Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KUALITAS AIR

POTENSI BIVALVIA SEBAGA BIOINDIKATOR BIOLOGIS

DISUSUN OLEH:
TASYA M.R. SIHABUDIN/ 201830011
YAHYA FRASIWA ISIS/ 201830032

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PAPUA
MANOKWARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah Kelompok kami yang berjudul Potensi Bivalvia
Sebagai Bioindikator Biologis ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan kami menulis makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak Dosen pada Mata Kuliah Kualitas Air. Selain
itu, makalah ini dibuat bertujuan agar menambah wawasan tentang Indikator lingkungan
perairan. Saya mengucapan Terimakasih kepada Bapak Syafrudin Raharjo Zain selaku Dosen
Mata kuliah yang telah memberi Tugas ini sehingga kami dapat paham Materi yang bapak
berikan lebih dalam.

Saya memohon maaf apabila Tugas Makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna
dan disini kami dapat belajar menjadi pemakalah yang lebih baik lagi. Semoga bapak
berkenan menerima Tugas ini tanpa berat hati.
DAFTAR ISI
Daftar Isi................................................................................................................
Bab I Pendahuluan................................................................................................
1.1Pendahuluan................................................................................................
2.1Rumusan Masalah.......................................................................................
3.1Tujuan..........................................................................................................
Bab II Pembahasan................................................................................................
1.2Indikator Pereairan......................................................................................
2.2Peranan Bivalvia.........................................................................................
Bab III Penutup.....................................................................................................
3.1. Kesimpulan....................................................................................................
Daftar Pustaka.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan perairan adalah tempat yang paling banyak menerima buangan dari aktivitas
manusia maupun industri.  Di negara berkembang seperti Indonesia, pencemaran lingkungan
perairan seperti sungai, danau dan laut dominan disebabkan limbah domestik, sedangkan di
negara maju dominan disebabkan limbah industri.

Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang menjadi sumber kehidupan bagi seluruh
mahluk hidup yang ada di bumi, dan air merupakan elemen penting dalam kehidupan
manusia, tidak saja untuk dikonsumsi, kebutuhan akan air juga menopang banyak aktivitas
manusia. Air tanah merupakan salah satu kebutuhan vital dalam aspek kehidupan masyarakat.
Sumber air tanah digunakan dalam pemenuhan kebutuhan perkotaan maupun perdesaan.
Untuk daerah perdesaan pemenuhan kebutuhan air umumnya berasal dari mataair, ataupun
sumur air tanah.

Pada lingkungan perairan di negara berkembang, jenis limbah yang memasuki lingkungan
perairan dominan mengandung limbah organik yang sifatnya dapat terurai secara biologis di
alam (biodegradable matter), namun menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas air dan
sistem kehidupan akuatik serta pemenuhan kebutuhan air bagi manusia.

Sungai Kaliyasa merupakan sarana transportasi nelayan tradisional yang berdomisili di


Kelurahan Tegal Katilayu, Sidakaya, dan Sentolo Kawat, Kecamatan Cilacap Selatan,
Kabupaten Cilacap. Sungai Kaliyasa mempunyai lebar 45 m, panjang 10.962 m dan
kedalaman sekitar 7–10 m. Seiring dengan pertambahan penduduk dan sektor industri,
Sungai Kaliyasa juga dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga dan
limbah industri. Pabrik pengalengan ikan tuna yang terletak di Kelurahan Tegal Kamulyan,
Kecamatan Cilacap Selatan, membuang limbah industrinya ke Sungai Kaliyasa (Yudi, 2003).
( Endar Budi Sasongko,Endang Widyastuti, Rawuh Edy Priyono.2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) menunjukkan adanya pencemaran di


Sungai Kaliyasa sebagai akibat dari pembuangan limbah industri pengalengan ikan di
Kelurahan Tegal Kamulyan. Kandungan bahan organik didapatkan berkisar 20,46 – 23,21%
yang tergolong tinggi (17 – 35%). Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen (DO)) didapatkan
rendah (2,6 mg/l). Perhitungan indeks keanekaragaman hewan makrobentos berkisar antara
1,0 – 1,5 yang menunjukkan bahwa perairan Sungai Kaliyasa dikatagorikan tercemar rendah.
Perairan yag tercemar daat kita ketahui dengan mengukur air tersebut menggunakan indikator
seperti indikator Fisika,Kimia dan indikator Biologis.

2.1 Rumusan Masalah


1. Indikator pencemaran lingkungan
2. Bivalvia sebagai indikator biologis
3.1 Tujuan
1. Apa itu indikator
2. Peranan Bivalvia sebagai bioindikator
BAB II PEMBAHASAN

1.2 Indikator Perairan

Pencemaran perairan dapat diamati atau diukur dengan melihat perubahan kualitas air secara
fisik, kimiawi dan biologi. Indikator fisik, kimia dan biologi dapat digunakan untuk
memperkirakan atau memberikan gambaran tingkat pencemaran perairan, dan langkah-
langkah yang diperlukan dalam pengendalian pencemaran.

Indikator Fisik yang dapat kit deteksi dpt dilihat dan ditentukan dari perubahan warna Air,
Bau dan tingkat kekeruhan air tersebut. Perubahan sifat fisik air menjadi keruh atau sangat
keruh dipastikan sudah terjadi pencemaran air akibat partikel tersuspensi atau terlarut dalam
air. Indikator Kimia seperti pH, Tingkat keasaman (pH) air yang normal atau air bersih
adalah sekitar 7, sehingga bila hasil pengukuran pH meter dibawah 7 (kondisi asam) atau di
atas nilai 7 (kondisi basa) berarti sudah terjadi pencemaran air akibat bahan-bahan kimia atau
garam yang merubah pH air. DO (Dissolved Oxygen/DO), bila kadar DO peraian sudah lebih
kecil dari  3 mg/L, maka dapat dipastikan perairan itu sudah tercemar berat oleh limbah
organik.  Kadar DO < 3 mg/L merupakan kadar kritis terjadinya kematian massal ikan atau
biota dalam perairan.  Kadar DO normal pada suhu 25 – 27 oC adalah 5 – 7 mg/L. dan BOD
(Biological Oxygen Demand) Air bersih atau air tawar normal mempunyai BOD sebesar 0 –
7 mg/L, dan bila perairan mengalami pencemaran sedang maka kadar BOD berkisar 7 – 15
mg/L, dan pencemaran berat bila kadar BOD sudah lebih dari 15 mg/L. Nilai BOD dapat di-
peroleh dengan menggunakan BOD meter dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Baku
Mutu Kualitas Air. Adapun indikator Biologis seperti adanya beberapa kehadiran
mahlukbiologis dalam erairan tersebut. Hewan Makro dan hewan Mikro dapat dijadikan
indikator biologis dalam perairan. Contoh misal adanya Cacing Sutera (Tubifex), dan lintah
di suatu perairan sudah dapat dipastikan terjadinya pencemaran perairan dari limbah organik. 

2.2 Peranan Bivalvia

Bivalvia merupakan biota yang populer dan dapat digunakan untuk mendeteksi pencemaran
lingkungan, ini karena hidupnya yang berasosiasi dengan sedimen, dan hidupnya tidak cepat
berpindah-pindah atau biasa menetap dengan kurun waktu yang sangat lama. Serta kebiasaan
makannya sebagai filter-feeder, dan kemampuannya mengakumulasi bahan pencemar
(Zuykov et al., 2013; Gerhardt, 2002; D’costa et al., 2018).

Selama beberapa dekade, berbagai spesies bivalvia telah diteliti untuk menentukan
potensinya sebagai organisme bioindikator atau biomonitoring. Pada tahun 1975, program
“The Mussel Watch” di Amerika Serikat memulai menggunakan tiram dan kerang dalam
upaya monitoring empat macam polutan di lingkungan laut, yaitu radionuklida buatan,
petroleum hidrokarbon, hidrokarbon terklorinasi, dan logam (Goldberg & Bertine, 2000).

Dalam program tersebut kerang biru (Mytilus edulis) digunakan sebagai bioindikator
disebabkan sebarannya yang luas, mudah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain
(monitoring aktif), kelimpahan yang tinggi, laju akumulasi bahan pencemar yang tinggi, serta
siklus hidup yang lama (tiga tahun) memungkinkan monitoring jangka panjang (Gerhardt,
2002).

Beberapa jenis bivalvia yang umum digunakan dalam kajian pencemaran di lingkungan
kawasan pesisir Indonesia, antara lain adalah kerang hijau (Perna viridis), kerang simping
(Amusium pleuronectes) dan kerang darah (Anadara granosa) (Suprapti, 2008). Dan
beberapagolongan tiram contoh tiram mutiara (Pinctada maxima).

1.Kerang Hijau 2.Kerang Simping

3.Kerang Darah 4.Tiram Mutiara

Mengapa tiram mampu mentolerir konsentrasi yang sangat tinggi dan tetap hidup. Beberapa
peneliti menduga bahwa tiram memiliki mekanisme detoksifikasi yang spesifik. Pada tiram
yang hidup di perairan tercemar, Cu dan Zn dalam konsentrasi tinggi berikatan dengan
oksigen atau nitrogen, sedangkan pada tiram yang hidup di lingkungan yang relatif bersih,
kedua logam tersebut berikatan dengan sulfur. Hal tersebut memungkinkan tiram dapat secara
efisien melakukan detoksifiksi, dengan cara menyimpan kelebihan Cu dan Zn dalam bentuk
logam-logam yang berikatan dengan oksigen dan nitrogen dalam tubuh tanpa berakibat fatal
bagi kehidupannya (Wang & Lu, 2017).

Bivalva moluska Perna viridis digunakan sebagai bioindikator dan atau biomonitoring karena


insangnya yang merupakan organ respirasi dan kelenjar digestif dipergunakan sebagai
spesimen eksperimen pengukur respon perubahan oksidatif.

Kerang hijau memiliki kemampuan ketahanan terhadap perubahan suhu dan kandungan
logam beracun yang terkandung dalam perairan, sehingga dapat disimpulkan, bivalva
merupakan model yang representatif untuk studi pengaruh dalam mekanisme pertahanan
menggunakan antioksidan.
Secara umum konsentrasi logam dalam tubuh bivalvia berbeda-beda pada setiap lokasi dan
dipengaruhi oleh biokinetik masing-masing spesies yang tergantung kondisi lingkungan
tempat biota tersebut hidup.

Tiram

Di pesisir bagian selatan China konsentrasi Cu dan Zn dalam tubuh tiram lebih tinggi
dibandingkan logam lain. Konsentrasi Cu dan Zn dalam tiram dari wilayah yang relatif tidak
tercemar masing-masing berkisar antara 50-100 dan 500-2000 µg/g. Sementara itu,
akumulasi Cu dan Zn tertinggi tercatat ditemukan pada tiram C. Hongkongensis yang berasal
dari muaranya. dengan konsentrasi masing-masing 12.000 dan 17000 µg/g. Tiram merupakan
organisme yang mampu meregulasi Ni dalam tubuhnya. Tiram akan terus mengakumulasi Ni
hingga mencapai kondisi konstan (plateu).

Kerang Darah

Remis sering digunakan dalam pemantauan pencemaran Cd, meskipun apabila dibandingkan
dengan tiram, bivalvia golongan remis (mussels) memiliki potensi bioakumulasi Cd yang
rendah, yang disebabkan kemampuan mengeluarkan logam tersebut dari dalam tubuh secara
lebih efektif. Hal ini menyebabkan konsentrasi Cd dalam remis lebih rendah daripada dalam
tiram(Wang & Lu, 2017). Konsentrasi Cd dalam remis di semua lokasi pada umumnya relatif
rendah (<2 µg/g) (Tabel 1). Konsentrasi Cd yang rendah, juga ditemukan dalam tubuh Perna
viridis di Teluk Jakarta, yakni berkisar antara 0,097-0,133 µg/g. Pada beberapa penelitian
konsentrasi Ni dalam remis berkisar antara <5 sampai 33 µg/g. sedangkan konsentrasi Pb
dalam remis pada umumnya sebesar <5 sampai 59- 64 µg/g. Konsentrasi Cr dalam tubuh
remis umumnya <6 µg/g yang diprediksi sebesar 13-38% berasal dari Cr (VI) terlarut (Wang
& Lu, 2017).

Kerang Simping

simping tergolong hewan hiperakumulator Cd. Konsentrasi tinggi Cd dalam tubuh simping
disebabkan oleh kemampuan efisiensi asimilasi yang tinggi dan laju pengeluaran yang
rendah. Sebaliknya, konsentrasi Cu dalam simping relatif rendah berkisar antara 2-166 µg/g.
Sementara itu, simping juga dapat digolongkan sebagai hewan hiperakumulator Zn
disebabkan kemampuannya mengakumulasi Zn dalam konsentrasi tinggi. Konsentrasi Cd
dalam tubuh simping khususnya dalam ginjal tergolong tinggi. Konsentrasi minimum Cd
dalam simping tercatat 0.3 µg/g dan maksimum sebesar 160-332 µg/g. di kawasan pesisir
Demak, Jawa Tengah menemukan konsentrasi Cd, Cu dan Cr dalam simping Amusium
pleuronectes masing-masing sebesar 5.9-8 µg/g, 8.9-9.5 µg/g, dan 0.7 µg/g.

Kerang Hijau

Konsentrasi Cd umumnya <2 µg/g namun ditemukan tinggi di beberapa tempat. Kisaran Cu
dalam kepah relatif sempit dan tidak cukup informasi yang menjelaskan apakah kepah dapat
meregulasi Cu dalam tubuhnya atau tidak. Pan dan Wang (2009) menjelaskan bahwa Cu
dalam kepahRuditapes philippinarium dikeluarkan dengan cepat dari dalam tubuh. Sementara
itu variasi konsentrasi Zn dalam kepah tergolong dalam kisaran sempit, kemungkinan
disebabkan oleh kemampuan regulasi logam tersebut oleh kepah. Konsentrasi Ni dan Pb di
beberapa daerah masing-masing sebesar 1-5 µg/g dan <2 µg/g. Meski demikian, konsentrasi
Pb di beberapa tempat dapat mencapai konsentrasi yang cukup tinggi, misalnya di Muara
Likas, Malaysia yakni sebesar 4,74±2,37 µg/g (Wang et al., 2017).

Dari ke-empat Golongan Bivalvia tersebut dapat dilihat sebaran banyaknya kandungan
Cd,Cu, Zn,Ni, Pb, Cr dan Hg di beberapa tempat di perairan Asia:

1. Tiram (µg/ g berat kering)

Lokasi Jenis (Tiram) Cd Cu Zn Ni Pb Cr Hg


Teluk Persia dan Saccostrea 10 – - - - 0,35- - -
Iran cucullata 56 0,72
Muara Bakam, Saccostrea - 0,14 0,2- - - - -
Malaysia cucullata -63 109

2.Kerang Darah (Golongan Remis)

Lokasi Jenis Cd Cu Zn Ni Pb Cr Hg
Selat Malaka, Perna viridis 0,69- 12,9 24,3- 18,9- 10,4- - -
Malaysia 1,47 -16 92,1 31,4 10,7
Pantai Qingdao, Mytilus edulis 1,5 9 70 3 1,8 - -
Cina

3.Kerang Simping

Lokasi Jenis Cd Cu Zn Ni Pb Cr Hg
Aomori, Jepang Patinopecten 34,7-160 5,35- 14,9- - - - -
yessoensis 71,5 115
Teluk Chlamys 0,027- 0,48- 1,6- - - - -
Jiaozhou, farreri 0,330 1,66 12,4
Cina

4.Kerang hijau (golongan Kepah)

Lokasi Jenis Cd Cu Zn Ni Pb Cr Hg
Muara Likas, Meretrix 1,46- 1,3-6,62 28,8 - 0,58 2,2 -
Malaysia meretrix 3,27 -107 - 8-
1,72 2,6
0
Teluk Ruditapes 0,2-0,5 0,76-13,6 0,3- 0,3- 0,2- 0,5 -
Gamak, philippinarum 8 2,9 0,8 -
Korea 3,6

Bisa kita lihat bahwa kadar normal untuk logam diperairan, Cu sebesar 0,005 mg/L dan Cr
sebesar 0,001 mg/L. Sedangkan kandungan Pb, Zn dan Cd menunjukkan nilai yang
bervariasi, dimana Pb sekitar 0,005 - 0,011 mg/L, Zn sekitar 0,005 – 0,007 mg/L, dan Cd
sekitar 0,005 – 0,015 mg/L (Yani Permanawatiet all.,2013)

Dalam rangkuman tabel diatas bisa dilihat bahwa rata-rata beberapa tempat di Asia sudah
banyak yang tercemar.

akumulasi logam berat mengakibatkan Perubahan bentuk (malformasi) cangkang bivalvia.


Perubahan bentuk tersebut ditandai dengan penebalan cangkang kerang hijau Perna viridis
hingga 1,5 kali, dibandingkan kerang pada kondisi normal. Perubahan bentuk disebabkan
oleh konsentrasi logam yang tinggi, terutama Hg, Pb, dan Zn yang bersifat teratogenik
(menyebabkan perubahan struktur morfologi). Hasil analisis komponen utama (principal
component analysis/ PCA) menunjukkan variabel kualitas air dan logam berat (dalam air dan
tubuh kerang hijau) berhubungan dengan perubahan bentuk cangkang kerang hijau tersebut.
Variabel kualitas air yang berkontribusi terhadap perubahan bentuk cangkang kerang hijau
tersebut, antara lain adalah turbiditas, salinitas, COD, NO 3 dan pH. Sedangkan
variabel logam berat, antara lain adalah logam dalam air (Cd, Pb dan Cr), serta logam dalam
jaringan lunak kerang hijau (Pb, Hg, dan Cr).
BAB III PENUTUP

1.3 Kesimpulan

Bivalvia jenis tiram (oysters) dan remis (mussels) memiliki potensi sebagai bioindikator
logam khususnya Cu dan Zn, sedangkan jenis simping (scallops) lebih berpotensi sebagai
bioindikator logam Cd dan Zn. Sementara itu, jenis kepah (clams) berpotensi sebagai
bioindikator logam Zn. Tiram dapat diguakan sebagai bioindikator pencearan logam
dipereairan karena memiliki mekanisme detoksifikasi yang spesifik dengan cara menyimpan
kelebihan Cu dan Zn dalam bentuk logam-logam yang berikatan dengan oksigen dan nitrogen
dalam tubuh tanpa berakibat fatal bagi kehidupannya. Namun Banyaknya kandungan logam
pada perairan tersebut juga dapat mempengaruhi bentuk morfologi bivalvia itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Triyoni Purbonegoro. 2018. POTENSI BIVALVIA SEBAGAI BIOINDIKATOR


PENCEMARAN LOGAM DI WILAYAH PESISIR.

Endar Budi Sasongko1, Endang Widyastuti, Rawuh Edy Priyono.2014. KAJIAN


KUALITAS AIR DAN PENGGUNAAN SUMUR GALI OLEH MASYARAKAT DI
SEKITAR SUNGAI KALIYASA KABUPATEN CILACAP.
file:///C:/Users/PC/Downloads/10530-23891-1-SM.pdf (Diakses pada 29 April 2020
pukul 19:50 WIT)

Yusni Ikhwan Siregar, Jhon Edward.2010. Faktor konsentrasi Pb, Cd, Cu, Ni, Zn dalam
sedimen perairan pesisir Kota Dumai. file:///C:/Users/PC/Downloads/1007-2000-1-
PB.pdf (Diakses pada 29 April 2020 pukul 19: 30 WIT)

Yani Permanawati, Rina Zuraida, Andrian Ibrahim.2013. KANDUNGAN LOGAM


BERAT (Cu, Pb, Zn, Cd, dan Cr) DALAM AIR DAN SEDIMEN DI PERAIRAN TELUK
JAKARTA. https://media.neliti.com/media/publications/230279-kandungan-logam-berat-
cu-pb-zn-cd-dan-cr-ad79516c.pdf. (Diakses pada 29 April 2020 pukul 22:02 WIT)

Muhammad Maskur,Budiyati.2019.Uraian Materi.


http://www.pusdik.kkp.go.id/elearning/index.php/modul/read/190114-184815uraian-c-
materi (Daiakses pada 29 April 2020 pukul 20:45 WIT)

Dosen tetap Universitas HKBP.2019.Indikator Pencemaran Perairan.

https://analisadaily.com/berita/arsip/2019/3/31/715843/indikator-pencemaran-perairan/
(Diakses pada 29 April 2020 pukul 20:37 WIT)

Google.2020. BAB 1. http://eprints.ums.ac.id/30682/4/BAB_I.pdf

Anda mungkin juga menyukai