Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar minyak semakin
lama semakin besar. Bahan bakar minyak yang digunakan paling besar
berasal dari bahan bakar fosil contohnya antara lain adalah minyak bumi.
Bahan bakar minyak bumi yang termasuk bahan bakar tak terbarukan (non
renewable) jika terus menerus digunakan, lama kelamaan akan habis
persediaannya. Cadangan bahan pembuat minyak ini semakin menipis dan
akan segera habis dalam beberapa tahun mendatang. Penurunan jumlah
cadangan minyak disertai pula dengan penurunan produksi minyak
mencapai 10% per tahun (Susilo, 2006).
Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil juga memberikan dampak
buruk bagi lingkungan berupa pengeluaran polusi. Oleh karena itu, mulai
banyak dikembangkan berbagai energi alternatif untuk menggantikan peran
bahan bakar fosil yang dapat diperbarui (renewable) dan lebih ramah
lingkungan. Salah satu bahan bakar alternatif yang mulai diproduksi adalah
biodiesel.
Biodiesel merupakan sumber energi alternatif pengganti solar yang
terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, tidak mengandung sulfur
dan tidak beraroma (Susilo, 2006). Bahan baku biodiesel sementara ini
berupa crude palm oil (CPO). Tetapi penggunaan CPO untuk biodiesel
bersaing karena CPO digunakan untuk pangan. Oleh karena itu dicari bahan
baku biodiesel yang murah dan pemakaiannya tidak bersaing dengan
kebutuhan pokok manusia. Salah satu pilihan bahan baku yang murah dan
mudah dijumpai adalah CPO parit.
Menurut Prihandana dkk. (2006) CPO parit adalah limbah cair pabrik
kelapa sawit yang mengandung FFA 20-70%. Limbah ini merupakan air
yang bercampur dengan minyak sawit yang biasanya ditampung di kolam-
kolam limbah. Limbah ini sebenarnya bersifat nontoksik karena dalam

1
proses ekstraksi minyak kelapa sawit tidak menggunakan bahan kimia.
Namun, ada sejumlah komponen yang lebih tinggi dibandingkan dengan
baku mutu sehingga limbah tersebut tidak diizinkan dimasukkan ke badan
sungai.
Biodiesel umumnya diproduksi dari refinied vegetable oil (minyak
murni) melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, proses ini bertujuan
untuk mengubah trigliserida menjadi asam lemak metil ester (FAME) atau
biodiesel (Hambali dkk., 2007). Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan
baku merupakan salah satu faktor penentu jenis proses pembuatan biodiesel.
Umumnya, minyak murni memiliki kadar FFA rendah (sekitar 2%)
sehingga dapat langsung diproses dengan metode transesterifikasi. Jika
kadar FFA minyak masih tinggi, sebelumnya perlu dilakukan proses
praesterifikasi.
Menurut Hambali dkk. (2007) teknologi yang dapat digunakan untuk
memproses biodiesel antara lain :
1. Transesterifikasi
Metode transesterifikasi merupakan metode yang umum digunakan untuk
memproduksi biodiesel. Metode ini bisa menghasilkan biodiesel hingga
rendemen 95% dari bahan baku minyak tumbuhan. Proses
transesterifikasi umumnya mencampurkan katalis alkalin berupa NaOH
atau KOH dengan alkohol berupa metanol atau etanol.
2. Esterifikasi
Proses esterifikasi dilakukan dalam pembuatan biodiesel jika minyak
yang digunakan memiliki kadar FFA tinggi (>5%) sebelum dilakukan
proses transesterifikasi. Umumnya proses esterifikasi menggunakan
katalis asam. Asam-asam pekat seperti H2SO4 dan HCl adalah jenis asam
yang banyak digunakan sebagai katalis.
3. Katalis Biologis (Biocatalyst)
Katalis biologis merupakan jenis katalis yang sedang dikembangkan
sebagai alternatif lain dalam proses produksi biodiesel. Pengembangan
katalis biologis dapat mengurangi konsumsi energi proses serta

2
menghilangkan senyawa-senyawa pengotor dalam biodiesel seperti
gloserol, air, katalis alkalin, dan sabun yang umum timbul pada proses
transesterifikasi.
4. Tanpa Katalis
Dalam metode pembuatan biodiesel tanpa katalis, proses transesterifikasi
minyak dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi. Proses ini sering disebut
sebagai proses transesterifikasi dengan kondisi superkritik metanol.
Proses superkritik metanol memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak
dipengaruhi oleh kondisi bahan karena asam lemak bebas yang
terkandung dalam bahan akan tersesterifikasi menjadi metil ester secara
simultan.
Secara umum, proses pembuatan biodiesel adalah proses
transesterifikasi yang pada dasarnya mereaksikan minyak dengan metanol
atau etanol ditambah dengan katalis pada temperatur 60-80C (Prihandana
dkk., 2007). Namun, bila kadar keasaman (bilangan asam) pada minyak
tinggi perlu dilakukan modifikasi proses seperti pada bahan baku CPO off
grade, CPO parit, PFAD, dan minyak goreng bekas. Proses transesterifikasi
dilakukan dua tahap yaitu esterifikasi dan transesterifikasi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh suhu proses transesterifikasi terhadap yield
biodiesel yang dihasilkan?
2. Bagaimana pengaruh konsentrasi katalis yang digunakan terhadap yield
biodiesel yang dihasilkan?
3. Bagaimana pengaruh rasio molar metanol-minyak terhadap yield
biodiesel yang dihasilkan?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh suhu proses transesterifikasi terhadap yield
biodiesel yang dihasilkan.

3
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi katalis yang dugunakan terhadap yield
biodiesel yang dihasilkan.
3. Mengetahui pengaruh rasio molar metanol-minyak terhadap yield
biodiesel yang dihasilkan.

D. Kontribusi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan biodiesel dari CPO parit
yang dapat menjadi salah satu pilihan bahan bakar alternatif yang dapat
diperbaharui dan dapat mengatasi ketergantungan terhadap bahan bakar
fosil.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Biodiesel
1. Pengertian Biodiesel
FAME atau fatty acid methyl ester (metil ester asam lemak) adalah
minyak nabati, lemak hewani, atau minyak goreng bekas yang diubah
melalui proses transeterifikasi yang pada dasarnya mereaksikan minyak-
minyak tersebut dengan alkohol (metanol) dan katalisator berupa NaOH
atau KOH. Secara populer, FAME dikenal dengan nama biodiesel
(Prihandana dkk, 2006). Semua minyak yang berasal dari tanaman bisa
dijadikan FAME atau biodiesel.
Menurut Susilo (2006), biodiesel merupakan sumber energi
alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak
hewan, tidak mengandung sulfur dan tidar beraroma. Penelitian yang
telah dilakukan tentang biodiesel diantaranya adalah :
 Penggunaan langsung minyak tanaman murni sebagai pengganti
minyak solar. Penggunaan biodiesel dari minyak tanaman murni
memerlukan modifikasi konstruksi motor.
 Pencampuran minyak tanaman maksimum 20% dengan minyak
solar. Campuran ini dikenal dengan nama nature diesel (NADI).
 Ester hasil transesterifikasi minyak tanaman. Transesterifikasi adalah
reaksi minyak tanaman dengan alkohol menggunakan katalis asam
atau basa dan menghasilkan ester atau gliserol. Ester dari proses ini
dikenal sebagai biodiesel.
2. Kelebihan Biodiesel
Menurut Susilo (2006) biodiesel memiliki beberapa keunggulan
dibanding bahan bakar solar, yaitu :

