Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan air bersih sekarang semakin meningkat, air bersih mulai
sulit untuk didapatkan. Sumber air yang ada sekarang banyak yang
mengalami pencemaran baik dari limbah industri maupun dari limbah rumah
tangga. Di daerah Banjarbaru hampir semua masyarakat membuat sumur
pada tempat tinggalnya untuk mendapatkan air bersih, sumur yang dibuat
berupa sumur gali. Air yang didapatkan dari air sumur dimanfaatkan langsung
oleh masyarakat untuk keperluan mandi, cuci, kakus bahkan ada juga yang
memakai untuk air minum dengan direbus terlebih dahulu.
Air sumur yang dipakai masyarakat sebenarnya masih mengandung
beberapa logam berat yang apabila melebihi baku mutu dapat berbahaya bagi
kesehatan. Meskipun dengan direbus untuk dikonsumsi logam berat yang
terkandung dalam air tidak akan dapat hilang, cara ini hanya untuk
menghilangkan bakteri pada air. Untuk menurunkan kadar logam berat dalam
air ada beberapa cara yang dapat dilakukan dengan penyaringan ataupun
dengan proses adsorbsi menggunakan karbon aktif. Bahan baku pembuatan
karbon aktif bisa dari tempurung kelapa, tempurung kemiri bahkan bisa
menggunakan kulit pisang.
Kulit pisang merupakan bahan buangan atau limbah buah pisang yang
cukup banyak jumlahnya. Umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara
nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai
makanan ternak seperti kambing, sapi dan kerbau. Jumlah dari kulit pisang
cukup banyak yaitu sekitar 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas. Kulit
pisang juga menjadi salah satu limbah dari industri pengolahan pisang,
namun bisa dijadikan teknologi dalam penjernihan air (Lubis, 2012).
Menurut Mirsa (2013), kulit pisang dapat dijadikan sebagai bahan
karbon aktif, hasil yang didapat untuk nilai karbonisasinya mencapai 96,56%.
Dalam penelitian tersebut hanya diteliti proses pembuatan karbon aktif dari
kulit pisang tidak sampai kepada aplikasinya ke air. Kulit pisang sebelumnya
1

memang bisa menurunkan kandungan logam berat namun tanpa diproses


sebagai karbon aktif.
Pemilihan parameter Fe dan Mn dalam penelitian ini karena dalam
penelitian yang dilakukan oleh Gustavo Castro dari Biosciences Institute
bahwa kulit pisang dapat menarik logam-logam berat yang mengontaminasi
air, kulit pisang yang dikeringkan kemudian dicampur dengan air dan
hasilnya air bersih dari logam, logam menempel pada kulit pisang.
Kemampuan kulit pisang dalam menarik logam melebihi material lain (Castro
et al, 2011).
Kandungan Fe dan Mn pada air sumur Banjarbaru yang tinggi
menjadikan Fe dan Mn parameter yang mesti diturunkan, tingginya Fe dan
Mn yang didapatkan dari pengujian awal yaitu sebesar 19,875 mg/l dan 6,200
mg/l untuk kecamatan Banjarbaru Utara, 26,125 mg/l dan 7,200 mg/l untuk
kecamatan Banjarbaru Selatan dan 59,875 mg/l dan 11,200 mg/l untuk
kecamatan Cempaka. Tingginya kandungan Fe dan Mn ini jauh di atas baku
mutu dari Peraturan Menteri Kesehatan No. 419 tahun 1990 yaitu 1,0 mg/l
untuk Fe dan 0,5 mg/l untuk Mn dan dapat menjadi masalah bagi masyarakat
yang menggunakan air sumur dalam kesehariannya untuk jangka panjang.
Berdasarkan permasalahan di atas maka pada penelitian ini akan
memanfaatkan limbah kulit pisang Kepok (Musa acuminate L.) sebagai
karbon aktif untuk menurunkan kandungan Fe dan Mn pada air sumur
Banjarbaru. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan
proses batch. Sebelum dilakukan adsorbsi terhadap Fe dan Mn pada air sumur
akan dilakukan uji karakteristik karbon aktif terlebih dahulu yang meliputi uji
kadar air, kadar abu, luas permukaan dan pH karbon aktif.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakterisasi dari karbon aktif limbah kulit pisang Kepok
meliputi kadar air, kadar abu, luas permukaan, pH dan kemampuan
menurunkan kandungan Fe dan Mn air sumur daerah Banjarbaru?

2. Bagaimana pengaruh variasi dosis karbon aktif dari kulit pisang Kepok
dalam menurunkan kandungan Fe dan Mn?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui karakterisasi dan kemampuan karbon aktif limbah kulit pisang
Kepok dalam menurunkan kandungan Fe dan Mn pada air sumur daerah
Banjarbaru.
2. Mengetahui pengaruh variasi dosis karbon aktif kulit pisang Kepok dalam
menurunkan kandungan Fe dan Mn.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Air yang akan dijadikan uji sampling yaitu air sumur Kota Banjarbaru
pada Kecamatan Banjarbaru Utara, Banjarbaru Selatan dan Cempaka.
2. Aktivasi karbon aktif yang dilakukan secara fisika dan kimia.
3. Karakteristik karbon aktif yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, luas
permukaan dan pH.
4. Parameter uji kualitas air yang diukur dalam penelitian ini yaitu Fe dan
Mn.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1

Menjadi alternatif lain karbon aktif yang selama ini berbahan tempurung
kelapa, kayu bakar, dan lain-lain.

Memberikan data dan informasi tentang karbon aktif dari limbah kulit
pisang Kepok yang dapat menurunkan kadar logam berat khususnya Fe
dan Mn.

Memanfaatkan limbah kulit pisang Kepok yang sudah tidak terpakai.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Tanah
Air tanah adalah salah satu bentuk air yang berada di sekitar bumi kita
dan terdapat di dalam tanah. Air tanah pada umumnya terdapat dalam lapisan
tanah baik dari yang dekat dengan permukaan tanah sampai dengan yang jauh
dari permukaan tanah. Air tanah ini merupakan salah satu sumber air, ada
saatnya air tanah ini bersih tetapi terkadang keruh sampai kotor, tetapi pada
umumnya terlihat jernih. Air tanah yang jernih ini umumnya terdapat di
daerah pegungungan dan jauh dari daerah industri, sehingga biasanya
penduduk dapat langsung mengkonsumsi air ini, sedangkan air tanah yang
terdapat di daerah industri sering kali tercemar, jika pihak industri kurang
peduli akan lingkungan, dan air tanah yang terdapat di daerah perkotaan pada
umumnya masih baik, tetapi tidak dapat langsung dikonsumsi. Air tanah yang
tercemar umumnya diakibatkan oleh ulah manusia yang kurang bahkan tidak
perduli akan lingkungan sekitar (Sutandi, 2012).
Ditinjau dari kedudukannya terhadap permukaan, air tanah dapat disebut:
a. Air Tanah Dangkal, umumnya berasosiasi dengan tak tertekan, yakni yang
tersimpan dalam aquifer dekat permukaan hingga kedalaman sampai 40 m
(tergantung kesepakatan). Air tanah dangkal umumnya dimanfaatkan oleh
sebagian besar masyarakat pada umumnya dengan membuat sumur gali.
b. Air Tanah Dalam, umumnya berasosiasi dengan tertekan, yakni tersimpan
dalam pada kedalaman lebih dari 40 m (apabila kesepakatan air tanah
dangkal hingga kedalaman 40 m). Sementara air tanah dalam
dimanfaatkan oleh kalangan industri dan masyarakat golongan menengah
keatas (Sutandi, 2012).
2.2 Tanaman Pisang (Musa paradisiaca)
Pisang merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan, mulai dari
buah, batang, daun, kulit hingga bonggolnya. Tanaman pisang yang
merupakan suku Musaceae termasuk kedalam tanaman yang besar
memanjang. Tanaman pisang sangat menyukai sekali pada daerah yang
4

beriklim tropis panas dan lembab terlebih si dataran rendah. Ditemui pula di
kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia, Indonesia serta termasuk pula
Papua, Australia Topika, Afrika Tropi. Pisang dapat berbuah sepanjang tahun
pada daerah dengan hujan merata sepanjang tahun. Umumnya, kebanyak
orang memakan buah pisang kulitnya akan dibuang begitu saja. Seringkali
kulit pisang dianggap sebagai barang tak berharga alias sampah. Ternyata
dibalik anggapan tersebut, kulit pisang memiliki kandungan vitamin C, B,
kalsium, protein dan juga lemak yang cukup baik. Selain itu, kulit pisang
menyimpan tegangan tenaga listrik. Kandungan tenaga listrik yang ada pada
kulit pisang bisa dimanfaatkan untuk menggantikan tenaga batu baterai
(Mashur, 2011).

Gambar 2.1 Pisang Kepok (Musa acuminate L.) (Anonim1)


Pisang kepok (Musa acuminate L.) merupakan produk yang cukup
perspektif dalam pengembangan sumber pangan lokal karena pisang dapat
tumbuh di sembarang tempat sehingga produksi buahnya selalu tersedia,
Kulit buah kuning kemerahan dengan bintik- bintik coklat. Berikut adalah
klasifikasi dari buah pisang kepok (Musa acuminate L.):
Kingdom

: Plantae

Filum

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Zingiberales
5

Famili

: Zingiberraceae

Genus

: Musa

Spesies

: Musa acuminata L.

Pisang Kepok memiliki tinggi 370 cm dengan umur berbunga 13 bulan.


Batangnya berdiameter 31 cm dengan panjang daun 258 cm dan lebar daun
90 cm, sedangkan warna daun serta tulang daun hijau tua. Bentuk
jantung spherical atau lanset. Bentuk buah lurus dengan panjang buah 14 cm
dan diameter buah 3.46 cm. Warna kulit dan daging buah matang kuning tua.
Produksi Pisang Kepok dapat mencapai 40 ton/ha (Firmansyah, 2012).
Menurut Hewwet et al (2011), menyebutkan bahwa kulit pisang kepok
(Musa acuminateL.) didalamnya mengandung beberapa komponen biokimia,
antara lain selulosa, hemiselulosa, pigemen klorofil dan zat pektin yang
mengandung asama galacturonic, arabinosa, galaktosa dan rhamnosa. Asam
galacturonic menyebabkan kuat untuk mengikat ion logam yang merupakan
gugus fungsi gula karboksil. Didasarkan hasil penelitian, selulosa juga
memungkinkan pengikatan logam berat. Limbah kulit daun pisang yang
dicincang dapat dipertimbangkan untuk ekstraksi tembaga dan ion timbal
pada air yang terkontaminasi. Hanya butuh sekitar 20 menit untuk konsentrasi
Cu dan Pb untuk mencapai keseimbangan. Kulit buah yang salah satunya
kulit pisang dapat digunakan sebagai ekstraktor logam berat.
Menurut Castro et al (2011), kulit pisang dapat dimanfaatkan dalam
mengikat tembaga dan timah dari air sungai Parana Brasil yang tercemar
dengan tembaga dan timah. Hasilnya pun lebih baik dibandingkan dengan
bahan penyaring yang biasa digunakan seperi karbon dan silika. Kulit pisang
ini dapat digunakan hingga 11 kali proses penjernihan.
2.3 Besi (Fe)
Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar.
Besi ditemukan dalam bentuk kation ferro (Fe 2+ ) dan ferri (Fe 3+ ). Pada
perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup,
ion ferro yang bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi
ini terjadi pelepasan elektron. Sebaliknya. pada reduksi ferri menjadi ferro
6

terjadi penangkapan elektron. Proses oksidasi dan reduksi besi tidak


melibatkan oksigen dan hidrogen (Mustofa, dkk. 2013).
Besi termasuk unsur yang esensial bagi makhluk hidup. Pada tumbuhan,
termasuk algae, besi berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil. Kadar
besi yang berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna merah
juga dapat mengakibatkan karat pada peralatan yang terbuat dari logam, serta
dapat memudarkanbahan celupan (dyes) dan tekstil. Pada tumbuhan, besi
berperan dalam sistem enzimdan transfer elektron pada proses fotosintesis.
Namun, kadar besi yang berlebihandapat menghambat fiksasi unsur lainnya
(Mustofa, dkk. 2013).
2.4 Mangan (Mn)
Mangan mempunyai tingkat oksidasi +7 (oksidator kuat), +6,+4,+3, dan
+2 (paling stabil). Reduksi mangan (VII) menjadi mangan (II) segera terjadi
dengan bermacam-macam reduktor, misalnya larutan kalium permanganat
dalam suasana asam akan dapat direduksi menjadi mangan (II) dengan
menggunakan reduktor seng amalgam.Senyawa mangan yang banyak dikenal
adalah senyawa kalium permanganat, KmnO4. Senyawa ini dapat diperoleh
dengan cara melebur KOH dengan KClO3 dan MnO2. Hasil yang diperoleh
digerus, ditambah dengan air, dipanaskan, lalu dialiri gas karbon
dioksida. Setelah disaring lalu filtratnya diuapkan, maka akan diperoleh
kalium permanganat (Anonim, 2011).
Senyawa lain yang banyak kegunaannya adalah mangan(IV) oksida,
MnO2. Senyawa ini merupakan zat padat berwarna hitam yang tidak larut
dalam air. Mangan(IV) oksida mempunyai kemampuan sebagai oksidator,
misalnya dengan HCl dapat menghasilkan gas klor dan senyawa Mangan(II)
(Anonim, 2011).
2.5 Adsorbsi
Salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan zat
pencemar dari air limbah adalah adsorpsi. Adsorpsi didefinisikan sebagai

pengambilan molekul - molekul oleh permukaan luar atau permukaan dalam


suatu padatan adsorben atau oleh permukaan larutan (Maya, 2012).
Adsorben merupakan zat yang menyerap disebut, sedangkan zat yang
terserap disebut adsorbat. Adsorben dapat berupa zat padat maupun zat cair.
Adsorben umumnya berupa zat padat diantaranya adalah silika gel, alumina,
platina halus, selulosa, dan arang aktif. Adsorbat dapat berupa zat padat, zat
cair, dan gas (Jusmanizah, 2011).
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi
adalah sebagai berikut:
1. Pengadukan
Bila kecepatan pengadukan terlalu lambat maka proses adsorpsi
berlangsung

lambat

pula,

tetapi

bila

pengadukan

terlalu

cepat

kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi


kurang optimal. Selain itu, penentuan waktu kontak juga diperlukan untuk
menghasilkan

kapasitas

adsorpsi

maksimum

terjadi

pada

waktu

kesetimbangan.
2. Karakteristik adsorben
a. Luas permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang
teradsorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel
dan jumlah dari adsorben.
b. Jenis adsorbat
Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampuan
adsorpsi molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar)
memiliki

kemampuan

tarik

menarik

terhadap

molekul

lain

dibdaningkan molekul yang tidak dapat membentuk dipol (non polar).


Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan
adsorpsi. Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah
diadsorbsi dibandingkan rantai yang lurus.
c. Struktur molekul adsorbat
Hidroksil

dan

amino

mengakibatkan

mengurangi

kemampuan

penurunan sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan penurunan.


8

d. Konsentrasi Adsorbat
Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin
banyak jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben.
e. Porositas adsorben
Porositas adsorben juga mempengaruhi daya adsorbsi dari suatu
adsorben. Adsorben dengan porositas

yang besar mempunyai

kemampuan menyerap yang lebih tinggi dibandingkan dengan adsorben


yang memiliki porositas kecil. Untuk meningkatkan porositas dapat
dilakukan dengan mengaktivasi secara fisika seperti mengalirkan uap
air panas ke dalam pori-pori adsorben atau mengaktivasi secara kimia.
3. Temperatur
Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap
adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka
pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga
kemampuan penyerapannya menurun.
4. pH
pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi
pada biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.
Mekanisme adsorpsi pada dasarnya cukup kompleks. Hal ini dapat
dijelaskan dengan menggunakan berbagai tipe adsorpsi. Berbagai jenis
adsorpsi melibatkan peristiwa fisika maupun kimia. Adsorpsi terhadap zat
pengotor atau zat organik ke permukaan adsorben dapat digolongkan
adsorpsi fisika. Proses adsorpsi kimia terjadi di antara atom atau molekul
pada permukaan zat padat. Peristiwa tersebut disertai dengan perpindahan
ion yang dikenal dengan proses pertukaran ion.
Adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
a. Adsorpsi fisika
Adsorpsi fisika relatif tidak spesifik dan disebabkan oleh gaya Van der
Waals atau gaya tarik menarik yang lemah antar molekul. Molekul yang
teradsorpsi bebas bergerak di sekitar permukaan adsorben dan tidak
hanya menetap di satu titik. Apabila gaya tarik menarik molekuler
antara zat terlarut dengan adsorben itu lebih besar daripada gaya tarik
9

antara zat terlarut dengan pelarut, maka zat terlarut akan teradsorpsi di
permukaan adsorben. Adsorpsi fisik ini biasanya dapat berlangsung
balik.
b. Adsorpsi kimiawi
Adsorpsi kimiawi merupakan hasil dari gaya yang lebih besar
dibandingkan dengan pembentukan senyawa kimia. Secara normal
bahan yang teradsorpsi membentuk lapisan di atas permukaan berupa
molekul-molekul yang tidak bebas bergerak dari permukaan satu ke
permukaan

lainnya.

Jika

permukaan

tertutup

oleh

lapisan

monomolekuler, kapasitas adsorben telah habis. Adsorpsi kimiawi


jarang yang bersifat balik.
c. Adsorpsi pertukaran
Adsorpsi pertukaran adalah adsorpsi yang diperankan oleh tarikan
listrik antara adsorbat dan permukaan adsorben. Ion dari suatu substansi
banyak berperan dalam adsorpsi ini. Ion akan terkonsentrasi di
permukaan adsorben sebagai hasil tarikan elektrostatik ke tempat yang
bermuatan berlawanan di permukaan. Pada umumnya, ion dengan
muatan yang lebih besar, seperti ion valensi tinggi, akan tertarik lebih
kuat menuju tempat yang bermuatan berlawanan daripada molekulmolekul yang bermuatan lebih kecil, seperti ion monovalen. Ion yang
berukuran lebih kecil juga mempunyai tarikan yang lebih besar.
Pertukaran ion termasuk dalam kelompok ini.
Proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul
meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben akibat
kimia dan fisika. Hal tersebut adalah:
1. Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorpsi menuju lapisan
film yang mengelilingi adsorben.
2. Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui lapisan film (film diffusion
process).
3. Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui kapiler/pori dalam adsorben
(pore diffusion process).

10

4. Adsorpsi zat terlarut yang teradsorpsi pada dinding pori atau permukaan
adsorben
Proses adsorpsi terjadi dalam tiga tahap yaitu macrotransport,
microtransport dan absorpsi. Macrotransport melibatkan pergerakan adsorbat
melalui air menuju permukaan cairan/padatan secara adveksi dan difusi.
Microtransport melibatkan difusi material organik melalui sistem makropori
dari adsorbat padat seperti karbon aktif untuk adsorpsi yang terjadi di sistem
mikropori dan adsorben padat. Walaupun adsorpsi juga terjadi pada luas
permukaan adsorben dan makropori serta mikropori, luas permukaan dari
hampir semua adsorben padat sangat kecil sekali jika dibandingkan dengan
luas permukaan mikropori dimana jumlah material yang teradsopsi disana
biasanya diabaikan. Struktur dari pori-pori baik mikropori maupun makropori
ini merupakan bagian penting selama proses adsorpsi, karena struktur dan
ukuran dari ruang pori akan menentukan distribusi ukuran molekul-molekul
yang terserap masuk ke dalam pori-pori karbon aktif.
Data kesetimbangan adsorpsi biasanya digambarkan dalam bentuk
kurva isoterm adsorpsi. Pendekatan dengan model terhadap kurva isoterm
dapat membantu menganalisis karakteristik isoterm berupa kapasitas, afinitas,
selektifitas

serta

terkarakterisasi

mekanisme

oleh

nilai

interaksi

konstanta

adsorpsi.

tertentu

yang

Isoterm

adsorpsi

menggambarkan

karakterisasi oleh nilai konstanta tertentu yang menggambarkan karakteristik


permukaan, afinitas dari adsorben dan kapasitas adsorpsi dari adsorben.
2.6 Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan senyawa amorf yang dihasilkan dari bahan-bahan
yang mengandung karbon atau arang yang diperlakukan secara khusus untuk
mendapatkan daya adsorpsi yang tinggi. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas
dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif,
tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya jerap
karbon aktif sangat besar, yaitu 25- 1000% terhadap berat karbon aktif
(Prabarini. N. 2013).

11

Karbon aktif dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu:


1. Karbon aktif sebagai pemucat Biasanya berbentuk powder yang halus
dengan diameter pori 1000A0, digunakan dalam fase cair dan berfungsi
untuk memindahkan zat-zat pengganggu.
2. Karbon aktif sebagai penyerap uap Biasanya berbentuk granular atau pelet
yang sangat keras, diameter porinya 10-200A0, umumnya digunakan pada
fase gas, berfungsi untuk pengembalian pelarut, katalis, dan pemurnian gas
(Prabarini. N, 2013)
Gugus fungsi dapat terbentuk pada karbon aktif ketika dilakukan aktivasi,
yang disebabkan terjadinya interaksi radikal bebas pada permukaan karbon
dengan atom-atom seperti oksigen dan nitrogen, yang berasal dari proses
pengolahan ataupun atmosfer. Gugus fungsi ini menyebabkan permukaan
karbon aktif menjadi reaktif secara kimiawi dan mempengaruhi sifat
adsorpsinya. Oksidasi permukaan dalam produksi karbon aktif, akan
menghasilkan gugus hidroksil, karbonil, dan karboksilat yang memberikan
sifat amfoter pada karbon, sehingga karbon aktif dapar bersifat sebagai asam
maupun basa. (Sudirjo, E. 2006)
Metode aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan karbon aktif
adalah:
a. Aktivasi Kimia
Aktivasi kimia adalah proses pemutusan rantai karbon dari senyawa
organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia (Sembiring, 2003). Metode ini
dilakukan dengan cara merendam bahan baku pada bahan kimia (H 3PO4,
KOH, NaOH, ZnCl2, CaCl2, K2S, HCl, H2SO4, NaCl, Na2CO3) dan diaduk
dalam jangka waktu tertentu, kemudian dicuci dengan akuades selanjutnya
dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk membersihkan permukaan pori,
membuang senyawa pengganggu dan menata kembali letak atom yang dapat
dipertukarkan.
b. Aktivasi Fisika
Aktivasi fisika adalah proses pemutusan rantai karbon dari senyawa
organik dengan bantuan panas, uap dan CO2. Pemanasan ini bertujuan untuk
menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori karbon aktif sehingga
12

luas permukaan karbon aktif bertambah besar. Karbon dipanaskan didalam


furnace pada temperatur 600-900C. Oksidasi dengan udara pada temperatur
rendah, merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk mengontrolnya.
Pemanasan dengan uap atau CO 2 pada temperatur tinggi merupakan reaksi
endoterm, sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan.
Karbon aktif sering digunakan untuk mengurangi kontaminan organik,
partikel kimia organik sintetis, tapi karbon aktif juga efektif untuk
mengurangi kontaminan inorganik seperti radon, merkuri dan logam beracun
lainnya.
Ukuran partikel dan luas permukaan hal penting dalam karbon aktif.
Ukuran partikel karbon aktif mempengaruhi kecepatan adsorpsi, tetapi tidak
mempengaruhi kapasitas adsorpsi yang berhubungan dengan luas permukaan
karbon. Luas permukaan total mempengaruhi kapasitas adsorpsi total
sehingga meningkatkan efektifitas karbon aktif dalam penurunan senyawa
organik dalam air buangan. Ukuran partikel tidak terlalu mempengaruhi luas
permukaan total sebagian besar meliputi pori-pori partikel karbon. Struktur
pori-pori karbon aktif mempengaruhi perbandingan antara luas permukaan
dan ukuran partikel. Struktur pori adalah faktor utama dalam proses adsorpsi.
Distribusi ukuran pori menentukan distribusi molekul yang masuk dalam
partikel karbon untuk di adsorpsi. Molekul yang berukuran besar dapat
menutup jalan masuk ke dalam micropore sehingga membuat area permukaan
yang tersedia untuk mengadsorpi menjadi sia-sia. Karena bentuk molekul
yang tidak beraturan dan pergerakan molekul yang konstan, pada umumnya
molekul yang lebih kecil dapat menembus kapiler yang ukurannya lebih kecil
juga. Karena adsorpsi merupakan proses masuknya molekul ke dalam poripori, menyebabkan proses adsorpsi karbon bergantung pada karakteristik fisik
karbon aktif dan ukuran molekul adsorbat.
Karbon aktif yang baik adalah karbon aktif yang memenuhi standar atau
persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah salah satunya, Standar Nasional
Indonesia (SNI). Persyaratan karbon aktif menurut SNI dapat dilihat pada
tabel 2.1 berikut ini.

13

Tabel 2.1 Persyaratan karbon aktif menurut SNI 06-3730-1995.


Jenis
Bagian yang hilang pada pemanasan 950 oC.
Air
Abu
Bagian yang tidak diperarang
Daya serap terhadap larutan I
2.6.1

Persyaratan
Maksimum 15%
Maksimum 15%
Maksimum 10%
Tidak nyata
Minimum 750 mg/g

Karakteristik Karbon Aktif

Adapun karakteristik dari karbon aktif adalah sebagai berikut:


a) Kadar air
Kadar air karbon aktif ditentukan dengan metode gravimetri. Penentuan
kadar air ini dianalisis berdasarkan perbedaan penimbangan berat karbon
aktif sebelum dipanaskan dan sesudah dipanaskan dalam oven dengan
suhu 1150C selama 3 jam. Kemudian dianalisa nilai kadar air dengan
rumus yang mengacu pada standar SNI 063730-1995 mengenai Arang
Aktif Teknis.

Kadar Air ()=

W
x 100 ..................... (2.1)
W

Keterangan : W1 : kehilangan bobot contoh (gram)


W2 : bobot contoh (gram)
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudrajat,dkk (2003) dengan
menggunakan bahan dari tempurung dan kayu tanaman jarak pagar
menghasilkan kadar air berkisar 1,74% - 9,77%. Penelitian selanjutnya
yang dilakukan Ikawati, dkk (2010) dengan bahan dari limbah kulit
singkong sebagai bahan karbon aktif menghasilkan kadar air sebesar
1,419%. Nilai kadar air sangat menentukan kualitas karbon aktif yang
dihasilkan. Karbon aktif dengan kadar air yang rendah akan memiliki nilai
karbon yang tinggi.
b) Kadar abu
Abu adalah oksida-oksida logam dalam arang yang terdiri dari mineral
yang tidak dapat menguap (non-volatil) pada proses karbonisasi.
Kandungan abu merupakan ukuran kandungan material dan berbagai

14

material anorganik didalam benda uji. Metode pengujian ini meliputi


penetapan abu yang dinyatakan dengan presentase sisa hasil oksidasi
kering benda uji pada suhu yang tinggi (8000C - 9000C), dimana sisa
pengabuan akan dianalisa nilai kadar abunya dengan rumus yang mengacu
pada standar SNI 063730-1995 mengenai Arang Aktif Teknis.

Kadar Abu()=

W
x 100
W

................(2.2)

Keterangan : W1 : sisa pijar (gram)


W2 : bobot contoh (gram)
Kandungan abu sangat berpengaruh pada kualitas karbon aktif.
Keberadaan

abu

yang

berlebihan

akan

menyebabkan

terjadinya

penyumbatan pori-pori karbon aktif sehingga luas permukaan aktif


menjadi berkurang.
c) Luas Permukaan
-

Metode Sears
Luas permukaan aktif berhubungan dengan struktur pori internal yang

menyebabkan karbon aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Luas


permukaan karbon aktif lebih besar dari 200 mg/gr. Karbon aktif dengan
luas permukaan terbesar yang pernah ditemukan (BET) adalah 3300 m2/g
dari bahan baku batu bara bituminous. Luas permukaan pada umumnya
diukur dengan metode BET dengan gas nitrogen. Pada penelitian ini, untuk
mengukur luas permukaan dari karbon aktif yang dihasilkan menggunakan
metode Sears, dalam penelitian mengenai penentuan luas area pada
koloidal tanah kerikil (colloidal silica) dengan titrasi menggunakan
Sodium hydroxide. Sears mengukur luas area dengan menghitung volume
(V) yang diperlukan untuk menaikkan pH 4,0 sampai 9,0 pada karbon aktif
yang telah dilarutkan pada aquadest dan diasamkan dengan HCL dan
ditambahkan NaCl. Kemudian luas permukaan spesifik dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
S (m2/g) = 32V 25

................. (2.3)

15

Keterangan:
S : Luas permukaan spesifik karbon aktif (m2/g)
V : Volume yang diperlukan untuk menaikkan pH 4,0 sampai 9,0
dengan menggunakan larutan NaOH (ml)
-

SEM (Scanning Electron Microscope)


SEM adalah sebuah instrumen berkekuatan besar dan sangat handal
sehingga dapat digunakan untuk memeriksa, observasi, dan karakterisasai
struktur terkecil benda-benda padat dari material organik maupun
anorganik yang heterogen serta permukaan bahan dengan skala
micrometer bahkan sampai sub-mikrometer yang menggunakan sumber
medan emisi dan mempunyai resolusi gambar 1,5 nm, sehingga kita dapat
menentukan sifat dari bahan yang diuji baik sifat fisis, kimia maupun
mekanis yang dapat mempengaruhi mutu dan kualitas dari suatu produk,
dengan demikian kita dapat mengembangkan produk tersebut melalui
informasi ukuran partikel dari mikrostruktur yang terbentuk dan komposisi
unsurnya.
Bagian terpenting dari SEM adalah apa yang disebut sebagai kolom

elektron (elektron column) yang memiliki piranti-piranti sebagai berikut:


1. Pembangkit elektron (elektron gun) dengan filamen sebagai pengemisi
elektron atau disebut juga sumber iluminasi.
2. Sebuah system lensa electromagnet yang dapat dimuati untuk dapat
memfokuskan atau mereduksi berkas elektron yang dihasilkan filamen
ke diameter yang sangat kecil.
3. Sebuah sistem perambah (scan) untuk menggerakan berkas elektron
terfokus tadi pada permukaan spesimen.
4. Satu atau lebih system deteksi untuk mengumpulkan hasil interaksi
antara berkas elektron dengan spesimen dan merubahnya ke signal
listrik.
5. Sebuah konektor ke pompa vakum.
Untuk SEM, signal yang sangat penting adalah elektron sekunder dan
elektron terpantul karena kedua signal ini bervariasi sebagai akibat dari
perbedaan topografi permukaan manakala berkas elektron tersebut
16

menyapu permukaan sampel. Emisi elektron sekunder terkungkung pada


volume di sekitar permukaan di mana berkas elektron menumbuk,
sehingga memberikan bayangan dengan resolusi yang relatif tinggi.
Penampakan tiga dimensi dari bayangan yang diperoleh berasal dari
kedalaman yang besar yang ditembus oleh medan SEM seperti juga efek
bayangan dari elektron sekunder. Signal-signal yang lain berguna untuk
keperluan karakterisasi yang lain.
d) pH karbon aktif
Nilai pH karbon aktif berpengaruh terhadap nilai pH dari air olahan.
Apabila nilai pH karbon aktif tinggi, maka nilai pH air olahan juga ikut
tinggi, sehingga berpengaruh terhadap kadar besi dalam air sumur. Nilai
pH adsorben diukur dengan alat pH meter.

17

BAB III
METODEOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan karbon aktif
yang terbuat dari limbah kulit pisang Kepok sebagai karbon aktif untuk
menurunkan kandungan Fe dan Mn pada air sumur daerah Banjarbaru. Sampel
air sumur diambil di sumur daerah Banjarbaru pada kecamatan Banjarbaru
Utara, Banjarbaru Selatan dan Cempaka, Kalimantan Selatan. Sedangkan
limbah kulit pisang Kepok diambil di industri domestik Banjarbaru,
Kalimantan Selatan.
Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan proses
batch, untuk mengetahui pengaruh dosis karbon aktif dalam penurunan
kandungan Fe dan Mn pada air sumur, dimana karbon aktif yang diaktivasi
secara fisika dan kimia dengan dan tanpa penambahan H 2SO4 akan dipreparasi
terlebih dahulu hingga menjadi serbuk dengan ukuran 100 mesh (0,149 mm).
Selain itu, sebelum dilakukan uji daya serap terhadap Fe dan Mn pada air
sumur, akan dilakukan uji karakteristik karbon aktif terlebih dahulu yang
meliputi uji kadar air, kadar abu, luas permukaan (Metode Sears dan SEM)
dan pH karbon aktif.
Analisis data dilakukan dengan melihat pengaruh variasi dosis dan
karakteristik karbon aktif dengan dan tanpa penambahan larutan H2SO4 pada
aktivasi kimia dalam menurunkan kandungan Fe dan Mn pada proses
adsorpsi. Analisa data disajikan dalam tabulasi data berupa tabel dan grafik
serta analisis deskriptif, yaitu dengan membandingkan data hasil analisis
kandungan Fe dan Mn pada air sumur sebelum perlakuan dengan setelah
perlakuan terhadap karbon aktif dengan penambahan H2SO4 maupun karbon
aktif tanpa penambahan H2SO4.

18

3.1.1 Variabel Penelitian


Adapun variabel yang ditentukan dalam peneltian ini, yaitu:
1. Variabel bebas ;
Variasi dosis pembubuhan karbon aktif yaitu 10, 20 dan 30 gr/l.
Aktivasi kimia dengan dan tanpa penambahan H2SO4
2. Variabel terikat ;
Kandungan Fe dan Mn.
3.1.2 Lokasi Penelitian
Lokasi-lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian ini adalah:
a. Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan sebagai lokasi pengambilan
sampel air sumur dan limbah pisang Kepok.
b. Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat
sebagai tempat pembuatan karbon aktif limbah kulit pisang Kepok dan
proses adsorpsi.
c. Laboratorium Transportasi, Teknik Sipil, Universitas Lambung
Mangkurat sebagai tempat pengayakan karbon aktif.
d. Laboratorium SEM, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Bandung
sebagai tempat uji foto SEM
e. Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung
Mangkurat untuk mengukur kandungan Fe dan Mn.

4.1.3

Kerangka Penelitian
19

Prosedur penelitian yang dilakukan yaitu meliputi beberapa tahapan


yang dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini:

Gambar 3.1. Bagan Alir Rancangan Penelitian


3.2 Bahan dan Alat
20

3.2.1

Bahan
Bahan yang digunakan terdiri dariair sumur, kulit pisang Kepok,larutan
NaOH 50 ml, HCl 50 ml, NaCl 50 ml dan H2SO4 2N 300 ml, indikator pH
Universal dan aquades.

3.2.2

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, cawan petri,
sudip, cawan porselin, pipet tetes, gelas ukur, alat penumbuk/penggerus,
oven, furnace, buret, gegep/penjepit, ayakan 100 mesh, neraca analitik,
gelas beker 1000 ml, stopwatch, kertas saring, corong, erlenmeyer 500 ml,
pengaduk/stirrer, labu erlenmeyer, shaker dan tempat penyimpan karbon
aktif kering (desikator).

3.3 Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data


Prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini
dibagi dalam tiga tahapan prosedur penelitian yaitu tahap pendahuluan, tahap
persiapan dan tahap penelitian.
3.3.1 Tahap Pendahuluan
Tahap pendahuluan dalam penelitian ini yaitu studi literatur.
Pengumpulan literatur dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan
data-data dengan mempelajari tulisan ilmiah yang berhubungan dengan
penelitian ini. Referensi dapat berasal dari buku-buku pengetahuan sesuai
bidang penelitian yang bersangkutan, tulisan ilmiah dapat berupa jurnal
dan tugas akhir, yang mana literatur-literatur tersebut didapat dari
pencarian data melalui internet.
3.3.2 Tahap Persiapan
a. Persiapan alat dan bahan
Pada tahap ini dilakukan persiapan alat dan bahan yang akan
diperlukan di dalam penelitian.
b. Pengambilan sampel air sumur
Sampel air sumur yang digunakan dalam penelitian ini diambil
pada daerah Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
3.3.3 Tahap Penelitian
21

3.3.3.1 Tahap Proses Pengolahan Karbon Aktif


Prosedur proses pengolahan karbon aktif dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Preparasi
Kulit pisang Kepok dibersihkan untuk menghilangkan kotoran yang
menempel. Kemudian kulit pisang Kepok dipotong kecil dengan ukuran
3 cm dan selanjutnya dikeringkan di bawah matahari untuk mengurangi
kadar airnya.
b. Karbonisasi
Kulit pisang Kepok yang dihasilkan pada proses preparasi tersebut
dikarbonisasi pada suhu 4000C dengan
Mulai waktu 1,5 jam dengan sedikit
udara sampai terbentuk karbon yang ditandai dengan terbentuknya asap.
c. Aktivasi Kimia Kulit Pisang Kepok dengan larutan H2SO4
Ide Studi

Setelah dikarbonasi kemudian karbon aktif direndam dalam gelas beker


menggunakan aktivator H2SO4 2N sebanyak 300 ml dengan waktu
Studi Literatur

aktivasi 2,5 jam. Karbon aktif yang sudah diaktivasi disaring dan dicuci
dengan aquadest sampai pH larutan netral, kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 200oC selama 2 jam.
Pengambilan Sampel Air Sumur

d. Pengayakan

Preparasi Kulit
Pisang Kepok

Arang (karbon aktif) yang diperoleh ditumbuk hingga menjadi serbuk.


Serbuk
arang diayak hingga diperoleh ukuran partikel yang seragam
Uji Awal Sampel Air Sumur

Aktivasi Karbon Aktif secara Fisika dan Kimia dengan


Uji Karakteristik
dan tanpa H2SO4
Karbo

yaitu lolos pada ayakan 100 mesh dengan ukuran 0,149 mm. Sampel
yang diperoleh disimpan di tempat yang kering (desikator).
Adsorbsi Air Sumur dengan dosis karbon aktif 10, 20 dan 30 gr/l

3.3.3.2 Pengujian Karakteristik Karbon Aktif

Prosedur proses pengujian karakteristik karbon aktif dalam penelitian


ini adalah sebagai berikut:

a. serta
Uji Kadar
Air
Analisa Data Pengaruh Dosis
Karakteristik
Karbon Aktif dengan dan tanpa H2SO4 dalam Menurunkan Kandunga
Penetapan kadar air karbon aktif dilakukan untuk mengetahui
sifat higroskopis pada karbon aktif. Prosedur penelitian kadar abu sesuai
Kesimpulan

dengan SNI No. 06-3730-1995 mengenai arang aktif teknis, yaitu:


Selesai

22

1. 1 gr karbon aktif ditimbang dengan teliti dalam cawan yang telah


diketahui bobotnya
2. Karbon aktif diratakan kemudian dimasukkan ke dalam oven yang
telah diatur suhunya (115 C) selama 3 jam
3. Setelah itu cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang sampai bobot tetap
4. Untuk mengetahui kadar air, maka dilakukan perhitungan dengan
rumus berikut:
Kadar air ()=

w1
x 100
w2

..............(3.1)

keterangan :
w1 : kehilangan bobot sampel (gram)
w2 : bobot sampel (gram)
b. Uji Kadar Abu
Penetapan kadar abu karbon aktif dilakukan untuk mengetahui
kandungan oksida logam dalam karbon aktif. Prosedur penelitian kadar
abu sesuai dengan SNI No. 06-3730-1995 mengenai arang aktif teknis,
yaitu:
1. 3 gr contoh ditimbang ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya
2. Sampel diabukan di dalam furnace dengan suhu 900C selama 2 jam
3. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang
4. Untuk mengetahui kadar abu maka dilakukan perhitungan dengan
rumus berikut:
Kadar abu ( )=

w1
x 100 ..............(3.2)
w2

keterangan :
w1 : sisa pijar (gram)
w2 : bobot contoh (gram)
c. Pengujian Luas Permukaan
-

Metode Sears
Karbon aktif yang telah terbentuk dianalisis luas permukaan

spesifik menggunakan metode Sears. Sebanyak 0,5 gram karbon aktif


diasamkan dengan 0,1 M

HCl sampai mencapai harga pH 3 - 3,5.


23

Kemudian ditambahkan 10 gram NaCl dan ditambahkan pula aquades


hingga mencapai volume 50 ml. Larutan ini kemudian dititrasi dengan
0,1 M NaOH dalam penangas termostatik (thermostatic bath) pada suhu
2980,5 K sampai mencapai pH 4,0; kemudian dilakukan lagi
penambahan 0,1 M NaOH sampai mencapai nilai pH 9,0. Volume (V)
yang diperlukan untuk menaikkan pH 4,0 sampai 9,0 dicatat dan
selanjutnya luas permukaan spesifik dapat dihitung dengan persamaan:
S (m2/g) = 32V 25..............(3.3)
Keterangan:
S : Luas permukaan spesifik karbon aktif (m2/g)
V : Volume yang diperlukan untuk menaikkan pH 4,0 sampai 9,0
dengan menggunakan larutan NaOH (ml)
-

SEM (Scanning Electron Microscope)


Cara kerja SEM dimulai dengan suatu sinar elektron dipancarkan

dari electron gun yang dilengkapi dengan katoda filamen tungsten.


Tungsten biasanya digunakan pada electron gun karena memiliki titik
lebur tertinggi dan tekanan uap terendah dari semua logam, sehingga
memungkinkan dipanaskan untuk emisi elektron, serta harganya juga
murah. Sinar elektron difokuskan oleh satu atau dua lensa kondensor ke
titik yang diameternya sekitar 0,4 nm sampai 5 nm. Sinar kemudian
melewati sepasang gulungan pemindai (scanning coil) atau sepasang
pelat deflektor di kolom elektron, biasanya terdapat di lensa akhir, yang
membelokkan sinar di sumbu x dan y sehingga dapat dipindai dalam
mode raster di area persegi permukaan spesimen. Ketika sinar elektron
primer berinteraksi dengan spesimen, elektron kehilangan energi karena
berhamburan acak yang berulang dan penyerapan dari spesimen atau
disebut volume interaksi, yang membentang dari kurang dari 100 nm
sampai sekitar 5 M ke permukaan.
Ukuran volume interaksi tergantung pada energi elektron untuk
mendarat, nomor atom dan kepadatan dari spesimen tersebut. Pertukaran
energi antara sinar elektron dan spesimen dapat diketahui di refleksi
energi tinggi elektron pada hamburan elastis (elastic scattering), emisi
24

elektron sekunder pada hamburan inelastik (inelastic scattering), dan


emisi radiasi elektromagnetik, yang masing-masing dapat dideteksi oleh
detektor khusus. Arus dari sinar yang diserap oleh spesimen juga dapat
dideteksi dan digunakan untuk membuat gambar dari penyebaran arus
spesimen. Amplifier elektronik digunakan untuk memperkuat sinyal,
yang ditampilkan sebagai variasi terang (brightness) pada tabung sinar
katoda. Raster pemindaian layar CRT disinkronkan dengan sinar pada
spesimen di mikroskop, dan gambar yang dihasilkan berasal dari peta
distribusi intensitas sinyal yang dipancarkan dari daerah spesimen yang
dipindai. Gambar dapat diambil dari fotografi tabung sinar katoda
beresolusi tinggi, tetapi pada mesin modern digital, gambar diambil dan
ditampilkan

pada

monitor

komputer

serta

disimpan

ke hard

disk komputer.
d. Pengukuran pH Karbon Aktif
Suspensi pH campuran karbon aktif dan aquades diukur dengan pH
meter setelah diaduk menggunakan stirrer selama 24 jam.
3.3.3.3 Tahap penelitian adsorpsi
a. Identifikasi Awal Sampel (Air Sumur).
Sebelum dilakukan proses adsorpsi, air sumur terlebih dahulu diukur
kandungan Fe dan Mn di laboratorium sebagai acuan dasar dan
perbandingan awal.
b. Proses Adsorpsi pada Air Sumur
Mengambil sampel air sumursebanyak 100 ml kemudian memasukkan ke
dalam masing-masing erlenmeyer dan menambahkan karbon aktif
dengan penambahan H2SO4 terlebih dahulu kemudian tanpa penambahan
H2SO4 dengan variasi dosis karbon aktif 10g/l; 20g/l; dan 30 gr/l. Proses
adsorpsi dilakukan menggunakan shaker dengan kecepatan pengaduk
100 rpm selama 60 menit. Kemudian memisahkan karbon aktif dari
sampel air campuran dengan menggunakan kertas saring. Setelah itu,
dilakukan pengukuran kandungan Fe dan Mn pada air sumur yang telah
dicampur dengan karbon aktif menggunakan alat spectrofotometer.
25

3.3.4 Teknik Pengumpulan Data


Data dari pengujian karakteristik karbon aktif dan pengaruh komposisi
terhadap kualitas karbon aktif akan disajikan dalam bentuk tabel
pembanding

dan

kurva.

Pengumpulan

data

dilakukan

dengan

pengumpulan data primer dan data sekunder:


1. Data Primer
Data didapatkan dari hasil pengujian laboratorium dengan
pengukuran nilai kadar Fe dan Mn pada air

sumur sebelum dan

sesudah diolah dengankarbon aktif kulit pisang Kepok dengan aktivasi


dengan dan tanpa larutan H2SO4.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi literatur yang berhubungan
dengan penelitian untuk mempermudah penelitian dilakukan.
3.4 Analisis Data
Karbon aktif diuji karakteristiknya seperti: kadar air, kadar abu, pH
karbon aktif dan luas permukaan karbon aktif.
a. Analisis Kadar Air
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis karbon
aktif. Prosedur penelitian kadar air dilakukan sesuai dengan SNI 06
3730-1995 mengenai Arang Aktif Teknis.
b. Analisis Kadar Abu
Penetapan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan oksida
dalam karbon aktif. Prosedur penelitian kadar air dilakukan sesuai
dengan SNI 063730-1995 mengenai Arang Aktif Teknis.
c. Analisis Luas Permukaan Karbon Aktif
Penetapan luas permukaan karbon aktif bertujuan untuk mengetahui luas
struktur pori internal yang menyebabkan karbon aktif mempunyai sifat
sebagai adsorben. Prosedur penelitian luas permukaan karbon aktif
dilakukan sesuai dengan metode Sears dan SEM.

26

d. Analisis pH Karbon Aktif


Penetapan pH karbon aktif bertujuan untuk mengetahui nilai derajat
keasaman pada karbon aktif.
Setelah dilakukan pemeriksaan kandungan Fe dan Mn secara
spectrofotometer dengan satuan mg/L dari penentuan dosis adsorben maka
dapat ditentukan persentase penurunan Fe dan Mn air sumur, persentase
efisiensi penurunan dinyatakan dalam persen dengan persamaan sebagai
berikut:
=

C 0C e
C0

x 100%

............(3. 4)

Dimana:

= efisiensi penurunan (%)

C0 = Kadar besi dan mangan awal (mg/L)


Ce = Kadar besi dan mangan akhir (mg/L)
Kandungan Fe dan Mn yang diuji di laboratorium, hasilnya disajikan
dalam bentuk tabel dan grafik kemudian dianalisis secara analisis deskriptif.
Tabel 3.1 Nilai Karakteristik Karbon Aktif
No
.
1
2
3
4

Karakteristik

Dengan Aktivasi

Tanpa Aktivasi

H2SO4

H2SO4

Kadar Air (%)


Kadar Abu (%)
Luas Permukaan (m2/g)
pH

27

Tabel 3.2 Pengukuran Fe dan Mn (Dengan Aktivasi H2SO4)


No

Kecamatan
10

1
2
3

Fe (mg/l)
Mn (mg/l)
Dosis Karbon Aktif (gr/l)
20
30
10
20
30

Banjarbaru Utara
Banjarbaru Selatan
Cempaka

Tabel 3.3 Pengukuran Fe dan Mn (Tanpa Aktivasi H2SO4)


No

Kecamatan
10

1
2
3

Fe (mg/l)
Mn (mg/l)
Dosis Karbon Aktif (gr/l)
20
30
10
20
30

Banjarbaru Utara
Banjarbaru Selatan
Cempaka

28

3.5 Waktu Pelaksanaan Penelitian


Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis membuat jadwal kegiatan yang gunanya dapat membantu dalam penyelesain penelitian
sehingga dapat terselesaikan tepat waktu. Penelitian ini ditargetkan dapat selesai dalam jangka waktu 4 bulan, berikut tersaji rincian
kegiatan tersebut:
Tabel 3.4. Jadwal Kegiatan Penelitian
Kegiatan
Tahap Pendahuluan
Studi Literatur
Persiapan Alat Bahan
Pengambilan Sampel
Tahap Persiapan
Pembuatan Karbon Aktif
Uji Karakteristik Karbon Aktif
Proses Adsorbsi Air Sumur
Tahap Penelitian
Uji Kandungan Fe dan Mn
Analisa Hasil Uji Fe dan Mn
Pembuatan laporan
Seminar Proposal
Revisi Tugas Akhir
Seminar Progress
Revisi Tugas Akhir
Seminar Hasil
Revisi Tugas Akhir
Sidang Akhir

Januari 2014

Februari 2015

Maret 2015

April 2015

29

3.6 Rancangan Anggaran Biaya ( RAB )


Tabel 3.5 Rancangan Anggaran Biaya
No
I

II

III

IV

Komponen Pembiayaan
Pembelian Alat dan Bahan
1. H2SO4
2. NaOH
3. HCl
4. NaCl
Sewa Laboratorium
1. Aktivasi Fisika
2. Aktivasi Kimia
3. Uji Karakteristik Karbon Aktif
4. Jar Test
Pengukuran Sampel Awal
1. Besi (Fe)
2. Mangan (Mn)
Pengukuran Sampel
1. SEM
2. Besi (Fe)
3. Mangan (Mn)
Pembuatan Laporan
1. Pengetikan Laporan
2. Penggandaan dan penjilidan

Volume

Satuan

Harga Satuan (Rp)

300 ml
50 ml
50 ml
50 ml

200.000
50.000
50.000
50.000
6 Jam
9 Jam
9 Jam
18 Jam

TOTAL

Jumlah Harga (Rp)

150.000
225.000
225.000
450.000

3 buah
3 buah

25.000
30.000

75.000
90.000

2 buah
18 buah
18 buah

250.000
25.000
30.000

500.000
450.000
540.000

2 rim
5 buah

35.000
25.000

70.000
125.000
3.250.000

30

DAFTAR PUSTAKA
Adinata, Mirsa Restu. 2013. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang sebagai Karbon
Aktif. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.
Surabaya
Anonim. 2011. Reaksi pada Unsur dan Senyawa Mangan.
http://radhyvia.blogspot.com/2011/11/reaksi-pada-unsur-dan-senyawamangan.html, diakses tanggal 9 Desember 2014
Anonim1. 2013. Pisang Unti Sayang Tanpa Jantung.
http://www.jurnalasia.com/2013/07/02/pisang-unti-sayang-tanpa-jantung/,
diakses 4 Januari 2015
Castro, R. S. D., Caetano, L., Ferreira, G., Padilha, P. M., Saeki, M. J., Zara, L. F.,
Martines, M. A. U., & Castro, G. R. (2011). Banana peel applied to the
solid phase extraction of copper and lead from river water:
Preconcentration of metal ions with a fruit waste. Industrial &
Engineering Chemistry Research, 50(6), 3446-3451. Retrieved from
pubs.acs.org/IECR
Firmansyah, Irfan. 2012. Penentuan Ukuran dan Teknik Penyimpanan Benih
PisangKepok (Musa sp. Abb group) dari bonggol. Institut Pertanian Bogor
Hewett, Emma., Stem A and Mrs. Wildfong. 2011. Banana Peel Heavy Metal
Water Filter.http://users.wpi.edu, diakses tanggal 9 Desember 2014
Ikawati dan Melati. 2010. Pembuatan Karbon Aktif dari Limbah Kulit Singkong
UKM Tapioka Kabupaten Pati. Jurnal Teknik Kimia. Semarang: Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Jusmanizah. 2011. Efektivitas Karbon Aktif Kulit Singkong Dalam Menurunkan
Kadar Besi (Fe) Dan Mangan (Mn) Air Sumur Gali Di Desa Amplas
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Skripsi.
Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Lubis, Z. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Kulit Pisang Raja (Musa
paradisiaca) Terhadap Daya Terima Kue Donat. Universitas Sumatera
Utara
Mashur, 2011. Manfaat Kulit Pisang.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI.
Mustofa, dkk. 2013. Media Penyaringan Kulit Pisang dalam Menurunkan Kadar
Besi (Fe) Terhadap Kadar Kekeruhan. Jurnal ilmu kesehatan, vol 14, No.
1, Januari 2013 : 6-9

31

Prabarini, N. 2013. Pemanfaatan Tempurung Kemiri sebagai Bahan Karbon Aktif


dalam Penyisihan Logam Besi (Fe) pada Air Sumur. Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. Surabaya
Sari, M. 2012. Optimasi Kondisi Proses (Kecepatan Pengadukan Dan
Temperatur) Adsorpsi Logam Fe Dengan Zeolit 4A. Jurnal Teknik Kimia.
Riau: Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
SNI No. 06-3730-1995. Arang Aktif Teknis.Jakarta.
Sudirjo, M, 2006, Pembuatan Karbon Aktif Dari Kulit Kacang Tanah (Arachis
Hypogeae) dengan Aktivator Asam Sulfat. Laporan Tugas Akhir,
UniversitasDiponegoro, Semarang.
Sutandi, M. C. 2012. Air Tanah. Bandung. Universitas Kristen Maranatha

32

Anda mungkin juga menyukai