Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

RADIOKIMIA
Analisis Pengenceran Radioisotop untuk Penentuan
Massa PbNO3 dengan Isotop I-131

31 MARET 2015
ARI NURUL PANGESTU/ 011300326/ TKN 13
Rekan Kerja Kelompok 1 :
Doly Mauludy Pradana
Michael Situmorang
Rikhi Galatia

Analisis Pengenceran Radioisotop untuk


Penentuan Massa PbNO3 dengan Isotop 131I

I.

Tujuan
1. Menggambarkan

prinsip-prinsip

metode

pengenceran

radioisotop

dan

mengaplikasikannya dalam prosedur-prosedur analisis.


2. Menganalisis jumlah massa PbNO3 dalam larutan PbNO3 dengan teknik
pengenceran radioisotop.
II.

Dasar Teori
2.1 Radioisotop
Radioisotop adalah isotop suatu unsur yang radioaktif yang memancarkan sinar

radioaktif. Isotop suatu unsur baik yang stabil maupun radioaktif memiliki sifat kimia yang
sama. Radioisotop senantiasa memancarkan radiasi di manapun dan keberadaannya mudah
dideteksi. Radioisotop ibarat lampu yang tidak pernah padam senantiasa memancarkan
cahayanya. Radioisotop dalam jumlah sedikit sekali pun dapat dengan mudah diketahui
keberadaannya. Dengan teknologi pendeteksian radiasi saat ini, radioisotop dalam kisaran
pikogram (satu per satu trilyun gram) pun dapat dikenali dengan mudah. Sebagai ilustrasi, jika
radioisotop dalam bentuk carrier free (murni tidak mengandung isotop lain) sebanyak 0,1
gram saja dibagi rata ke seluruh penduduk bumi yang jumlahnya lebih dari 5 milyar, jumlah
yang diterima oleh masing-masing orang dapat diukur secara tepat.
Laju peluruhan tiap satuan waktu (radioaktivitas) hanya merupakan fungsi jumlah
atom radioisotop yang ada, tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan baik temperatur,
tekanan, pH dan sebagainya. Penurunan radioaktivitas ditentukan oleh waktu paro, waktu
yang diperlukan agar intensitas radiasi menjadi setengahnya. Waktu paro ini merupakan
bilangan khas untuk tiap-tiap radioisotop. Misalnya karbon-14 memiliki waktu paro 5.730
tahun, sehingga radioaktivitasnya berkurang menjadi separonya setelah 5.730 tahun berlalu.

Seluruh radioisotop yang telah berhasil ditemukan telah diketahui pula waktu paronya. Waktu
paro radioisotop bervariasi dari kisaran milidetik sampai ribuan tahun. Waktu paro ini
merupakan faktor penting dalam pemilihan jenis radioisotop yang tepat untuk keperluan
tertentu.
Intensitas radiasi ini tidak bergantung pada bentuk kimia atau senyawa yang
disusunnya. Hal ini dikarenakan pada reaksi kimia atau ikatan kimia yang berperan adalah
elektron, utamanya elektron pada kulit atom terluar, sedangkan peluruhan radioisotop
merupakan hasil dari perubahan pada inti atom.
Radioisotop memiliki konfigurasi elektron yang sama dengan isotop lain sehingga
sifat kimia yang dimiliki radioisotop sama dengan isotop-isotop lain dari unsur yang sama.
Radioisotop karbon-14, misalnya, memiliki karakteristik kimia yang sama dengan karbon-12.
Radiasi yang dipancarkan, utamanya radiasi gamma, memiliki daya tembus yang besar.
Lempengan logam setebal beberapa sentimeter pun dapat ditembus oleh radiasi gamma,
utamanya gamma dengan energi tinggi. Sifat ini mempermudah dalam pendeteksian.
II.2Perunut
Perunut adalah zat untuk mengetahui suatu alur/ jejak / lokasi suatu aliran. Suatu zat
radioaktif bersifat tidak stabil dan terus menerus memancarkan sinar radioaktif, sehingga
dapat digunakan sebagai perunut. Perunut radioaktif adalah isotop radioaktif yang
ditambahkan ke dalam bahan kimia atau makhluk hidup guna mempelajari sistem.
Anggapan penting yang digunakan pada penggunaan radionuklida sebagai perunut
adalah materi radioaktif akan tercampur secara sempurna dengan sistem yang dipelajari, hal
ini berarti bahwa gejala keradioaktifan yang dipancarkan oleh perunut tidak mempengaruhi
komponen sistem, dan perunut tersebut tidak dapat dibedakan secara kimia dengan materi
non radioaktif.
Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan radionuklida
perunut :
1. Harus memiliki sifat kimia dan fisika yang sama dengan sistem yang dipelajari.
2. Radionuklida perunut harus memiliki waktu hidup yang cukup panjang sehingga
aktivitasnya dapat dideteksi dengan baik.

3. Jenis radiasi yang dipancarkan harus menjadi pertimbangan terutama kemampuan


penetrasi dan kemudahannya untuk diukur. Hanya terdapat sedikit radionuklida alam
yang dapat digunakan sebagai radionuklida perunut seperti isotop H dan C, dan produk
peluruhan U dan Th. sekarang kebanyakan radionuklida perunut diproduksi secara buatan
dalam reaktor atau dalam ekselerator.
Pengunaan radioisotop sebagai perunut didasarkan pada ikatan bahwa isotop
radioaktif mempunyai sifat kimia yang sama dengan isotop stabil. Jadi suatu isotop
radioaktif melangsungkan reaksi kimia, yang sama seperti isotop stabilnya. Sebagai perunut,
radoisotop ditambahkan ke dalam suatu sistem untuk mempelajari sistem itu, baik sistem
fisika, kimia maupun sistem biologi. Oleh karena radioisotop mempunyai sifat kimia yang
sama seperti isotop stabilnya, maka radioisotop dapat digunakan untuk menandai suatu
senyawa

sehingga

perpindahan

perubahan

senyawa

itu

dapat

dipantau.

Teknik perunut ini dapat diaplikasikan apabila dalam kondisi dimana ada suatu aliran
populasi masa. Selain itu agar teknik perunut ini dapat secara sempurna diaplikasikan maka
perlu dipenuhi beberapa persyaratan lain, misalnya bahwa bahan perunut yang digunakan
harus mempunyai sifat-sifat dan berkelakuan sama dengan bahan dari populasi masa yang
diselidiki namun mempunyai identitas khusus dimana bahan perunut tersebut harus dapat
dideteksi dengan suatu alat deteksi.
Perunutan merupakan suatu proses pemanfaatan senyawa yang telah ditandai dengan
isotop atau radioisotop untuk menjadi bagian dari sistem biologi/mekanik sehingga diketahui
mekanisme yang terjadi atau diperoleh suatu hasil pengukuran. Teknik perunut dapat
menggunakan isotop atau radioisotop.
Dasar aplikasi dari teknik perunut dengan isotop stabil adalah sifat kimia spesifik
dari unsur yang digunakan dengan berat molekul yang berbeda. Contoh isotop stabil adalah
N-15, Cr-52, C-13, dan lainnya. Alat yang digunakan untuk mengukur isotop stabil seperti
mass atomic spektrofotometer , X-ray flourescene (XRF), dan Neutron Atomic Absorbtion
(NAA). Sedangkan dasar aplikasi dari teknik perunut dengan radioisotop adalah paparan
aktivitas dari masing-masing unsur yang digunakan. Contoh radioisotop adalah C-14, Ca-45,
P-32, H-3, dan lainnya. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas paparannya
adalah Liquid Scintilation Counter (LSC), Gamma Counter , HPGe, dan lainnya. Dalam

aplikasinya, radioisotop dapat dijadikan perunut yang memberi manfaat pada bidang
kedokteran, industri, hidrologi, dan bidang lainnya.
Teknik perunut dapat dipakai untuk mempelajari mekanisme berbagai reaksi kimia
esterifikasi, fotosintesis, dan kesetimbangan dinamis. Perunut adalah zat untuk mengetahui
suatu alur atau jejak atau lokasi suatu aliran. Suatu zat radioaktif bersifat tidak stabil dan
terus-menerus memancarkan sinar radioaktif sehingga dapat digunakan sebagai perunut.
Perunut radioaktif adalah isotop radioaktif yang ditambahkan kedalam bahan kimia
atau makhluk hidup yang mempunyai isotop. Syarat-syarat perunut adalah sebagai berikut:
1. Tidak berbahaya bagi manusia.
2. Aktifitasnya rendah
3. Waktu paronya pendek.
4. Larut dalam dalam air.
II.3Pengenceran Isotop
Pengenceran isotop adalah pengenceran bahan target yang dilakukan dengan
menambahkan isotopnya. Pengenceran isotop digunakan untuk mengurangi cacat radiasi dan
analisis yang memanfaatkan perubahan rasio isotop. Untuk mengurangi cacat radiasi akibat
penyerapan radioisotop ke dalam tubuh, konsentrasinya diencerkan dengan menyerap isotop
stabil dan dikeluarkan dari tubuh. Misal, bila iodium radioaktif diserap ke dalam tubuh maka
setelah 24 jam sekitar 20% jumlahnya akan masuk ke dalam tiroid dan sisanya setelah
terdistribusi ke seluruh tubuh segera dikeluarkan melalui urin. Bila sebelumnya telah
menggunakan iodium stabil maka konsentrasi iodium di dalam tiroid menjadi lebih tinggi
dan waktu paro biologisnya menjadi lebih pendek.
II.3.1 Analisis Pengenceran Isotop
Analisis pengenceran isotop untuk menentukan kadar suatu zat dilakukan dengan cara
menambahkan zat radioaktif yang telah diketahui aktivitas jenisnya dan sudah diencerkan ke
dalam zat yang akan ditentukan kadarnya. Senyawa yang digunakan memiliki sifat yang
identik

dengan

senyawa

yang

akan

dianalisis.

Pada analisis pengenceran isotop, kedalam suatu larutan yang akan dianalisis ditambahkan

suatu larutan yang mengandung suatu spesi radioaktif yang diketahui jumlahnya dan zat yang
tidak diketahui. Kemudian zat tersebut di pisahkan, lalu keradioaktifannya ditentukan.
Dalam tataran analisis, analisis pengenceran isotop adalah teknik untuk meningkatkan
presisi dan akurasi dari analisis kimia. Pertama, jumlah yang diketahui dari suatu isotop
ditambahkan ke sampel. Misalnya, untuk menentukan jumlah timbal dalam sampel, diketahui
jumlah Pb-204, salah satu isotop timbal, dapat ditambahkan. Kelimpahan isotop alami dari
timah adalah 204 (1,8%), 206 (22,1%), 207 (24,2%), dan 208 (52,1%). Komposisi isotop
sampel akan sedikit berubah. Kemudian, dengan mengukur isotop masing-masing, jumlah
timbal dalam sampel asli dapat dihitung. Dalam khas kromatografi gas analisis, pengenceran
isotop dapat mengurangi kesalahan injeksi dari 5% menjadi 1%. Hal ini juga dapat digunakan
dalam spektrometri massa (biasanya disebut sebagai pengenceran isotop spektrometri massa
atau IDMS), di mana rasio isotop dapat ditentukan dengan presisi biasanya lebih baik dari
0,25%. Sebuah bentuk yang sedikit berbeda dari pengenceran isotop dapat digunakan untuk
menentukan komposisi radioaktif sampel. Misalnya dengan menambah jumlah isotop
radioaktif dalam sampel dan kemudian perubahan radioaktivitasnya diukur sehingga jumlah
isotop dalam sampel asli dapat dihitung.
Proses analisis pengenceran isotop secara umum adalah analisis campuran senyawa
berdasarkan jenis cuplikan, yaitu dengan suatu komponen yang telah diketahui aktivitas
jenisnya; penentuan kuantitatif senyawa dalam campuran yang rumit dapat dilaksanakan
dengan menambahkan senyawa bertanda dengan keaktifan jenis dan jumlah yang diketahui
dengan teliti; untuk maksud ini harus digunakan senyawa bertanda dengan sifat yang identik
dengan senyawa yang akan ditentukan; bila senyawa yang akan ditentukan dapat dipisahkan
dalam keadaan murni, tetapi tidak perlu diperoleh hasil pemisahan yang kuantitatif, maka
kadar senyawa yang dimaksud dapat ditentukan dengan membandingkan keaktifan jenis
sebelum dan sesudah pemisahan. Kebalikan dari cara ini sering dinamakan kebalikan
pengenceran isotop, merupakan penambahan isotop mantap ke dalam isomer radioaktif yang
akan ditentukan kadarnya.
II.3.2 Metoda Analisis Pengenceran Isotop
Analisis Uranium dan Thorium dalam Limbah radioaktif dari proses daur bahan bakar
nuklir dapat dilakukan dengan pengkajian metode analisis uranium dan thorium dalam

limbah radioaktif dari proses daur bahan bakar nuklir. Metode analisis uranium dan thorium
dalam pengkajian ini terdiri dari metode Titrimetri, Spektrofotometri UV-VIS, Fluorimetri,
HPLC, polarografi, Spektrografi Emisi, XRF, AAS, Spektrometri Alfa, dan Spektrometri
Massa. Dari pengkajian ini dapat disimpulkan bahwa untuk analisis uranium dan thorium
untuk konsentrasi rendah menggunakan metode Spektrofotometri UV-VIS lebih baik
daripada metode Titrimetri. Sedang untuk analisis uranium dan thorium dengan konsentrasi
sangat rendah sampai ppb (10-9 bagian) dapat digunakan dengan metode Analisis Aktivasi
Neutron (AAN), Spektrometri Alfa, dan Spektrometri Massa.
Metode Spektrometri Alfa dan ICP-MS (Inductively Coupled Plasma Mass
Spectrometry) untuk analisis kandungan isotop uranium dan thorium sangat baik bila dilihat
dari aspek ketelitian maupun ketepatan analisis. Perbandingan metode ICP-MS dan
Spektrometri Alfa menunjukkan bahwa kedua metode tersebut mempunyai kemampuan
untuk menentukan isotop uraranium dan thorium dalam cuplikan limbah dengan hasil yang
sangat bagus, tetapi metode ICP-MS memerlukan waktu analisis lebih cepat dan biayanya
lebih murah. Metode AAN juga dapat digunakan untuk analisis isotop uranium and thorium,
tetapi metode ini memerlukan fasilitas reaktor dan waktu analisis sangat lama.
Pada metode titrimetri dan gravimetri ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar
analisis dapat dilakukan yaitu :
1. Metoda Titrimetri:
Reaksi harus berlangsung sempurna, cepat, dan reversibel
Menggunakan indikator yang tepat
Larutan baku harus stabil.
2. Metoda Gravimetri:
Proses pengendapan harus berlangsung sempurna
Endapan yang terbentuk tidak larut

2.3.2.1 Metoda Spektrometri Massa

Analisis isotop dengan metode Spektrometri Massa secara kualitatif didasarkan pada
pengukuran massa yang karakteristik untuk setiap isotop. Sedang secara kuantitatif
ditentukan berdasarkan pada besarnya intensitas untuk setiap massa yang berbanding lurus
dengan konsentrasi isotop suatu unsur. Metoda ini adalah metoda analisis multi unsur dalam
suatu bahan dalam tingkat kelumit (tingkat konsentrasi ppb atau kurang). Pada metoda ini,
jenis instrumen yang digunakan umumnya adalah Spektrometer Massa Termal Ionisasi,
dimana proses atomisasi dan ionisasi atom-atom dengan pemanasan pada suhu tinggi (15002000oC).
Prosedur yang umum dilakukan adalah (1). Pelarutan dan pengenceran sampel, (2).
Pemisahan kimia (pemisahan U dari unsur-unsur lain dengan penukar ion atau ekstraksi
pelarut). Adanya unsur alkali konsentrasi tinggi juga perlu dipisahkan terutama kalium yang
dapat membentuk K6 yang akan mengganggu pengukuran 234U dan 236U, (3).
Penambahan standar spike bila digunakan teknik pengenceran isotop, (4). Penetesan sampel
pada filamen dan pengeringan, selanjutnya sampel siap dianalisis. Spektrometri massa telah
dikembangkan dengan teknik atomisasi atau ionisasi yang dilakukan dengan Inductively
Coupled Plasma (ICP) sehingga metode ini disebut Inductively Coupled Plasma-Mass
Spectrometry (ICP-MS). Umumnya metode ICP-MS digunakan untuk penentuan isotop
suatu unsur dalam sampel larutan. Walaupun demikian, ICP-MS dapat juga digunakan untuk
menganalisis sampel padatan. Untuk penentuan U dan Th (juga Pu) dalam limbah radioaktif
dipilih sampel dalam bentuk larutan. Metode ICP-MS tidak menggunakan filamen sehingga
lebih murah dari pada metode Spektrometri Massa Termal Ionisasi.
2.3.2.2 Metoda Spektrometri Alfa
Metode ini pada umumnya menggunakan teknik penyiapan cuplikan yaitu dengan
elektrodeposisi pada stainless steel yang siap diukur (dicacah) dengan Spektrometer Alfa.
Beberapa penelitian pada umumnya berbeda dalam preparasi cuplikan terutama pada cara
pemisahan sebelum dilakukan elektrodeposisi. Pemisahan U atau Th dari unsur-unsur lain
dapat dilakukan dengan : pengendapan, ekstraksi pelarut, ekstraksi kromatografi, pertukaran
ion, dan adsorpsi. Spektometri Alfa telah berhasil digunakan untuk analisis Th dalam bijih
bastnaessite. Mula-mula sampel dilakukan pelarutan, kemudian diekstraksi dengan Triocthyl-phosphin oxide (TOPO), dilanjutkan pertukaran ion menggunakan resin Dowex 1-X8

untuk memisahkan Ce. Unsur pengganggu dalam analisis ini adalah Ba, Sr, dan Si. Metode
ini juga telah berhasil untuk analisis Th dalam batubara dan abu batubara. Sampel dilarutkan
dengan HCl dan HF, kemudian diekstraksi dengan eter dan dilanjutkan dengan kromatografi
penukar anion. Unsur pengganggu dalam analisis ini adalah U dan Pb. Terhadap ketiga
sampel tersebut, metode ini mampu menganalisis Th konsentrasi rendah (0,01- 1%) dengan
RSD = 1,3-12% dan kesalahan relatif 5,28- 5,95%. Analisis isotop U dan Th juga Pu telah
banyak dilakukan dengan ICP-MS maupun dengan Spektrometri Alfa, baik untuk sampel
dari hasil proses fabrikasi bahan bakar dan limbah radioaktif yang ditimbulkan, maupun
sampel lingkungan dengan hasil yang memuaskan.
Analisis isotop U dan Th dengan metode AAN relatif sama dengan kedua metode
tersebut. Kemampuan metode ICP-MS dan Spektrometri Alfa untuk analisis U dan Th (juga
Pu) dapat dilihat pada table di bawah ini. Perbandingan metode ICP-MS dan Spektrometri
Alfa (Tabel di bawah) menunjukan bahwa kedua metode tersebut mempunyai kemampuan
untuk menentuan kandungan isotop U dan Th juga Pu dalam sampel limbah dengan
ketelitian, ketepatan dan batas deteksi yang relatif sama baik.
Untuk tingkat konsentrasi yang sama, waktu preparasi sampel juga relatif sama (15 jam dan
15,5 jam), tetapi waktu analisis untuk metode ICP-MS dapat dilakukan lebih cepat (hanya 5
menit/sampel) dibanding denganSpektrometri Alfa (48-72 jam /sampel atau 2-3
hari/sampel). Selain itu biaya analisis ICP-MS lebih murah. Oleh karena itu dalam hal ini
metode ICP-MS lebih banyak dipilih.
2.3.3.
Proses

Proses
analisis

Analisis
pengenceran

isotop

Pengenceran
secara

umum

Isotop
adalah

Analisis campuran senyawa berdasarkan jenis cuplikan, yaitu dengan suatu komponen yang
telah diketahui aktivitas jenisnya; penentuan kuantitatif senyawa dalam campuran yang
rumit dapat dilaksanakan dengan menambahkan senyawa bertanda dengan keaktifan jenis
dan jumlah yang diketahui dengan teliti; untuk maksud ini harus digunakan senyawa
bertanda dengan sifat yang identik dengan senyawa yang akan ditentukan; bila senyawa
yang akan ditentukan dapat dipisahkan dalam keadaan murni, tetapi tidak perlu diperoleh
hasil pemisahan yang kuantitatif, maka kadar senyawa yang dimaksud dapat ditentukan
dengan

membandingkan

keaktifan

jenis

sebelum

dan

sesudah

pemisahan.

Kebalikan dari cara ini sering dinamakan kebalikan pengenceran isotop, merupakan

penambahan isotop mantap ke dalam isomer radioaktif yang akan ditentukan kadarnya.
2.3.4.

Kegunaan

Analisis

Pengenceran

Isotop

Secara umum kegunaan analisis pengenceran isotop adalah untuk mengurangi cacat radiasi
akibat penyerapan radioisotop ke dalam tubuh dan anlisis yang memanfaatkan perubahan
radioisotop dalam berbagai bidang aplikasi seperti bidang hidrologi, kesehatan, geologi,
biokimia dan kimia analisis yang akan dijelaskan lebih lanjut.
2.3.5.
Keuntungan Analisis Pengenceran Isotop
Berikut adalah keuntungan yang dimiliki dalam analisis pengenceran isotop :
Penggunaan luas (dari analisa unsur sampai molekul besar)
Sangat selektif
Dapat menganalisis zat yang tidak stabil atau zat yang sebagian dapat terurai selama
proses pemisahan berlangsung
Pemisahan tidak perlu kuantitatif
Menghasilkan kepekaan yang tinggi
Meningkatkan presisi dan akurasi

III.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Alat pencacah GM.
2. Batang pengaduk.
3. Beaker glass.
4. Corong gelas.
5. Eppendorf.
6. Erlenmeyer 250 mL.
7. Neraca analitik.
8. Kaca arloji.
9. Labu takar 50 mL.
10. Pipet gondok 10 mL.
11. Planset.

12. Pipet tetes.


13. Sendok sungu.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:


1. Aquadest.
2. Kertas saring whatman no.42
3. Larutan KI
4. Larutan PbNO3 sampel 4
5. Perunut (131I)
IV.

Langkah Kerja
1. Bahan KI dihitung dan ditimbang , lalu dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL.
2. Sebelum ditanda bataskan, larutan KI diberi 100 L perunut (131I). Kemudian
ditandabataskan dan di homogenkan.
3. Sebanyak 10 mL larutan PbNO3 dimasukkan pada erlenmeyer.
4. Tambahkan larutan KI yang telah diberi perunut kedalam Larutan PbNO 3 setetes
demi setetes hingga tidak terbentuk endapan lagi.
5. Apabila sudah tidak terbentuk endapan, maka endapan disaring dengan
menggunakan kertas saring whatman no. 42.
6. Endapan pada kertas saring dicacah oleh pencacah GM sebanyak sepuluh kali.
7. Blanko diukur dengan membuat larutan KI tanpa perunut (131I). Kemudian
dilakukan percobaan yang sama pada langkah no.3 sampai 6.
8. Aktivitas I radioaktif dihitung dengan memipet 10 L dicacah dengan detector
GM.

V.

Data Pengamatan
1. Penentuan Efisiensi Detektor
No.
1.
2.

Cacah latar (cpm)


61
64

Cacah std+latar(cpm)
342
369

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Rata

69
61
70
74
69
62
70
65
66,5

353
378
402
337
367
343
369
359
361,9

-rata
Sumber standar Cs-137 1 Ci. 30,07 tahun
Tanggal pembuatan : November 2011
Cacah standar

: 295,4 cpm = 4,93 cps

2. Pembuatan larutan KI
Sampel

: Pb(NO3)2 no.4 perkiraan 0,8-1,8 gram

Mr KI

: 166,01 gram/mol

Mr Pb(NO3)2

: 331 gram/mol

a. Pecobaan pertama
Massa KI

: 1,8929 gram

Volume KI

: 50 mL

Volume Pb(NO3)2 yang direaksikan : 10 mL


: 100 L

Volume I radioaktif
b. Percobaan kedua (tanpa I radioaktif)
Massa KI

: 1,8965

3. Pencacahan

No
1
2
3
4
5

= 100 s

HV

= 780 V

Jarak

= 6 cm

Cacah Blangko
70
85
82
68
65

Cacahan sampel
1393
1445
1480
1524
1479

6
7
8
9
10

66
71
70
73
53

1562
1563
1566
1582
1536

Cacah 10 L I radioaktif
HV

= 820 V

= 100 s

Cacahan

= 19584

NaI

VI.

= 370 MBq

Tanggal pembuatan

= 16 Maret 2015

Tanggal praktikum

= 25 Maret 2015

Perhitungan
6.1.1. Menentukan Efisiensi Detektor
.t

At = Ao x e

At = 1 Ci x e

0,693 x3,33 tahun


30,07 tahun

0,077

= 1 Ci x e

= 1 Ci x 0,926
= 0,926 Ci x

3,7 x 1010 Bq
1 Ci

= 34262 Bq

cps
dps

4,93 cps

= 34262 dps

= 0,0144 %

6.2. Menentukan Massa KI yang Ditimbang


Pb(NO3)2 + 2 KI

PbI2 + 2 KNO3

Mol Pb(NO3)2 =

1,8 gram
=5,44 x 103 mol
331 gr /mol
3

Mol KI = 2 x 5,44 x 10 mol=10,88 x 10 mol


Massa KI

= mol x Mr
gr
3
= 10,88 x 10 mol x 166,01 mol
= 1,806 gr

6.3. Menentukan massa I dalam KI


Massa KI praktik
Massa I

= 1,8929 gr

Ar I
massa KI
Mr KI

126,904 g /mol
1,8929 g r
165,904 g /mol

yang ditimbang

= 1,448 gr
Jadi, massa I dalam KI adalah sebesar 1,448 gr.
6.4. Menentukan massa I* 100 L
Cacahan 10 L = 19584
Cacahan 100 L = 195840 = 1958,4 cps
cps 1958,4 cps
=
=13600000 dps

0,0144

Dps =

A=xN
13600000 dps
=1,39 x 1013 atom partikel
0,693
708480 s

N=

n =

N
1,39 x 10 atom partikel
=
=2,3 x 1011 mol
NA 6,022 x 1023 atom partikel /mol

13

gr
11
9
gr =n x Mr = 2,3 x 10 mol x 131 mol =3,013 x 10
gr

Jadi massa I* dalam 100 L adalah 3,013 x 10

gr.

6.5. Menentukan massa endapan PbI2


1. Menentukan massa I dalam PbI2
Cacah netto PbI2 rata-rata

= (15,13-0,703) cps
= 14,427 cps

cacah I dalam KI
gram I total dalam KI
=

cacah I dalam Pb I 2 gram I total dalam Pb I 2

Gram I total dalam PbI2 =

( cacah I dalam Pb I 2 ) .( gram I total dalam KI )

(cacah I dalam KI )

( 14,427 cps ) .(3,013 x 109 +1, 448)gram


1958,4 cps

= 0,0107 gram
Jadi, massa I total dalam PbI2 sebesar 0,0107 gram.
2. Menentukan massa PbI2
Gram PbI2

Mr Pb I 2
massa I total dalam Pb I 2
2 Ar I

460,808 gr /mol
0,0107 gr
253,808 gr /mol

= 0,0194 gr
6.6. Menentukan massa Pb(NO)3
Persamaan reaksi :
Pb(NO)3 + 2KI
1. Menentukan mol PbI2

PbI2 + 2KNO3

Mol PbI2

gram
Mr

0,0194 gr
460,808 gr /mol

= 4,21 x 10-5 mol


Mol PbI2 = mol Pb(NO)3
2. Menentukan massa Pb(NO)3 dalam 10 mL larutan yang dipipet.

Gram Pb(NO)3

= (mol x Mr)Pb(NO)3
= (4,21 x 10-5 mol) x (331 gr/mol)
= 0,0139 gr.

Kemurnian Pb(NO)3

= 99%

Massa Pb(NO)3

100
0,0139 gr
99

= 0,0140 gr
3. Menentukan massa Pb(NO)3 dalam 100 mL larutan pada labu takar.
Gram Pb(NO)3

NO 3 dalam 10 mL
vol .labutakar
massa Pb
vol . Pipet

100 mL
0,0140 gr
10 mL

= 0,14 gr
Jadi, massa Pb(NO)3 dalam labu takar sebesar 0,14 gr.

VII.

Pembahasan

Dalam praktikum ini, hal pertama yang dilakukan adalah menimbang sejumlah massa KI
yang kemudian dilarutkan dalam 50 mL aquadest. Massa KI pada percobaan ini adalah 1,8929
gram.
Untuk dapat membentuk endapan, laruran KI yang telah diberi perunut I-131 direaksikan
dengan larutan Pb(NO3)2 10 mL ditambah dengan aquades agar dapat mengamati endapan yang
terbentuk, hal ini tidak akan mempengaruhi reaksi karena jumlah mol nya tetap. Larutan
Pb(NO3)2 disini sebagai pereaksi pembatas, maka dari itu larutan KI dibuat berlebih tujuannya
agar semua Pb mengendap. Reaksi ini menyebabkan terbentuknya endapan PbI2. Sesuai dengan
persamaan dibawah ini:
Pb(NO3)2 + 2KI

PbI2 + 2KNO3

Zat sukar larut yang terbentuk adalah PbI2. Senyawa ini mengandung ion Pb2+ dan ion I- .
Senyawa PbI2 sukar larut di dalam air karena mempunyai harga tetapan hasil kali kelarutan yang
sangat kecil. Oleh karena itu, PbI2 akan mengendap secara sempurna. Pada temperatur 200C
kelarutan PbI2 hanya 0,002 mol/liter. Namun harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam
dapat berubah dengan perubahan temperatur. Umumnya kenaikan temperatur akan memperbesar
kelarutan suatu garam, sehingga harga tetapan hasil kali kelarutan garam tersebut juga akan
semakin besar.
Karakteristik dari endapan berwarna kuning ini adalah endapan akan larut sedikit dalam
air mendidih yang menghasilkan larutan yang tidak berwarna, dimana endapan tersebut memisah
lagi sebagai keping-keping berwarna kuning keemasan setelah mendingin.
Endapan yang telah didapat saat percobaan, selanjutnya disaring dengan menggunakan
kertas saring Whatman no.42. Apabila endapan telah sepenuhnya tersaring, endapan kemudian
dicuci dengan aquades agar endapan dapat bebas dari pengotor (ion-ion pengganggu) tanpa perlu
dikeringkan karena radiasi gamma bersifat menembus. Endapan

kemudian dicacah

menggunakan pencacah GM.


Untuk mengetahui massa Pb(NO3)2, terlebih dahulu dihitung massa I total dalam larutan
KI yaitu I non-reaktif dan I*. Dari massa I yang telah diketahui, maka massa endapan PbI 2 dapat
diketahui. Berdasarkan persamaan reaksi antara Pb(NO3)2 dengan KI seperti yang ditunjukan
diatas, dengan prinsip stoikiometri, dapat dilihat bahwa mol endapan PbI 2 dengan mol Pb(NO3)2
adalah sama. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip stoikiometri massa Pb(NO 3)2 dapat diketahui.

Berdasarkan perhitungan, pada 100 ml Pb(NO3)2, diperoleh massa Pb(NO3)2 dengan kemurnian
99% sebesar 0,14 gram. Dalam hal ini I* yang digunakan telah meluruh Xe, maka dari itu I*
dalam 100 L hanya berisi I aktif saja tanpa I non-reaktif.
Massa Pb(NO3)2 yang didapat tidak masuk dalam range sampel no.4 yaitu 0,8 1,8 gram.
Hal ini terjadi dikarenakan:
1. HV yang digunakan dalam cacah 10 L I* berbeda dengan HV pada penentuan efisiensi
detector dan pencacahan sampel, sehingga akan mempengaruhi jumlah cacahan I* 100
L yang dimasukkan ke dalam larutan KI.
2. Waktu paro I* yang digunakan sudah mengalami peluruhan sehingga dapat
mempengaruhi massa I* 100 L yang dimasukkan ke dalam larutan KI.
3. Harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam dapat berubah dengan perubahan

temperatur. Kenaikan temperatur akan memperbesar kelarutan suatu garam, sehingga


harga tetapan hasil kali kelarutan garam tersebut juga akan semakin besar. Sedangkan
suhu ruang yang digunakan dalam praktikum tidak 20 oC, maka dari itu ksp dari PbI2
kemungkinan dapat lebih besar sehingga ada yang belum terendapkan dan akan
berpengaruh pada cacahannya.
VIII.

Kesimpulan
1. Prinsip Pengenceran Radioisotop adalah dengan cara menambahkan zat radioaktif
dengan keaktifan jenis dan jumlah yang diketahui dengan teliti, (perunut). Dalam
percobaan ini digunakan I-131 yang telah diencerkan.
2. Massa cuplikan Pb(NO3)2 yang terdapat pada larutan 100 mL Pb(NO3)2 adalah
sebesar 0,14 gram.

IX.

Daftar Pustaka
Anonim.

2012.

Analisis

Pengenceran

Isotop.

Sumber:

http://ceeta.wordpress.com/2012/09/19/analisis-pengenceran-isotop/, diakses
pada tanggal 31 Maret 2015.
Arya Wardhana, Wisnu.2006. Teknologi Nuklir : Proteksi dan Aplikasinya : ANDI Press

Dody.

2013.

Radioisotop.

Sumber:

http://dodychemist.blogspot.com/2011/03/radiokimia_06.html , diakses pada


Senin, 30 Maret 2015.
Hadarson, G.A. 1989. The Use of Nuclear Technique in Studies of Soil and Plant
Relationship. Vienna
Hiskia Achmad, 2001. Kimia Unsur dan radiokimia. Bandung. Citra Aditya Bakti

Yogyakarta, 31 Maret 2015


Asisten

Sugili Putra

Praktikan,

Ari Nurul Pangestu

Anda mungkin juga menyukai