5
 Biodiesel diproduksi dari bahan pertanian sehingga dapat
diperbaharui
 Biodiesel memiliki nilai cetane yang tinggi, volatile rendah dan
bebas sulfur
 Ramah lingkungan karena tidak ada emisi SOx
 Menurunkan keausan ruang piston karena sifat pelumasan bahan
bakar yang bagus (kemampuan untuk melumasi mesin dan sistem
bahan bakar)
 Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak
mengandung racun
 Tidak mudah terbakar karena memiliki titik bakar yang tinggi
 Meningkatkan nilai produk pertanian Indonesia
 Memungkinkan diproduksi dalam skala kecil menengah sehingga
bisa diproduksi di pedesaan
 Menurunkan ketergantungan suplai minyak dari negara asing dan
fruktuasi harga
 Biodegradabel : jauh lebih mudah terurai oleh mikroorganisme
dibandingkan minyak mineral. Pencemaran akibat tumpahnya
biodiesel pada tanah dan air bisa teratasi secara alami.

B. Bahan Baku Biodiesel


Menurut Susilo (2006), semua tanaman yang mengandung minyak
dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Bahan baku utama
pembuatan biodiesel adalah minyak nabati atau lemak hewani. Selain
minyak nabati atau lemak hewani, bahan pembuat biodiesel lain yang
diperlukan adalah alkohol dan katalis basa. Untuk minyak dengan
kandungan asam lemak bebas (FFA / Free Fatty Acid) tinggi diperlukan
juga katalis asam, biasanya H2SO4.
Alkohol yang digunakan bisa berupa metanol atau etanol. Pada proses
pembuatan biodiesel, disarankan menggunakan metanol karena lebih mudah
dalam penggunaannya. Metanol juga merupakan jenis alkohol dengan berat

6
molekul paling ringan sehingga jumlah yang diperlukan lebih sedikit yaitu
sekitar 15-20% dari berat minyak sedangkan jika menggunakan etanol
dibutuhkan 30% dari berat minyak.
Sodium hidroksida (NaOH) atau Potassium hidroksida (KOH)
merupakan katalis basa yang dapat digunakan. Dalam proses pembuatan
biodiesel, KOH lebih mudah digunakan dan waktu yang diperlukan 1,4 kali
lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan NaOH serta memberikan
hasil samping berupa pupuk potash.
Pada kali ini akan dibahas pembuatan biodiesel dari bahan baku berupa
CPO parit. CPO parit adalah limbah air yang bercampur dengan minyak
kelapa sawit yang ditampung di kolam-kolam limbah. Limbah dari pabrik
kelapa sawit (PKS) ini berasal dari pembuatan CPO (crude palm oil)
Limbah cair PKS ini sebenarnya bersifat nontoksik karena dalam proses
ekstraksi minyak kelapa sawit tidak menggunakan bahan kimia. Namun, ada
sejumlah komponen yang lebih tinggi dibandingkan dengan baku mutu
sehingga limbah tersebut tidak diizinkan masuk ke badan sungai.
Limbah cair PKS mengandung 0,5-1% minyak kelapa sawit sehingga
disebut dengan CPO parit. Karena itu, limbah cair PKS sebenarnya
merupakan salah satu bahan baku biodiesel yang sangat murah (Prihandana,
2006).

C. Proses Pembuatan Biodiesel


Proses konversi asam lemak dari CPO parit menjadi FAME (fatty acid
methyl ester) dengan bantuan katalis melalui proses transesterifikasi dua
tahap diawali dengan persiapan bahan baku, lalu melakukan reaksi
esterifikasi, dilanjutkan dengan proses pencucian I dan proses pemisahan I.
Hasilnya direaksikan secara transesterifikasi, dilanjutkan dengan proses
pencucian II dan proses pemisahan II. Setelah itu, dilakukan proses
pemurnian biodiesel, netralisasi, dan recovery methanol (Prihandana dkk,
2006).
1. Persiapan Bahan Baku

7
Tahapan ini terdiri dari pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang.
Pekerjaan utama terdiri dari pencairan bahan baku; pembersihan bahan
baku dengan bentonit atau zeolit yang kemudian disaring dengan alat
filter; serta proses degumming jika bahan baku mengandung gum lebih
besar dari 60 ppm (Prihandana dkk, 2006).
Pekerjaan yang harus dilakukan sebagai penunjang yaitu :
 Melakukan analisis bahan berupa analisis kotoran (impurities),
khususnya gum untuk menentukan bahan baku tersebut harus
melalui proses degumming atau tidak.
 Melakukan analisis FFA (Free Fatty Acid) untuk menentukan proses
akan dilakukan satu atau dua tahap.
 Melakukan persiapan bahan kimia untuk proses esterifikasi.
 Melakukan persiapan bahan kimia untuk proses transesterifikasi.
2. Reaksi Esterifikasi
Tujuan dari proses ini adalah mengkonversi asam lemak dari CPO
parit menjadi metil ester dengan menambahkan alkohol berupa metanol
dan katalisator. Pada proses esterifikasi ini digunakan katalisator yang
bersifat asam seperti HCl, H2SO4 atau FKS (Prihandana dkk., 2006).
3. Pemurnian Produk I
Tujuan proses pemurnian ini adalah memisahkan produk berupa
biodiesel dari pengotornya untuk selanjutnya akan dialirkan menuju
proses transesterifikasi. Proses pemurnian meliputi :
a. Proses pencucian produk I
Pencucian dilakukan dengan tujuan melarutkan sabun dan
metanol yang tersisa dari reaksi agar terpisah dari biodiesel yang
terbentuk (Pihandana dkk., 2006). Proses pencucian ini dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1) Pencucian gelembung
2) Pencucian kabut
3) Pencucian pengaduk
b. Proses pemisahan produk I

8
Setelah pencucian, minyak dimasukkan ke dalam tangki
pemisahan yang berkerja dengan prinsip pengendapan. Menurut
Prihandana dkk. (2006) dalam tangki pemisahan akan terbentuk 2
fase terpisah yaitu biodiesel dan trigliserida (di lapisan atas) serta
metanol dan gloserol (di lapisan bawah). Lapisan atas dialirkan ke
tangki reaktor transesterifikasi, sedangkan lapisan bawah dialirkan
ke tangki netralisasi. Proses pemisahan dilakukan pada tekanan 1
atm dan temperatur 60C.
4. Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan proses reaksi penyempurnaan
dari pembuatan biodiesel. Pada reaktor transesterifikasi, minyak dan
lemak yang belum bereaksi pada proses esterifikasi dikonversikan
menjadi biodiesel (Prihandana dkk., 2006). Bahan baku tambahan
berupa katalis yang bersifat basa yaitu NaOH dan metanol dimasukkan
ke dalam reaktor. Kondisi reaktor dipertahankan pada tekanan 1 atm dan
temperatur 70C. Lamanya waktu operasi tergantung pada mutu minyak.

Gambar 1. Reaksi Transesterifikasi


5. Pemurnian Produk II
Tujuan proses pemurnian ini adalah memisahkan produk berupa
biodiesel dari pengotornya untuk menghasilkan biodiesel murni. Proses
pemurnian meliputi :
a. Proses pencucian produk II

9
Prinsip kerjanya sama dengan proses pencucian I. Tujuannya
untuk membuang sabun yang terbentuk dan melarutkan metanol sisa
reaksi. Menurut Prihandana dkk. (2006) hal ini bertujuan agar pada
tahap akhir pemurnian biodiesel tidak ditemukan bahan pengotor
(impurities) yang dapat menurunkan mutu biodiesel.
b. Proses pemisahan produk II
Prinsip kerjanya sama dengan proses pemisahan I. Tujuannya
untuk memisahkan biodiesel (di lapisan atas) serta metanol dan
gliserol (di lapisan bawah).
6. Pemurnian Produk III
Pemurnian tahap akhir ini dilakukan untuk mengurangi kandungan
air dan sedimen dalam biodiesel. Pengurangan kandungan air dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Namun menurut Prihandana dkk.
(2006) yang paling mudah adalah memanaskan biodiesel sampai
temperatur 80C dalam vacuum drying. Pengurangan sedimen dilakukan
melalui filter berukuran 60 mesh sampai 100 mesh.
7. Proses Netralisasi
Proses ini merupakan persiapan proses recovery methanol, yaitu air
cucian biodiesel yang masih mengandung metanol dinetralkan pH-nya
dengan menambahkan zat penetral; tergantung dari pH air cucian
tersebut. Indikator bahwa proses netralisasi selesai adalah pH air cucian
6-7.
8. Proses Recovery Methanol
Proses ini dilakukan dalam alat destilasi yang bekerja pada tenakan
1 atm dan pada temperatur titik didih metanol. Destilasi digunakan
sebagai alat untuk mengambil kembali metanol dari air cucian biodiesel.
Metanol yang diperoleh akan digunakan kembali pada proses esterifikasi
dan transesterifikasi.

10
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental di laboratorium.
Secara garis besar, proses ini terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama
adalah tahap persiapan bahan baku CPO parit. Tahap persiapan bahan baku
digunakan untuk memurnikan bahan baku agar dapat menghasilkan yield
biodiesel yang meksimal. Tahap kedua adalah tahap pembuatan produk
biodiesel dari CPO parit melalui proses transesterifikasi dua tahap. Pada
tahap ini mengkaji pengaruh variabel proses yang meliputi pengaruh rasio
molar metanol-minyak, suhu proses dan konsentrasi katalis terhadap yield
biodiesel dari CPO parit.
1. Persiapan Bahan Baku
a. Degumming
Rancangan penelitian proses degumming seperti yang
disajikan pada Gambar 2.

CPO Parit

Larutan H3PO4 Degumming Kotoran


0,6%

Air Pencucian Sisa H3PO4

Energi (Panas) Pengeringan Air

CPO Parit Bebas Gum

11
Gambar 2. Diagram Rancangan Proses Degumming
b. Netralisasi
Rancangan penelitian proses netralisasi seperti yang disajikan
pada Gambar 3.

CPO Parit
Bebas Gum

Larutan NaOH Netralisasi Sabun

Air Pencucian Sisa NaOH

Pengeringan Air
Energi (Panas)

CPO Parit Murni

Gambar 3. Diagram Rancangan Proses Netralisasi

2. Pembuatan Produk
Pembuatan biodiesel dari CPO parit menggunakan proses
transesterifikasi dua tahap yang terdiri dari esterifikasi menggunakan
katalis asam dan transesterifikasi menggunakan katalis basa.

12
CPO Parit Katalis asam Alkohol
(kadar FFA > 5%) (H2SO4) (Metanol)

Pemanasan Pencampuran

Esterifikasi
NaOH Metanol

Pemisahan

Pencampuran

Metanol Transesterifikasi

Pemisahan

Gliserol Crude Biodiesel

Purifikasi
Sludge Purifikasi

Biodiesel
Refined Gliserol

Recovery Methanol

Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel Dua Tahap


B. Rancangan Variabel
Rancangan variabel berubah yang akan digunakan dalam penelitian
pembuatan biodiesel dari CPO parit adalah

13
 Variasi suhu : 30C sampai 70C
 Variasi konsentrasi katalis : 1,0% sampai 4,0%
 Variasi rasio molar metanol-minyak : 6:1 sampai 10:1

Variabel
Rasio Molar
Konsentrasi
Suhu Proses Metanol – Hasil
Katalis
Minyak
30* 1,0% 6:1
40* 1,0% 6:1
Rasio Temperatur
50* 1,0% 6:1
Terbaik (RTT)
60* 1,0% 6:1
70* 1,0% 6:1
RTT 1,0%* 6:1
RTT 1,5%* 6:1
Konsentrasi Katalis
RTT 2,0%* 6:1
Terbaik (KKT)
RTT 3,0%* 6:1
RTT 4,0%* 6:1
RTT KKT 6:1*
RTT KKT 7:1*
Rasio Molar
RTT KKT 8:1*
Terbaik
RTT KKT 9:1*
RTT KKT 10:1*
* = Variabel berubah
1. Variabel Tetap
 Berat CPO parit : 200 ml
 Waktu transesterifikasi : 60 menit
 Kecepatan pengadukan : 400 rpm
2. Variabel Terikat
 Yield biodiesel

14
C. Alat dan Bahan yang Digunakan
1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitis,
hotplate dengan magnetic stirrer, vacuum rotary evaporator, labu leher
tiga, kondensor, beaker glass, labu takar, erlenmeyer, gelas ukur, pipet
volume, corong pisah, pipet, buret, piknometer, bola hisap dan
viskometer ostwald.
2. Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan biodiesel pada
penelitian ini adalah CPO parit, metanol, dan NaOH. Sedangkan bahan
bahan pendukung lainnya adalah asam asetat dah H3PO4.

D. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Bahan Baku
a. Degumming
CPO parit diambil dari kolam limbah lalu dimasukkan ke
dalam tempat penampungan. Setelah itu panaskan dengan api agar
mencair. Jika CPO parit memiliki kandungan gum lebih besar dari
60 ppm maka harus dilakukan proses degumming. Bahan baku
ditambah dengan larutan asam fosfat (H3PO4) 0,6% sebanyak 1-3%
dari volume bahan baku. Kemudian dilakukan proses pengadukan
selama 30 menit lalu diendapkan selama semalam hingga gum
terpisah dari minyak. Selanjutnya dicuci menggunakan air hangat
(60oC) dalam corong pisah. Tahap ini diulang sampai air pencucian
bersifat netral. CPO parit hasil degumming selanjutnya dikeringkan
dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 85oC
selama 30 menit.Minyak yang telah jernih dapat dialirkan ke tahap
selanjutnya.
b. Netralisasi

15
CPO parit hasil degumming sebanyak 200 ml dipanaskan
sampai suhu 60oC. Minyak kemudian ditambahkan larutan NaOH
20oBe sebanyak 13,4 ml disertai dengan pengadukan selama 5 menit.
Kemudian minyak dipindahkan ke dalam corong pisah dan
ditambahkan air hangat (70oC) sebanyak 5 – 10% volume minyak
awal, lalu didiamkan hingga minyak dan air dapat dipisahkan. Tahap
ini diulang sampai air pencucian bersifat netral (pH = 7). Minyak
selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan vacuum rotary
evaporator pada suhu 85oC selama 30 menit.
2. Pembuatan Biodiesel
a. Proses esterifikasi
Reaksi esterifikasi terjadi di dalam reaktor dengan kondisi
operasi 70C dan tekanan 1 atm. Reaktor dilengkapi pengaduk
dengan sistem pemanas double jacket atau bisa berupa pemanas
sistem coil pada suhu 60C. Pengaduk bisa berupa magnetic stirer
atau pompa sirkulasi. Dalam reaktor terjadi konversi asam lemak
bebas menjadi metil ester dengan katalis asam. Metanol-minyak
yang telah ditetapkan rasionya ditambahkan ke dalam minyak dan
dilakukan pengadukan dengan kecepatan 400 rpm.
b. Proses pencucian I
Pencucian dilakukan untuk melarutkan metanol yang tersisa
dari reaksi agar dapat terpisah dari biodiesel. Proses pencucian
dengan menambahkan sejumlah air ke dalam campuran yang
dikeluarkan dari reaktor esterifikasi. Pencucian dilakukan pada
kondisi 1 atm dengan temperatur 80C. Pencucian dilakukan 2
sampai 3 kali dengan indikator air cucian telah bening (berwarna
putih susu).
c. Proses pemisahan I
Setelah pencucian, minyak dimasukkan ke dalam corong pisah
yang bekerja dengan prinsip pengendapan. Dalam corong pisah akan
terbentuk 2 fase terpisah yaitu biodiesel dan trigliserida (di lapisan

16
atas) serta metanol dan gliserol (di lapisan bawah). Lapisan dibagian
atas dialirkan ke tangki transesterifikasi sedangkan lapisan bawah
dialirkan ke tangki netralisasi. Proses pemisahan ini dilakukan pada
tekanan 1 atm dan temperatur 60C.
d. Proses transesterifikasi
Pada reaktor transesterifikasi, minyak dan lemak yang belum
bereaksi pada proses esterifikasi dikonversikan menjadi biodiesel.
Bahan baku tambahan berupa katalis basa dan metanol dimasukkan
ke dalam reaktor. Kondisi reaktor dipertahankan pada tekanan 1 atm
dan temperatur 70C. Katalis basa yang digunakan adalah NaOH.
Volume katalis ditentukan berdasarkan metode titrasi yang
kisarannya 1,3-1,5% dari volume minyak.
e. Proses pencucian II
Prinsip pengerjaannya sama dengan proses pencucian I.
f. Proses pemisahan II
Prinsip pengerjaannya sama dengan proses pemisahan I.
3. Proses Pemurnian
Biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi dimurnikan
dengan mengurangi kandungan air. Biodiesel dipanaskan sampai suhu
80C di dalam vacuum drying. Pengurangan sedimen dilakukan melalui
filter berukuran 60-100 mesh.
4. Proses Netralisasi
Biodiesel dinetralkan pH-nya dengan menambahkan zat penetral
tergantung dari pH air cucian biodiesel. Indikator bahwa proses
netralisasi selesai adalah pH air cucian 6-7.
5. Proses Pengeringan
Biodiesel selanjutnya dikeringkan untuk menghilangkan sisa air
dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 85oC selama
30 menit.

E. Respon

17
Respon yang diamati adalah yield biodiesel yang dihasilkan dari proses
transesterifikasi dua tahap dari bahan baku CPO parit. Yield biodiesel dapat
diketahui dengan rumus :
berat biodiesel
Yield= × 100%
berat CPO parit

F. Teknik Pengumpulan Data


1. Teknik Pengumpulan Data
Produk dari penelitian berupa biodiesel (metil ester) yang telah
dicuci dan dikeringkan selanjutnya ditentukan yieldnya melalui metode
gravimetri.
2. Analisis data Percobaan
Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan metode
deskriptif.

18
BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN

Bulan ke
No Kegiatan
5 6 7 8 9 10
Persiapan :
1
Pengadaan alat dan bahan
2 Persiapan bahan baku
3 Proses pembuatan biodiesel
4 Analisa parameter
5 Analisa data
6 Penyusunan laporan

19
DAFTAR PUSTAKA

Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan, A. H., Pattiwiri, A. W. dan Hendroko, R.


2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta : PT ArgoMedia Pustaka.

Prihandana, R., Hendroko, R. dan Nuramin, M. 2007. Menghasilkan Biodiesel


Murah Mengatasi Polusi dan Kelangkaan BBM. Jakarta : PT ArgoMedia
Pustaka.

Prihanto, A., Pramudono, B., Santosa, H. Peningkatan Yield Biodiesel Dari


Minyak Biji Nyamplung Melalui Transesterifikasi Dua Tahap. Momentum
Vol. 9 No. 2. Oktober 2013.

Susilo, B. 2006. Biodiesel Revisi Sumber Energi Alternatif Pengganti Solar yang
Terbuat dari Ekstraksi Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).
Surabaya : Trubus Agrisarana.

20

Anda mungkin juga menyukai