenaga kesehatan lainnya merupakan hal yang penting
Kerangka Konsep
Bentuk pengalaman pasien yang menjalani perawatan
intensif dapat dikelompokan menjadi 3 menurut
Adamson., H et al., dalam Intensive and Critical Care
Nursing (2004)

• Ingatan (recollection)
• Dari hasil penelitian ingatan pasien di ICU sekitar 30-70%
dipengaruhi oleh lamanya perawatan, sedasi. Ingatan
dapat berbentuk positif maupun negatif.
• Reaksi (reaction)
• Rekasi yang muncul dapat berupa menerima, menolak,
ketakutan, ketidakberdayaan, cemas dan depresi.
• Comfort/discomfort (kenyamanan)
• Ketidaknyamanan ini dapat dalam bentuk nyeri yang
dirasakan pasien, gangguan tidur.
Hasil Penelitian terkait
• Herbst., A. dan Drenth., C. (2012) meneliti yang menjadi topik
pengalaman pasien dengan penyakit kritis yang dirawat dipelayanan
intensif, didapatkan hasil adalah ketidakberdayaan dan
ketidakmampuan, kematian dan kecacatan, kesepian, cemas dan
marah, delusi, sistem dukungan, harapan atau keajaiban.
• Sedangkan Parbury, J. Et al., dalam American Journal of Critical Care
(2000) melakukan literatur review terhadap pengalaman pasien
selama dirawat di pelayanan intensif dengan penyakit kritis
didapatkan pengalaman pasien dalam bentuk peruhan fungsi
kognitif, ketidaknyamanan dan rasa aman. Penyebabnya karena
adanya gangguan komunikasi secara oral karena pasien terintubasi,
mendapat sedasi atau perubahan status kesadaran.
• Engstrom, Asa., (2012) dalam Intensive and critical care Nursing
hasil penelitian terhadap pengalaman pasien di pelayanan intensif
didapat hasil pengalam yang muncul adalah perasaan rentan dan
tergantung seperti berusaha untuk berkomunikasi, perasaan aman
saat bersama perawat, merasa diperhatikan di tempat yang asing.
Bagaimana perawat dalam membentuk
pengalaman positif pasien adalah:

• Menempatkan pasien sebagai hal yang utama


• Pendekatan personal oleh perawat
• Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa pasien
yang terpasang ventilator yang tersambung
dengan ETT memiliki kesulitan untuk
berkomunikasi sehingga menimbulkan stress bagi
pasien. Rasa nyeri, gangguan tidur juga dialami
oleh pasien yang menggunakan ventilator.
• Perawat dapat berkomunikasi dengan pasien
dengan Penggunakan pensil atau pulpen dan kertas
untuk pasien berkomunikasi menurut Magnus.,S.
(2006)
Memperbaiki kualitas hidup pasien yang
bertahan selama perawatan intensif

• Memperbaiki mobilisasi
• Mobilisasi tidak menjadi prioritas utama bila pasien tidak stabil
dalam hemodinamik atau mendapat neuromuscular blocking
supaya tidak melakukan mobilisasi. Ventilator bukan menjadi
hambatan dalam melakukan mobilisasi karena ventilasi dapat
meningkat karena adanya ambulasi sehingga terjadi ekspansi
maksimal pada paru-paru. Vollman (2004) menganjurkan
mobilisasi dini dengan meninggikan kepala 45 derajat
• Mengkontrol nyeri dan sedasi
• Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan perawat di
perawatan intensif untuk mengontrol nyeri pasien secara
adekuat yaitu (1) harus penggunakan pengkajian nyeri yang
terukur sehingga penggunaan sedasi dapat dititrasi sesuai
dengan nyeri yang dirasakan, (2) perawat harus memahami
nyeri yang dirasakan pasien
cont
• Mencegah gangguan tidur
• Kekurangan tidur ini dapat menyebabkan delirium
yang akan memperparah penyakitnya (Dines-
Kalinowski, 2002).
• 5 langkah intervensi yang dapat dilakukan oleh
perawat menurut (Dines-Kalinowski, 2002):
1. kontrol nyeri,
2. modifikasi lingkungan yang ribut,
3. berikan rasa nyaman,
4. berikan tindakan yang meningkatkan kesejahteraan,
5. beri kesempatan pasien tidur dengan tidak mengganggu
pasien bila tidak ada tindakan yang penting.
• Menurut Patria et. al (2009) perawat dapat melakukan
tindakan keperawatan dalam mengurangi stress dan
cemas pasien sehingga pasien memiliki pengalaman postif
selama dirawat di unit pelayanan intensif seperti:

1. Membantu tidur
2. Bina kepercayaan
3. Memberikan informasi
4. Memberikan pasien kesempatan untuk mengambil
keputusan dan mengatur kontrol diri bila memungkinkan
5. Memahami budaya pasien dan selalu ada untuk pasien
6. Mengajarkan relaksasi dan nafas dalam
7. Terapi musik atau humor
8. Meredian terapi
Diagnosa dan intervensi
Contoh dx. Kep
Intervensi keperawatan

• Menciptakan • Duka cita adaptif


lingkungan yg • Kecemasan
menyembuhan • Gangguan citra tubuh
• Menumbuhkan rasa • Hambatan komunikasi
percaya verbal
• Memberikan informasi • Takut
• Kepekaan budaya • Keputusasaan
• Kehadiran dan • Distress spiritual
penenangan
Restrein di Keperawatan kritis
• Restrein fisik : mencegah gangguan perawatan
pasien, pencegahan jatuh, pengelolaan perilaku,
penghindaran terhadap tuntutan hukum .
• Faktanya: tuntutan hukum karena restrein banyak,
imobilisasi krn restrein mmeperlama
penyembuhan , luka dan tonus otot mneghilang,
gangguan saraf, pneumonia, kegelisahan
meningkat, cedera.
• Contoh restrein fisik:restrein ekstremitas, sarung
tangan, tali, rompi, restrein pinggsng,kursi lansia,
pagar tempat tidur
• Standar restrein dikeluarkan oleh JCAHO( joint
comission of acrediatation of jealth care
Standar perawatan terkait
RESTRAIN
1. Restrain memerlukan instruksi praktisi
mandiri namun harus dimonitoring dna
evaluasi periode waktu tertentu
2. Restrein adalah tindakan kalau perlu saja
3. Restrein dilakukan oleh staf terlatih dan
kompeten
4. Pemberian restrein harus dibatasi
waktunya (ex. 24 jam )
5. Pasien dan klg diberikan informasi terkait
pemasangan restrein
Restrein Kimia
• Restrein kimia merujuk pad agen non farmakologis
yg diberikan pada pasien untuk mmebatasi
perilaku yang merusak.
• Obat –obat yang digunakan: psikotropika;
haloperidol, agen sedatif seperti benzodiazepam
(lorazepam, midazolam),
antihistamin,antikolinergik difenhidramin.
• Delirium adalah fenomena umum pasien iCU dan
dapat dikaitkan dengan gangguan tidur ,kondisi
medis dasar pasien, lingkungan tidak familiar, efek
samping obat , atau kombinasi dari berbagai faktor
lain
Alternatif restrein
• Restrein fisik pilihan terakhir
• Perawat perlu mengidentifikasi kondisi
pasien: apakah dingin, gatal, nyeri, kenapa
di ICU?
• Modifikais intervensi:
• 1. memodifikasi lingkungan passien
• 2. memberikan kegiatan pengalih
• 3. meningkatkan tidur dan istirahat yg
adekuat
PENGALAMAN
KELUARGA DENGAN
SAKIT KRITIS
Pengalaman keluarga dengan
sakit kritis
• Keluarga berperan dalam mendukung penyembuhan
dan pemulihan pasien. Apabila dukungan seperti ini
tidak diterima pasien, maka keberhasilan penyembuhan
dan proses pemulihan sangat berkurang (Hudak &
Gallo, 2013).
• Bagi keluarga pasien yang berada dalam keadaan kritis
(critical care patients) dalam kenyataannya memiliki
stress emosional yang tinggi (high levels of emotional
distress).
• Mendapatkan informasi tentang kondisi medis pasien
dan hubungan dengan petugas pemberi pelayanan
merupakan prioritas utama yang diharapkan dan
diperlukan oleh keluarga pasien (high priority needs for
these family).
cont
• Perawatan pasien diruang ICU menimbulkan stres
bagi keluarga pasien juga karena lingkungan
rumah sakit, dokter dan perawat merupakan
bagian yang asing, bahasa medis yang sulit untuk
dipahami dan terpisahnya anggota keluarga
dengan pasien.
• Untuk itu pelayanan keperawatan perlu
memberikan perhatian untuk memenuhi
kebutuhan keluarga dalamfrekuensi, jenis, dan
dukungan komunikasi. Sejalan dengan itu,
pelayanan keperawatan juga perlu memahami
kepercayaan, nilai-nilai keluarga, menghormati
struktur, fungsi, dan dukungan keluarga (Potter &
Perry, 2009).
Mekanisme koping
• Mekanisme Koping adalah respon individu terhadap
perubahan di lingkungan dapat berupa respon positif
atau negative.
• Perawat perawatan kritis sebagai pemberi perawatan
baik untuk pasien maupun keluarga, harus menyadari
pemakaian mekanisme koping oleh keluarga sebagai
cara mempertahankan ekuilibirium.
• Rasa takut, panik, syok, atau ketidakpercayaan kadang
kala diikuti dengan tindakan irasional, perilaku yang
menuntut, menarik diri, perseverasi, dan pingsan.
• Perawat harus dapat menafsirkan perasaanyang dialami
orang yang berada dalam keadaan krisis, terutama saat
orang tersebut tidak dapat mengidentifikasi masalah
atau perasaan terhadap diri atau orang lain
Berikut adalah empat
generalisasi krisis:
1. Apakah seseorang menjadi kuat atau lemah
sebagai akibat krisis tidak terlalu didasarkan
pada karakter mereka, seperti pada kualitas
bantuan yang mereka dapatkan selama krisis.
2. Orang lebih terbuka terhadap saran dan bantuan
selama krisis yang sebenarnya.
3. Pada awitan krisis, ingatan lama krisis dimasa
lalu .Apabila perilaku yang maladaptive
digunakan untuk mengatasi situasi sebelumnya,
tipe perilaku yang sama dapat diulangi untuk
menghadapi krisis baru tersebut. Apabila
perilaku yang adaptif digunakan, dampak krisis
tersebut dapat lebih kecil.
Keluarga dilibatkan dalam proses
keperawatan
• Pengkajian keperawatan
• Intervensi keperawatan
• Advokasi kunjungan
• Pemanfaatan hubungan perawat-keluarga
• pemecahan masalah berssama keluarga
• Penatalaksanaan kolaboratif
Diagnosis
Pengkajian keperawatan

Empat unsur intrinsik • Perubahan Performa Peran


pengkajian keluarga
• Perubahan proses keluarga
meliputi:
• Perubahan menjadi orang
tua
• Menyediakan kehadiran
manusia yang peduli
• Ketegangan peran pemberi
asuhan
• Mengakui banyak persepsi
• Penyangkalan
• Menghargai keragaman
• Distres Spiritual
• Menghargai tiap orang
dalam konteks keluarga
• Koping individu /keluarga
tidak efektif
Intervensi
 Waktu yang diluangkan oleh perawat perawatan
kritis bersama keluarga sering kali terbatas karena
kebutuhan fisiologis dan psikososial pasien.
 Oleh karena itu, penting untuk membuat setiap
interaksi bersama keluarga menjadi bermanfaat
dan seterapetik mungkin. Intervensi keperawatan
harus dirancang untuk :
1. Membantu keluarga belajar dari pengalaman krisis dan
bergerak menuju adaptasi
2. Mencapai keadaan ekuilibrium
3. Mengalami perasaan normal yang terkait dengan krisis,
untuk menghindari depresi yang tertunda dan
memungkinkan pertumbuhan emosional di masa
datang.
Advokasi kunjungan

• Pemanfaatan dan penetapan waktu berkunjung


telah lama menjadi topic perdebatan yang
menimbulkan kesalahpahaman antara perwat dan
keluarga.
• Jam kunjungan di ICU dibatasi selama bertahun-
tahun dengan rasional bahwa istirahat,
ketenangan dan lingkungan yang tidak terganggu
adalah intervensi keperawatan yang terapeutik.
• Keluarga seringkali menafsirkan batasan ini
sebagai penolakan akses ke orang yang mereka
sayangi.
• 
Pemanfaatan hubungan

• Memulai intervensi perawatan dan membina


hubungan yang bermakna dengan keluarga
cenderung lebih mudah dilakukan selama krisis
dibandingkan dengan waktu yang lain.
• Orang yang berada dalam krisis sangat
membutuhkan penolong yang empati, peduli dan
perhatian.
• Ketika pertama kali bertemu dengan keluarga
pasien perawat harus menunjukan minat dan
kemampuan menolong. Bantuan yang spesifik
dengan kebutuhan keluarga.
Pemecahan masalah bersama keluarga

Seiring dengan meningkatkan hubungan antara


perawat dengan keluarga dari satu interaksi ke
interaksi selanjutnya perawat dapat memahami
masalah yang dihadapi oleh keluarga, pemecahan
masalah bersama keluarga harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut
• makna kejadian bagi keluarga
• krisis lain yang dapat diatasi olehkeluarga
• perilaku koping yang adaptif dan maladatif yang
sebelumnya digunakan pada masa sters
• system pendukung normal keluarga yang dapat
berdiri atas teman, keluarga, rohaniawan, dan
kolega
Penentuan masalah

• Bagian penting dari proses pemecahan masalah


adalah membantu keluarga menyatakan dengan
jelas masalah yang segera terjadi.
• Seringkali orang dibebani dan lumpuhkan oleh
kecemasan atau kepanikan yang mengambang
disebabkan oleh stress takut.
• Menentukan kembali masalah dapat terjadi
berulang kali sebelum masalah terselesaikan.
• Menyatakan masalah dengan jelas, membantu
keluarga menentukan prioritas dan mengarahkan
tindakan yang dibutuhkan. Aktifitas yang
diharapkan untuk mencapai tujuan akan
membantu mengurangi kecemasan.
 
Penatalaksanaan kolaboratif

• Pemberi perawatan kesehatan yang paling sering


memenuhi kebutuhan anggota keluarga umumnya
adalah perawat dan dokter.
• Beberapa keluarga mendapat keuntungan melalui
rujukan kespesialis klinis kesehatan jiwa, pekerja
sosial, psikolog atau rohaniawan. Perawat dapat
lebih mendorong keluarga untuk menerima
bantuan dari orang lain dengan mengakui
kesulitan dan kerumitan masalah dan memberikan
beberapa serta nomor telepon.
Isu di akhir hayat pada
perawatan kritis
• Tujuan ICU membantu individu agar dapat bertahan hidup dari proses
fisiologis yang mengancam jiwa.
• Bagian integral dari bertahan hidup tersebut adalah perawat
perawatan kritis yang dengan bantuan modalitas pengkajian lanjutan,
agens farmakologis multiple, dan teknologi yang canggih,
mengarahkan perawatan pada pasien dan keluarga.
• Meskipun kesembuhan adalah tujuannya. Kenyataannya kemungkinan
perawat harus mempersiapkan keluarga terhadap kondisi jenazah dan
menggambarkan adanya luka, balutan atau slang.
• Keluarga harus diberikan kesempatan untuk tinggal waktu selama
mungkin dan untuk datang dan pergi serta berada di samping tempat
tidur.
• Reaksi emosional yang kuat seringkali terjadi dan mungkin merupakan
cara berduka menurut budaya.
• Apabila perilaku ini terjadi, perawat harus menghadapinya dengan
simpati dan mendampinginya ketempat yang tenang sampai
memperoleh ketenangan kemba
Kesedihan dan kehilangan

• Kesedihan (grief) adalah reaksi normal ketika


mengalami kehilangan sesuatu atau seseorang
yang dicintai. (Davies, 1998).
• Kehilangan adalah suatu situasi yang aktual
maupun potensial yang dapat di alami individu
ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, baik sebagian atau keseluruhan atau terjadi
perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan
kehilangan.
• Kesedihan yang berkenaan kepada seluruh
perasaan yang menyakitkan dihubungkan dengan
kehilangan, termasuk perasaan sedih, marah,
perasaan bersalah, malu dan kegelisahan
Tahap kehilangan
Denial
• Tahapan kesedihan ini dapat berakhir beberapa detik, menit atai
beberapa hari dan muncul sebagai bentuk pertahanan diri. Seseorang
bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan mungkin menolak
untuk percaya bahwa sebuah kehilangan benar-benar terjadi.
Anger
• Tahap reaksi marah membawanya pada pertanyaan ’Why me’ dan ini
adalah tahap dimana biasanya perasaan-perasaan emosi bebas
diekspresikan. Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Individu
akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung.
Bargaining
• Tahap ini mungkin merupakan fase yang pendek dan tidak
diekspresikan secara verbal. Pada tahap ini terjadi penundaan
kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan. Ibu yang bersedih
akan ’berunding’ dengan Tuhan berjanji bahwa ia akan
mendedikasikan bayinya hanya kepada-Nya dengan
Depresi
• Tahap depresi dapat menyusul sebagai bentuk kegagalan dalam
tahapan ’berunding’, tahapan kemarahan dan bahkan dapat
kembali pada periode penolakan. Seseorang sering menunjukkan
sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat penurut,
tidak mau bicara, menyatakan keputus asaannya, rasa tidak
berharga bahkan bisa muncul keinginan untuk bunuh diri.
 
• Acceptance
• Pada tahap ini anda yang kehilangan mulai dapat menerima
kenyataan, kasih sayangnya pada individu yang hilang mulai
luntur dan emosinya berangsur-angsur mulai berkurang pada
anak yang hilang, kekuatan untuk menikmati hidup kembali dan
sedang menerima ucapan duka cita orang lain untuk membantu
memulihkan perasaan kehilangan membutuhkan kerja keras
untuk melewatinya untuk dicapai dengan baik pengaruh
psikologis yang positif. tif dalam program pemulihan.
• 
Dampak kehilangan

1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat


mengancam kemampuan untuk berkembang,
kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa
takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan
kesepian.
2. Pada masa remaja, kehilangan dapat terjadi
disintegrasi dalam keluarga
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya
kematian pasangan hidup, dapat menjadi
pukulan yang sangat berat dan menghilangkan
semangat hidup orang yang ditinggalkan
NYERI PADA PASIEN
KRITIS DAN
PENANGANANNYA
DEFINISI
 International Society for the Study of Pain
mendefinisikan nyeri sebagai suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun
potensial atau digambarkan sebagai
kerusakan itu sendiri (Gonce P, Fontaine D,
Hudak C, Gallo B, 2012)
Nyeri pada pasien Kritis
 75 % pasien melaporkan nyeri sedang-berat
 Kejadian nyeri dipengaruhi oleh faktor fisik, psikososial
dan lingkungan
 Penelitian yang didukung oleh AACCN (American Association
Critical Care Nursing) menunjukkan hasil terdapat enam
prosedur yang menyebabkan nyeri mulai dari nyeri ringan
hingga berat yaitu pemasangan jalur sentral,
pencabutan selubung femoral, pengisapan trachea,
memiringkan, perawatan luka, pencabutan drain luka.
 Pengalaman nyeri pada pasien kritis adalah akut dan
memiliki banyak sebab, seperti dari proses penyakitnya,
monitoring dan terapi (perangkat ventilasi, intubasi
endotrakheal), perawatan rutin (suction, perawatan luka,
mobilisasi), immobilitas berkepanjangan dan trauma
JENIS NYERI

NYERI AKUT
 Rasa sakit yang muncul segera setelah luka atau
cedera
 Nyeri yang paling sering dialami oleh pasien ICU
memiliki penyebab yang telah dikenali dan
diperkirakan akan hilang dalam kerangka waktu
tertentu
 Dampak: mual, muntah, cemas, detak jantung,
RR, BP, berkeringat, &
membesarnya pupil
 Nyeri akibat suction, ganti balut, AMI, post operasi
Nyeri Kronik

 Rasa sakit yang bertahan selama tiga bulan


atau lebih
 Dampak : depresi, gangguan tidur, kehilangan
selera makan, penurunan berat badan, dan
penurunan ketertarikan pada aktivitas seksual
 Penyebabnya susah diidentifikasi
 Seringkali merupakan mekanisme fisiologis
dari penyakit yang dialami
 Nyeri artritis, kanker, Low back pain, pelvis
FISIOLOGI NYERI
 Proses elektrofisiologis dari kerusakan jaringan
hingga nyeri dirasakan : nociceptive

Ada 4 proses yaitu


 Transduksi
 Transmisi
 Modulasi
 Persepsi
Proses Transduksi

 Perubahan rangsang nyeri menjadi suatu


aktifitas listrik yang akan diterima ujung-
ujung saraf sensorik
 Rangsang ini dapat berupa stimulasi fisik,
kimia, ataupun panas yang merusak
jaringan
 Rangsangan tersebut akan merangsang
pelepasan banyak zat-zat kimia seperti
prostaglandin, bradikinin, serotonin,
histamin, dan glutamate
Proses Transmisi

 Penyaluran impuls listrik yang dihasilkan


oleh proses transduksi
 Mentransmisi informasi dari satu neuron
ke neuron berikutnya
 Traktus neospinotalamikus untuk nyeri
cepat yang melalui serat A-delta (nyeri
tajam & tusukan)
 Traktus paleospinotalamikus untuk nyeri
lambat yang melalui serat C (sentuhan,
getaran, suhu, tekanan halus)
Proses Modulasi
 Proses modifikasi terhadap rangsang
 Modifikasi ini dapat berupa augmentasi
(peningkatan) ataupun inhibisi (penghambatan)
 Modifikasi ini dapat terjadi pada sepanjang titik
dari sejak transmisi pertama sampai ke korteks
serebri
 Proses interaksi dengan sistem analgetik
endogenus
Proses Persepsi
 Proses terakhir saat stimulasi tersebut sudah
mencapai korteks

Tingkat Kesadaran

Tanggapan terhadap nyeri

Perasaan subjektif tentang persepsi nyeri


RESPON NYERI
 Merupakan sebuah stressor yg diaktifkan
oleh nyeri
 Melibatkan sistem saraf, endokrin dan
kekebalan tubuh dalam hipotalamo-
pituitary-adrenal axis
 Pada kondisi nyeri → hipotalamus
melepaskan mediator kortikotropin
→mengaktifkan sistem saraf simpatis
→mengeluarkan norepineprin dari terminal
saraf simpatis dan epineprin dari saluran
luar adrenal
Dampak Aktivasi Saraf Simpatis
• Meningkatnya denyut jantung
• Meningkatnya tekanan darah
• Meningkatnya frekuensi napas
• Dilatasi pupil
• Mual dan muntah
• Pucat
Pada pasien kritis dengan menggunakan :
Isyarat verbal dan non verbal
Cont’d

 Stlh respon diatas → CRF dikeluarkan dari


hipotalamus →merangsang kelenjar hipofise
anterior utk melepaskan hormon ACTH
sedangkan kelenjar hipofise posterior
melepaskan hormon vasopresin ADH.
 ACTH mengaktifkan sel luar adrenal utk
melepaskn hormon aldosteron dan kortisol
 Vasopresin dan aldosteron →meningkatkan
penyimpanan sodium dan air → m↑ volume
intravaskuler, m↓ diuresis, m ↑ TD
 Kortisol mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh dg 2 cara : immunosupresi dan
pelepasan sitokin
PENGKAJIAN NYERI
 Pengkajian nyeri sama pentingnya dengan
metode terapi. Nyeri pasien harus dikaji pada
interval teratur untuk menentukan keefektifan
terapi, munculnya efek samping, kebutuhan
penyesuaian dosis, atau kebutuhan akan dosis
tambahan guna mengatasi nyeri.
 Laporan diri pasien (PQRST)
 Observasi
 Parameter Fisiologis
SKALA PENGUKURAN NYERI
 Numerical Rating Scale
Wong Baker Faces Pain Scale
FLACC (Faces, Legs, Activity, Cry, Consolability)
Critical-Care Pain Observational Tool
(CPOT)
Indikator Skor Deskripsi
Ekspresi wajah Rileks, netral 0 Tidak terlihat adanya
ketegangan otot
Tegang 1 Merengut, menurunkan alis
Meringis 2 semua gerakan wajah
sebelumnya ditambah
kelopak mata tertutup rapat
(pasien bisa juga dengan
mulut terbuka atau menggigit
tabung endotrakeal)
Gerakan tubuh Adanya gerakan 0 tidak bergerak sama sekali
atau posisi (tidak selalu berarti tidak
normal adanya rasa sakit) atau posisi
normal (gerakan tidak
ditujukan terhadap adanya
lokasi nyeri atau tidak dibuat
untuk tujuan perlindungan)
Gerakan 1 lambat, gerakan hati-hati,
perlindungan menyentuh lokasi nyeri,
mencari perhatian melalui
gerakan
Gelisah 2 menarik tabung, mencoba
untuk duduk, bergerak badan
atau meronta-ronta, tidak
mengikuti perintah, mencoba
untuk bangun dari tempat
tidur
Kepatuhan Toleran 0 Alarm tidak aktif, ventilasi
dengan terhadap mudah
ventilator ventilator dan
(pasien gerakan
diintubasi) Batuk tapi 1 Batuk, alarm mungkin aktif
masih toleran tapi berhenti secara spontan
Melawan 2 Tidak sinkron : blocking
ventilator ventilasi, alarm aktif secara
terus menerus
vokalisasi Berbicara 0 Berbicara dengan nada
(pasien dengan nada normal atau tidak ada suara
diekstubasi). normal atau
tidak ada suara
Mendesah, 1 Mendesah, mengerang
mengerang
Menangis 2 Menangis terisak-isak
terisak-isak
Ketegangan Rileks 0 Tidak resisten terhadap
otot gerakan pasif
Behavioral Pain Scale

Item Description Score

Facial Relaxed 1
expression
  Partially tightened 2
  Fully tightened 3
  Grimacing 4
Upper Limbs No movement 1
  Partially bent 2
  Fully bent with finger flexion 3
  Permanently retracted 4
Compliance Tolerating movement 1
with ventilation Coughing but tolerating ventilation for 2
most of the time
  Fighting ventilator 3
  Unable to control ventilation 4
Total 3 to 12
PENATALAKSANAAN
 Lakukan pengkajian nyeri secara sistematik
 Kaji ulang kebutuhan akan dosis aman analgesik
 Apabila pasien mengalami kondisi atau prosedur yang
diperkirakan menimbulkan nyeri, dan laporan pasien tidak
bisa diperoleh anggap nyeri itu ada dan atasi nyeri tersebut
 Ingatlah bahwa pasien sakit kritis yang tidak sadar,
dibawah pengaruh obat bius, atau mendapatkan blokade
neuromuskular sangat beresiko mengalami nyeri yang
penanganannya tidak adekuat
 Cegah nyeri dengan mengatasinya terlebih dahulu
 Apabila pasien sering atau mengalami nyeri yang kontinyu
berikan analgesik melalui infus intravena kontinyu atau 24
jam bukan sesuai kebutuhan.
Terapi Farmakologi
Analgetik non opioid (NSAID)
 Mengurangi nyeri dengan menghambat
sintesa mediator inflamatorik (prostaglandin,
histamine, bradikinin) pada tempat cedera
 ES : perdarahan gastro intestinal, inhibisi
trombosit, dan insufisiensi ginjal
 Contoh : Asetaminofen, aspirin, selekoksib
(celebrex), indometasin (indocin), ibuprofen
(motrin), ketorolac (toradol), naproksen
(naprosyn)
Analgetik Opioid
 Berikatan dengan berbagai tempat reseptor dalam medulla
spinalis, system saraf pusat (SSP), dan system saraf perifer
(Peripheral Nervous System/ PNS) sehingga mampu
mengubah persepsi nyeri
 ES : konstipasi, retensi urine, pruritus, sedasi, depresi
pernafasan dan mual
 Contoh : morfin, fentanyl, hidromorfon (dilaudid), meperidin
(demerol), metadon (dolophine), kodein, dan oksikodon
 Metode : oral, rektal, transdermal (koyo transdermal),
intramuscular (IM), intravena (IV), subkutan, spinal, dan
intratekal atau epidural (ruang subarakhnoid).
 Selain metode diatas ada metode lain yaitu PCA (Pain
Control Analgesia)
Sedasi dan Ansiolisis
 Nyeri akut kecemasan

persepsi terhadap nyeri

ansiolitik + analgesik

kenyamanan pasien
 Contoh obat ansiolisis adalah
benzodiazepine dan propofol.
Terapi Non Farmakologi
 Modifikasi Lingkungan
 Relaksasi
 Distraksi
 Terapi Musik
 Sentuhan
 Massase
 Imajinasi Terbimbing
 Stimulasi Fisik (Kulit, Akupuntur, SEFT)
Gonce P, Fontaine D, Hudak C, Gallo B,( 2012)

Pengaruh Kaum lansia


obat dan anak-
sedasi anak
Terpasan
Penuruna g Terintubasi
n ventilato endotrakh
kesadara r eal
n

Hambatan Pengelolaan Nyeri

Kurangnya Tanda fisik


pengetahu Budaya dan perilaku
an (-)
Hambatan Managemen Nyeri
(Subramanian, Pathmawati, 2013 )

Kurangnya
Kurangnya tools
panduan pengkajian
klinis nyeri

Terbatasnya
kewenangan Kondisi
dalam pasien
pengambilan
keputusan
Penelitian Terkait
Julianna Barr, dkk : Clinical Practice Guidelines for The
Management of Pain, Agitation, and Delirium in Adult
Patients In The Intensive Care Unit: Executive Summary.
 Nyeri yang dirasakan oleh pasien di ICU adalah nyeri akibat
procedural (tindakan).
 Pengukuran nyeri menggunakan Behavioral Pain Scale (BPS)
dan the Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT) untuk
mengukur nyeri yang dialami pasien bedah (post-operasi)
 Nyeri sebaiknya dimasukkan dalam pengkajian TTV
 Sebaiknya sebelum dilakukan tindakan procedural yang
menimbulkan nyeri, pasien diberikan analgesic terlebih
dahulu.
 Dianjurkan agar menggunakan opioid IV pada kasus nyeri
neurophatic.
Cooke M,dkk (2010)
 Meneliti tentang Efek Pemberian Music Terhadap
Kejadian Tidak Menyenangkan Selama Alih
Baring pada Pasien ICU.
 Tindakan keperawatan yang paling menyakitkan
adalah saat prosedur alih baring, namun saat
dilakukan penelitian skor ketidaknyamanan
berada pada tingkat yang rendah sehingga efek
penurunan kurang terlihat (hasil statistic pre
dan post adalah P= 0,59 dan P = 0,34).
Sebenarnya pemberian music menunjukkan
penurunan skor namun tidak begitu signifikan.
Heru,dkk (2011)
 Penelitian di RS Sultan Agung Semarang mengenai Pengaruh
Murrotal Ar-Rahman untuk Menurunkan Nyeri dan
Kecemasan pada Pasien di ICU. Hasilnya pemberian murrotal
Ar-Rahman selama 7 menit 58 detik efektif menurunkan
skala nyeri dan kecemasan yang dialami pasien di ICU.
 Penelitian lain tentang pengaruh Murrotal Surat Ar-Rahman
juga diteliti oleh Pujianto pada pasien Sindrom Koronaria
Akut di Ruang CICU RS Hasan Sadikin terhadap peningkatan
kualitas tidur. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pasien
yang mengalami gangguan tidur dikarenakan nyeri dan
kecemasan yang dirasakan selama dirawat di ruang
intensive. Sehingga jika gangguan tidur dapat diatasi
dengan mendengarkan Murrotal Surat Ar-Rahman maka
nyeri yang dialami pasien juga akan mereda.
Stefani dkk (2011)
 Menganalisis reliabilitas dan validitas dari CPOT
di rumah sakit, dan kelayakan klinis.
 Penelitian ini dilakukan oleh 50 anggota staf
keperawatan dari tiga perawatan kritis yang
berbeda dari Rumah Sakit Vicenza memberikan
penilaian CPOT pada 121 pasien, saat istirahat
dan setelah kegiatan perawatan biasa.
 Sehingga dapat disimpulkan bahwa CPOT
menunjukkan sifat psikometrik baik dalam hal
reliabilitas dan validitas, hasil ini, ditambahkan
ke evaluasi perawat yang positif, mendukung
utilitas dan digunakan dalam pengaturan klinis.
Simpulan
 Nyeri merupakan diagnosa yang paling sering pada
perawatan kritis
 Pasien yang tidak bisa melaporkan nyeri sangat
bergantung pada perawat untuk menilai nyeri secara
akurat dan untuk memberikan intervensi yang tepat.
 The behavioral pain scale dan the Critical-Care Pain
Observation Tool adalah alat penilaian nyeri yang
valid dan handal yang dapat digunakan untuk
menilai nyeri nonverbal pasien dengan fungsi
motorik utuh.
 CPOT bisa digunakan baik pada pasien yang mampu
mengatakan nyeri dan pasien terintubasi
 FLACC digunakan untuk mengkaji nyeri pada ps.
anak
Reference
• Adamson., H et al. (2004). Memories of Intensive Care an Experiences of Survivor
of Critical Illness: an Interview Study. Intensive and Critical Care Nursing. Elsevier
• Bergen, T. (2005). The role of Critical Care Nurse in Improving Quality of Life in
ICU Survivors
• Dines-Kalinowski, C.(2002). Promoting sleep in the ICU. Critical Care Nursing.
Springnet.com
• Engstrom, Asa., 2012. People’s Experiences of Being Mechanically Ventilated in
an ICU: a Qualitative Study. Intensive and Critical Care Nursing. Elsevier
• Hofhui., G.M. (2008). Experiences of Critically Ill Patient in The ICU.Intensive and
Critical Care Nursing. Elsevier
• Hupcey, Judith E,. 2000. Feeling safe: The Psychososial Needs of ICU Patients.
Journal of Nursing Scholarship. Sigma Theta Tau International
• Magnus.,S. 2006. Intentensive and Critical Care Nursing. Elsevier
• Novaes., M et.al., 1997. Stressor in ICU: Patient’s Evaluation. Intensive Care Med.
Springer-Verlag
• Parbury, J. Et al. (2000) Patients’ Experience of Being in an Intensive Care Unit: a
Select Literature Review. American Journal of Critical Care
• Patricia ,Dorrie .2009.Critical Care Nursing A holistic Approach.9thed.Lippincott
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai