Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

IPA SEKOLAH 1 PRAKTIKUM


Pengaruh Konsentrasi PH Air yang Tercemar Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan
Menggunakan Indikator Alami

Disusun oleh :

Fitria Umi Hany Lathifah (19312241051)

Nikita Kurnianingrum (19312241051)

Alif Rafi Adi (19312244009)

Meiliana Nur Anggraeni (19312244011)

Aribah Qothrunnada (19312244022)

Isyan (19312249001)

Kelompok 4

Pendidikan IPA C

PENDIDIKAN IPA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2020
A. Judul
Pengaruh Konsentrasi PH Air yang Tercemar Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan
Menggunakan Indikator Alami

B. Tujuan
Mengidentifikasi pengaruh konsentrasi PH air yang tercemar terhadap kelangsungan
hidup ikan menggunakan indikator alami.

C. Dasar Teori
Pencemaran lingkungan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai adanya di agen
dalam suatu lingkungan yang berpotensi merusak baik lingkungan itu sendiri ataupun
kesehatan manusia. Misalnya polutan yang memiliki banyak bentuk. Tidak hanya
termasuk bahan kimia, tetapi juga organisme dan bahan biologis, serta energi dalam
berbagai bentuknya. (Briggs, 2003). Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia
sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Menurut Kristanto (2002) pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari
keadaan  normal. Pencemaran air juga dapat didefinisikan sebagai adanya benda-benda
asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan
peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air. Karena kebutuhan makhluk
hidup akan air sangat bervariasi, maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga
berbeda-beda. Sebagai contoh, air kali di pegunungan yang belum tercemar tidak dapat
digunakan langsung sebagai air minum karena belum memenuhi persyaratan untuk
dikategorikan sebagai air minum.
Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian
dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri. Di
sisi lain, detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi jangka pendek
(short therm function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada suhu rendah, dampak
lingkungan yang rendah dan harga yang terjangkau (Jurado et all, 2006).
Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, deterjen mempunyai keunggulan
antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan
air. Pada umumnya detergen bersifat surfaktan anionik yang berasal dari derivat minyak
nabati atau minyak bumi (Chantraine F et all, 2009).
Pengaruh negatif deterjen terhadap kondisi fisik dan kimia perairan yang teraliri
limbah dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa pengaruh limbah
deterjen terhadap lingkungan antara lain gangguan terhadap estetika oleh adanya busa
putih di permukaan perairan, penurunan kadar oksigen terlarut perairan, perubahan sifat
fisik dan kimia air serta terjadinya eutrofikasi. Kandungan fosfat yang tinggi dapat
merangsang tumbuhnya gulma air. Peningkatan gulma air akan menyebabkan
peningkatan penguraian fosfat, dan penghambatan pertukaran oksigen dalam air,
sehingga kadar oksigen terlarut dalam air amat rendah (mikroaerofil) (Sitorus, 1997).
Menurut Wulansari (2013), Keberadaan deterjen dalam suatu badan air dapat
merusak insang dan organ pernapasan ikan. Kerusakan insang dan organ pernapasan ikan
ini menyebabkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigen terlarut
rendah menjadi menurun. Keberadaan busa-busa di permukaan air diduga menyebabkan
menurunnya oksigen terlarut dalam air tidak bisa bertambah karena hubungan dengan
udara bebas tertutup. Dengan demikian organisme dalam badan air akan mati bukan
karena keracunan namun karena kombinasi kerusakan organ pernapasan dan kekurangan
oksigen. Selain merusak insang dan organ pernapasan ikan yang pada gilirannya dapat
menyebabkan kematian ikan tersebut. Menurut Tresna Sastrawijaya, busa tidaklah
berbahaya tetapi kandungan deterjen di dalam air mungkin sudah cukup untuk
membunuh berbagai organisme yang ada seperti ikan. Deterjen berbahaya bagi ikan
biarpun konsentrasinya kecil. Salah satu yang menyebabkan tercemarnya air adalah
penggunaan deterjen yang berlebih di perairan. Deterjen adalah pembersih sintetis yang
terbuat dan bahan-bahan turunan minyak bumi, yang terdiri dan bahan kimia yang dapat
memberikan dampak negatif pada biota yang hidup di laut ataupun sungai. Salah satu
biota yang merasakan dampak dari penggunaan deterjen tersebut adalah ikan. Salah satu
kasus yang terjadinya kematian ikan akibat pencemaran air yang di sebabkan oleh
penggunaan deterjen oleh manusia. Deterjen tersebut bisa membuat ikan-ikan yang ada
pada perairan menjadi terganggu, pernapasannya terganggu, bahkan bisa membuat ikan
menjadi mabuk dan akhirnya berujung pada kematian.
Menurut Sunu (2001), adapun sumber pencemaran air yaitu:
1. Pencemaran Air oleh Pertanian
Air limbah pertanian sebenarnya tidak menimbulkan dampak negatif pada
lingkungan, namun dengan digunakannya fertilizer sebagai pestisida yang kadang-kadang
dilakukan secara berlebihan, sering menimbulkan dampak negatif pada keseimbangan
ekosistem air. Sektor pertanian juga dapat berakibat terjadinya pencemaran air, terutama
akibat dari penggunaan pupuk dan bahan kimia pertanian tertentu seperti insektisida dan
herbisida.
2. Pencemaran Air oleh Peternakan dan Perikanan
Karakteristik terhadap pencemaran air yang diakibatkan oleh kegiatan peternakan
antara lain:
a. Komposisi dan jumlah kotoran ternak bervariasi tergantung pada tipe, jumlah dan
metode pemberian makan dan penyiramannya.
b. Tingkat pencemaran sangat bervariasi tergantung pada lokasi lahan yang digunakan
untuk peternakan, sistem dan skala operasi serta tingkat teknik pengembangbiakan.
3. Pencemaran Air oleh Industri
Karakteristik pencemaran air dari industri manufaktur antara lain:
a. Limbah cair
b. Industri makanan
c. Industri tekstil
d. Industri pulp dan kertas
e. Industri kimia
f. Industri kulit
g. Industri electroplating
4. Pencemaran Air oleh Aktivitas Perkotaan
Aktivitas manusia di perkotaan memberikan andil dalam menimbulkan
pencemaran lingkungan yang tinggi. Ledakan jumlah penduduk yang tidak terkendali
mengakibatkan laju pencemaran lingkungan melampaui laju kemampuan alam. Penyebab
pencemaran air karena limbah perkotaan seperti air limbah, kotoran manusia, limbah
rumah tangga, limbah gas, dan limbah panas.

