Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH IPA SEKOLAH 1


PENCEMARAN LINGKUNGAN

Disusun oleh :

1. Devhia Riska Noviati (19312241041)


2. Ikhsan Wahyu Wiraputra (19312241044)
3. Fatimatuzzahro (19312241048)
4. Rheznandya Puteri Diaz (19312244001)
5. Listianing Widya Maya K. (19312244029)
6. Mutya Ardha Widyaputri (19312244026)

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020

A. JUDUL
Pencemaran Lingkungan

B. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi polutan.
2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi jenis pencemaran.
3. Mahasiswa dapat mengetahui cara pencegahan polusi.

C. DASAR TEORI
Menurut Undang – Undang pokok pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 4
Tahun 1982. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh
proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya.
Secara umum sumber pencemaran dapat dikelompokkan dalam 2 golongan
besar, yaitu sumber polutan yang berupa kegiatan/hasil kegiatan manusia dan sumber
polutan yang berupa kejadian alamiah, sebagai berikut :
1. Pencemaran yang berasal dari hasil kegiatan manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Contohnya, kegiatan rumah tangga sehari-hari,
penggunaan pestisida/pupuk, penggunaan alat transportasi, proses industri,
kegiatan yang dilakukan di lahan tambang (Subardan, 2019:20).
2. Pencemaran yang berasal dari proses perubahan yang terjadi secara alamiah di
alam raya. Proses tersebut berada di luar kemampuan manusia untuk
mengendalikannya. Contohnya, pencemaran dari gunung meletus, pencemaran
akibat banj8r, pencemaran akibat gempa bumi, dan gelombang tsunami
(Subardan, 2019:22).
Menurut Darmono (2001:15-16) berbagai polutan yang ada di alam ini dapat
dikelompokkan menjadi 5 macam/jenis pencemaran, yaitu sebagai berikut:
1. Pencemaran Udara, yaitu benda asing yang masuk matra udara yang kemudian
mempengaruhi kualitas udara di suatu wilayah tertentu. Jenis pencemaran udara
utamanya berupa: carbon oxides (CO dan CO2), sulfur oxides (SO2 dan SO3),
nitrogen oxides, (N2O, NO dan NO2), hydrocarbons (CH4, C4H10 dan C6H6),
photochemical oxidants (O3, PAN dan berbagai aldehid), particulates (asap,
debu, kabut, jelaga, asbestos, Pb, Be, Cd, minyak, semprotan, pestisida.
2. Pencemaran Suara (kebisingan), yaitu terjadinya bising (noise) di suatu
lingkungan dan melampaui Nilai Ambang Batas yang ditentukan sesuai
peruntukan lingkungan tersebut.
3. Pencemaran Air , yaitu benda asing yang masuk ke dalam suatu wilayah perairan
dan menurunkan kualitas air di wilayah perairan tersebut.
4. Pencemaran Tanah, yaitu benda asing yang ditambahkan di suatu areal lahan
yang menyebabkan kualitas tanah di areal lahan tersebut kualitasnya menurun
atau membahayakan makhluk hidup yang memanfaatkan tanah tersebut. Jenis
bahan pencemar tanah dapat berupa bahan kimia, mikroorganisme, bahan
radioaktif.
5. Pencemaran Radiasi, yaitu adanya bahan bersifat radioaktif yang memiliki
kekuatan radiasi melampaui Nilai Ambang Batas yang ditentukan (radiasi bahan
radioaktif), atau adanya panas yang menimbulkan radiasi panas yang melebihi
temperatur normal di suatu lingkungan (radiasi panas).

Menurut Bachri dan Moch (1995 : 112-114) Pencemaran tanah adalah keadaan
dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami.
Pencemaran ini biasanya terjadi karena : kebocoran limbah cair atau bahan kimia
industri atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial, penggunaan pestisida,
masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub permukaan, kecelakaan
kendaraan pengangkut minyak zat kimia atau limbah, air limbah dari tempat
penimbunan sampah serta limbah industri yang dibuang ke tanah secara tidak
memenuhi syarat (illegal dumping). Ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah
mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau
masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap
sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun dalam tanah tersebut dalam tanah
tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat
mencemari air tanah dan udara diatasnya. Sebagaimana pencemaran air dan udara,
pencemaran tanah pun merupakan akibat kegiatan manusia. Pencemar tanah
mempunyai hubungan erat dengan pencemaran udara dan pencemaran air pada
umumnya juga merupakan sumber pencemar tanah. Sebagai contoh gas-gas oksida
karbon, oksida nitrogen, oksida belerang yang menjadi bahan pencemar udara yang
larut dalam air hujan dan turun ke tanah dapat menyebabkan terjadinya hujan asam
sehingga menimbulkan terjadinya pencemaran pada tanah. Air permukaan tanah yang
mengandung bahan pencemar misalnya tercemari zat radioaktif, logam berat dalam
limbah industri, sampah rumah tangga, limbah rumah sakit, sisa-sisa pupuk dan
pestisida dari darah pertanian, limbah deterjen, akhirnya juga dapat menyebabkan
terjadinya pencemaran pada tanah daerah tempat air permukaan ataupun tanah daerah
yang dilalui air permukaan tanah yang tercemar tersebut.

Masalah polusi deterjen

Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi


bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai
industri. Di sisi lain, detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi
jangka pendek (short therm function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada
suhu rendah, dampak lingkungan yang rendah dan harga yang terjangkau (Jurado et
al, 2006).

Menurut Srikandi Fardiaz (1992:66). Air limbah detergen termasuk polutan


atau zat yang mencemari lingkungan karena didalamnya terdapat zat yang disebut
ABS (alkyl benzene sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen
tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (non biodegradable) sehingga dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan. Menurut kandungan gugus aktifnya detergen
diklasifikasikan sebagai deterjen jenis keras dan jenis lunak. Deterjen jenis keras
sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan deterjen tersebut dibuang
akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air.
Salah satu contohnya adalah Alkil Benzena Sulfonat (ABS). Sedangkan detergen jenis
lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme,
sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai, misalnya Lauril Sulfat atau Lauril Alkil
Sulfonat. (LAS)

Keberadaan busa-busa di permukaan air juga menjadi salah satu penyebab


kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan
demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat
menyebabkan kematian (Ahsan et al, 2005:198-202).

Menurut Srikandi Fardiaz (1992:66), Fosfat memegang peranan penting dalam


produk deterjen, sebagai softener air dan Builders. Bahan ini mampu menurunkan
kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi
softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat. Fosfat pada umumnya
berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Fosfat tidak memiliki daya racun,
bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan makhluk
hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, fosfat dapat menyebabkan
pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air sungai/danau, yang
ditandai oleh ledakan pertumbuhan alga dan eceng gondok yang secara tidak langsung
dapat membahayakan biota air dan lingkungan. Di beberapa negara Eropa,
penggunaan fosfat telah dilarang dan diganti dengan senyawa substitusi yang relatif
lebih ramah lingkungan

Menurut Scheibel J (2004), Surfaktan sebagai komponen utama dalam


deterjen dan memiliki rantai kimia yang sulit didegradasi (diuraikan) alam. Pada
mulanya surfaktan hanya digunakan sebagai bahan utama pembuat deterjen. Namun
karena terbukti ampuh membersihkan kotoran, maka banyak digunakan sebagai bahan
pencuci lain. Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan
yang dapat diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimia. Sifat aktif
permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya mampu menurunkan tegangan
permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Hal ini
membuat surfaktan banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri sabun,
deterjen, produk kosmetika dan produk perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan
pelapis, kertas, tekstil, pertambangan dan industri perminyakan, dan lain sebagainya.

Dengan makin luasnya pemakaian deterjen maka resiko bagi kesehatan


manusia maupun kesehatan lingkungan pun makin rentan. Limbah yang dihasilkan
dari deterjen dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan yang
selanjutnya akan mengganggu atau mempengaruhi kehidupan masyarakat, Selain itu
pencemaran akibat deterjen mengakibatkan timbulnya bau busuk. Bau busuk ini
berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik
lanjutan oleh bakteri anaerob.

Masalah Polusi Minyak Jelantah


Minyak jelantah merupakan minyak yang dihasilkan dari sisa penggorengan
atau minyak goreng yang dipakai berulang-ulang (Ika, 2015 : 61). Minyak goreng
yang telah digunakan berkali-kali dapat menyebabkan kerusakan pada minyak seperti
minyak mudah berasap, berbusa, berwarna coklat, serta menimbulkan rasa yang tidak
sedap (Suhartono, 2001). Terdapat sifat fisik dan sifat kimia dari minyak jlantah
menurut Angga (2012).

1. Sifat Fisik
a. Warna coklat kekuning-kuningan
b. Berbau tengik
c. Terdapat endapan
2. Sifat Kimia
a. Hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol
b. Proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak
c. Proses hidrogenasi bertujuan uuntuk menumbuhkan ikatan rangkap
dari rantai karbon asam lemak pada minyak

Pembuangan limbah minyak goreng bekas (jelantah) juga masih dilakukan


secara sembarangan, biasanya dibuang di sungai, selokan atau langsung dibuang ke
tanah (Natalia, 2017 : 90). Menurut Julianus (2006) bila ditinjau dari komposisi
kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa bersifat karsinogenik,
seperti peroksida, epioksida, dan lain-lain yang terjadi selama proses penggorengan.
Pemanasan minyak jelantah dapat mempercepat hidrolisis trigliserida dan
meningkatkan kandungan asam lemak bebas (FFA) di dalam minyak. Kandungan
FFA pada minyak jelantah akan menghambat reaksi transesterifikasi karena metil
ester dan gliserol menjadi susah untuk dipisahkan. Sedangkan menurut Ratnayani
(2015) minyak jelantah mempunyai sifat lipid yang tak tercampurkan dengan air
dapat menyebabkan terjadinya penumpukan pada saluran pembuangan. Selain itu
dapat memicu terjadinya gangguan ekosistem pada lingkungan yang terkena dampak
pembuangan minyak jelantah yang telah mengandung zat pengotor.

D. ALAT DAN BAHAN


Bahan
1. Cacing
2. Minyak Jelantah
3. Air detergen
4. Air bersih
5. Tanah
Alat
1. 3 gelas plastik
2. stopwatch/timer hp

E. PROSEDUR
Menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan.

Memberi label A,B dan C pada ketiga


gelas plastik.

Memberi tanah pada gelas plastik A, B


dan C.

Pada gelas plastik berlabel A beri 80 ml


minyak bekas, pada gelas plastik berlabel
B beri 5 gram deterjen yang dilarutkan
pada 80 ml air. Dan pada gelas plastik C
beri 80 ml air biasa.

Taruh cacing pada permukaan tanah.

Amati peristiwa yang terjadi

F. TABEL HASIL

No Gelas Waktu setelah 10 Waktu setelah 25 Gambar


menit menit
1. A Cacing yang berada di Cacing masih hidup
atas tanah bergerak masuk aktif bergerak dan
ke dalam tanah. berada di dalam tanah,
namun geraknya
sudah tidak terlalu
aktif.

2. B cacing bergerak dan cacing sudah dalam


masuk ke dalam tanah. keadaan tidak
namun tidak semua bergerak.
bagian tubuh cacing
masuk ke tanah.
3. C Cacing yang diletakkan di Cacing sudah masuk
permukaan sudah masuk sepenuhnya kedalam
ke dalam tanah, masih tanah, dan masih
dalam keadaan hidup hidup karena masih
karena tubuhnya bergerak
menggeliat

keterangan
- A : Gelas berisi minyak
- B : Gelas berisi detergen
- C : Gelas berisi air
- Kadar minyak : 80 ml
- Kadar detergen : 5 gr detergen dilarutkan ke 80 ml air
- Kadar air : 80 ml
- Variabel Bebas : Air bersih, Air detergen dan Minyak
- Variabel Kontrol : jumlah Air bersih, Air detergen dan Minyak, Jumlah Cacing
- Variabel Terikat : respon cacing

G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan praktikum dengan judul
pencemaran tanah, dengan konsentrasi pada pencemaran tanah. Pada praktikum kali
ini praktikan membutuhkan beberapa alat dan bahan, alat yang dibutuhkan adalah 3
gelas plastik, gelas plastik digunakan sebagai tempat tanah dengan bahan cacing, air
jelantah, air detergen dan air biasa. Cacing digunakan sebagai parameter apakah tanah
tersebut tercemar atau tidak, sedangkan ketiga jenis cairan tersebut digunakan
praktikan sebagai sumber polutan. Sebagai tambahan praktikan menggunakan gelas
plastik yang memiliki merek yang sama, hal ini dilakukan untuk mempermudah
persamaan perlakuan pada praktikum.
Adapun langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut. Praktikan
menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, menandai ketiga gelas dengan huruf
A,B, dan C, sebagai tanda jenis polutan apa yang akan diaplikasikan pada tanah. A
sebagai tanda polutan minyak jelantah, huruf B sebagai tanda polutan air detergen,
dan huruf C sebagai tanda polutan air biasa. Langkah selanjutnya adalah mengisi
tanah pada gelas plastik sesuai dengan jumlah yang telah disepakati antar praktikan.
Menyiapkan polutan yaitu minyak jelantah 80 ml, 80 ml larutan detergen, dan 80 ml
air. Langkah selanjutnya yaitu memasukkan masing-masing polutan pada gelas yang
telah ditandai. Langkah selanjutnya adalah meletakkan 3 cacing kecil pada masing-
masing gelas plastik yang sudah berisi tanah dan polutan.
Pada gelas A terdapat pencemaran tanah yang disebabkan oleh minyak
jelantah. Pada gelas A respon cacing yang hidup di tanah yang diberi minyak jelantah
saat menit ke 10 cacing yang diletakkan di atas permukaan tanah mulai bergerak
masuk ke dalam tanah. Pada menit ke 25 cacing masih hidup, namun geraknya sudah
tidak terlalu aktif dan berada di dalam tanah. Hal ini disebabkan karena kandungan
minyak jelantah yang berbahaya bagi makhluk hidup. Menurut Julianus (2006)
komposisi kimia minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa bersifat
karsinogenik, seperti peroksida, epoksida, dan lain-lain, yang terjadi selama proses
penggorengan. Selain itu minyak jelantah dapat memicu terjadinya gangguan
ekosistem pada lingkungan yang terkena dampak pembuangan minyak jelantah yang
telah mengandung zat pengotor (Ratnayani, 2015).
Pada Gelas B, keadaan cacing pada menit 0-10 menit adalah sebagai berikut,
cacing pada menit tersebut awalnya berada di permukaan tanah lalu pada menit ke 10
cacing masuk kedalam tanah. namun tidak semua bagian tubuh cacing masuk kedalam
tanah. pada menit ke 20 setelah diperiksa, keadaan cacing sudah tidak bergerak.
Menurut Srikandi Fardiaz (1992:66). Air limbah detergen termasuk polutan atau zat
yang mencemari lingkungan karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS (alkyl
benzene sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen tersebut
sukar dirusak oleh mikroorganisme (non biodegradable) sehingga dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan.
Pada Gelas C, Keadaan cacing pada menit 0-10 menit adalah sebagai berikut,
cacing pada menit tersebut awalnya berada di permukaan tanah lalu pada menit ke 9
cacing mulai masuk ke tanah hingga menit akhir pengamatan yaitu pada menit ke 25,
cacing pada praktikum tersebut masih dalam keadaan bergerak atau dapat dikatakan
masih hidup. Dari praktikum diatas bahwa air bukan merupakan polutan pada tanah
hal ini sesuai dengan kutipan Bachri dan Moch (1995 : 112-114) yang menjelaskan
bahwa Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk
dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena :
kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau bahan kimia industri atau
fasilitas komersial, penggunaan pestisida, masuknya air permukaan tanah tercemar ke
dalam lapisan sub permukaan, kecelakaan kendaraan pengangkut minyak zat kimia
atau limbah, air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang
dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Air bukanlah bahan
kimia buatan manusia yang merusak lingkungan tanah yang dibuktikan masih
hidupnya cacing pada praktikum tersebut.

H. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah kami lakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Polutan pada praktikum kali ini adalah minyak jelantah dan air detergen.
2. Pencemaran lingkungan dibagi menjadi tiga yaitu : pencemaran udara, pencemaran air
dan pencemaran tanah.
3. Pencegahan polusi dapat dilakukan dengan cara mengurangi pencemar dari
sumbernya untuk mencegah dampak lingkungan yang lebih berat.
DAFTAR PUSTAKA

Ahsan S. 2005. Effect of Temperature on Wastewater Treatment with Natural and Waste
Materials [Original Paper] . Clean Technology Enviroment Policy. 7:198-202.

Angga Hariska. 2012. Pengaruh Metanol dan Katalis pada Pembuatan Biodiesel dari
Minyak Jelantah Secara Esterifikasi dengan Menggunakan Katalis K2CO3. Jurnal Teknik
Kimia, Vol.18, No.1.

Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. Malang : CV Aksara.

Darmono.2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi


Senyawa Logam. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Djaeni, M. 2002. Pengolahan Limbah Minyak Goreng Bekas Menjadi Gliserol dan Minyak
Diesel Melalui Proses Transesterifikasi. Prosiding. Seminar nasional teknik kimia.
Yogyakarta.
Hardiyantoro. 2005. Jurado, E et all. 2006. Enzyme Based Detergent formulas for Fatty Soils
and Hard Surface in a Continuous Flow Device . Journal of Surfactant and Detergents Vol. 9.
Qtr 1.

Ika, Rosdiana. 2015. Sintesis Gliserol Stearat dari Asam Stearat dengan Gliserol Hasil
Samping Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah. Jurnal Fakultas MIPA UNY. 20(1): 1.

Julianus Dising. 2006. Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak. Jelantah.
Makassar : Jurusan Teknik Kimia UKI Paulus

Natalia Erna. 2017. Pengolahan Minyak Jelantah Sebagai Pengganti Bahan Bakar Minyak
Tanah Bagi Pedagang Gorengan di Sekitar Mipa Unnes. Jurnal Fakultas Mipa UNNES.
15(2): 90.

Ratnayani, K. 2015. Efek Berbagai Minyak pada Metabolisme Kolesterol terhadap Tikus
Wistar. Jurnal Kimia 9 (1), Januari 2015: 53-60.

Scheibel J. 2004. The Evolution of Anionic Surfactant Technology to Meet the Requirement
of the Laundry Detergent Industry. Journal of Surfactant and Detergent. Vo7. No. 5.

Subardan Rochman. 2019. Pencemaran Lingkungan. Jakarta:Penerbit Universitas Terbuka.

Suhartono. 2001. Minyak Goreng Bekas Sebagai Biodiesel Melalui Proses Transesterifikasi.
Prosiding Seminar Nasional “Kejuangan” Teknik Kimia. Yogyakarta.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai