Disusun oleh:
Kristin Novita S J3H218126
PROGRAM KEAHLIAN
TEKNOLOGI MANAJEMEN DAN PRODUKSI PERIKANAN
BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
I. PENDAHULUAN
Air merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup yang ada di
alam ini. Air digunakan manusia untuk memasak, menyuci, minum, dan lain
sebagainya. Jika air yang dikonsumsi manusia tidak layak lagi, maka akan
berdampak pada kesehatan manusia. Air juga bahan yang selalu terikat dengan
kehidupan ikan. Sifat air yang mengalir melewati tanah atau terpresipitasi melalui
hujan menjadikan air bersifat dinamis. Berbagai bahan limbah buangan dapat
masuk kedalam perairan dengan mudah kapan saja. Dalam akuakultur lingkungan
perairan harus diperhatikan karena ikan hidup ditempat ini dan tentunya
perubahan kualitas air akan mengganggu kelangsungan kehidupan ikan. Unsur
yang menjadi pencemar dalam lingkungan perairan adalah amoniak serta partikel
zat terlarut yang dapat menyebabkan kekeruhan. Teknologi pengolahan air limbah
greywater yang lain, dapat menggunakan tumbuhan (fitoteknologi) yang ditanam
pada sistem constructed wetland. Tujuan fitoteknologi adalah untuk mencegah
migrasi polutan ke tempat lain, mendegradasi, menstabilisasi dan menyerap
polutan menggunakan tumbuhan. Fitoteknologi memperhatikan dua hal pada
tumbuhan yaitu fisiologi dasar tumbuhan dan mekanisme penyerapan polutan oleh
tumbuhan. Tumbuhan akuatik yang sering digunakan antara lain eceng gondok
(Eichornia crassipes), kayu apu (Pistia stratiotes), duckweed (Lemna minor) ,
reed (Phragmites australis) dan cattail (Typha angustifolia) (Priyanto 2006).
Tanaman air yang berada dipermukaan air dapat menyerap amonia namun dengan
intensitas yang rendah, dibandingkan tanaman air yang berada di dasar perairan.
Tanaman yang berada di dasar perairan juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber
oksigen terlarut karena dapat melakukan aktivitas fotosintesis dengan baik.
Pengujian toksisitas suatu air limbah atau zat polutan dapat dilakukan dengan
tumbuhan tingkat tinggi, baik tumbuhan teristerial maupun tumbuhan akuatik,
misalnya lemna sp atau makrofita lain, alga dan hewan akuatik. Lemna telah
dipakai untuk menguji dampat senyawa farmasi, termasuk antibiotika, senyawa
fenol, hidrokarbon aromatik, dan asam haloasetat. Tumbuhan air ini telah
digunakan oleh Zhang dan Jin untuk menguji toksisitas air limbah dan toksisitas
logam lantanum (Sutrisno 2010).
Sebagian besar logam seperti Fe, Pb, Zn, Al & Cu mudah terlarut pada pH
< 5 (Stumn & Morgan 1996). Pada pH 6,5-7 adalah merupakan pH yang ideal.
Unsurunsur hara akan relative banyak tersedia pada pH tersebut. Sedangkan pada
pH rendah unsur-unsur seperti Al, Mn & Fe akan bersifat racun. Kadar besi (Fe) >
1 mg/L dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik (Moore 1991).
Logam Fe merupakan logam essensial yang keberadaannya dalam jumlah tertentu
sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebih dapat
menimbulkan efek racun. Buangan industri yang mengandung persenyawaan
logam berat Fe bukan hanya bersifat toksik terhadap tumbuhan tetapi juga
terhadap hewan dan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat
yang sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan
dan keberadaannya secara alami sulit dihilangkan, dapat terakumulasi dalam biota
perairan termasuk kerang, ikan dan sedimen, memiliki waktu paruh yang tinggi
dalam tubuh biota laut serta memiliki nilai faktor konsentrasi yang besar dalam
tubuh organisme. Untuk mengatasi masalah tersebut, banyak penelitian yang
dilakukan untuk mengurangi kadar limbah terutama logam berat yang berada di
perairan melalui cara biologis yaitu dengan menggunakan tanaman enceng
gondok (Eichornia crassipes). Enceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan
salah satu tanaman yang mempunyai kemampuan sebagai biofilter. Dengan
adanya mikrobia rhizosfera pada akar dan didukung oleh daya absorbsi serta
akumulasi yang besar terhadap bahan pencemar tertentu, maka dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif pengendali pencemaran di perairan. Oleh karena
itu, eceng gondok dapat digunakan sebagai penyerap bahan-bahan kimia yang
ada di perairan. Tanaman yang berada didasar perairan juga bisa dimanfaatkan
sebagai sumber oksigen terlarut karena dapat melakukan aktivitas fotosintesis
dengan baik.
Oksigen tersebut dapat dimanfaatkan oleh bakteri dalam proses oksidasi, karena
bakteri dapat memiliki peranan penting dalam menghilangkan partikel amonia
melalui proses nitrifikasi (Dauhan 2014). Tanaman eceng gondok memiliki
kelemehan dan kelebihan dalam mengurangi kadar logam berat pada perairan.
Kelebihan tanaman eceng gondok adalah mempunyai daya regenerasi yang cepat.
Hal itu dapat dilihat dari potongan-potongan vegetatifnya yang terbawa arus akan
terus berkembang menjadi eceng gondok dewasa. Eceng gondok juga sangat peka
terhadap keadaan unsur hara didalam air apabila kurang mencukupi, tetapi
responnya terhadap kadar unsur hara yang tinggi juga besar. Proses regenerasi
yang cepat dan toleransinya terhadap lingkungan yang cukup besar, menyebabkan
eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pengendali pencemaran lingkungan.
(Soerjani 1974). Setiap sepuluh tanaman enceng gondok mampu berkembangbiak
menjadi 600.000 tanaman baru dalam waktu delapan bulan. Hal ini sangat
membantu dalam mengurangi kadar logam berat dengan cepat. Namun, di
samping memiliki manfaat untuk mengurangi kadar logam berat pada perairan
tanaman ini juga memiliki kelemahan, yaitu dapat mengurangi jumlah oksigen
dalam air karena pertumbuhan yang begitu cepat pada tanaman ini bisa menutupi
seluruh perairan, akibatnya jumlah cahaya yang masuk ke dalam air akan semakin
berkurang dan tingkat ke-larutan oksigen pun akan berkurang. Selain itu, perairan
menjadi dangkal karena eceng gondok yang telah mati akan menumpuk sedikit
demi sedikit ke permukaan, sehingga seiring berjalannya waktu perairan pun akan
menjadi dangkal. Juga mengurangi jumlah air karena tanaman eceng gondok bisa
menyebar hingga ke seluruh permukaan air.
Hal ini menyebabkan evapotranspirasi yang berarti jumlah kehilangan air akan
bertambah akibat pertumbuhan eceng gondok yang begitu cepat dan memiliki
daun yang lebar
1.2. Tujuan
Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan praktikum adalah sebagai
berikut dengan bahan ikan nila ukuran benih 72 ekor, pakan pelet, eceng gondok,
hydrilla dan air. Alat-alat yang digunakan antara lain akuarium dua belas buah,
aerasi, filter undergravel dua belas buah, selang filter dua belas buah, pH meter,
DO meter, turbidity meter, thermometer, TDS dan EC meter dan timbangan
digital.
3.1. Hasil
Tabel 1. Data nilai hasil pengukuran beberapa parameter kimia air pada
treatment menggunakan tumbuhan air.
Parameter
Perlakuan DO TDS Konduktivitas
pH Suhu (℃)
(mg/L) (ppm) [S/m]
Tabel 3. Nilai hasil pengukuran kandungan logam berat (Fe) pada treatment
menggunakan tumbuhan air.
Fe (ppm)
Kelompok
H0 H7 H10
Eceng gondok <0 0 0.25
Kontrol <0 0.1 0.5
Hydrilla <0 1 0,5
Hydrilla <0 - 1
3.2. Pembahasan
Tanah yang telah tercemar logam berat dapat ditanggulangi secara fisik
melalui pencucian dan penggunaan bahan organik. Prinsip dari metode ini adalah
dengan penghilangan logam berat dengan pencucian atau dengan membuat logam
berat itu tidak aktif dengan bahan organik. Pencucian dilakukan dengan
memasukkan air irigasi yang tidak tercemar logam berat ke tanah yang sedang
diolah, kemudian membuang air tersebut melalui saluran drinase. Selain
penanggulangan pencemaran logam berat secara fisik ada juga penanggulangan
pencemaran logam berat secara kimia. Ada dua metode yang dapat digunakan
dalam penaggulangan secara kimia ini, yaitu dengan metode pengapuran.
Cara kimia yang bisa digunakan adalah dengan metode pengapuran. Sebagian dari
unsure logam berat terutama Pb dapat larut ditanah atau tersedia bagi tanaman
dalam keadaan tanah masam, sehingga dapat menyebabkan tanaman menyerap Pb
secara berlebihan dan bersifat racun bagi tanaman itu sendiri. Dengan pengapuran
tanah tidak akan terlalu masam sehingga logam berat seperti Pb tidak akan berada
ditanah dalam bentuk tersedia bagi tanaman (Tan 1991). Dalam keadaan basa
terjadi penambahan muatan negatif jadi, peningkatan pH tanah umumnya akan
meningkatkan muatan negatif sehingga kemapuan koloid tanah dalam menjerap
kation akan meningkat. Selain cara kimia dan fisik ada pula cara biologi yang
dapat digunakan sebagai alternative cara penaggulangan pencemaran logam berat
di tanah. Penanggulangan pencemaran logam berat secara biologi di bagi dua
yaitu metode Fitoremediasi (menggunakan tumbuhan untuk menyerap logam
berat) dan metode Bioremediasi (menggunakan mikrobia). Metode Fitoremediasi
dapat dilakukan dengan memanfaatkan tumbuhan yang dapat menyerap logam
berat didalam air. Salah satu tumbuhan yang dapat menyerap logam berat adalah
Eceng Gondok (Eichormia crassipes). Walaupun dalam petanian Eceng Gondok
dikenal sebagi gulma namun tumbuhan ini dapat menyerap logam berat dan
resisten terhadap toksisitas logam berat tersebut. Selain eceng gondok,
pemanfaatan tumbuhan yang dapat menyerap logam berat di perairan adalah
ludwigia, lemna sp., hydrilla, kamboba dan lain-lain.
Salah satu aspek penting dalam pemanfaatan tanaman eceng gondok dan
Hydrilla verticillata di media budidaya adalah perbaikan kualitas air. Kualitas air
dikatakan tidak baik apabila terdapat senyawa-senyawa beracun seperti amonia
dan nitrit. Pembentukan senyawa-senyawa tersebut dari bahan organik dan
anorganik yang berasal dari sisa metabolisme ikan dan sisa pakan yang tidak
termakan. Tanaman air yang digunakan sebagai filter biologis dapat mengubah
bentuk nitrogen anorganik yang berbahaya bagi ikan seperti amonia dan nitrit
menjadi bentuk yang tidak berbahaya yaitu nitrat. Tanaman tersebut menjadi
suatu substrat sebagai tempat penempelan bakteri nitrifikasi. Menurut Boyd
(1990), oksidasi amonia menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri kemoautotrof.
Bakteri yang dimaksud yaitu Nitrosomonas dan Nitrobacter. Bakteri tersebut
memanfaatkan amonia dan nitrit untuk dijadikan bahan makanannya yang
kemudian akan membentuk nitrat.
IV. KESIMPULAN
Jenis filter yang paling efektif pada perlakuan teknik penanganan logam berat
(Fe) dengan tumbuhan air adalah tumbuhan hydrilla. Lama waktu treatment
paling efektif untuk menurunkan kadar Fe hingga mencapai 0.5 mg/l adalah
selama tiga hari. Pemanfaatan tanaman eceng gondok dan hydrilla verticillata
efektif digunakan sebagai fitoremediator untuk perbaikan kualitas air media
pemeliharaan.
V. DAFTAR PUSTAKA
Begum, A., Krishna, H., Irfanulla, K., 2009a, Analysis of Heavy Metals in Water,
Sediments and Fish Samples of Madivala Lakes of Bangalore, Karnataka.
International Journal of ChemTechResearch, Vol.1, No.2, pp. 245-249.
Hutagalung, H.P. 1984. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. Oseanologi Vol IX
No:LP3O-LIPI, Jakarta.
Johnson, V., Peterson, R., Olsen, K., 2005, Heavy Metal Transport and Behavior
In The Lower ColumbiaRiver, USA, Environmental Monitoring and
Assessment (Springer), Vol. 110, pp. 271–289.
Malik, N & Biswas, A.K. 20012. Role Of Higher PlantsIn Remediation Of Metal
Contaminated Sites. Scientific Re-views & Chemical
Communications2(2): 141 –146.
Parulian, A. 2009. Monitoring dan Analisis Kadar Aluminium (Al) dan Besi (Fe)
Pada Pengolahan Air Minum PDAM Tirtanadi Sunggal. Medan :
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).
Priyanto Budhi. 2006. Uji Toksisitas Air Limbah Penyamakan Kulit Menggnakan
Metode Penghambatan Pertumbuhan Lemna Sp. [Jurnal Tknologi
Lingkungan] Vol.7 No.2. Hal.212-218. ISSN 1441-318X.
Rozak, A., dan Rochyatun, E. 2007. Pemantauan Kadar Logam Berat dalam
Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. Makara Sains, 11(1): 28 36.
Setyowati, S, Nanik Heru Suprapti, dan Erry Wiryani. 2005. Kandungan Logam
tembaga (Cu) dalam Eceng Gondok (Eichhornia crassipes Solms.),
Perairan dan Sedimen Berdasarkan Tata Guna Lahan di Sekitar Sungai
Banger, Pekalongan. Lab. Ekologi & Biosistematik, Jurusan Biologi,
FMIPA. UNDIP.
Soerjani, M. J. V. 1974. “Aquatic Weed Problems and Control in Southeast Asia
Tropical Pest Biologi“. Seameo – Biotrop. Bogor, Indonesia.
Stickney RR. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. Canada (USA): Texas
A & M University.
Stumn, W and J.J. Morgan. 1996. Aquatic Chemistry: Chemical Equilibria and
Rates in Natural Waters. John Wiley & Sons, New York.
Sugiura SH, Marchant DD, Wigins T, Ferraris RP. 2006. Effluent profile of
commercially used low-phosphorus fish feeds. Environ Pollut. 140, 95-
101.
Tan, K.H. 1991. Dasar-dasar Kimia Tanah. Penerbit Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.