Anda di halaman 1dari 10

REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK

REAKSI SUBSTITUSI
Reaksi substitusi atau disebut reaksi pertukaran gugus fungsi terjadi saat atom atau
gugus atom dari suatu senyawa karbon digantikan oleh atom atau gugus atom lain dari
senyawa yang lain. Secara umum mekanismenya:

Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon ini bisa
rentan terhadap (susceptible; mudah diserang oleh) serangan oleh anion dan spesi lain
apa saja yang mempunyai sepasang elektron menyendiri (unshared) dalam kulit
luarnya. Dalam suatu reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi
(leaving group) suatu istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari
ikatannya dengan suatu atom karbon. Ion Halida merupakan gugus pergi yang baik,
karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat lemah. Basa kuat seperti misalnya OH-,
bukan gugus pergi yang baik. Spesi (spesies) yang menyerang suatu alkil halida dalam
suatu reaksi substitusi disebut nukleofil (nucleophile, “pecinta nukleus”), sering
dilambangkan dengan Nu-. Umumnya, sebuah nukleofil ialah spesi apa saja yang
tertarik ke suatu pusat positif ; jadi sebuah nukleofil adalah suatu basa Lewis.
Kebanyakan nukleofil adalah anion, namun beberapa molekul polar yang netral,
seperti H2O, CH3OH dan CH3NH2 dapat juga bertindak sebagai nukleofil. Molekul netral
ini memiliki pasangan elektron menyendiri, yang dapat digunakan untuk membentuk
ikatan sigma.
Lawan nukleofil ialah elektrofil (“pecinta elektron”) sering dilambangkan dengan E+.
Suatu elektrofil ialah spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat negatif, jadi suatu
elektrofil ialah suatu asam Lewis seperti H+ atau ZnCl2.

REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK


Reaksi Substitusi Nukleofilik Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida
pada atom karbon hibrida-sp3 yang mengikat halogen (X), menyebabkan terusirnya
halogen oleh nukleofil. Halogen yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus
mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru
dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas dengan membawa
pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Ada dua persamaan umum
yang dapat dituliskan:
Contoh masing-masing reaksi adalah:

1. Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik Pada dasarnya terdapat dua


mekanisme reaksi substitusi nukleofilik. Mereka dilambangkan dengan SN2 adan
SN1. Bagian SN menunjukkan substitusi nukleofilik, sedangkan arti 1 dan 2 akan
dijelaskan kemudian.

a. Reaksi SN2 Mekanisme SN2 adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan sebagai
berikut:

Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C-X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan
gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus
pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan pasangan
elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon. Notasi 2 menyatakan
bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah
penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi.
Tahapan reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler, SN2

Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C — X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan
gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus
pergi terlepas dengan membawa pasangan electron, nukleofil memberikan pasangan
elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon.
Diagram perubahan energi reaksi SN2
Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik biomolekul SN2

Mekanisme reaksi SN2 hanya terjadi pada alkil halida primer dan sekunder. Nukleofil
yang menyerang adalah jenis nukleofil kuat seperti -OH, -CN, CH3O-. Serangan
dilakukan dari belakang. Untuk lebih jelas, perhatikan contoh reaksi mekanisme SN2
bromoetana dengan ion hidroksida berikut ini

Peranan gugus tetangga pada mekanisme reaski SN2

 Sebagai gugus yang memberikan suatu reaksi intermediate yang baru pada pusat
reaksi

 Dengan adanya partisipasi gugus tetangga, konfigurasi produk sama dengan


substrat. Partisipasi gugus tetangga ini juga dapat mempengaruhi kecepatan
reaksi. Jika suatu gugus tetangga mempengaruhi reaksi melalui suatu jalan yang
menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi, maka gugus tetangga tersebut
dikatakan sebagai ―anchimeric assistance‖

 Gugus tetangga dapat menggunakan pasangan elektronnya untuk berinteraksi


dengan sisi belakang atom karbon yang menjalani substitusi, sehingga mencegah
serangan dari nukleofilik, sehingga nukleofilik hanya dapat bereaksi dengan
atom karbon dari sisi depan, dan produknya mengikuti konfigurasi awal. Atom
atau gugus yang dapat meningkatkan laju SN2 melalui partisipasi gugus
tetangga ialah nitrogen dalam bentuk amina, oksigen dalam bentuk karboksilat
dan ion alkoksida, dan cincin aromatik. Partisipasi hanya efektif jika interaksinya
membentuk cincin segitiga, lima dan enam.

Adapun ciri reaksi SN2 adalah:


 Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi,
maka kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.

 Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita


mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh
(S)-2-butanol.Ion hidroksida menyerang dari belakang ikatan C-Br. Pada saat
substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah
terdorong oleh suatu bidang datar sehingga membalik. Karena dalam molekul ini
OH mempunyai perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2-
butanol. Jadi reaksi SN2 memberikan hasil inversi.

 Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat
apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus
tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk
urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R
meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecenderungan reaksi
SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >> tersier.

b. Reaksi SN1 Mekanisme SN1 dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan
antarakarbon dengan gugus pergi putus.

Gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion
karbonium. Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil
membentuk produk

Pada mekanisme SN1, substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan sebab
pada tahap lambat hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. Tahap ini
sama sekali tidak melibatkan nukleofil.

Reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1)

Reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1) terjadi melalui dua tahapan. Pada
tahap pertama, ikatan antara karbon dan gugus bebas putus, atau substrat terurai.
electron – electron ikatan terlepas bersama dengan gugus bebas, dan terbentuklah ion
karbonium. Pada tahap kedua, yaitu tahap cepat, ion karbonium bergabung dengan
nukleofil akan membentuk hasil.
Diagram perubahan energi reaksi SN1

Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler, SN1

Mekanisme reaksi SN1 hanya terjadi pada alkil halida tersier. Nukleofil yang dapat
menyerang adalah nukleofil basa sangat lemah seperti H2O, CH3CH2OH. Pada reaksi
SN1 terdiri dari 3 tahap reaksi. Sebagai contoh adalah reaksi antara t -butil bromida
dengan air.

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Kecepatan reaksi akan ditentukan oleh seberapa cepat halogenalkana terionisasi.


Karena tahapan awal yang lambat ini hanya melibatkan satu spesies, maka mekanisme
ini disebut sebagai SN1 – substitusi, nukleofilik, satu spesies yang terlibat dalam tahap
awal yang lambat.

Berikut ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
 Kecapatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap
penentu kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat

 Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan
hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada
a gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai
hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah
penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini masing-
masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemit. Misalnya, reaksi
(S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol rasemik.

Spesies antaranya (intermediate species) adalah ion karbonium dengan geometrik


planar sehingga air mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan dan belakang)
dengan peluang yang sama menghasilkan adalah campuran rasemik X yang melalui
mekanisme SN1 akan berlangsung cepatReaksi substrat R jika R merupakan struktur
tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer. Hal ini sesuai dengan urutan
kestabilan ion karbonium, 3o > 2o >> 1o.

c. Perbandingan Mekanisme SN1 dan SN2


Tabel berikut memuat ringkasan mengenai mekanisme substitusi dan
mebandingkannya dengan keadaan-keadaan lain, seperti keadan pelarut dan struktur
nukleofil.
Tabel1: Perbandingan reaksi SN2 dengan SN1 SN2 SN1

Pada tahap pertama dalam mekanisme SN1 adalah tahap pembentukan ion, sehingga
mekanisme ini dapat berlangsung lebih baik dalam pelarut polar. Jadi halida sekunder
yang dapat bereaksi melalui kedua mekanisme tersebut, kita dapat mengubah
mekanismenya dengan menyesuaikan kepolaran pelarutnya. Misalnya, mekanisme
reaksi halida sekunder dengan air (membentuk alkohol) dapat diubah dari SN2 menjadi
SN1 dengan mengubah pelarutnya dari 95% aseton-5% air (relatif tidak-polar) menjadi
50% aseton-50% air (lebih polar, dan pelarut peng-ion yanglebih baik). Kekuatan
nukleofil juga dapat mengubah mekanisme reaksi yang dilalui oleh reaksi oleh reaksi
SN. Jika nukleofilnya kuat maka mekanisme SN2 yang terjadi.
Berikut ini ada beberapa petunjuk yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu
nukleofil adalah kuat atau lemah.

 Ion nukleofil bersifat nukleofil. Anion adalah pemberi elektron yang lebih baik
daripada molekul netralnya. Jadi

 Unsur yang berada pada periode bawah dalam tabel periodik cenderung
merupakan nukleofil yang lebih kuat daripada unsur yang berada dalam periode
di atasnya yang segolongan. Jadi

 Pada periode yang sama, unsur yang lebih elektronegatif cenderung merupakan
nukleofil lebih lemah (karena ia lebih kuat memegang elektron). Jadi
Karena C dan N N: ,berada dalam periode yang sama, tidak mengherankan jika pada
ion -:C yang bereaksi adalah karbon, karena sifat nukleofilnya lebih kuat.

Reaksi SN1 adalah sebuah reaksi substitusi dalam kimia organik. SN1 adalah singkatan dari
substitusi nukleofilik dan "1" memiliki arti bahwa tahap penentu laju reaksi ini adalah reaksi
molekul tunggal. Reaksi ini melibatkan sebuah zat antara karbokation dan umumnya terjadi
pada reaksi alkil halida sekunder ataupun tersier, atau dalam keadaan asam yang kuat,
alkohol sekunder dan tersier. Dengan alkil halida primer, reaksi alternatif SN2 terjadi. Dalam
kimia anorganik, SN1 dirujuk sebagai mekanisme disosiatif. mekanisme reaksi ini pertama
kali diajukan oleh Christopher Ingold, dkk. pada tahun 1940.

Mekanisme reaksi

Reaksi SN1 antara molekul A dan nukleofil B memiliki tiga tahapan:

1. Pembentukan sebuah karbokation dari A dengan pemisahan gugus lepas dari karbon;
tahap ini berjalan dengan lambat dan reversibel[4].
2. Serangan nukleofilik: B bereaksi dengan A. Jika nukleofil tersebut adalah molekul
netral (contoh: pelarut), tahap ketiga diperlukan agar reaksi ini selesai. Jika pelarutnya
adalah air, maka zat antaranya adalah ion oksonium.
3. Deprotonasi: Penyingkiran proton pada nukleofil yang terprotonasi oleh ion ataupun
molekul di sekitar.
Kinetika

Berbeda dengan reaksi SN2, reaksi SN1 berjalan melalui dua tahap (tidak meliputi protonasi
atau deprotonasi). Tahap penentu laju reaksi ada pada tahap pertama, oleh karena itu laju
reaksi dari keseluruhan reaksi secara umum sama dengan laju pembentukan karbokation dan
tidak melibatkan konsentrasi nukleofil. Oleh karena itu kenukleofilikan tidak menjadi faktor
kelajuan reaksi dan laju keseluruhan reaksi hanya bergantung pada konsentarsi pereaksi.

Laju reaksi = k [pereaksi]

Ruang lingkup reaksi

Mekanisme reaksi SN1 cenderung mendominasi ketika atom karbon pusat dikelilingi oleh
gugus-gugus yang meruah karena gugus-gugus tersebut menyebabkan halangan sterik untuk
terjadinya reaksi SN2. Selain itu, substituen yang meruab pada karbon pusat juga
meningkatkan laju pembentukan karbokation oleh karena terjadinya pelepasan terikan sterik
yang terjadi. Karbokation yang terbentuk juga distabilkan oleh stabilisasi induktif dan
hiperkonjugasi yang berasal dari gugus alkil yang melekat pada karbon. Postulat Hammond-
Leffler mensugestikan bahwa hal ini juga akan meningkatkan laju pembentukan karbokation.
Oleh karena itu, mekanisme reaksi SN1 mendominasi pada reaksi di pusat alkil tersier dan
juga terlihat pada reaksi di pusat alkil sekunder dengan keberadaan nukleofil lemah.
Reaksi samping

Dua jenis reaksi samping yang umumnya terjadi adalah reaksi eliminasi dan penataan ulang
karbokation. Jika reaksi ini dilakukan dalam keadaan hangat atau panas (yang mana
meningkatkan entropi), Reaksi eliminasi E1 akan mendominasi, mengakibatkan pembentukan
alkena. Bahkan jika reaksi dilakukan dalam temperatur yang rendah, alkena dalam jumlah
kecil juga bisa terbentuk. Usaha untuk melakukan reaksi SN1 dengan menggunakan nukleofil
kuat yang bersifat basa seperti ion hidroksida atau metoksida juga akan mengakibatkan
terbentuknya alkena via reaksi eliminasi E2, terlebih lagi apabila reaksi ini dipanaskan. Selain
itu, jika zat antara karbokation dapat ditata ulang menjadi karbokation yang lebih stabil, ia
akan memberikan hasil reaksi yang berasal dari karbokation yang lebih stabil daripada hasil
reaksi substitusi sederhana.

Efek pelarut

Oleh karena reaksi SN1 melibatkan pembentukan zat antara karbokation yang tidak stabil
pada tahap penetapan laju reaksi, segala sesuatu yang dapat memfasilitasinya akan
meningkatkan laju reaksi. Pelarut yang biasa digunakan biasanya bersifat polar (untuk
menstabilisasikan zat antara secara umum) dan protik (untuk melarutkan gugus lepas secara
khususnya). Pelarut polar protik meliputi air dan alkohol, yang juga dapat bertindak sebagai
nukleofil.

Skala Y menghubungkan laju reaksi solvolisis dari pelarut (k) dengan pelarut standar (80%
v/v etanol/air) (k0) melalui persamaan

dengan m sebagai tetapan pereaksi (m = 1 untuk tert-butil klorida) dan Y sebagai parameter
pelarut[5]. Sebagai contoh 100% etanol memberikan nilai Y = - 2,3 dan 50% etanol dalam air
memberikan nilai Y = +1,65[6].

Anda mungkin juga menyukai