Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH KIMIA FISIKA 3

ANALISA TERMAL

OLEH

KELOMPOK 13 :

Maratur Rusda Fitri 18036011

Milla Walfauziah Verina 18036013

Nadia 18036016

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Kenyamanan termal baik di dalam ruang maupun di luar bangunan dibutuhkan tubuh agar
dapat beraktifitas dengan baik. Szokolay (1980) dalam ‘Manual of Tropical Housing and Building’
menyebutkan kenyamanan sangat bergantung pada variabel iklim, seperti radiasi akibat paparan
matahari, suhu udara, kelembapan udara, dan juga kecepatan angin di sekitar bangunan.
Meningkatnya suhu bumi akibat pemanasan global mengakibatkan kecenderungan manusia berbagai
negara untuk menciptakan rekayasa pengkondisian udara guna memperoleh temperatur nyaman dalam
ruangan.Sebagian besar manusia modern saat ini masih bergantung pada penggunaan air conditioner
(AC) untuk mengatasi masalah tersebut. Selain praktis penggunaan AC dinilai cukup efektif untuk
menurunkan temperatur udara secara cepat dalam ruangan. Namun disisi lain penggunaan sistem
pengkondisian udara pada suatu ruangan ada beberapa masalah yang terjadi sehingga AC di dalam
ruangan tidak bekerja secara optimal. Hal ini dikarenakan berbagai sebab seperti,penempatan AC
pada ruangan, sudut penyemprotan udara pada inlet yang kurang tepat, unjuk kerja atau performasi
AC yang tidak maksimal sebagai akibat kebocoran system AC yang menyebabkan terlepasnya
refrigeran di udara bebas. Beberapa penelitian tentang kinerja system AC pernah dilakukan oleh
Effendy (2005) yang berfokus pada efek kecepatan udara pendingin kondensor terhadap koefisien
prestasi air conditioning.Pada tahun yang sama Effendy (2005) juga mempublikasikan prestasi AC
karena pengaruh kecepatan putar poros kompresornya.Di indonesia lamanya waktu siang dan malam
24 jam, diketahui bahwa proses pendinginan dipengaruhi oleh suhu lingkungan diluar sekitar
bangunan tersebut yang pada umumnya terasa cukup. mengganggu, ditambah lagi jika dalam
bangunan dihuni oleh orang dengan jumlah yang cukup besar. Hal ini dapat diatasi melalui stategi
pendinginan bangunan dengan cara mengatasi pengaruh negatif iklim dan memanfaatkan semaksimal
mungkin pengaruh yang menguntungkan.Pada kesempatan ini peneliti melakukan Analisis Distribusi
Aliran Udara Pada Ruangan Dengan Variabel Temperatur Dan Penempatan AC Menggunakan
Metode Computational Fluid Dynamics (CFD)menggunakan untuk membandingkan antara kondisi
real dengan pedekatan numerik melalui software ANSYS Fluent R16.0

1.2. Rumusan Masalah


1.Apa yang dimaksud dengan Differential Scanning Calorimet (DSC)?
2.bagaimana prinsip dasar Differential Scanning Calorimet (DSC)?
3.Apa saja tipe dasar Differential Scanning Calorimet (DSC)?
4.Bagaimana contoh analisis termal dengan metode Differential Scanning Calorimet (DSC)?

1.3.Tujuan
1.Mengetahui definisi Differential Scanning Calorimet (DSC)?
2.Mengetahui prinsip dasar Differential Scanning Calorimet (DSC)?
3.Mengetahui tipe dasar Differential Scanning Calorimet (DSC)?
4.Mengetahui contoh metode Differential Scanning Calorimet (DSC)?
BAB II
PEMBAHASAN

Analisis termal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia fisika bahan sebagai
fungsi suhu. Penetapan dengan metode ini dapat memberikan informasi pada kesempurnaan kristal,
polimorfisma, titik lebur, sublimasi, transisi kaca, dedrasi, penguapan, pirolisis, interaksi padat-padat
dan kemurnian. Data semacam ini berguna untuk karakterisasi senyawa yang memandang kesesuaian,
stabilitas, kemasan dan pengawasan kualitas. Pengukuran dalam analisis termal meliputi suhu transisi,
termogravimetri dan analisis cemaran.Teknik-teknik yang mencakup dalam metode analisis termal
adalah:(Analisis termogravimetri termogravimetric analysis=TGA),yang didasari pada perubahan
berat akibat pemanasan.Analisis diferensial termal(diferential thermal analysis=DTA),di dasari pada
perubahan kandungan panas akibat perubahan temperature dan titrasi termometrik.Suhu transisi
meliputi DTA dan DSC. Dalam DTA (Differential Thermal Analysis),panas diserap atau diemisikan
oleh sistem kimia bahan yang dilakukan dengan pembanding yang inert (Alumina, Silikon, Karbit
atau manik kaca) karena suhu keduanya ditambahkan dengan laju yang konstan.Dalam DSC
(Differential Scanning Calorimetry), sampel dan pembanding juga bergantung pada penambahan suhu
secara terus-menerus, namun panas yang ditambahkan baik ke sampel atau ke pembanding dilakukan
seperlunya, hal ini untuk mempertahankan agar suhu keduanya selalu sama. Penambahan panas
dicatat pada recorder, panas ini digunakan untuk mengganti kekurangan atau kelebihan sebagai akibat
dari reaksi endoterm atau eksoterm yang terjadi dalam sampel.

Data yang di peroleh dari masing-masing teknik tersebut digunakan untuk memplot secara kontiyu
dalam bentuk kurva yang dapat disetarakan dengan suatu spectrum yang dikenal dengan sebagai
termogram.Sebagai contoh TGA, teknik mengukur perubahan berat suatu system bila temperaturnya
berubah dengan laju tertentu. Sedangkan DTA, merupakan teknik analisis untuk mengukur perubahan
kandungan panas sebagai fungsi perubahan temperatur.Data yang diperoleh DTA berupa perbedaan
temperature antara sampel(yang ditentukan) dengan suatu senyawa pembanding sebagai fungsi
temperature sampel.Ini dilakukan dengan cara memanaskan kedua zat secara serentak dan mengukur
perubahan temperaturnya bila pemanasan dilakukan pada laju terentu.Analisis termometrik
merupakan pengukuran perubahan temperatur sebagai fungsi pemanasan volume titran.Termogram
adalah suatu alat bantu untuk mengikuti absorpsi gas ataupun mengikuti proses reaksi gas dengan cara
merekam secara kontiyu perubahan volume gas yang di konsumir ataupunyang dibebaskan apabila
materi tersebut dinaikkan temperaturnya pada laju yang konstan

A. Analisis termogravimetri(TGA)

TGA dipakai terutama untuk menetapkan stabilitas panas polimer-polimer. Metode TGA yang paling
banyak dipakai didasarkan pada pengukuran berat yang kontinyu terhadap neraca sensitif disebut
neraca panas. Ketika suhu sampel dinaikan dalam udara atau dalam suatu atmosfer yang inert. TGA
ini dinyatakan sebagai TGA Nonisoterma. Data dicatat sebagai termogram berat versus temperature.
Hilangnya berat bisa timbul dari evaporasi lembab yang tersisa atau pelarut, tetapi pada suhu-suhu
yang lebih tinggi terjadi dari terurainya polimer. Selain memberikan informasi mengenai stabilitas
panas, TGA bisa dipakai untuk mengkarakterisasi polimer melalui hilangnya suatu entitas yang
diketahui, sebagai HCL dari poli(vinil klorida). Dengan demikian kehilangan berat bisa dikorelasikan
dengan persen vinil klorida dalam suatu vinil klorida dalam suatu kopolimer. TGA juga bermanfaat
untuk penetapan volatilitas bahan pemlastik dan bahan –bahan tambahan lainnya. Penelitian-
penelitian stabilitas panas akan tetapi, merupakan aplikasi utama dari TGA. Suatalsiu temogram khas
yang mengilustrasikan perbedaan stabilitas panas antara polimer yang seluruhnya aromatik dan
polimer alifatik sebagian yang berstruktur analog. Berat yang tersisa seringkali merupakan refreksi
yang akurat dari pembentukan arang, yang merupakan parameter penting dalam pengujian daya nyala.
Suatu variasi dari metode tersebut adalah mencatat kehilangan berat dengan waktu pada suhu konstan.
Disebut TGA insotermal, TGA ini kurang umum dipakai daripada TGA nonisotermal. Insturmen-
insturmen TGA modern memungkinkan termogram-termogram dicatat pada kuantitas mikrogram
terhadap produk-produk degradasi yang terjadi.Analisis termogravimetri dilakukan baik secara
dinamik maupun secara static. Pada termogravimetrik dinamik, sampel dinaikkan temperaturnya
secara linier terhadap waktu. Pada cara static atau termogravimetri isothermal, sampel dipelihara
temperaturnya pada suatu periode waktu tertentu, selama waktu tersebut setiap perubahan berat
dicatat.Pada rangkaian peralatannya diperlukan paling tidak tiga komponen utama, yakni timbangan
berpresisi tinggi, tungku dan perekam. Kenaikan temperatur dalam tungku haruslah berfungsi linier
terhadap waktu dan mampu digunakan baik dalam lingkungan inert, oksidasi maupun
reduksi.Perubahan temperatur dan berat direkam secara kontinyu sedemikian rupa Sehingga tidak ada
termogram yang terlewati.Laju pemanasan sampel dan atmosfer sekeliling sampel dapat
mempengaruhi bentuk termogram suatu senyawa tertentu. Metode analisis termal ini diantaranya
berguna untuk mengetahui formula materi hasil dekomposisi termal. Ia berguna juga untuk
mengetahui range temperatur. Ini dapat dilakukan dengan memfariasikan laju pemanasan dan
mencatat perubahan beratnya. Data termogravimetri dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi
parameter kinetik. Order reaksi(x) dengan energi aktivitasi(EA) dapat dihitung secara grafis dari
hubungan:

Dimana R= Tetapan gas universal, T= temperatur absolute, wr= wc-w), Berat yang hilang pada saat t,
wc = berat yang hilang setelah reaksi selesai, w = berat mula-mula. Dengan mengalurkan (memplot )
grafikterhadap , maka baik nilai EA maupun x dapat diperoleh.

B. Analisis termal diferensial(DTA)

Teknik ini dilakukan dengan cara merekam secara terus-menerus perbedaan temperature antara
contoh yang diukur dengan materi pembanding yang inert sebagai fungsi dari temperatur tungku.
DTA dan TGA masing-masing komplementer satu terhadap lainnya, tetapi range pengukuran DTA
jauh lebih besar.Komponen peralatan utama DTA terdiri atas pemegang sampel, tungku yang
dilengkapi dengan termokopel, sistem pengendali aliran, sistem penguat sinyal, pengendali program
tenaga tungku dan perekam. Untuk memperoleh data DTA, mula-mula kedalam tabung yang berisi
sampel (diameter 2 mm, kapasitas 0,1-10 mg sampel) dimasukkan termokopel yang sangat tipis. Hal
yang sama juga terhadap tabung yang berisi pembanding seperti alumina, pasir kuarsa ataupun
dibiarkan kosong. Pada metode dinamik, kedua tabung diletakkan bersisian pada blok tempat sampel,
kemudian dipanaskan atau didinginkan dengan laju yang seragam. Agar memperoleh hasil yang
reprodusibel semua langkahnya sebaiknya mengikuti tata cara standar. Pertama materi sampel harus
halus(100 mesh). Hasil pengaluran antara ∆T Sebagai fungsi T merupakan indikasi perolehan ataupun
kehilangan energy dari sampel yang diteliti.Kalorimeter bersistem scanning diferensial atau
differential scanning colorimeter(DSC)adalah suatu perangkat peralatan yang mampu merekam
perbedaan tenaga listrik yang diperlukan untuk menjaga agar temperatur suatu sampel dan materi
pembanding tetap selama mereka dipanaskan atau didinginkan pada laju sampai dengan 80 /menit.
DTA sering dimanfaatkan dalam bidang lempung, keramik, mineral, telahan perubahan
lempung,telahan kestabilan termal suatu senyawa, identifikasi senyawa baru hasil pemanasan, telahan
reaksi fase padat, trasformasi fase, kinetika reaksi, telahan degradasi padat, transformasi fase, kinetika
reaksi, telahan degradasi termal dan oksidatif.
C. Titrasi Termometrik

Variabel yang diukur pada titrasi dengan metode ini adalah panas reaksinya.Temperatur dialurkan
terhadap volume titran. Titran diteteskan dari buret terhadap suatu larutan yang terletak dalam suatu
bejana yang terisolasi secara termal. Perubahan temperatur pada setiap penambahan volume titran
direkam secara terus-menerus.Titik akhir ditandai dengan belokan yang tajam pada kurva titrasi pada
media tidak berair.Komponen utama dan metodologi dalam titrasi termometrik sangatlah sederhana.
Ia terdiri atas buret dengan penetesan otomatis, kamar titrasi adiabatis, termistor dan perekam.
Perubahan temperature direkam sebagai fungsi waktu. Kurva titrasi termometrik menyatakan ukuran
perubahan etalpi total, tercakup didalamnnya perubahan entropi dan energi dalam. Metode ini
digunakan untuk titrasi dan titrasi asetat anhidrida dalam asam asetat serta studi asetilasi.

D. Metode termal dalam analisis kuantitatif

Peranan metode analisis termal, misalnya dalam pemilihan temperature yang serasi untuk
mengeringkan endapan dalam analisis gravimetri anorganik. Contohnya adalah pengendapan Mg
oksinat yang dikeringkan pada 1100c. Pada temperature ini dua molekul masih terikat dalam molekul
Mg-oksinat,tetapi pada 2100c, molekul tersebut terhidrasi secara total. Sebagai pertimbangan dapat
ditinjau pengendapan kompleks besi cupferron menunjukkan bahwa komposisi pastinya pada setiap
suhu tidak dapat ditentukan, untuk mengatasi hal ini kompleks dibakar sehingga berat materi sebagai
oksidasi pada komposisi tersebut dapat diketahui. Piranti utama untuk pengerjaan ini adalah
timbangan thermal.TMA memperkerjakan probe sensitif dalam kontaknya dengan permukaan sampel
dengan sampel polimer. Ketika sampel dipanaskan probe tersebut merasakan adanya transisi-transisi
thermal seperti Tg atau Tm, dengan mendeteksi perubahan volume (dilatometri)ataupun perubahan
modulus. Dalam kasus yang awal dipakai tip probe yang datar, dan pada yang terakhir dipakai tip
yang runcing, untuk menembus permukaan. Gerakan probe dideteksi oleh pengubah suatu variabel
yang mencatat keluaran voltase proporsional dengan pergantian tersebut. TMA biasanya lebih sensitif
daripada DSC atau DTA untuk mendeteksi transisi-transisi termal.Metode mekanik lainnya yang
kurang umum dipakai adalah analisis anyaman torsi (TBA, torsional braid analisis). Dalam TBA suatu
anyaman atau benang gelas diimpregnasi dengan sampel polimer. Sampel ini kemudian dipanaskan
ketika anyaman atau benang tersebut disubyeksikan ke oskilasi-oskilasi torsi. Variasi-variasi dalam
kelakuan oskilasi berkaitan dengan transisi-transisi termomekanik.

E. Kromotografi pirolis-gas (PGC)

Para ilmuan telah meneliti pirolisis polimer hamper sepanjang mereka meneliti polimer-polimer,
tetepi hal itu tidak sampai tahun 1954, sebentar setelah teknik kromotografi gas pertama kali
dilaporkan, sehingga produk-produk-produk pirolis polimer dipisahkan oleh metode ini. Pada tahun
1959 muncul laporan pertama mengenai perpaduan langsung alat pirolis dengan inlet kolom suatu
kromotografi gas. Sejak itu kombinasi pirolis dan kromotografi gas telah terbukti menjadi alat yang
bermanfaat untuk karakterisasi polimer.Pirolis diselesaikan dengan salah satu dengan tiga cara:Pirolis
ruang tungku, pirolis kilat, atau spirolis laser. Pada masing-masing kasus kromotogram dari produk-
produk pirolis qdisebut pirogram.Pada metode ruang tungku, suatu suatu sampel polimer yang berada
dalam “perahu” sampel dimasukan kedalam ruang pirolis yang belum dipanaskan cepat dari suhu
ruang ke suhu pirolis. Produk-produk pirolis terbentuk gas dialirkan langsung kedalam kromotograf
gas oleh gas pengangkut. Metode pirolis kilat mempekerjakan suatu koil atau filamel yang
mempunyai resistensi tinggi yang dilapisi dengan sampel polimer dan dipasang langsung ke inlet
sampel kromotograf tersebut.Koil kemudian dipanaskan oleh penerapan arus listrik. Beberapa alat
pirolis kilat menggunakn filament-filamen feromagnetik yang dipanaskan oleh induksi frekuensi
tinggi ke titik curie, yang cepat membawa sampel ke suatu suhu yang konstan dan bisa terbuktikan
ulang.Pirolis kilat memiliki beberapa kekurangan di bandingkan dengan pirolis ruang tungku: Koil
logam mungkin memiliki suatu efek katalitik terhadap degradasi, koil mungkin menjadi kotor dengan
produk-produk arang, yang dengan demikian menimbulkan fluktuasi-fluktuasi suhu pirolis, dan
analis-analisis kuantitatif jauh lebih sulit karena sampel tidak bisa di timbang dengan akurat.Dalam
metode pirolis laser, pirolis diselesaikan dengan suatu berkas laser yang terfokus. Pirogram-pirogram
yang diperoleh biasanya jauh lebih sederhana daripada yang diperoleh dengan dua metode
lainnya.Karena tidak semua polimer menyerap sinar laser, hitam karbon sering dicampur dengan
sampel untuk mempermudah pirolis. PGC polimer-polimer bermanfaat untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif. Dengan analisis kualitatif, polimer-polimer seringkali bisa diindentifikasi dari pola peak-
peak (sidik jari) dalam program. Bahkan homopolimer-homopolimer dengan taktisitas berbeda, atau
kopolimer-kopolimer acak,blok,dan cangkok yang dipreparasi dengan monomer-monomer sama
selalu memperlihatkan program-pirogram karakteristik. Satu contoh dari analisis kuantitatif adalah
penetapan vinil asetat dalam poli [etilena-co-(vinil asetat)] dengan mengukur asam asetat yang keluar
selama pirolis.PGC juga bermanfaat dalam menjelaskan langkag-langkah degradasi termal. Sebagai
contoh, program polietina terdiri dari triplet-triplet berjarak teratur sesuai dengan Alkana, alkena, dan
α, ∞ alkadiena (masing-masing dengan jumlah karbon yang sama), yang menunjukkan bahwa
degradasi terjadi melalui pengguntingan acak rangka polimer . Karena terjadinya degradasi lebih
lanjut produk-produk pirolis yang mula-mula terbentuk, beberapa polimer seperti polistirena dan poli
(metal metakrilat) memperlihatkan peak-peak monomer yang besar dalam pirogramnya yang timbul
dari reaksi-reaksi depolimerisasi. Spektrometri massa atau kombinasi GC dan spektometri massa juga
dipakai untuk mengidentifikasiproduk-produk piroli

F. Uji daya nyala

Daya nyala merupakan hal yang sulit untuk diukur dengan suatu cara yang berarti karena uji-uji
laboraturium berskala kecil pada umumnya tidak mencerminkan kelakuan pembakaran dalam kondisi
pembakaran yang sesungguhnya. Misalnya, polimer seperti poliuretana yang banyak dipakai untuk
kain pelapis karpet dan furnitur, tidak terbakar dengarun baik jika di pakai korek api untuk membakar
sampel uji yang kecil : tetapi dalam suatu ruangan pembakaran di mana suhunya jauh lebih tinggi dan
gas-gas yang mudah terbakar terakumulasi, sampel yang sama bisa terbakar dengan dasyat.Pengujian-
pengujian berskala dengan ruangan telah membuktikan bahwa ketika gas-gas yang mudah terbakar
terbakar terakumulasi mencapai suhu tertentu, maka terbakar spontan suatu fenomena yang disebut
flash over dan api menyebar hampir dalam sekejap ke semua objek lainnya dalam ruangan yang
mudah terbakar.Oleh karenanya tidak aneh jika telah di kembangkan sejumlah besar pengujian.
Uji skala kecil yang paling serbaguna dalam penggunaan laboratorium yang tersebar luas adalah uji
indeks oksigen pembatas (LOI).LOI adalah persentase minimum oksigen dalam campuran
oksigengnitrogen yang akan memulai dan mendukung selama tiga menit pembakaran suatu sampel
polimer yang menyerupai nyala lilin, yakni:Prosedur ini melibatkan pengempitan sampel uji dengan
dimensi-dimensi yang terspesifikasi dalam suati silinder pyrex,.Suatu campuran O2 dan N2 terukur di
masukkan ke dalam dasar instrumen, dan sampel di bakar dengan nyala gas. Nilai-nilai LOI
representatif untuk beberapa polimer umum.Yang merupakan catatan berharga yaitu perbedaan antara
poli (etilena oksida) “isomerik” dan poli (vinil alcohol) menghasilkan pendinginan zona pirolis
dengan penurunan daya nyala sebagai akibat akhirnya. Sifat-sifat tahan nyala dari halogen juga
muncul.Prosedur pengujian lainnya yang banyak di pakai adalah mengepit sampel secara horizontal
dalam udara dan mengenakan nyala api ke salah satu ujungnya selama 30 detik. Jika, setelah nyala di
hentikan, sampel gagal terbakar hingga 4 inci dari titik penyalaan, maka di sebut “pemadaman dini”.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1.Adalah pengukuran sifat kimia fisika bahan sebagai fungsi ssuh.Penetapan dengan metode ini dapat
memberikan informasi pada kesempurnaan kristal,polimorfisma,titik lebur,sublimasi,transisi kaca,
dedrasi,penguapan, pirolisis, interaksi padat-padat dan kemurnian.

Anda mungkin juga menyukai