Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KONSEP BUDIDAYA PADA AIR PAYAU

Oleh :

Siti Israwati 19061009

Rini Rahayu Danda 19061008

Yusril Mahendra 19061006

Aprianto 19061007

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR

FAKULTAS PERIKANAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LUWUK

2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................2
KATA PENGANTAR.......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................6
A. Pengertian Air Payau..............................................................................................6
B. Parameter Penyusun Perairan Ekosistem Air Payau...............................................7
1. Parameter Kimia.................................................................................................7
2. Parameter Fisika...............................................................................................10
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................14
A. Kelayakan Lokasi Budidaya.................................................................................14
B. Jenis-jenis budidaya yang bisa dilakukan di perairan payau.................................19
C. Dampak positif dan dmpak negatif yang ditimbulkan dari budidaya di perairan
payau............................................................................................................................23
 Dampak negatif................................................................................................23
 Dampak positif.................................................................................................23
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................24
A. Kesimpulan..........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................25

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur kami panjatkan atas selesainya makalah “Konsep

Budidaya pada Air Payau” ini dan ucapan terimakasih diucapkan kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulisan makalah

ini guna memberikan kemudahan dalam mempelajari budidaya akuakultur

payau. Ibarat kata pepatah “ tak ada gading yang tak retak”, kami pun menyadari

bahwa makalah ini masih belum sempurna. Kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini

di masa mendatang.

Luwuk, 10 November 2020

Penyusun

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budidaya air payau merupakan budidaya yang dilakukan di

perairan payau. Air payau atau brackish water adalah air yang

mempunyai salinitas antara 0,5 ppt s/d 17 ppt. Air ini banyak

dijumpai di daerah pertambakan, estuaryyaitu pertemuan air laut dan air

tawar serta sumur-sumur penduduk di pulau-pulau kecil atau pesisir

yang telah terintrusi air laut. Sebagai perbandingan, air tawar

mempunyai salinitas < 0,5 ppt dan air minum maksimal 0,2 ppt.

Dari sumber literatur lain, air tawar maksimal mempunyai salinitas 1 ppt

sedangkan air minum 0,5 ppt. Sementara itu air laut rata-rata mempunyai

salinitas 35 ppt (Mukti, 2012). Dengan garis pantai terpanjang di dunia

yaitu 81.000 km dan luas laut yang mencapai 5,8 juta km2, menjadikan

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam sumberdaya kelautan,

terutama sektor perikanan (Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia, 2009).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini, yaitu :

1. Apa saja kelayakan lokasi budidaya perairan payau?

2. Apa saja jenis-jenis budidaya yang bisa dilakukan di perairan payau?

4
3. Apa saja dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan dari

budidaya perairan payau?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :

1. Mengetahui kelayakan lokasi budidaya perairan payau.

2. Mengetahui jenis-jenis budidaya yang bisa dilakukan di perairan payau.

3. Mengetahui dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan dari

budidaya perairan payau.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Air Payau

Perairan payau adalah suatu badan air setengah tertutup yang

berhubungan langsung dengan laut terbuka, dipengaruhi oleh gerakan

pasang surut, dimana air laut bercampur dengan air tawar dari buangan air

daratan, perairan terbuka yang memiliki arus, serta masih terpengaruh oleh

proses-proses yang terjadi di darat (Pangesti dkk, 2013).

Menurut Soedjono (dalam Yusuf dkk, 2009), air payau terjadi

karena intrusi air asin ke air tawar. Hal ini dikarenakan adanya degradasi

lingkungan. Pencemaran air tawar juga dapat terjadi karena fenomena air

pasang naik. Saat air laut meluap, masuk ke median sungai. Kemudian

terjadi pendangkalan di sekitar sungai sehingga air asin ini masuk ke

dalam air tanah dangkal dan menjadi payau.

Air payau adalah campuran antara air tawar dan air laut (air asin).

