Oleh :
NISN : 0049510795
Anggota 1
NISN : 0058061090
Pembimbing 1
(Republika.co.id)
Salak merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang menyebar ke Filipina,
Malaysia, Brunei, dan Thailand melalui para pedagang. Di beberapa daerah, tanaman ini
berkembang sesuai dengan spesifikasi lokasi, sehingga secara umum komoditas ini
dikelompokkan sebagai berikut: salak Jawa (Salacca zalacca (Gaertner) Voss) dengan biji 2-
3 butir dan daging buah berwarna putih tulang kekuningan, salak Bali (Salacca amboinensis
(Becc) Mogea) dengan biji 1–2 butir dan daging buah berwarna putih tulang kekuningan, dan
salak Padang Sidempuan (Salacca sumatrana (Becc)) yang berdaging agak kemerahan
(Nixon, 2009).
Secara umum klasifikasi ilmiah salak adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Ordo : Liliopsida
Famili : Arecaceae
Genus : Salacca
Spesies : S. zalacca
Buah salak tersusun atas 3 bagian utama, yaitu kulit, daging, buah dan bagian biji.
Bagian kulit tersusun atas sisik–sisik yang tersusun seperti genting dan kulit ari yang
langsung menyelimuti daging buah. Kulit ari berwarna putih transparan. Warna sisik buah
salak ada yang berwarna coklat kehitaman, coklat kemerahan, dan coklat keputihan
tergantung kultivarnya (Suter, 1988). Salak merupakan komoditas yang kaya dengan
kandungan gizi berupa kalori, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin. Komposisi kimia
daging buah salak berubah dengan semakin meningkatnya umur buah dan bervariasi menurut
varietasnya. Salak mempunyai kandungan kimiawi yang relatif konstan pada umur 5 bulan
sesudah bunga mekar. Pada umur tersebut kadar gulanya mencapai nilai tertinggi, sedangkan
kadar asamnya dan taninnya terendah. Hal ini yang menyebabkan umur 5 bulan setelah bunga
mekar adalah umur panen terbaik untuk konsumsi karena rasanya manis dan rasa asam
hampir tidak ada (Putra, 2011).
Menurut Karta (2015) biji salak selama ini belum dimanfaatkan oleh masyarakat,
padahal biji salak dapat diolah menjadi produk pangan lokal yang bernilai ekonomis yaitu
kopi biji salak. Saputra (2008) menyatakan bahwa biji salak mengandung antioksidan, uji
fitokimia senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada biji salak yakni senyawa flavonoid,
tanin dan sedikit alkaloid. Efek farmakologi senyawa flavonoid di dalam ekstrak biji salak
mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah. Pondoh. Biji salak juga banyak diteliti
memiliki antioksidan. Hasil uji fitokimia menunjukkan biji buah salak mengandung senyawa
flavonoid dan tanin serta sedikit alkaloid. Kandungan flavonoid di dalam ekstrak kulit salak
mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah (Sahputra, 2008). Ekstrak etanol kulit buah
salak mengandung metabolit sekunder alkaloid, polifenolat, flavonoid, tanin, kuinon,
monoterpen dan seskuiterpen. Ekstrak etanol biji buah salak memiliki aktivitas antioksidan
dengan nilai IC50 sebesar 229,27 ± 6,35 (μg/mL) (Fitrianingsih dkk., 2014).
Gambar 2.1.1 Biji Salak
(Terasmaluku.com)
Selama ini tanaman salak telah dimanfaatkan dalam pembuatan makanan atau
minuman sedangkan biji dengan kualifikasi tertentu digunakan sebagai benih. Selebihnya biji
salak hanya dibuang begitu saja. Biji salak mengandung air 54,84%;lemak 0,48%; protein
4,22%; dan karbohidrat 38,9% (Ariel, 2012). Biji salak terkenal memiliki tekstur yang sangat
keras. Tekstur biji yang keras disebabkan oleh tumpukan hemiselulosa dalam dinding sel
yang sangat tebal yang merupakan cadangan makanan utama bagi embrio biji tersebut
(Demura dkk, 2013). Biji salak memiliki kandungan aktivitas antioksidan yang tinggi
(Werdyani et al, 2017). Kandungan biji salak lainnya yaitu mengandung senyawa tanin dan
flavonoid dan sedikit alkaloid, dan juga memiliki antioksidan (Karta et al, 2015).
Cara kerja alat ini berdasarkan penguapan larutan sampel, kemudian logam yang
dikandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari
sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda yang mengandung unsur yang akan
ditentukan. Banyaknya radiasi yang diserap kemudian diukur pada panjang gelombang
tertentu menurut jenis logamnya (Darmono, 1995). Keberhasilan dari analisis SSA tergantung
pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. Temperatur nyala harus
tinggi, pengendalian temperatur nyala penting sekali. Hal ini membutuhkan kontrol tertutup
dari temperatur yang digunakan untuk eksitasi kenaikan temperatur efisiensi atomisasi
(Khopkar, 1990).
2.3 Daun Kelor (Moringea oleifera L.)
Kelor merupakan jenis tanaman multiguna, hampir semua bagian dari tanaman kelor
dapat dijadikan bahan antimikroba. Bagian-bagian tanaman kelor yang telah terbukti sebagai
bahan antimikroba di antaranya daun, biji, minyak, bunga, akar, dan kulit kayu tumbuhan
kelor (Bukar et al., 2010). Fungsi tanaman kelor sebagai tumbuhan berkhasiat obat, sudah
lama dikenal oleh masyarakat di lingkungan pedesaan. Seperti akarnya, campuran bersama
kulit akar pepaya kemudian digiling dan dihancurkan, banyak digunakan untuk obat luar
(balur) penyakit beri-beri dan sejenisnya. Daunnya ditambah dengan kapur sirih, juga
merupakan obat kulit seperti kurap dengan cara digosokkan (Rahmat, 2009).
Kelor (Moringa oleifera L.) merupakan tanaman yang tumbuh pada dataran rendah
maupun dataran tinggi hingga ketinggian ± 1000 dpl. Daun kelor di Indonesia dikonsumsi
sebagai sayuran dengan rasa tidak sedap selain itu dapat digunakan sebagai pakan ternak
karena dapat meningkatkan perkembangbiakan ternak khususnya unggas serta daun kelor
juga dapat dijadikan obat-obatan dan penjernih air (Kurniasih, 2014).
Salah satu bagian dari tanaman kelor yang telah banyak diteliti kandungan gizi dan
kegunaannya baik untuk bidang pangan dan kesehatan adalah bagian daun. Di bagian tersebut
terdapat ragam nutrisi, di antaranya kalsium, besi, protein, vitamin A, vitamin B dan vitamin
C (Misra & Misra, 2014; Oluduro, 2012).
Kelor merupakan tanaman yang berumur panjang dan berbunga sepanjang tahun.
Bunga kelor ada yang berwarna putih, putih kekuning kuningan (krem) atau merah,
tergantung jenis atau spesiesnya. Tudung pelepah bunganya berwarna hijau dan
mengeluarkan aroma bau semerbak (Palupi et al., 2007). Bunga kelor ada yang berwarna
putih, putih kekuning kuningan (krem) atau merah, tergantung jenis atau spesiesnya. Tudung
pelepah bunganya berwarna hijau dan mengeluarkan aroma bau semerbak (Palupi et al.,
2007).
Menurut Integrated Taxonomic Information System (2017), klasifikasi tanaman kelor sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Klas : Dicotyledoneae
Ordo : Brassicales
Familia : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera Lamk
Daun kelor berbentuk bulat telur dengan tepi daun rata dan ukurannya kecilkecil
bersusun majemuk dalam satu tangkai (Tilong, 2012). Daun kelor kaya akan kandungan
nutrisi, mineral dan vitamin. Kandungan zat besi pada daun kelor 17,2 mg/100 g. Daun kelor
juga mengandung berbagai asam amino antara lain asam aspartat, asam glutamat, alanin,
valin, leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistin dan methionin.
Daun kelor mengandung fenol dalam jumlah banyak dikenal sebagai penangkal senyawa
radikal bebas. Kandungan fenol dalam daun kelor segar sebesar 3,4%, sedangkan pada daun
kelor yang telah diekstrak sebesar 1,6%. Manfaat daun kelor lainnya selain kaya nutrisi
adalah sebagai anti mikroba dan antijamur, hal ini dikarenakan adanya kandungan asam
askorbat, flavonoid, phenolic dan katenoid.
Kandungan zat gizi daun kelor lebih tinggi jika dibandingkan dengan sayuran
lainnya yaitu berada pada kisaran angka 17.2 mg/100 g (Yameogo et al.,2011). Selain itu, di
dalam daun kelor juga terdapat kandungan berbagai macam asam amino, antara lain asam
amino yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin,
lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan methionin (Simbolan et al., 2007). Kandungan
fenol dalam daun kelor segar sebesar 3.4% sedangkan pada daun kelor yang telah diekstrak
sebesar 1.6% (Foild et al., 2007). Penelitian lebih lanjut menyebutkan bahwa daun kelor
mengandung antioksidan tinggi dan antimikrobia (Das et al., 2012). Hal ini disebabkan oleh
adanya kandungan asam askorbat, flavonoid, phenolic, dan karatenoid (Anwar et al., 2007b).
Kandungan nilai gizi yang tinggi, khasiat dan manfaatnya menyebabkan kelor
mendapat julukan sebagai Mother’s Best sendiri pemanfaatan kelor masih belum banyak
diketahui, umumnya hanya dikenal sebagai salah satu menu sayuran. Selain dikonsumsi
langsung dalam bentuk segar, kelor juga dapat diolah menjadi bentuk tepung atau powder
yang dapat digunakan sebagai pada berbagai produk pangan, seperti pada olahan puding,
cake, nugget, biscuit, cracker serta olahan lainnya. Menurut Prajapati et al (2003) tepung
daun kelor dapat ditambahkan untuk setiap jenis makanan sebagai suplemen gizi. Selain itu
tanaman ini juga bermanfaat dalam memperbaiki lingkungan, terutama berfungsi untuk
memperbaiki kualitas air. Penelitian lain menyatakan bahwa menunjukkan bahwa daun kelor
mengandung vitamin C setara vitamin C dalam 7 jeruk, vitamin A setara vitamin A pada 4
wortel, kalsium setara dengan kalsium dalam 4 gelas susu, potassium setara dengan yang
terkandung dalam 3 pisang, dan protein setara dengan protein dalam 2 yoghurt (Mahmood,
2011).
Daun kelor mengandung antioksidan tinggi dan antimikroba (Das et al., 2012). Hal ini
disebabkan oleh adanya kandungan asam (Anwar et al., 2007b; Makkar & Becker, 1997;
Moyo et al., 2012; Dahot, 1998).Selain untuk kebutuhan konsumsi, pengobatan alternatif,
daun kelor juga dapat berfungsi sebagai bahan pengawet alami. Hasil penelitian Shah et al,.
(2015) menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor atau yang dikenal dengan istilah Moringa
Leaf Extract (MLE) dapat mempertahankan warna daging segar dalam kemasan MAP selama
12 hari penyimpanan pada suhu dingin. Hal ini disebabkan oleh karena daun kelor sebagai
sumber senyawa phenolik yang baik yang mampu mencegah terjadinya oksidasi lemak pada
daging segar selama penyimpanan. Oleh karena itu penelitian tentang peran daun kelor
sebagai pengawet alami mulai banyak dilakukan yang bertujuan untuk memperpanjang umur
simpan produk pangan segar selain berkontribusi terhadap rasa dan aroma pada produk
olahan. Komponen bioaktif yang cukup tinggi, seperti asam askorbat, carotenoid dan
senyawa phenolik sangat berperan dalam memperpanjang masa simpan produk (Muthukumar
et al., 2012). Pemanfaatan daun kelor sebagai penjernih air adalah salah satu cara cukup
efektif dan efisien karena bahan baku dan teknik penjernihannya tidak rumit, sederhana dan
murah.
2.4 Air
Menurut Suripin (2002), yang dimaksud air bersih yaitu air yang aman (sehat) dan
baik untuk diminum, tidak berwarna, tidak berbau, dengan rasa yang segar. Sedangkan
menurut Kodoatie (2003), mengatakan bahwa air bersih adalah air yang kita pakai sehari-hari
untuk keperluan mencuci, mandi, memasak dan dapat diminum setelah dimasak. Air yang
dihasilkan PDAM pun bukan merupakan air minum yang langsung dapat diminum seperti air
minum dari kemasan melainkan masih pada tingkat air bersih, karena air dari PDAM dapat
kita minum setelah dimasak terlebih dahulu. Menurut EG. Wagner dan J.N. Lanix dalam
bukunya Water Supply for Rural and Small Communication menyatakan bahwa air yang
sehat adalah air yang tidak merugikan bagi kesehatan pemakainya. Sedangkan menurut Fair
dan Geyer air yang sehat harus bebas dari pengotoran sehingga tidak sempat menyebabkan
kerugian bagi pemakainya, bebas dari bahan bahan beracun yang tidak mengandung mineral
dan bahan bahan organik berbahaya (EG. Wagner, JN. Lanix, 1959).
Kebutuhan air yang paling utama bagi manusia adalah air minum. Dalam menjalankan
fungsi kehidupan sehari-hari manusia sangat tergantung pada air, karena air dipergunakan
pula untuk mencuci, membersihkan peralatan, mandi, dan lain sebagainya. Menurut
perhitungan WHO (World Health Organization) di Negara-negara maju setiap orang
memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia setiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Notoatmodjo,
2007). Manfaat lain dari air berupa pembangkit tenaga (PLTA), irigasi, alat transportasi, dan
lain sebagainya. Semakin maju tingkat kebudayaan masyarakat maka penggunaan air juga
semakin meningkat. Air bersih dalam kehidupan manusia merupakan salah satu kebutuhan
paling esensial, sehingga kita perlu memenuhinya dalam jumlah dan kualitas yang memadai.
Selain untuk dikonsumsi air bersih juga dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam
meningkatkan kesejahteraan hidup melalui upaya peningkatan derajat kesehatan (Sutrisno,
1991:1).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN