Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL PRAKTIKUM PENELITIAN EKSPERIMENTAL

KEMAMPUAN BIJI PEPAYA (Carica papaya L) SEBAGAI


BIOSORBEN AIR SADAH DENGAN AKTIVATOR ASAM
SULFAT

Disusun oleh :

Fransisca Annatasya

116022

POLITEKNIK KATOLIK MANGUNWIJAYA

SEMARANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini kebutuhan paling utama digunakan adalah air dari segala macam
keberlangsungan hidup manusia seperti keperluan pertanian, domestik, maupun
industrial. Masyarakat pada umumnya lebih sering menggunakan air tanah untuk
keperluan sehari-hari. Kandungan air didalam tanah tergantung pada kondisi
lingkungan masing-masing daerah. Air tanah biasanya mudah terkontaminasi oleh zat
kimia seperti besi terlarut, logam berat, nitrat dan ion yang menyebabkan kesadahan
(Rolence et al., 2014). Kesadahan pada air adalah suatu ukuran kuliatas air bersih,
tingkat kesadahan air ini ditentukan oleh jumlah kalsium dan magnesium.
Ion-ion divalen ini yang akan menyebabkan permasalahan pada penggunanya
seperti menyebabkan kerak pada mesin boiler, mesin cuci, dan pipa serta akan
menimbulkan bercak kuning pada pakaian dan logam. Air sadah jika sering
dikonsumsi terus menerus akan menyebabkan batu ginjal karena terdapat kandungan
kalsium yang berlebih, oleh karena itu perlu dilakukan penghilangan ion-ion divalen
(Ca2+ dan Mg2+) yaitu dengan metode adsorpsi. Adsorpsi adalah metode penyerapan
suatu senyawa dimana dalam prosesnya dibantu oleh adsorben, biasanya adsorben
terbuat dari bahan baku yang banyak mengandung karbohidrat terutama selulosa
seperti sekam padi, tongkol jagung, tempurng kelapa, dan kayu.
Indonesia termasuk dalam daerah tropis sehingga penanaman buah pepaya
sangatlah cocok. Beraneka ragam jenis pepaya sering dibudidayakan oleh petani,
contohnya pepaya California, pepaya Bangkok, pepaya Hawai, dan lain sebagainya.
Pepaya umumnya hanya sebagai bahan pangan mulai dari buah, daun, bunga, dan
batang tidak hanya itu saja pepaya dapat bermanfaat untuk kesehatan, seperti
antikanker, antioksidan, antidiabetes, antiinflamasi, antimalaria, antibakteri, obat
penyembuh luka (Septiani dan Ami, 2016). Namun diIndonesia pemanfaatan tanaman
pepaya kurang maksimal contohnya pada bagian lain seperti biji dari pepaya sendiri.
Biji buah pepaya tergolong sebagai limbah jika hanya diambil bagian buahnya,
sehingga banyak dilakukan penelitian yang telah memanfaatkan biji pepaya seperti
mengolah perasan biji pepaya untuk mencegah infestasi Argulus pada ikan maskoki
(Deriva, 2014), ekstrak limbah biji pepaya sebagai obat anti penyakit jatung koroner,
pembuatan biosorben biji pepaya untuk penyerapan zat warna (Siswarnai dkk, 2017),
aktivitas antikosidan ekstrak biji pepaya yang diekstraksi dengan metode refluks
(Rizki dkk, 2016) dan lain sebagainya.
Dalam biji pepaya mengandung senyawa kimia seperti lemak majemuk 25%,
lemak 26,2%, protein 24,3%, serat 17%, karbohidrat 15,5%, abu 8,8% dan air 8,2%.
Biji pepaya juga memiliki unsur karbohidrat sebesar 32,2 g, kandungan ini paling
bermanfaat sebagai biosorben (Pavan dan Campicho, 2014). Sehingga penelitian
pembuatan biosorben biji pepaya dapat dilakukan.

B. Perumusan Masalah
Air tanah pada tiap daerah memiliki tingkat kesadahan yang berbeda-beda, jika
penggunaan air yang masih memiliki tingkat kesadahan tinggi secara terus menerus
akan menyebabkan penyakit batu ginjal, Penanganan sederhana yang dapat dilakukan
adalah adsorpsi. Adsorben yang dapat digunakan ialah mengandung selulose dalam
kadar yang besar. Oleh karena itu digunakan limbah biji pepaya yang sekarang ini
mudah ditemukan dan murah. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh variasi rasio
biji pepaya dengan arang aktif dan pH larutan terhadap kemampuan menyerap
kandungan logam.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi optimum biosorben dari pengaruh
variasi rasio massa biji pepaya dengan arang aktif dan variasi pH larutan Ca untuk
mengetahui kemampuan terbaik biosorben menurunkan kadar logam dalam air sadah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Biji Pepaya
Pepaya (Carica papaya) atau betik merupakan tumbuhan yang berasal dari genus
Carica yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan bagian utara Amerika Selatan.
Tanaman pepaya memiliki percabangan yang sedikit bahkan tidak ada, tumbuhan ini
dapat tumbuh dengan ketinggian 5 hingga 10 meter. Pepaya memiliki varietas antara
lain pepaya Semangko, peaya Dampit, pepaya Arum Bogor, pepaya Carysa (pepaya
Hawai), pepaya Sari Gading, pepaya Sari Rona, pepaya California (pepaya Callina).
Pada daun pepaya menyirip lima dengan bagian tangkai yang panjang dengan
bagian tengah berlubang, bentuknya dapat memiliki cangap atau tidak tetapi biasanya
pepaya kultivar memiliki cangap di bagian dalam. Bentuk buah dari tumbuhan
pepaya bulat atau memanjang dengan ujung biasanya meruncing, warna buahnya
berwarna hijau tua ketika muda dan berwarna hijau muda hingga kuning. Buah
pepaya yang biasanya berbentuk lojong terdapat rongga didalamnya, rongga tersebut
berisi bij pepaya yang biasanya jarang dimanfaatkan. Biasanya biji pepaya hanya
sebagai limbah pertanian saja berbentuk keriput yang dibungkus oleh kulit ari yang
transparan. Biji pepaya pada buah yang belum masak akan berwarna putih, sedangkan
buah pepaya yang sudah masak bijinya akan berwarna hitam dengan tekstur yang
lunak. Bentuk biji buah pepaya ditunjukan pada gambar 1.

Gambar 1. Morfologi biji pepaya


Kandungan kimia yang terdapat dalam biji pepaya adalah: 25% atau lebih lemak
campuran, 26,2% lemak, 24,3% protein, 17% serat, 15,5% karbohidrat, 8,8% abu dan
8,2% air. Pada biji pepaya terdapat kandungan berupa glucocide caricin dan carpain.
Diduga zat yang terkandung dalam biji pepaya yang berperan adalah glucosinolat,
yang merupakan bagian dari glukosida. Glucosida adalah zat yang mengandung
gugus triterpenoid dan steroid.
Biji pepaya tergolong dalam sampah pertanian yang bisa dijadikan sebagai
biosorben dengan biaya yang sangat murah. Nilai ekonomis dari limbah biji pepaya
sampai saat ini masih sangat kurang efesien, padahal biji pepaya mengandung
beberapa senyawa-senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, glikosida antrakinon,
tanin, triterpenoid/steroid, dan saponin (Pangesti dkk, 2013). Selain kandungan di
atas, biji pepaya juga memiliki unsur karbohidrat sebesar 32,2 g, yang diyakini unsur
paling penting sebagai biosorben (Pavan and Campicho, 2014).

B. Air Tanah
Air tanah merupakan salah satu sumber daya air selain air sungai dan air hujan.
Air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga
keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga
(domestik) maupun untuk kepentingan industri. Dalam siklus hidrologi, pergerakan
air mulai dari air hujan hingga aliran air tanah dalam akuifer, akan mengalami
perubahan komposisi kimia yang berupa penambahan maupun pengurangan unsur-
unsur kimia yang terkandung di dalamnya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
fisik, kimia, biologi dan lingkungan secara umum. Untuk faktor fisik umumnya
dipengaruhi oleh beberapa aspek yakni cuaca (meteorologis), batuan (litologi), jenis
tanah (pedologi).
Kondisi tanah yang mengandung batuan gamping menyebabkan tingkat
kesadahan air tanahnya relatif tinggi (keras). Air tanah di daerah batuan gamping
mengandung ion-ion Ca2+ dan Mg2+ dalam jumlah yang cukup besar. Kondisi tanah
yang mengandung batu granit, air tanahnya memiliki derajat kesadahan yang rendah
karena mengandung unsur (mineral) CO2 dan HCO3-. Air tanah dibedakan menjadi
dua yaitu :
1. Air tanah bebas adalah air yang terletak di atas lapisan kedap air. Jumlah air yang
cukup terbatas, biasanya hanya dipergunakan untuk keperluan rumah tangga,
seperti minum, mandi, dan mencuci. Penggunaan air tanah bebas berupa sumur
berdinding semen ataupun sumur bor. Secara fisik, air tanah terlihat jernih dan
tidak berwarna (bening) karena telah mengalami proses filtrasi oleh lapisan
tanah. Kualitas air tanah bebas cukup baik dan layak digunakan sebagai bahan
baku air minum. Kuantitas air tanah bebas dipengaruhi oleh musim. Pada saat
musim hujan, jumlah air tanah berlimpah, sedangkan musim kemarau jumlahnya
terbatas.
2. Air tanah tertekan (air artesis) adalah air yang terletak dibawah lapisan kedap
air dan mempunyai tekanan lebih besar dari tekanan atmosfer. Air tanah tertekan
berwarna jernih dan sangat baik digunakan untuk air minum karena telah melalui
proses penyaringan berulang-ulang oleh lapisan tanah. Air tanah ini memiliki
kualitas yang lebih baik dari kualitas air tanah bebas. Hal ini disebabkan proses
filtrasi air tanah lebih panjang, lama, dan sempurna dibandingkan air tanah
bebas. Kuantitas air tanah tertekan cukup besar dan tidak dipengaruhi oleh
musim, sehingga air tanah dapat digunakan untuk kepentingan industri dan dapat
digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama.

C. Air Sadah
Air yang banyak mengandung mineral kalsium dan magnesium dikenal dengan
“air sadah”, atau jika air direbus akan meninggalkan endapan atau karat pada
peralatan logam atau air yang sukar untuk dipakai mencuci. Kesadahan atau hardness
adalah salah satu sifat kimia yang dimiliki oleh air. Penyebab air menjadi sadah
adalah karena adanya ion-ion Ca2+ dan Mg2+, atau dapat juga disebabkan karena
adanya ion-ion lain dari polyvalent metal (logam bervalensi banyak) seperti Al, Fe,
Mn, Sr dan Zn dalam bentuk garam sulfat, klorida dan bikarbonat dalam jumlah kecil.
Pada dasarnya penyebab uatama kesadahan adalah ion Ca2+ dan ion Mg2+.
Senyawa kalsium dan magnesium bereaksi dengan sabun membentuk endapan
dan mencegah terjadinya busa dalam air. Oleh karena senyawa-senyawa kalsium dan
magnesium relatif sukar larut dalam air, maka senyawa-senyawa itu cenderung untuk
memisah dari larutan dalam bentuk endapan atau presipitat yang akhirnya menjadi
kerak. Air memiliki parameter tersendiri untuk tingkat kesadahan yang ditunjukan
pada tabel 1.

Tabel 1. Parameter Standar air Bersih

No Parameter Satuan Standar air Bersih


1 Warna Skala TCU 50
2 Bau - Tak Berbau
3 Rasa - Tak Berasa
4 Kekeruhan NTU 25
5 Suhu C Suhu udara + 3
Jumlah zat padat terlarut
6 (TDS) mg/l 1500
7 Zat organic mg/l 10
8 Derajat keasaman (pH) - 6,5-9,0
9 Kesadahan mg/l 500
10 Besi (Fe) mg/l 1,0
11 Sulfat (SO) mg/l 400
12 Nitrit (sebagai N) mg/l 1,0
13 Klorida mg/l 600
14 Seng (Zn) mg/l 5,0
15 Kromium (Cr) mg/l 0,05
16 Timbal (Pb) mg/l 0,05
17 Mangan (Mn) mg/l 0,5
Sumber : Rohayati dkk, 2012

D. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses pemisahan dimana suatu fluida (adsorbat)
berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (biosorben) yang terjadi karena
adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan padatan yang tidak seimbang
(Siswarni dkk,2017). Adanya gaya ini, padatan cenderung menarik molekul-molekul
lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa larutan
kedalam permukaannya. Akibatnya konsentrasi molekul pada permukaan menjadi
lebih besar dari pada dalam fasa gas zat terlarut dalam larutan. Proses adsorpsi hanya
terjadi pada permukaan, tidak masuk dalam fasa bulk/ruah.
Metode adsorpsi dengan menggunakan adsorben alami banyak digunakan dalam
penurunan kesadahan air. Hal ini menciptakan daerah padat pada molekul cairan yang
membentang beberapa diameter molekuler di dekat permukaan (fase terjerap). Untuk
campuran multikomponen, komponen tertentu dari campuran (bahan terjerap yang
dipilih) berkumpul pada permukaan akibat adanya perbedaan kekuatan tarik cairan-
padat diantara komponen-komponen. Fasa terjerap ini memiliki komposisi yang
berbeda dari fasa cairan bulk yang menjadi dasar pemisahan dengan teknologi
adsorpsi (Khah dan Ansari, 2009).
1. Jenis-Jenis Adsorpsi
Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat,
adsorpsi dibedakan 2 jenis yaitu adsorpsi fisika dan adsropsi kimia.
a. Adsorpsi Fisika
Merupakan adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Gaya Van
der Waals adalah gaya tarik-menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan
permukaan adsorben. Pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat pada adsorben
sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan adsorben ke bagian
permukaan adsorben lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh adsorbat
tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Adsorpsi fisika merupakan peristiwa
reversibel sehingga jika kondisi operasinya diubah, maka membentuk kesetimbangan
yang baru. Proses adsorpsi fisika terjadi tanpa memerlukan energi aktivasi. Ikatan
yang terbentuk dalam adsorpsi ini dapat diputuskan dengan mudah yaitu dengan
pemanasan pada temperatur sekitar 150–200oC selama 2-3 jam.
b. Adsorpsi Kimia
Merupakan adsorpsi yang terjadi karena terbentuknya ikatan kimia antara
molekul-molekul adsorbat dengan adsorben. Ikatan yang terbentuk merupakan ikatan
yang kuat sehingga lapisan yang terbentuk merupakan lapisan monolayer. Pada
adsorpsi kimia yang terpenting adalah spesifikasi dan kepastian pembentukan
monolayer sehingga pendekatan yang digunakan adalah dengan menentukan kondisi
reaksi. Adsorpsi kimia tidak bersifat reversibel dan umumnya terjadi pada suhu tinggi
diatas suhu kritis adsorbat. Oleh karena itu, untuk melakukan proses desorpsi
dibutuhkan energi yang lebih tinggi untuk memutuskan ikatan yang terjadi antara
adsorben dengan adsorbat.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya adsorpsi suatu
adsorben :
a. Jenis Adsorbat
1) Ukuran molekul adsorbat
Merupakan hal yang sangat penting diperhatikan supaya proses adsorpsi dapat
terjadi dan berjalan dengan baik. Ukuran molekul adsorbat nantinya mempengaruhi
ukuran pori dari adsorben yang digunakan. Molekul-molekul adsorbat yang dapat
diadsorpsi adalah molekul yang diameternya lebih kecil dari diameter pori adsorben.
2) Kepolaran Zat
Sifat kepolaran dari adsorbat dan adsorben juga mempengaruhi proses adsorpsi.
Misalnya karbon aktif, adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekul polar dibandingkan
dengan molekul non-polar pada kondisi diameter yang sama.
b. Karakteristik Adsorben
1) Kemurnian Adsorben Sebagai zat yang digunakan untuk mengadsorpsi, maka
adsorben yang lebih murni lebih diinginkan karena memiliki kemampuan
adsorpsi yang lebih baik.
2) Luas permukaan dan volume pori adsorben Jumlah molekul adsorbat yang
teradsorpsi meningkat dengan bertambahnya luas permukaan dan volume pori
adsorben. Dalam proses adsorpsi, adsorben sering kali ditingkatkan luas
permukaannya karena luas permukaan adsorben merupakan salah satu faktor
utama yang memperngaruhi proses adsorpsi.
c. Temperatur Berdasarkan prinsip Le Chatelier, maka proses adsorpsi yang
merupakan proses eksotermis, dengan peningkatan temperatur pada tekanan tetap
akan mengurangi jumlah senyawa yang teradsorpsi.
d. Tekanan adsorbat Untuk setiap jenis adsorpsi berdasarkan interaksi molekular
yang terjadi, tekanan adsorbat akan mempengaruhi jumlah molekul adsorbat.
Pada adsorpsi fisika, bila tekanan adsorbat meningkat, jumlah molekul adsorbat
akan bertambah. Namun pada adsorpsi kimia, jumlah molekul adsorbat akan
berkurang bila tekanan adsorbat meningkat.

E. Biosorben
Biosorben merupakan suatu zat padat yang dapat digunakan untuk menyerap
komponen tertentu dari suatu fasa fluida. Biosorben dapat dibuat dari bahan yang
mengandung karbon. Biosorben sangat banyak digunakan dalam skala industri
sebagai purifikasi atau pemisahan gas atau cairan dan juga sebagai katalis maupun
katalis pedukung.
Daya adsorpsi dari karbon aktif disebabkan karena karbon aktif sangat berpori
(porous). Pori-pori tersebut menyebabkan permukaan arang sangat luas, yaitu
berkisar antara 500-1400 m2/g. Selain luas permukaan ada faktor lain yang dapat
berpengaruh pada proses adsorpsi, yaitu sifat kimia alami dari permukaan karbon
aktif. Sifat kimia atau polaritas bervariasi pada tiap jenis karbon aktif dan dapat
mempengaruhi gaya tarik antara molekul adsorben dan zat yang diadsorpsi.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian dan Analisis Data


Penelitian eksperimental ini akan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
Faktorial (RALF) dengan 2 variabel bebas, yaitu pengaruh pH larutan Ca yang diuji
dengan rasio biji pepaya dibanding arang aktif. Untuk mengetahui pengaruh masing-
masing uji statistik analisis varian (ANAVA) terhadap variabel terikat yang
ditetapkan seperti penurunan kadar logam Ca dan pH larutan akhir. Bila ada
pengaruh, maka dilanjutkan dengan uji beda Duncan Multiple Range Test (DMRT)
untuk mendapatkan kondisi optimum.

B. Variabel Penelitian
Penelitian eksperimental ini memanfaatkan biji pepaya menjadi biosorben
terhadap tiap variabel yang ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2. Variabel Penelitian
Run Variabel
Bebas Tetap Terikat
pH larutan Rasio biji pepaya :
Arang aktif
1 4:0 Ukuran
2 3:1 Absornen : 5 g Kadar
3 5 1:1 Volume larutan Logam Ca
4 1:3 Ca 100 ppm
5 0:4 : 50 ml
6 4:0 Kecepatan
7 3:1 Pengadukan : Perunahan
8 6 1:1 200 rpm pH
9 1:3 Tidak diarangkan
10 0:4 Suhu
11 4:0 Pengadukan :
12 3:1 Suhu kamar
13 7 1:1 Waktu
14 1:3 Pengadukan
15 0:4 (1 jam)
C. Bahan dan Alat
1. Alat
Alat yang dipergunakan pada penelitian eksperimental pembuatan biosorben
adalah , screen 40 dan 80 mesh, beaker glass, erlenmeyer, pipet tetes, corong kaca,
buret, labu takar, statif, oven, termometer alkohol, gelas ukur, magnetic stirrer, hot
plate, pengaduk kaca, neraca analitik, loyang, indikator pH dan kertas saring.

Gambar 2. Pengadukan dengan magnetic stirrer

Gambar 3. Titrasi
2. Bahan Baku
Bahan yang diperlukan pada penelitian eksperimental ini adalah
a. Biji pepaya
Biji pepaya didapat dari konsumsi rumahan dan penjual rujak didaerah Jatingaleh
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
laboratorium kimia organik Polteka Mangunwijaya Semarang.
1) H2SO4
2) Aquades
3) CaCl2
4) EDTA
5) CaCO3
6) HCl
7) Indikator EBT
8) Buffer EBT
9) NH3

D. Prosedur Penelitian
1. Proses Pengaktivasian Biosorben
Biji pepaya dicuci dan dikeringkan dengan sinar matahari, kemudian biji pepaya
yang sudah kering ditumbuk. Setelah halus diayak melewati screening berukuran 40
mesh dan 80 mesh, diambil bubuk yang terhambat pada ukuran 80 mesh. Tepung biji
pepaya diaktifkan dengan asam sulfat berkonsentasi 10% dengan rasio perbandingan
1:1, setelah itu dioven pada suhu 110oC selama 8 jam. Kemudian dicuci dengan
aquades untuk menghilangkan kandungan asam, di ovenkan kembali pada suhu
110oC selama 2 jam.
2. Persiapan larutan Ca
Menentukan kebutuhan bahan CaCl2 untuk dijadikan larutan Ca berkonsentrasi
100 ppm dalam 1 liter. Setelah itu CaCl2 ditimbang, dilarutkan dalam labu takar 1
liter dengan aquades digojang hingga larut.
3. Proses Uji Kemampuan Adsorben
Kedalam labu Erlenmeyer berisi 50 ml larutan Ca2+ 100 ppm dengan variasi pH
(5, 6, 7), kemudian dimasukkan biosorben dan arang aktif dengan variasi rasio (4:0,
3:1, 1:1, 1:3, 0:4). Campuran diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 1 jam, setelah
itu larutan dipisahkan dari biosorben dan diambil sebagai sampel untuk analisis.
4. Analisis Kandungan Logam
Analisis kandungan logam dilakukan dengan analisa kompleksometri untuk
mengetahui kandungan logam Ca yang tersisa setelah dilakukan adsorpsi.
5. Analisis pH akhir
Pada analisa ini larutan setelah dipisakan dari biosorben dilakukan pengecekan
pH untuk mengetahui pengaruh pH terhadap kemampuan biosorben dalam kondisi
pH yang berbeda-beda.
BAB IV

JADWAL PELAKSANAAN

Minggu ke -
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pembuatan proposal
2 Persiapan bahan
3 Pelaksanaan penelitian
4 Pengolahan data
5 Pembuatan laporan
6 Seminar
Lembar Pengesahan

Semarang, 3 September 2018


Dosen Pembimbing, Praktikan,

Lucia Hermawati R., S,Si., MT Fransisca Annatasya


DAFTAR PUSTAKA

Absus,S., Itnawita., Kartika., G,F. 2016. Potensi Bubuk Biji Alpukat (Persea
Americana Mill) Sebagai Adsorben Ion Kadmium (II) Dan Timbal (II)
Dengan Aktivator HCl. Jurnal FMIPA. Riau : Fakultas Kimia.
A.M. Khah, dan R. Ansari. 2009. Activated Charcoal: Preparation, characterization
and Applications, Iran. International Journal of ChemTech Research. Vol.1,
No.4 ISSN : 0974-4290, hal. 859-864.
F.A.Pavan, E.S.Campicho, E.L. Guilherme and V.T.A. Branco. 2014. Formossa
Papaya Seed Powder (FPSP):Preparation, Characterization And Application
As On Alternative Adsorben For The Removal Of Crystal Violet From
Aqueous Phase, Jurnal Of Envioronmenta Chemical Engineering 2 (2014)
230-238.
Kalsasin., D,D. 2014. Pemanfaatan Perasan Biji Pepaya (Carica papaya) Untuk
Mencegah Infestasi Argulus Pada Ikan Maskoki (Carassius auratus). Skripsi.
Surabaya : Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Muna, S,M., A,N. 2011. Kinetika Adsorpsi Karbon Aktif Dari Batang Pisang Sebagai
Adsorben Untuk Penyerapan Ion Logam Cr(VI) Pada Air Limbah. Skripsi.
Semarang : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
N.N. Paramesti. 2014. Efektivitas Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya) Sebagai Anti
Bakteri Terhadap Bakteri Escherichia coli. Skrispsi. Jakarta : Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Pratomo., U, Lubis, R,A., Hendrati., D, Sofyanti., T, Nuraini., V,A. 2015.
Pemanfaatan Kulit Kacang Tanah (Arachis hypogeas) Untuk Bioadsorpsi
Logam Kalsium Dan Magnesium. Chimica et Natura Acta Vol.3 No.3.
Sumedang : Departemen Kimia.
Rohayati, K., Khusnul, W., Risky, M., Silvia, A., Vulat, S. Nova, A Siti Nur., A Idha
Z., Fatimah., S, S Ishri A., Amrulah A. 1012. Soda Abu Pelunak Air Sadah.
Semarang : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Siswarni, M.Z., Ranita, L.I., Safitri, D. 2017. Pembuatan Biosorben Dari Biji Pepaya
(Carica papaya L) Untuk Penyerapan Zat Warna. Jurnal Teknik Kimia USU.
Sumatera : Fakultas Teknik.
Lampiran
A. Prosedur Analisis Kompleksometri
1. Membuat Larutan Standar dinatrium EDTA 0,05 M
a. Menentukan kebutuhan dinatrium EDTA dengan rumus :
gr 1000
M = BM × l

b. Menimbang kebutuhan dinatrium EDTA dan larutkan dalam labu takar 500 cc
dengan aquades sampai batas.
2. Membuat Larutan Standar Primer CaCO3 0,05 M
a. Menentukan kebutuhan CaCO3 dengan rumus :
gr×kadar 1000
M= ×
BM l

b. Menimbang dengan tepat kebutuhan CaCO3.


c. Dalam erlenmeyer larutkan CaCO3 dengan 2,5 cc HCl pekat dan 10 cc aquades
dan dibantu dengan pemanasan bila perlu.
d. Mengencerkan larutan hingga ± menjadi 50 cc.
e. Menetralkan larutan dengan larutan NH3 atau NaOH.
f. Memindahkan larutan ke dalam labu takar 100 cc dan diencerkan dengan
aquades sampai batas.
g. Menghitung ulang normalitas larutan standar primer CaCO3.
3. Standarisasi Larutan Standar dinatrium EDTA
a. 10 cc larutan standar primer CaCO3 ditambah 2 cc buffer pH 10 ditambahkan 3
tetes indikator EBT dan dititrasi dengan larutan standar EDTA sampai TAT
(merah anggur – biru).
b. Dicatat volume titrasi.
c. Diulangi minimal 3x.
d. Menentukan normalitas larutan standar dinatrium EDTA.
4. Penentuan Kesadahan Total
a. 100 cc sampel air ditambah 2 cc buffer pH 10 ditambahkan 3 tetes indikator EBT
dan dititrasi dengan larutan standar dinatrium EDTA sampai TAT (merah anggur
– biru).
b. Dicatat volume titrasi.
c. Diulangi minimal 3x.
d. Menentukan kesadahan total air (ppm).
5. Penentuan Kesadahan Tetap
a. 100 cc sampel air dipanaskan hingga volume menjadi ± 70 cc.
b. Larutan didinginkan, ditambah 2 cc buffer pH 10 ditambahkan 3 tetes indikator
EBT dan dititrasi dengan larutan standar dinatrium EDTA sampai TAT (merah
anggur – biru).
c. Dicatat volume titrasi.
d. Diulangi minimal 3x.
e. Menentukan kesadahan tetap air (ppm).
6. Penentuan Kesadahan Sementara
Kesadahan sementara dapat ditentukan dengan rumus :
a. Kesadahan sementara = kesadahan total – kesadahan tetap

B. Analisis pH Akhir
Setelah larutan dipisahkan dari biosorben, larutan dicek pHnya menggunakan
indikator pH dengan dicelupkan dalam larutan yang ada, kemudian dibandingkan
dengan pH mula-mula percobaan untuk mengecek terjadinya perubahan.

Anda mungkin juga menyukai