Jika kadar garam yang dikandung dalam satu liter air adalah antara 0,5

sampai 30 gram, maka air ini disebut air payau. Namun jika konsentasi

garam melebihi 30 gram dalam satu liter air disebut air asin (Suprayogi,

dalam Darmawansa, 2014).

Air payau dapat memiliki range kadar TDS yang cukup panjang

yakni 1000-10.000 mg/L dan secara terkarakterisasi oleh kandungan

6
karbon organic rendah dan partikulat rendah ataupun kontaminan koloid

(Dewi, 2011).

B. Parameter Penyusun Perairan Ekosistem Air Payau

Secara umum komponen penyusun perairan payau terdiri dari

komponen abiotik yang meliputi parameter fisik dan kimia sedangkan

komponen biotik meliputi parameter biologi. Semua karakteristik tersebut

merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi kelangsungan hidup

organisme ekosistem payau.

1. Parameter Kimia

Parameter kimia air payau mencakup konsentrasi zat-zat terlarut

seperti oksigen (O2), ion hidrogen (pH), karbon dioksida (CO2), amonia

(NH3), asam sulfida (H2S), nitrogen dalam bentuk nitrit (NO2-N), dan lain-

lain. Beberapa diantara yang penting dijelaskan seperti di bawah ini.

a. Oksigen Terlarut

Ikan bandeng membutuhkan oksigen yang cukup untuk kebutuhan

pernafasannya. Oksigen tersebut harus dalam keadaan terlarut dalam air,

karena bandeng tidak dapat mengambil oksigen langsung dari udara. Ikan

bandeng dan organisme-perairan lainnya mengambil oksigen ini tanpa

melibatkan proses kimia.

7
b. DO meter (Dissolved Oxygen Meter)

Oksigen masuk dalam air payau melalui difusi langsung dari udara,

aliran air, termasuk hujan, dan proses fotosintesa tanaman berhijau daun.

Kandungan oksigen dapat menurun akibat pernafasan organisme dalam air

dan perombakan bahan organik. Cuaca mendung dan tanpa angin dapat

menurunkan kandungan oksigen di dalam air. Untuk kehidupan ikan bandeng

dengan nyaman diperlukan kadar oksigen minimum 3 mg per liter. Oksigen

terlarut di dalam air (Dissolved Oxygen = DO). Dapat diukur dengan titrasi di

laboratorium serta dengan metode elektrometri menggunakan Dissolved

Oxygen Meter (DO meter).

c. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman air payau dinyatakan dengan nilai negatif logaritma

ion hidrogen atau nilai yang dikenal dengan istilah pH. Kalau konsentrasi ion

hidrogen (H+) tinggi, pH akan rendah, reaksi lebih asam. Sebaliknya kalau

konsentrasi ion hidrogen rendah pH akan tinggi dan reaksi lebih alkalis. pH

air payau sangat dipengaruhi pH tanahnya. Penurunan pH dapat terjadi

selama proses produksi yang disebabkan oleh terbentuknya asam yang kuat,

adanya gas-gas dalam proses perombakan bahan organik, proses metabolisme

perairan dan lain-lain.

d. Konsentrasi Karbondioksida

Karbondioksida di dalam air dapat berasal dari:

- Hasil pernafasan organisme dalam air sendiri

- Difusi dari udara

8
- Terbawa oleh air hujan

- Terbawa oleh air.

Konsentrasi karbondioksida yang terlalu tinggi di suatu perairan akan

berbahaya bagi makhluk hidup yang terdapat di perairan tersebut. Bahaya ini

meliputi :

- Gangguan pelepasan CO2 waktu ikan bernafas

- Gangguan pengambilan O2 waktu ikan bernafas

- Penurunan pH

Sebaliknya CO2 yang terlalu sedikit akan berpengaruh negatif kepada

fotosintesis karena gas ini merupakan bahan baku pembentukan glukosa

(siklus Calvin-Benson). Kandungan CO2 yang baik untuk budidaya ikan

tidak lebih dari 15 ppm. Pengukuran CO2 umumnya menggunakan metoda

titrasi.

e. Amonia (NH3)

Amonia di perairan payau berasal dari hasil pemecahan nitrogen

organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah

dan air; dapat pula berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhandan

biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur. Kadar

amonia di perairan payau juga dipengaruhi oleh kadar pH dan suhu. Makin

tinggi suhu dan pH air maka makin tinggi pula konsentrasi NH3. Kadar

amonia dapat diukur secara kolorimetri, yakni membandingkan warna air

contoh dengan warna larutan standar setelah diberi pereaksi tertentu.

Biasanya menggunakan alat bantu spectrofotometer.

9
f. Asam Sulfida (H2S)

Asam sulfida yang merupakan salah satu asam belerang; terdapat

perairan payau sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik dan air laut

yang banyak mengandung sulfat. Kandungan H2S di perairan payau dapat

diukur secara kolorimetri, yakni membandingkan warna air contoh dengan

warna larutan standar setelah diberi pereaksi tertentu.

2. Parameter Fisika

a. Salinitas

Salinitas atau kadar garam adalah konsentrasi dari total ion yang

terdapat di perairan dan menggambarkan padatan total di air setelah semua

karbonat dikonversi menjadi oksida, bromida dan iodida dikonversi menjadi

klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas ini dinyatakan

dalam satuan gram/kg air atau permil (0/00). Nilai salinitas sangat

menentukan jenis perairan tersebut, di alam dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

- Perairan tawar, salinitas <0,50/00

- Perairan payau, salinitas >0,50/00 – 300/00

- Perairan laut, salinitas >300/00

Pada perairan payau dapat dikelompokkan lagi berdasarkan kisaran salinitas

yang ada yaitu:

- Oligohalin, salinitas 0,50/00 – 3,00/00

- Mesohalin, salinitas>3,00/00 – 160/00

10
- Polyhalin, salinitas >16,00/00 – 300/00

Perubahan salinitas bisa terjadi sewaktu-waktu. Ketika hujan lebat air

tawar masuk ke dalam tambak. Keadaan ini dapat menyebabkan penurunan

salinitas. Peningkatan salinitas terjadi dikala musim kemarau, pada saat

penguapan air tinggi dan pergantian air terbatas.

b. Suhu air

Suhu air sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan

organisme di dalam air, termasuk ikan. Secara umum peningkatan suhu

hingga nilai tertentu diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ikan. Di atas

nilai tersebut pertumbuhan mulai terganggu, bahkan pada suhu tertentu ikan

mati. Suhu ini berkaitan dengan kelarutan gas di dalam air, khususnya

oksigen. Pada keadaan suhu perairan payau tinggi, maka kelarutan oksigen

terlarut akan rendah. Sebaliknya, proses metabolisme organisme malah

semakin cepat, yang berarti memerlukan oksigen makin tinggi.

c. Kecerahan

Kecerahan perairan payau sangat bergantung kepada banyak

sedikitnya partikel (anorganik) tersuspensi atau kekeruhan dan kepadatan

fitoplankton. Kecerahan menggambarkan transparansi perairan, dapat diukur

dengan alat secchi disk. Nilai kecerahan (yang satuannya meter) sangat

dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, serta ketelitian orang

yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan

pada saat cuaca cerah.

11
C. Sifat-Sifat Ekosistem Air Payau

Sebagai tempat pertemuan air laut dan air tawar, salinitas di estuaria

sangat bervariasi. Baik menurut lokasinya di estuaria, ataupun menurut

waktu. Berikut adalah sifat-sifat ekologis estuaria secara umum:

1. Salinitas yang tertinggi berada pada bagian luar, yakni pada batas

wilayah estuaria dengan laut, sementara yang terendah berada pada tempat-

tempat di mana air tawar masuk ke estuaria. Pada garis vertikal, umumnya

salinitas di lapisan atas kolom air lebih rendah daripada salinitas air di lapisan

bawahnya. Ini disebabkan karena air tawar cenderung ‘terapung’ di atas air

laut yang lebih berat oleh kandungan garam. Kondisi ini disebut ‘estuaria

positif’ atau ‘estuaria baji garam’. Akan tetapi ada pula estuaria yang

memiliki kondisi berkebalikan, dan karenanya dinamai ‘estuaria negatif’.

Misalnya pada estuaria-estuaria yang aliran air tawarnya sangat rendah,

seperti di daerah gurun pada musim kemarau..

2. Laju penguapan air di permukaan, lebih tinggi daripada laju masuknya

air tawar ke estuaria, menjadikan air permukaan dekat mulut sungai lebih

tinggi kadar garamnya. Air yang hipersalin itu kemudian tenggelam dan

mengalir kearah laut di bawah permukaan. Dengan demikian gradient

salinitas air nya berbentuk kebalikan daripada ‘estuaria positif’.

3. Dinamika pasang surut air laut sangat mempengaruhi perubahan-

perubahan salinitas dan pola persebarannya di estuaria. Pola ini juga

ditentukan oleh geomorfologi dasar estuaria.

12
4. Perubahan-perubahan salinitas di kolom air dapat berlangsung cepat dan

dinamis, salinitas substrat di dasar estuaria berubah dengan sangat lambat.

5. Substrat estuaria umumnya berupa lumpur atau pasir berlumpur, yang

berasal dari sedimen yang terbawa aliran air, baik dari darat maupun dari laut.

Sebabnya adalah karena pertukaran partikel garam dan air yang terjebak di

antara partikel-partikel sedimen, dengan yang berada pada kolom air di

atasnya berlangsung dengan lamban.

13
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kelayakan Lokasi Budidaya

Wilayah pesisir adalah merupakan lokasi yang heterogen baik dari

segi keragaman hayati maupun karakter lahannya (jenis tanah, dan lain

sebagainya). Ini sebetulnya merupakan peluang usaha dibidang budidaya

perairan air payau dengan komoditas yang sesuai dengan spesifik lokal

tersebut. Setiap komoditas yang akan dikembangkan dan dibudidayakan

mempunyai persyaratan lokasi yang spesifik pula, baik ditinjau dari segi

lahan (tanah) dan sumber air maupun dari segi daya dukung lahan lainnya,

seperti bioindikator suatu perairan dan lingkungan hidupnya.

Pemilihan lokasi untuk suatu pengembangan usaha budidaya air payau

merupakan syarat utama yang secara teknis harus dipenuhi. Hal ini sangat

menjadi penting, karena dalam kegiatan usaha dibidang organisme perairan

ini sangat dinamis dan beresiko tinggi. Dan lebih diutamakan lagi dari aspek

penjagaan kondisi dan kualitas parameter lingkungan yang harus selalu sesuai

dengan kebutuhan biologis komoditas yang dibudidayakan. Maka dengan

adanya usaha komditas budidaya perairan air payau ini perlu disesuaikan

dengan daya dukung lahan dan tata ruang dari suatu hamparan, sehingga pada

akhirnya dapat menjadikan kegitan usaha yang berkesinambungan dan ramah

lingkungan.

14
Beberapa lokasi/lahan di wilayah pesisir air payau mempunyai

karakter dan kriteria yang berbeda, baik dari kondisi air maupun tanah. Secara

umum kondisi wilayah pesisir hampir sama, sebagai contoh tercantum pada

Tabel 1.

Tabel 1. Persyaratan kondisi umum wilayah pantai/pesisir untuk


budidaya air payau

Lokasi/Lahan Tanah Sumber Air Keterangan


1. Topografi landai, 1. Air payau (ada Pemilihan lokasi untuk

2. Tekstur liat sumber air kegiatan usaha

berpasir s/d liat tawar/sungai), komoditas budidaya

berdebu/lumpur, 2. Perairan harus disesuaikan

3. Bahan organik 6- pantai/sungai dengan daya dukung

10 % keruh s/d jernih, lahan dan

4. pH 5-7, 3. Umumnya keanekaragam an

5. Kesuburan lahan tercemar oleh hayati.

kurang s/d subur, limbah

6. Lahan terjangkau industri/pabrik/

oleh pasang pertanian/rumah

terendah, tangga,

7. Vegetasi semak 4. Salinitas 0-35 ppt,

s/d mangrove. 5. Bahan organik 50-

60 ppm,

6. Alkalinitas 80-120

ppm,

15
7. pH 7- 8,5,

8. Tingkat kesuburan

air kurang s/d

subur,

9. Terdapat jenis

plankton yang

menguntungkan

dan yang

merugikan.

Dalam menentukan suatu lokasi/lahan yang akan dikembangkan untuk

usaha budidaya air payau dapat mengacu kepada komoditas spesifik dalam

hal kebutuhan biologis dan kebiasaan hidup (life habits) dan kemudian sistem

pembudidayaannya menyesuaikan. Karena dalam kaidah budidaya perairan

adalah komoditas budidaya yang dapat hidup, tumbuh, dan berkembang

sesuai dengan target optimal, terkandung nilai berkesinambungan dan ramah

lingkungan. Jenis komoditas budidaya perairan yang spesifik adalah sebagai

berikut (Tabel 2),

Tabel 2. Spesifik lokasi dan air sumber yang dapat dikembangkan untuk
budidaya air payau.

No Spesifik Lokasi dan Komoditas yang Keterangan

16
Sumber Air Dikembangkan
1. Tanah liat Udang Windu Musim tanam

berpasir s/d liat Ikan Bandeng yang baik

berdebu Ikan Nila adalah antara

Salinitas 0-25 ppt Udang Vaname bulan Oktober

Suhu air 28-31 s/d Juni

0°C Kondisi

Perairan jernih konstruksi

dan bebas sesuai

pencemaran kebutuhan

berat biologis

Kesuburan tanah komoditas

dan air cukup

subur

Daerah pasut

yang ideal

Mikroklimat

pantai
2. Persyaratan Udang putih Dapat

lainnya sama lokal dipelihara pada

dengan udang (meguiensis dan musim kemarau

windu, tetapi indicus) dan suhu dingin

dapat dipelihara Udang putih (musim

pada salinitas > introduksi bediding) dan

17
25 ppt dan suhu (rostris dan sebagai sistem

air 24-31,5 0°C vanamei) pola tanam.

Daerah pasut Artemia Artemia

yang ideal dibudidayakan

Mikroklimat pada tambak

pantai garam (salinitas

> 100 ppt).


3. Dapat dipelihara Rajungan Lokasi tidak terlalu

pada musim Ikan Kerapu jauh dengan pantai.

kemarau dan Ikan Kakap

suhu dingin Rumput Laut

(musim Kerang Hijau

bediding) dan

sebagai sistem

pola tanam.

Artemia

dibudidayakan

pada tambak

garam (salinitas

> 100 ppt).


4. Tanah liat Kepiting Bakau Lokasi di daerah

berpasir, Rajungan sekitar hutan bakau

mencapi 40 % Ikan Bandeng (mangrove).

pasir dan tanah Kerang Hijau

18
liat berdebu/ Rumput Laut

berlumpur

Perairan tidak

terlalu jernih,

tetapi subur

Suhu air 25-32

0°C

Salinitas 15-35

ppt

Mikroklimat

pantai

B. Jenis-jenis budidaya yang bisa dilakukan di perairan payau

Luas hamparan pesisir yang berpotensi untuk lahan budidaya air

payau adalah 1.225.500 ha dengan total panjang pantai mencapai 81.000 km,

sementara yang termanfaatkan baru mencapai 610.500 ha (± 50%), sehingga

peluang untuk pengembangan budidaya perairan kawasan air payau dari

berbagai komoditas penting dan bernilai ekonomis masih sangat terbuka

lebar.

Selain luas hamparan wilayah pesisir yang berpotensi, jangakauan

(daerah) pasang surut air laut sebagai sumber air utama untuk kehidupan dan

berkembangannya organisme perairan cukup memadai untuk dijadikan

19
alternatif pengembangan usaha budidaya di wilayah perairan yang spesifik

dan karakter lokasi. Bagi daerah pasang surut yang memenuhi standar dan

persyaratan teknis minimal kemungkinan besar peruntukannya dapat

dimaksimalkan untuk pengembangan dan pengelolaan usaha budidaya air

payau. Ini dapat diukur dan dilihat dari tinggi rendahnya pasang surut pada

suatu lokasi secara periodik dan periode masa pasang (lamanya waktu air

pasang). Dengan melihat faktor teknis lainnya seperti persyaratan kualitas

lingkungan secara fisika, kimia dan biologis yang optimal. Hal lain dalah

perlu adanya predisksi usim tanam yang tepat.

Musim di Indonesia terbagi dua periode, yaitu periode musim

penghujan dan periode musim kemarau. Kedua musim ini secara langsung

mempunyai mikroklimat yang berbeda, dalam hal ini mikroklimat tambak

untuk kegiatan usaha budidaya. Kedua musim tersebut masing-masing

mempunyai kelebihan dan kekurangan bagi organisma (biota) air yang

dibudidayakan. Maka dengan kondisi demikian petambak secara cermat harus

mewaspadai dan memilih waktu/musim tanam yang tepat sesuai komoditas

budidaya tambak yang akan diusahakan.

Jenis dan keragaman hayati wilayah perairan pesisir adalah

merupakan bekal dan tolok ukur untuk dijadikan kawasan ini sebagai lahan

20
usaha budidaya yang prospektif pula. Hal ini secara alamiah dan habitatnya

mengindikasikan bahwa berbagai komoditas ekonomis (unggulan) yang akan

dikembangkan di lokasi tersebut sudah merupakan komoditas spesifik dan

tidak terlalu sulit untuk dibudidayakan dengan orientasi pada tingkat

komersial dan menguntungkan bagi para pelaku usaha (pembudidaya).

Dengan adanya pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir untuk

usaha budidaya secara spesifik lokal tersebut diharapkan masyarakat yang

bermukim di wilayah pesisir dan kawasan air payau dapat memperoleh

dampak positifnya, yaitu dapat meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraannya. Komoditas yang dapat dikembangan dan dikelola di daerah

wilayah pesisir pantai dengan jangkauan air payau adalah merupakan

komoditas yang bernilai ekonomis penting. Tingkat pengelolaan dan

pembudidayaannya dapat disesuaikan dengan lokasi dan potensi yang ada,

termasuk keragaman hayatinya. Dalam hal ini BBPBAP Jepara telah banyak

menghasilkan paket-paket teknologi yang dapat diterapkan dan

dikembangkan oleh para petambak (pembudidaya) yang bergerak pada usaha

dan kegiatannya di wilayah pesisir. Namun demikian penyerapan

teknologinya sangatlah lamban, hal ini adanya keterbatasan informasi dan

penyerapan inovasi baru serta keterbatasan permodalan.

21
Beberapa komoditas yang sudah dikembangkan dan dapat diterapakan

oleh pembudidaya air payau adalah sebagai berikut :

1. Budidaya udang (udang windu, rostris, vanamei, dan merguiensis)

2. Budidaya Ikan Bandeng

3. Budidaya Ikan Kakap Putih

4. Budidaya Rajungan

5. Budidaya Kepiting (penggemukan dan kulit lunak)

6. Budidaya Rumput Laut (Gracillaria sp dan Caulerpa sp)

7. Nila Salin

C. Dampak positif dan dmpak negatif yang ditimbulkan dari budidaya

di perairan payau

Dampak negatif

1. Merusak lingkungan jika memperluas lahan kolam dengan

melakukan penebangan mangrove

2. Merusak ekosistem karena berbahaya bagi tumbuhan dan hewan air

tawar yang tidak dapat bertahan dengan salinitas yang rendah

22
3. Banyak jenis ikan yang tidak dapat di budidayakan menggunakan air

payau, karena hanya ikan yang memiliki kemampuan toleransi

terhadap salinitas tinggi lah yang dapat hidup di air payau

Dampak positif

1. Berdampak baik bagi ekonomi daerah yang terdapat budidaya ikan

air payau karena harga jual yang tinggi

2. Ramah lingkungan apabila lokasi yang di gunakan adalah lokasi

dimana organisme air payau dapat hidup, seperti di muara sungai

yang langsung bertabarakan dengan air laut

3. Organisme yang di budidayakan di air payau memiliki tingkat

protein yang tidak kalah tinggi sehingga baik di konsumsi bagi orang

yang sakit atau anak kecil yang dalam pertumbuhan

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah, sebagai berikut:

1) Kelayakan lokasi budidaya di perairan payau dapat ditinjau dari pemilihan

lokasi budidaya berdasarkan persyaratan kondisi umum wilayah pantai/pesisir

23
untuk budidaya air payau serta menyesuaikan komoditas yang akan

dikembangkan sesuai dengan spesifikasi lokasi dan sumber air.

2) Jenis-jenis budidaya yang bisa dilakukan di perairan payau antara lain,

budidaya udang (udang windu, rostris, vanamei, dan merguiensis), budidaya

ikan bandeng, budidaya ikan kakap putih, budidaya rajungan, budidaya

kepiting (penggemukan dan kulit lunak), budidaya rumput laut (gracillaria sp

dan caulerpa sp) dan nila salin.

3) Dampak positif dari budidaya perairan payau adalah berdampak baik bagi

ekonomi daerah, ramah lingkungan dan organisme yang di budidayakan

memiliki tingkat protein yang tidak kalah tinggi sehingga baik di konsumsi

bagi orang yang sakit atau anak kecil yang dalam pertumbuhan. Sedangkan

dampak negatif dari budidaya perairan payau adalah merusak lingkungan dan

merusak ekosistem karena berbahaya bagi tumbuhan dan hewan air tawar.

24
DAFTAR PUSTAKA

Mukti, A.T., dkk. 2012. Dasar-Dasar Akuakultur. Fakultas Perikanan dan


Kelautan Universitas Airlangga : Surabaya.

Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 2009. Garis pantai


Indonesia terpanjang keempat di dunia

Pangesti, Ana. 2013. Ekosistem Air Payau dan Permasalahannya

Yusuf, Etikasari., Rachmanto, T. Agung., dan Laksmono, Rudi. (2009).


Pengolahan Air Payau Menjadi Air Bersih dengan Menggunakan Membrae
Reverse Osmosis. Jurnal ilmiah Teknik Lingkungan UPN Surabaya: Vol. 1,
No.1.

Darmawansa. 2014. Desalinasi Air Payau dengan Media Adsorben Zeolit di


Daerah Pesisir Pantai Kecamatan Sungai Kunyit Kabupaten Mempawah.
Pontianak: Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas
Tanjungpura.

Azfah, R.A., Dewi L.K. dan Soedjono E.S., (2011). Studi Awal Reverse Osmosis

Tekanan Rendah Untuk Air Payau dengan Salinitas dan Susprnded Solid Rendah.
Jurusan Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh November.
Surabaya.

25

Anda mungkin juga menyukai