Menurut Lutfi (2009), pada dasarnya pencemaran air sungai di Indonsia disebabkan


oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:

1. Berkembangnya industri-industri di Indonesia


Dewasa ini industri-industri di Indonesia semakin berkembang, baik jumlah,
teknologi, tingkat produksi maupun limbah yang di hasilkan. Industri-industri khususnya
yang berada di dekat aliran sungai cenderung akan membuang limbahnya ke dalam
sungai yang dapat mencemari ekosistem air, karena pembuangan limbah industri ke
dalam sungai dapat menyebabkan berubahnya susunan kimia, bakteriologi, serta fisik air.
Polutan yang di hasilkan oleh pabrik dapat berupa:
a. Logam Berat: timbal, tembaga, seng dll.
b. Panas: air yang tinggi temperaturnya sulit menyerap oksigen yang pada akhirnya akan
mematikan biota air.
2. Belum tertanganinya pengendalian limbah rumah tangga
Limbah rumah tangga yang belum terkendali merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya air sungai. Karena dari limbah rumah
tangga dihasilkan beberapa zat organik dan anorganik yang dibuang dan dialirkan melalui
selokan-selokan dan akhirnya bermuara ke sungai. Selain dalam bentuk zat organik dan
anorganik, dari limbah rumah tangga bisa juga membawa bibit-bibit penyakit yang dapat
menular pada hewan dan manusia sehingga menimbulkan epidemi yang luas di
masayarakat.
3. Pembuangan limbah pertanian tanpa melalui proses pengolahan.
Limbah pertanian biasanya dibuang ke aliran sungai tanpa melalui proses
pengolahan, sehingga dapat mencemari air sungai karena limbah pertanian mengandung
berbagai macam zat pencemar seperti pupuk dan pestisida. Penggunaan pupuk di daerah
pertanian akan mencemari air yang keluar dari pertanian karena air ini mengandung
bahan makanan bagi ganggang dan tumbuhan air seperti enceng gondok sehingga
ganggang dan tumbuhan air tersebut mengalami pertumbuhan dengan cepat yang dapat
menutupi permukaan air dan berpengaruh buruk pada ikan-ikan dan komponen ekosistem
biotik lainnya. Penggunaan pestisida juga dapat menggagu ekosistem air karena pestisida
bersifat toksit dan akan mematikan hewan-hewan air, burung dan bahkan manusia.
4. Pencemaran air sungai karena proses alam
Proses alam juga berpengaruh pada pencemaran air sungai misalnya terjadinya
gunung meletus, erosi dan iklim. Gunung meletus dan erosi dapat membawa berbagai
bahan pencemaran salah satunya berupa endapan/sediment seperti tanah dan lumpur yang
dapat menyebabkan air menjadi keruh, masuknya sinar matahari berkurang, dan air
kurang mampu mengasimilasi sampah.
Iklim juga berpengaruh pada tingkat pencemaran air sungai misalnya pada musim
kemarau volume air pada sungai akan berkurang, sehingga kemampuan sungai untuk
menetralisir bahan pencemaran juga berkurang.
Dampak pencemaran air pada umumnya dibagi dalam 4 kategori: (KLH, 2004)
1. Dampak terhadap kehidupan biota air
Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar
oksigen terlarut dalam air tersebut. Selain itu kematian dapat pula disebabkan adanya zat
beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air. Akibat
matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya
terjadi pada air limbah juga terhambat. Panas dari industri juga akan membawa dampak
bagi kematian organisme, apabila air limbah tidak didinginkan dahulu.
2. Dampak terhadap kualitas air tanah
Pencemaran air tanah oleh tinja yang biasa diukur dengan faecal coliform telah
terjadi dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh suatu survey sumur dangkal di
Jakarta. Banyak penelitian yang mengindikasikan terjadinya pencemaran tersebut.
3. Dampak terhadap kesehatan
Peran air sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam antara lain :
a. air sebagai media untuk hidup mikroba pathogen
b. air sebagai sarang insekta penyebar penyakit
c. jumlah air yang tersedia tak cukup, sehingga manusia bersangkutan tak dapat
membersihkan diri
d. air sebagai media untuk hidup vector penyakit
Ada beberapa penyakit yang masuk dalam katagori water-borne diseases, atau
penyakit-penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di daerah-daerah.
Penyakit-penyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam
sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan
jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air antara lain, bakteri, protozoa dan metazoa.

4. Dampak terhadap estetika lingkungan


Dengan semakin banyaknya zat organik yang dibuang ke lingkungan perairan,
maka perairan tersebut akan semakin tercemar yang biasanya ditandai dengan bau yang
menyengat disamping tumpukan yang dapat mengurangi estetika lingkungan. Masalah
limbah minyak atau lemak juga dapat mengurangi estetika. Selain bau, limbah tersebut
juga menyebabkan tempat sekitarnya menjadi licin. Sedangkan limbah detergen atau
sabun akan menyebabkan penumpukan busa yang sangat banyak. Inipun dapat
mengurangi estetika.

Menurut Bachtiar (2004), ikan hias adalah ikan yang umumnya


mempunyaibentuk,warna dan karakter khas sehingga mampu menciptakan suasana
aquarium yang mendukung tata ruang serta mampu memberikan suasana tentram.
Dengan kata lain ikan hias menjadi komoditi perdagangan karena aspek keindahan bukan
karena kandungan nutrisi. Gerakan ikan hias umumnya lembut khas dengan perpaduan
tanaman dan pendukung lainnya akan selalu menarik minat konsumen, khususnya yang
memiliki pendapat yang relatif tinggi. Di negara-negara maju popularitas ikan hias
meningkat di sebabkan pengaruh sosial budaya masyarakat yang semakin individualitis
sebagai salah satu jalan keluar mengatasi kendala kehidupan di kota besar.Ikan hias
Indonesia dunia perdagangan di kenal sebagai tropical fish, ikan hias di kenal bermacam-
macam jenis dan secara garis besar di bagi empat,yaitu:

1. Ikan hias yang berasal dari air tawar dikenal sebagai istilah perdagangan freshwater
ornamental fish.
2. Ikan hias yang berasal dari air laut di kenal sebagai marine ornamental fish.
3. Tanaman hias dari air tawar di kenal sebagai freshwater ornamental plant atau
aquatic plant.
4. Kerang-kerangan atau biota laut di kenal sebagai invertbrata.
Ikan dapat digunakan sebagai bioindikator karena mempunyai kemampuan merespon
adanya bahan pencemar. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air
maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi
tertentu. Reaksi yang dimaksud antara lain adanya perubahan aktivitas pernafasan,
aktivitas dan gerakan renang, warna tubuh ikan dan sebagainya(Barus, 2004:56).

Zat warna kurkumin yang terdapat dalam ekstrak kunyit (Curcuma domestica) adalah
kristal berwarna kuning oranye, tidak larut dalam ether, larut dalam minyak, dalam alkali
berwarna merah kecoklatan, sedangkan dalam asam berwarna kuning muda. Kurkumin
memberikan perubahan warna yang jelas dan cepat yaitu kurang dari 5 detik sehingga
dimungkinkan sebagai indikator. Trayek pH indkator kunyit yaitu apabila pH < 4,5
perubahan warnanya dari kuning apabila pH > 9,9 warnanya menjadi coklat kemerahan
(Harjanti, 2008).

D. Alat dan Bahan


1. 4 buah gelas
2. Pipet yang dimodifikasi
3. Kertas
4. Alat tulis
5. Stopwatch Hp
6. Detergen
7. Air murni
8. 4 Ikan
9. Kunyit
E. Prosedur Percobaan

Siapkan 4 buah gelas dengan ukurang yang sama.

Berilah label pada masing-masing gelas sebagai tanda.

Isilah masing-masing gelas dengan air mineral 150 ml.

Siapkan 4 ekor ikan sejenis yang ukuran besarnya sama.

Teteskan detergen ke dalam masing-masing gelas A = 0 tetes, gelas B


= 1 tetes, gelas C = 3 tetes, dan gelas C = 5 tetes.

Masukkan satu ikan ke dalam masing-masing gelas.

Amati gerak menutup insang serta kondisi pada ikan selama 5 dan 10
menit.

Catatlah hasil pengamatan dalam tabel percobaan.

Pembuatan dan perlakuan Indikator


Siapkan alat dan bahan.

Kupaslah kunyit hingga bersih.

Parutlah kunyit lalu saring hasil parutan


agar dapat diambil ekstraknya.

Celupkan kertas ke dalam ekstrak


kunyit, lalu keringkan kertas tersebut.

Kemudian celupkan kertas


pada masing-masing gelas
a, b, c dan d.

Amatilah perubahan
warnanya.

F. Variabel Penelitian
1. Variabel kontrol : air murni dan waktu
2. Variabel bebas : tetesan detergen
3. Variabel terikat : pergerakan insang dan kondisi ikan

G. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Hari, tanggal : Sabtu – Senin, tanggal 26-27
2. Tempat : Rumah praktikan masing-masing
3. Waktu : 15.00 – 16.50 WIB

H. Data Hasil Percobaan

No. Gelas Jumlah Tetesan Jumlah Jumlah Indikator Kondisi Ikan


Detergen gerakan tutup gerakan tutup Asam/Basa
insang selama insang selama
5 menit 10 menit

1 A 0 366 814 Netral Bergerak


aktif dan
stabil

B 1 216 219 Basa Pada menit


ke 5.42 ikan
sudah mabuk
dan tidak
bisa
berenang.
Pada menit
ke 7.02 ikan
sudah mati

C 3 184 184 Basa+ Pada menit


ke 4.54 ikan
sudah
mabuk,
terbaik, dan
tidak bisa
berenang.
Pada menit
ke 5.56 ikan
sudah mati.

D 5 127 127 Basa++ Pada menit


ke 2.42 ikan
sudah
mabuk,
terbaik. Pada
menit ke
3.53 ikan
mati.

2 A 0 380 380 Netral Bergerak


aktif dan
stabil
B 1 300 300 Basa Pada menit
ke 7.20
kejang
kemudian
mati pada
menit ke
8.30
C 3 210 210 Basa+ Pada menit
ke 3.15
kejang
kemudian
mati pada
menit ke
4.46 dan
mengambang
D 5 140 140 Basa++ Pada menit
ke 3.12
kejang
kemudian
mati pada
menit ke
4.10 dan
mengambang
3 A 0 500 790 Netral Bergerak
aktif dan
stabil
mengelilingi
gelas
B 1 459 498 Basa Ikan lemas
ditandai
dengan ikan
menurun
kebawah

C 3 377 390 Basa+ Tubuh ikan


menungging
dan ikan mati
dengan
ditandai
sudah tidak
ada gerakan

D 5 300 310 Basa++ Ikan lemas


kemudian
kejang dan
akhirnya
mati.

4 A 0 300 550 Netral Bergerak


aktif
mengelilingi
gelas naik
turun posisi
berenangnya
B 1 200 350 Basa Bergerak
aktif tapi
tidak
selincah ikan
pertama.
posisi
berenang
naik turun
dan mundur,
kekuatannya
lemah
C 3 100 180 Basa+ Bergerak
lemah
kemudian
pada menit
ke 3 ikan
mulai
membalikkan
badan
kemudian
gerakan
mulut serta
siripnya
mulai lambat
lalu mati
mengambang
pada menit
ke 7
D 5 80 80 Basa++ Saat
dimasukkan
kedalam air
ikan pada
menit ke dua
ikan kejang
kejang
kemudian
mati pada
menit ke
3.13 dan
mengambang
5 A 0 212 407 Netral Ikan
bergerak
tidak seaktif
ikan pada air
dengan
campuran
detergen
namun pada
gerakan ikan
tetap konstan
selama 10
menit dan
tidak
mengalami
pelemahan
gerakan
B 1 221 381 Basa Ikan
bergerak
tidak seaktif
pada gelas A
dan B namun
semakin
bertambah
waktu
nampak
gerakan ikan
mulai
melemah
C 3 243 337 Basa+ Ikan
bergerak
dengan aktif
ketika
mengenai air
dengan
campuran
deterjen,
pada menit
ke-8 gerakan
ikan mulai
melemah
D 5 294 309 Basa++ Ikan
langsung
bergerak
secara aktif
saat
memasuki
air, namun
semakin
lama
gerakannya
mulai
melemah dan
mati pada
menit ke-6
6 A 0 213 345 Netral Berenang
lincah
mengelilingi
gelas
B 1 10 12 Basa Berenang
melambat
dan mati
C 3 8 8 Basa+ Ikan mulai
lemah dan
sekarat
kemudian
mati
D 5 4 4 Basa++ Ikan mati

I. Pembahasan
Pada praktikum yang berjudul Pengaruh Konsentrasi PH Air yang Tercemar
Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan, memiliki tujuan yaitu mengidentifikasi pengaruh
konsentrasi PH air yang tercemar terhadap kelangsungan hidup ikan. Alat dan bahan
yang digunakan pada praktikum ini antara lain 4 buah gelas, Pipet yang dimodifikasi,
Kertas, Alat tulis, Stopwatch Hp, Detergen, Air murni, 4 ikan, dan kunyit. Praktikum ini
mula-mula menyiapkan 4 buah gelas dengan ukurang yang sama, memberi label pada
masing-masing gelas sebagai tanda, mengisi masing-masing gelas dengan air mineral 150
ml, menyiapkan 4 ekor ikan sejenis yang ukuran besarnya sama, meneteskan detergen ke
dalam masing-masing gelas A = 0 tetes, gelas B = 1 tetes, gelas C = 3 tetes, dan gelas C =
5 tetes, memasukkan satu ikan ke dalam masing-masing gelas, mengamati gerak menutup
insang serta kondisi pada ikan selama 5 dan 10 menit, dan mencatat hasil pengamatan
dalam tabel percobaan. Lalu untuk pembuatan dan perlakuan indikatornya pertama
menyiapkan alat dan bahan, mengupas kunyit hingga bersih, memarut kunyit lalu
menyaring hasil parutan agar dapat diambil ekstraknya, mencelupkan kertas ke dalam
ekstrak kunyit dan mengeringkan kertas tersebut, kemudian mencelupkan kertas pada
masing-masing gelas a, b, c dan d, dan mengamati perubahan warnanya.
Setelah dilakukannya percobaan tersebut, didapatkan berbagai macam hasil
percobaan. Praktikum ini memiliki 6 variasi data, dengan masing-masing data terdapat 4
gelas yang diujikan. Pada gelas A tiap praktikan didapatkan hasil yang sama, yaitu ikan
bergerak dengan kondisi aktif dan stabil hingga 10 menit. Pergerakan insang ikan tidak
terganggu, karena lingkungan normal dan tidak tercemar. Untuk gelas B pada tiap
praktikan didapatkan hasil kondisi ikan yang berbeda-beda diantaranya Pada menit ke
5.42 ikan sudah mabuk dan tidak bisa berenang. Pada menit ke 7.02 ikan sudah mati,
Pada menit ke 7.20 kejang kemudian mati pada menit ke 8.30, Ikan lemas ditandai
dengan ikan menurun kebawah, Bergerak aktif tapi tidak selincah ikan pertama. posisi
berenang naik turun dan mundur serta kekuatannya lemah, Ikan bergerak tidak seaktif
pada gelas A dan B namun semakin bertambah waktu nampak gerakan ikan mulai
melemah, dan Berenang melambat dan mati. Pada gelas B ini, Jumlah pergerakan insang
ikan selama 10 menit diantaranya 219, 300, 498, 350, 381, dan 12. Pada gelas C tiap
praktikan didapatkan hasil kondisi ikan yang berbeda-beda diantaranya Pada menit ke
4.54 ikan sudah mabuk, terbaik, dan tidak bisa berenang. Pada menit ke 5.56 ikan sudah
mati, Pada menit ke 3.15 kejang kemudian mati pada menit ke 4.46 dan mengambang,
Tubuh ikan menungging dan ikan mati dengan ditandai sudah tidak ada gerakan,
Bergerak lemah kemudian pada menit ke 3 ikan mulai membalikkan badan kemudian
gerakan mulut serta siripnya mulai lambat lalu mati mengambang pada menit ke 7, Ikan
bergerak dengan aktif ketika mengenai air dengan campuran deterjen, pada menit ke-8
gerakan ikan mulai melemah, dan Ikan mulai lemah dan sekarat kemudian mati. Untuk
jumlah pergerakan insang ikan pada gelas C ini selama 10 menit antara lain 184, 210,
390, 180, 337, dan 8. Selanjutnya pada gelas D tiap praktikan didapatkan hasil kondisi
ikan yang berbeda-beda diantaranya Pada menit ke 2.42 ikan sudah mabuk, terbalik. Pada
menit ke 3.53 ikan mati, Pada menit ke 3.12 kejang kemudian mati pada menit ke 4.10
dan mengambang, Ikan lemas kemudian kejang dan akhirnya mati, Saat dimasukkan
kedalam air ikan pada menit ke dua ikan kejang kejang kemudian mati pada menit ke
3.13 dan mengambang, Ikan langsung bergerak secara aktif saat memasuki air, namun
semakin lama gerakannya mulai melemah dan mati pada menit ke-6, dan Ikan mati.
Jumlah pergerakan insang ikan pada gelas D ini antara lain 127, 140, 310, 80, 309, dan 4.
Jadi dari percobaan yang telah dilakukan tersebut, dapat dilihat bahwa detergen
dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan. Pengaruh deterjen bagi ikan adalah
membuat ikan kekurangan oksigen, karena deterjen yang bercampur dengan air akan
membuat kandungan oksigen dalam air menurun. Keberadaan busa di permukaan air
menjadi salah satu penyebab kontak udara dengan air terbatas, sehingga menurunkan
oksigen yang terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan ikan kekurangan oksigen.
Cepat lambatnya ikan bergerak yaitu tergantung pada banyaknya deterjen dalam air.
Semakin tinggi konsentrasi deterjen yang terlarut dalam air, semakin tinggi kadar
deterjen yang terlarut pada air, maka semakin cepat ikan akan mati.
Ikan mengalami kematian pada air yang tercampur oleh deterjen. Hal ini sesuai
dengan teori menurut Wulansari dan Ardiansyah (2013) bahwa keberadaan deterjen
dalam air dapat merusak insang dan organ pernapasan ikan. Kerusakan insang dan organ
pernapasan pada ikan menyebabkan toleransi ikan terhadap air dengan kandungan
oksigen terlarut rendah menjadi menurun Sehingga ikan menjadi mabuk dan akhirnya
berujung pada kematian.
Untuk membuktikan bahwa air yang digunakan termasuk air yang tercemar bagi
ikan, praktikan dapat menggunakan indikator alami. Indikator alami yang digunakan
berupa ekstrak kunyit yang dikeringkan. Ketika indikator alami tersebut dicelupkan
dalam air yang berisi detergen, maka indikator alami tersebut akan mengalami perubahan
dari merah bata pekat dan lama kelamaan menjadi luntur atau berwarna lebih terang.
Berarti semakin banyak detergen, warna indikator semakin terang dan air bersifat basa.
Terdapat ketidaksesuaian pada hasil pengukuran pH asam/basa dengan menggunakan
indikator alami berupa kertas dan kunyit.
Ketidaksesuaian hasil percobaan dengan teori ini disebabkan oleh beberapa faktor
seperti waktu untuk perendaman kertas dan jenis kertas yang digunakan. Menurut teori,
warna pada kertas indikator alami adalah cokelat atau merah tetapi pada percobaan yang
dilakukan oleh praktikan, warna kertas yang digunakan sebagai indikator alami justru
semakin memudar warnanya. Menurut teori yang dikemukakan oleh Siregar (2009),
perendaman tumbuhan yang telah dihaluskan dilakukan selama 24 jam dengan tujuan
agar ekstrak yang dihasilkan baik. Hasil maserasi dari tanaman tersebut yang
mengandung zat warna dapat digunakan sebagai bahan indikator asam basa. Sedangkan
perendaman kertas yang dilakukan pada percobaan adalah kurang dari 24 jam sehingga
ekstrak kunyit tidak meresap dengan baik pada kertas.

J. Kesimpulan
Setelah dilakukannya percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi pH detergen maka pergerakan ikan dan kondisi ikan semakin menurun.
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Y. 2004. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Untuk Ekspor. Penerbit PT AgroMedia

Pustaka. Tangerang.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: USU
Press.

Briggs, David. 2003. Environmental Pollution And The Global Burden Of Disease. British

Medical Bulletin. Vol. 68: 1-24.

Chantraine, F et all. 2009. Drawbacks of Surfactant Presence on The Dissolution and

Mechanical Properties of Detergent Tablets : How to Control Interfaces by Surfactan

Localization. Journal of Surfactan and Detergent. 12:59-71.

Harjanti, R. S. (2008). Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.) dan

Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri. Jurnal Rekayasa Proses, 2(2), 51-

52.

Jurado, E et all. 2006. Enzyme Based Detergent formulas for Fatty Soils and Hard Surface in a

Continous Flow Device . Journal of Surfactant and Detergents. Vol. 9. Qtr 1.

Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). 2004. Keputusan Menteri KLH No. 51/2004 Tentang

Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. Jakarta: KLH.

Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Lutfi, Achmad. 2009. Sumber dan Bahan Pencemaran Air. Tanpa Nama Jurnal Vol 1 No I.

PP No 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Sitorus, H. 1997. Uji Hayati Toksisitas Detergen Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio, L).

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan Iso 14001. Jakarta: PT. Grasindo.

Wulansari, F. D., & Ardiansyah, A. (2013). Pengaruh Detergen Terhadap Mortalitas Benih Ikan

Patin Sebagai Bahan Pembelajaran Kimia Lingkungan. Edu Sains: Jurnal Pendidikan

Sains dan Matematika, 1(2).


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai