Disusun oleh :
Isyan (19312249001)
Kelompok 4
Pendidikan IPA C
PENDIDIKAN IPA
2020
A. Judul
Pengaruh Konsentrasi PH Air yang Tercemar Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan
Menggunakan Indikator Alami
B. Tujuan
Mengidentifikasi pengaruh konsentrasi PH air yang tercemar terhadap kelangsungan
hidup ikan menggunakan indikator alami.
C. Dasar Teori
Pencemaran lingkungan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai adanya di agen
dalam suatu lingkungan yang berpotensi merusak baik lingkungan itu sendiri ataupun
kesehatan manusia. Misalnya polutan yang memiliki banyak bentuk. Tidak hanya
termasuk bahan kimia, tetapi juga organisme dan bahan biologis, serta energi dalam
berbagai bentuknya. (Briggs, 2003). Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia
sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Menurut Kristanto (2002) pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari
keadaan normal. Pencemaran air juga dapat didefinisikan sebagai adanya benda-benda
asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan
peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air. Karena kebutuhan makhluk
hidup akan air sangat bervariasi, maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga
berbeda-beda. Sebagai contoh, air kali di pegunungan yang belum tercemar tidak dapat
digunakan langsung sebagai air minum karena belum memenuhi persyaratan untuk
dikategorikan sebagai air minum.
Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian
dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri. Di
sisi lain, detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi jangka pendek
(short therm function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada suhu rendah, dampak
lingkungan yang rendah dan harga yang terjangkau (Jurado et all, 2006).
Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, deterjen mempunyai keunggulan
antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan
air. Pada umumnya detergen bersifat surfaktan anionik yang berasal dari derivat minyak
nabati atau minyak bumi (Chantraine F et all, 2009).
Pengaruh negatif deterjen terhadap kondisi fisik dan kimia perairan yang teraliri
limbah dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa pengaruh limbah
deterjen terhadap lingkungan antara lain gangguan terhadap estetika oleh adanya busa
putih di permukaan perairan, penurunan kadar oksigen terlarut perairan, perubahan sifat
fisik dan kimia air serta terjadinya eutrofikasi. Kandungan fosfat yang tinggi dapat
merangsang tumbuhnya gulma air. Peningkatan gulma air akan menyebabkan
peningkatan penguraian fosfat, dan penghambatan pertukaran oksigen dalam air,
sehingga kadar oksigen terlarut dalam air amat rendah (mikroaerofil) (Sitorus, 1997).
Menurut Wulansari (2013), Keberadaan deterjen dalam suatu badan air dapat
merusak insang dan organ pernapasan ikan. Kerusakan insang dan organ pernapasan ikan
ini menyebabkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigen terlarut
rendah menjadi menurun. Keberadaan busa-busa di permukaan air diduga menyebabkan
menurunnya oksigen terlarut dalam air tidak bisa bertambah karena hubungan dengan
udara bebas tertutup. Dengan demikian organisme dalam badan air akan mati bukan
karena keracunan namun karena kombinasi kerusakan organ pernapasan dan kekurangan
oksigen. Selain merusak insang dan organ pernapasan ikan yang pada gilirannya dapat
menyebabkan kematian ikan tersebut. Menurut Tresna Sastrawijaya, busa tidaklah
berbahaya tetapi kandungan deterjen di dalam air mungkin sudah cukup untuk
membunuh berbagai organisme yang ada seperti ikan. Deterjen berbahaya bagi ikan
biarpun konsentrasinya kecil. Salah satu yang menyebabkan tercemarnya air adalah
penggunaan deterjen yang berlebih di perairan. Deterjen adalah pembersih sintetis yang
terbuat dan bahan-bahan turunan minyak bumi, yang terdiri dan bahan kimia yang dapat
memberikan dampak negatif pada biota yang hidup di laut ataupun sungai. Salah satu
biota yang merasakan dampak dari penggunaan deterjen tersebut adalah ikan. Salah satu
kasus yang terjadinya kematian ikan akibat pencemaran air yang di sebabkan oleh
penggunaan deterjen oleh manusia. Deterjen tersebut bisa membuat ikan-ikan yang ada
pada perairan menjadi terganggu, pernapasannya terganggu, bahkan bisa membuat ikan
menjadi mabuk dan akhirnya berujung pada kematian.
Menurut Sunu (2001), adapun sumber pencemaran air yaitu:
1. Pencemaran Air oleh Pertanian
Air limbah pertanian sebenarnya tidak menimbulkan dampak negatif pada
lingkungan, namun dengan digunakannya fertilizer sebagai pestisida yang kadang-kadang
dilakukan secara berlebihan, sering menimbulkan dampak negatif pada keseimbangan
ekosistem air. Sektor pertanian juga dapat berakibat terjadinya pencemaran air, terutama
akibat dari penggunaan pupuk dan bahan kimia pertanian tertentu seperti insektisida dan
herbisida.
2. Pencemaran Air oleh Peternakan dan Perikanan
Karakteristik terhadap pencemaran air yang diakibatkan oleh kegiatan peternakan
antara lain:
a. Komposisi dan jumlah kotoran ternak bervariasi tergantung pada tipe, jumlah dan
metode pemberian makan dan penyiramannya.
b. Tingkat pencemaran sangat bervariasi tergantung pada lokasi lahan yang digunakan
untuk peternakan, sistem dan skala operasi serta tingkat teknik pengembangbiakan.
3. Pencemaran Air oleh Industri
Karakteristik pencemaran air dari industri manufaktur antara lain:
a. Limbah cair
b. Industri makanan
c. Industri tekstil
d. Industri pulp dan kertas
e. Industri kimia
f. Industri kulit
g. Industri electroplating
4. Pencemaran Air oleh Aktivitas Perkotaan
Aktivitas manusia di perkotaan memberikan andil dalam menimbulkan
pencemaran lingkungan yang tinggi. Ledakan jumlah penduduk yang tidak terkendali
mengakibatkan laju pencemaran lingkungan melampaui laju kemampuan alam. Penyebab
pencemaran air karena limbah perkotaan seperti air limbah, kotoran manusia, limbah
rumah tangga, limbah gas, dan limbah panas.
1. Ikan hias yang berasal dari air tawar dikenal sebagai istilah perdagangan freshwater
ornamental fish.
2. Ikan hias yang berasal dari air laut di kenal sebagai marine ornamental fish.
3. Tanaman hias dari air tawar di kenal sebagai freshwater ornamental plant atau
aquatic plant.
4. Kerang-kerangan atau biota laut di kenal sebagai invertbrata.
Ikan dapat digunakan sebagai bioindikator karena mempunyai kemampuan merespon
adanya bahan pencemar. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air
maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi
tertentu. Reaksi yang dimaksud antara lain adanya perubahan aktivitas pernafasan,
aktivitas dan gerakan renang, warna tubuh ikan dan sebagainya(Barus, 2004:56).
Zat warna kurkumin yang terdapat dalam ekstrak kunyit (Curcuma domestica) adalah
kristal berwarna kuning oranye, tidak larut dalam ether, larut dalam minyak, dalam alkali
berwarna merah kecoklatan, sedangkan dalam asam berwarna kuning muda. Kurkumin
memberikan perubahan warna yang jelas dan cepat yaitu kurang dari 5 detik sehingga
dimungkinkan sebagai indikator. Trayek pH indkator kunyit yaitu apabila pH < 4,5
perubahan warnanya dari kuning apabila pH > 9,9 warnanya menjadi coklat kemerahan
(Harjanti, 2008).
Amati gerak menutup insang serta kondisi pada ikan selama 5 dan 10
menit.
Amatilah perubahan
warnanya.
F. Variabel Penelitian
1. Variabel kontrol : air murni dan waktu
2. Variabel bebas : tetesan detergen
3. Variabel terikat : pergerakan insang dan kondisi ikan
I. Pembahasan
Pada praktikum yang berjudul Pengaruh Konsentrasi PH Air yang Tercemar
Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan, memiliki tujuan yaitu mengidentifikasi pengaruh
konsentrasi PH air yang tercemar terhadap kelangsungan hidup ikan. Alat dan bahan
yang digunakan pada praktikum ini antara lain 4 buah gelas, Pipet yang dimodifikasi,
Kertas, Alat tulis, Stopwatch Hp, Detergen, Air murni, 4 ikan, dan kunyit. Praktikum ini
mula-mula menyiapkan 4 buah gelas dengan ukurang yang sama, memberi label pada
masing-masing gelas sebagai tanda, mengisi masing-masing gelas dengan air mineral 150
ml, menyiapkan 4 ekor ikan sejenis yang ukuran besarnya sama, meneteskan detergen ke
dalam masing-masing gelas A = 0 tetes, gelas B = 1 tetes, gelas C = 3 tetes, dan gelas C =
5 tetes, memasukkan satu ikan ke dalam masing-masing gelas, mengamati gerak menutup
insang serta kondisi pada ikan selama 5 dan 10 menit, dan mencatat hasil pengamatan
dalam tabel percobaan. Lalu untuk pembuatan dan perlakuan indikatornya pertama
menyiapkan alat dan bahan, mengupas kunyit hingga bersih, memarut kunyit lalu
menyaring hasil parutan agar dapat diambil ekstraknya, mencelupkan kertas ke dalam
ekstrak kunyit dan mengeringkan kertas tersebut, kemudian mencelupkan kertas pada
masing-masing gelas a, b, c dan d, dan mengamati perubahan warnanya.
Setelah dilakukannya percobaan tersebut, didapatkan berbagai macam hasil
percobaan. Praktikum ini memiliki 6 variasi data, dengan masing-masing data terdapat 4
gelas yang diujikan. Pada gelas A tiap praktikan didapatkan hasil yang sama, yaitu ikan
bergerak dengan kondisi aktif dan stabil hingga 10 menit. Pergerakan insang ikan tidak
terganggu, karena lingkungan normal dan tidak tercemar. Untuk gelas B pada tiap
praktikan didapatkan hasil kondisi ikan yang berbeda-beda diantaranya Pada menit ke
5.42 ikan sudah mabuk dan tidak bisa berenang. Pada menit ke 7.02 ikan sudah mati,
Pada menit ke 7.20 kejang kemudian mati pada menit ke 8.30, Ikan lemas ditandai
dengan ikan menurun kebawah, Bergerak aktif tapi tidak selincah ikan pertama. posisi
berenang naik turun dan mundur serta kekuatannya lemah, Ikan bergerak tidak seaktif
pada gelas A dan B namun semakin bertambah waktu nampak gerakan ikan mulai
melemah, dan Berenang melambat dan mati. Pada gelas B ini, Jumlah pergerakan insang
ikan selama 10 menit diantaranya 219, 300, 498, 350, 381, dan 12. Pada gelas C tiap
praktikan didapatkan hasil kondisi ikan yang berbeda-beda diantaranya Pada menit ke
4.54 ikan sudah mabuk, terbaik, dan tidak bisa berenang. Pada menit ke 5.56 ikan sudah
mati, Pada menit ke 3.15 kejang kemudian mati pada menit ke 4.46 dan mengambang,
Tubuh ikan menungging dan ikan mati dengan ditandai sudah tidak ada gerakan,
Bergerak lemah kemudian pada menit ke 3 ikan mulai membalikkan badan kemudian
gerakan mulut serta siripnya mulai lambat lalu mati mengambang pada menit ke 7, Ikan
bergerak dengan aktif ketika mengenai air dengan campuran deterjen, pada menit ke-8
gerakan ikan mulai melemah, dan Ikan mulai lemah dan sekarat kemudian mati. Untuk
jumlah pergerakan insang ikan pada gelas C ini selama 10 menit antara lain 184, 210,
390, 180, 337, dan 8. Selanjutnya pada gelas D tiap praktikan didapatkan hasil kondisi
ikan yang berbeda-beda diantaranya Pada menit ke 2.42 ikan sudah mabuk, terbalik. Pada
menit ke 3.53 ikan mati, Pada menit ke 3.12 kejang kemudian mati pada menit ke 4.10
dan mengambang, Ikan lemas kemudian kejang dan akhirnya mati, Saat dimasukkan
kedalam air ikan pada menit ke dua ikan kejang kejang kemudian mati pada menit ke
3.13 dan mengambang, Ikan langsung bergerak secara aktif saat memasuki air, namun
semakin lama gerakannya mulai melemah dan mati pada menit ke-6, dan Ikan mati.
Jumlah pergerakan insang ikan pada gelas D ini antara lain 127, 140, 310, 80, 309, dan 4.
Jadi dari percobaan yang telah dilakukan tersebut, dapat dilihat bahwa detergen
dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan. Pengaruh deterjen bagi ikan adalah
membuat ikan kekurangan oksigen, karena deterjen yang bercampur dengan air akan
membuat kandungan oksigen dalam air menurun. Keberadaan busa di permukaan air
menjadi salah satu penyebab kontak udara dengan air terbatas, sehingga menurunkan
oksigen yang terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan ikan kekurangan oksigen.
Cepat lambatnya ikan bergerak yaitu tergantung pada banyaknya deterjen dalam air.
Semakin tinggi konsentrasi deterjen yang terlarut dalam air, semakin tinggi kadar
deterjen yang terlarut pada air, maka semakin cepat ikan akan mati.
Ikan mengalami kematian pada air yang tercampur oleh deterjen. Hal ini sesuai
dengan teori menurut Wulansari dan Ardiansyah (2013) bahwa keberadaan deterjen
dalam air dapat merusak insang dan organ pernapasan ikan. Kerusakan insang dan organ
pernapasan pada ikan menyebabkan toleransi ikan terhadap air dengan kandungan
oksigen terlarut rendah menjadi menurun Sehingga ikan menjadi mabuk dan akhirnya
berujung pada kematian.
Untuk membuktikan bahwa air yang digunakan termasuk air yang tercemar bagi
ikan, praktikan dapat menggunakan indikator alami. Indikator alami yang digunakan
berupa ekstrak kunyit yang dikeringkan. Ketika indikator alami tersebut dicelupkan
dalam air yang berisi detergen, maka indikator alami tersebut akan mengalami perubahan
dari merah bata pekat dan lama kelamaan menjadi luntur atau berwarna lebih terang.
Berarti semakin banyak detergen, warna indikator semakin terang dan air bersifat basa.
Terdapat ketidaksesuaian pada hasil pengukuran pH asam/basa dengan menggunakan
indikator alami berupa kertas dan kunyit.
Ketidaksesuaian hasil percobaan dengan teori ini disebabkan oleh beberapa faktor
seperti waktu untuk perendaman kertas dan jenis kertas yang digunakan. Menurut teori,
warna pada kertas indikator alami adalah cokelat atau merah tetapi pada percobaan yang
dilakukan oleh praktikan, warna kertas yang digunakan sebagai indikator alami justru
semakin memudar warnanya. Menurut teori yang dikemukakan oleh Siregar (2009),
perendaman tumbuhan yang telah dihaluskan dilakukan selama 24 jam dengan tujuan
agar ekstrak yang dihasilkan baik. Hasil maserasi dari tanaman tersebut yang
mengandung zat warna dapat digunakan sebagai bahan indikator asam basa. Sedangkan
perendaman kertas yang dilakukan pada percobaan adalah kurang dari 24 jam sehingga
ekstrak kunyit tidak meresap dengan baik pada kertas.
J. Kesimpulan
Setelah dilakukannya percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi pH detergen maka pergerakan ikan dan kondisi ikan semakin menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Y. 2004. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Untuk Ekspor. Penerbit PT AgroMedia
Pustaka. Tangerang.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: USU
Press.
Briggs, David. 2003. Environmental Pollution And The Global Burden Of Disease. British
Harjanti, R. S. (2008). Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.) dan
Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri. Jurnal Rekayasa Proses, 2(2), 51-
52.
Jurado, E et all. 2006. Enzyme Based Detergent formulas for Fatty Soils and Hard Surface in a
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). 2004. Keputusan Menteri KLH No. 51/2004 Tentang
Lutfi, Achmad. 2009. Sumber dan Bahan Pencemaran Air. Tanpa Nama Jurnal Vol 1 No I.
Sitorus, H. 1997. Uji Hayati Toksisitas Detergen Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio, L).
Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan Iso 14001. Jakarta: PT. Grasindo.
Wulansari, F. D., & Ardiansyah, A. (2013). Pengaruh Detergen Terhadap Mortalitas Benih Ikan
Patin Sebagai Bahan Pembelajaran Kimia Lingkungan. Edu Sains: Jurnal Pendidikan