Anda di halaman 1dari 30

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapangan

4.1.1. Letak Geografis dan Topografi BBPBAT Sukabumi

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi terletak

di Jl. Selabintana No. 37, Kelurahan Selabatu Kecamatan Cikole, Kota

Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini terletak 3,5 km dari pusat kota

Sukabumi. Secara umum lahan kompleks BBPBAT Sukabumi memilki luas

lahan 25,6 ha yang terdiri dari 3 ha perkantoran, 17,6 ha perkolaman (362 kolam)

dan 5 Ha perumahan, pekarangan dan sawah. Lokasi tersebut berada di

ketinggian 700 m diatas permukaan laut dengan suhu harian 27°C-29°C. Adapun

batasan-batasan wilayah BBPBAT Sukabumi sebelah utara berbatasan

dengan Kecamatan Sukabumi, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan

Cisaat, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Nyalindung, dan sebelah

timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Cireunghas.

Secara geografis, letak BBPBAT Sukabumi berada pada ketinggian

±700 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2500-3000

mm/tahun, dengan kisaran suhu antara 27°C-29°C, secara umum topografi

kompleks BBPBAT relatif landai dengan sebagian besar kemiringan kearah

selatan dengan kisaran 0%-5%. Sedangkan kemiringan 2%-5% terutama

terlihat pada lahan yang telah dimanfaatkan untuk perkolaman dan fasilitas

budidaya yang lain. Sumber air berasal dari sungai Panjalu dan sungai Cisarua

yang berasal dari kaki “Gunung Gede”.


30

Gambar 2. Kantor Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)

Sukabumi

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022)

4.1.2. Sejarah Berdirinya Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar

(BBPBAT) Sukabumi

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi berada

di bawah Kementrian Kelautan Perikanan telah berdiri pada tahun 1920

sebagai sekolah dengan nama Landbouw School (School Pertanian) atau Culture

School (Sekolah Perkebunan) yang berada di bawah pemerintahan Belanda

sampai dengan tahun 1942. Pada masa pemerintahan Jepang tahun 1943-1953

diubah menjadi “noo gakko”. Kemudian pada tahun 1953 berganti nama

menjadi Sekolah Pertanian Menengah. Selanjutnya pada tahun 1954 diubah

menjadi Pusat Latihan Perikanan. Pada tahun 1968 menjadi Trainning Centre

Perikanan. Pada tahun 1967 berkembang dan berganti nama menjadi Pangkalan

Pengembangan Pola Keterampilan Budidaya Air Tawar (P3KBAT). Peran


31

2P3KBAT ditingkatkan ketika pada tahun (1978-2006) secara resmi menjadi

Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi, salah satu unit pelaksanaan teknis

Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian. Untuk meningkatkan peran

dan fungsi dalam pelaksanaan tugas-tugas serta beban kerja yang juga

semakin meningkat, pada tanggal 12 Januari 2006 Menteri Kelautan dan

Perikanan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

No.06/PERMEN/2006 yang menetapkan lembaga ini menjadi Balai Besar

Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT).

Pada pertengahan Juni 2014 Balai Besar Pengembangan Budidaya Air

Tawar Sukabumi berubah nama menjadi Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Tawar (BBPBAT) Sukabumi sampai sekarang. Dan terjadi beberapa

perubahan nama pada bagian kepegawaian BBPBAT Sukabumi. Berdasarkan

Peraturan Menteri tersebut, kedudukan BBPBAT adalah sebagai unit pelaksana

teknis dibidang pengembangan budidaya air tawar yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian

Kelautan dan Perikanan.

4.1.3. Tugas dan Fungsi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar

(BBPBAT) Sukabumi

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi adalah

Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Kementrian Kelautan dan Perikanan di bidang

budidaya air tawar yang berada dan bertanggung jawab kepada Direktorat

Jendral Perikanan Budidaya, sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Mentri


32

Kelautan dan Perikanan No.06/PERMEN.KP/2014. BBPBAT Sukabumi

mempunyai tugas melaksanakan uji terap teknik dan kerja sama, pengelolaan

produksi, pengujian laboratorium, mutu pakan, residu, kesehatan ikan dan

lingkungan, serta bimbingan teknis perikanan budidaya air tawar.

BBPBAT Sukabumi dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang

dimaksud diatas, menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. Identifikasi dan penyusunan rencana program teknis dan anggaran,

pemantauan dan evaluasi serta laporan;

b. Pelaksanaan uji terap teknik perikanan budidaya air tawar;

c. Pelaksanaan penyiapan bahan standardisasi perikanan budidaya air tawar;

d. Pelaksanaan sertifikasi sistem perikanan budidaya air tawar;

e. Pelaksanaan kerja sama teknis perikanan air tawar;

f. Pengelolaan dan pelayanan system informasi, dan publikasi perikanan

budidaya air tawar;

g. Pelaksanaan layanan pengujian laboratorium persyaratan kelayakan teknis

perikanan budidaya air tawar;

h. Pelaksanaan pengujian mutu pakan, residu, serta kesehatan ikan dan

lingkungan budidaya air tawar;

i. Pelaksanaan bimbingan teknis laboratorium pengujian;

j. Pengelolaan prosuksi unggul, benih bermutu, dan sarana produksi

perikanan budidaya air tawar;

k. Pelaksanaan bimbingan teknis perikanan budidaya air tawar; dan

l. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.


33

4.1.4. Visi dan Misi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)

Sukabumi

a. Visi

Visi BBPBAT Sukabumi mengacu pada visi yang telah ditetapkan

Kementrian Kelautan dan Perikanan yaitu :

“Mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri,

maju, kuat dan berbasis kepentingan nasional.”

Selanjutnya Direktorat Jendral PerikananBudidaya telah melakukan

penyesuaian visi yang ditetapkan sebagai berikut :

“Mewujudkan perikanan budidaya ikan air tawar yang mandiri, berdaya

saing dan berkelanjutan berbasiskan kepentingan nasional.”

b. Misi

Dalam pernyataan Misi BBPBAT Sukabumi yang mengacu pada misi

Direktorat Jendral Perikanan Budidaya dalam mendukung dan mewujudkan visi

tersebut, maka memerlukan langkah-langjah yang harus ditempuh, yaitu :

1. Mewujudkan kemandirian perikanan pembudidaya melalui pemanfaatan

sumberdaya berbasis pemberdayaan masyarakat.

2. Mewujudkan produk perikanan budidaya berdaya saing melalui

peningkatan teknologi inovatif.

3. Memanfaatkan sumberdaya perikanan budidaya secara berkelanjutan.


34

4.1.5. Struktur Organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar

(BBPBAT) Sukabumi

Struktur organisasi BBPBAT berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor: 6/PERMEN-KP/2014, terdiri dari Kepala Balai, Bidang Uji

Terap Teknik dan Kerjasama, Bidang Pengujian dan Dukungan Teknik, Bagian

Tata Usaha, serta kelompok Jabatan Fungsional. Kelompok Jabatan Fungsional

yang ada di BBPBAT Sukabumi yaitu Perekayasa/Teknisi Litkayasa, Pengawas

Perikanan, Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (PHPI), Pranata Humas, Pranata

Komputer dan Arsip Paris. Struktur Organisasi BBPBAT Sukabumi adalah

sebagai berikut :

Kepala Balai
Besar

Bagian Tata
Usaha

Subbagian Subbagian Keuangan


Kepegawaian dan Umum

Bidang Uji Terap Bidang Pengujian dan


Teknik dan Kerjasama Dukungan Teknis

Seksi Uji Seksi Kerjasama Seksi Produksi Seksi Dukungan


Terap Teknik Teknik dan Informasi dan Pengujiaan Teknis

Kelompok Jabatan Fungsional


(Perekayasa/Teknisi Litkayasa/Pengawas/PHPI/Pranata Humas/Pranata
Komputer/Arsip Paris)
35

Gambar 3. Struktur Organisasi BBPBAT Sukabumi Tahun 2019

(Sumber : Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi Tahun, 2019)

Uraian tugas dan fungsi masing-masing bagian dalam struktur organisasi

BBPBAT adalah sebagai berikut :

a. Bagian Tata Usaha

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana,

program, dan anggaran, pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, dan

jabatan fungsional, persuratan, barang kekayaan milik Negara dan rumah tangga

serta pelaporan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Bagian Tata

Usaha menyelenggarakan fungsi :

a. Identifikasi dan penyusunan perencanaan program teknis dan anggaran,

keuangan, pengelolaan kepegawaian, rumah tangga, barang kekayaan

milik Negara dan ketatausahaan;

b. Pelaksanaan program teknis dan anggaran, keuangan pengelolaan

kepegaiwaian, tata laksana, rumah tangga, barang kekayaan milik Negara

dan ketatausahaa;

c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan program teknis dan anggaran,

keuangan, kepegawaian, rumah tangga, barang kekayaan milik Negara dan

ketatausahaan.

b. Bidang Uji Terap Teknik dan Kerja Sama

Bidang Uji Terap Teknik dan Kerjasama mempunyai tugas melaksanakan

uji terap teknik, penyiapan bahan standardisasi, sertifikasi, kerjasama teknis, serta
36

pengelolaan dan pelayanan system informasi perikanan budidaya air tawar. Dalam

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Bidang Uji Terap Teknik dan Kerja

Sama menyelenggarakan fungsi :

a. Pelaksanaan uji terap teknik perikanan budidaya air tawar;

b. Pelaksanaan penyiapan bahan standardisasi perikanan budidaya air tawar;

c. Pelaksanaan sertifikasi system perikanan budidaya air tawar;

d. Pelaksanaan kerjasama teknis perikanan budidaya air tawar; dan

e. Pengelolaan dan pelayanan sistem informasi, dan publikasi perikanan

budidaya air tawar.

c. Bidang Pengujian dan Dukungan Teknis

Bidang pengujian dan Dukungan Teknis mempunyai tugas melaksanakan

pelayanan teknis kegiatan pengujian laboratorium, persyaratan kelayakan teknis,

mutu pakan, residu, dan kesehatan ikan dan lingkungan, produksi induk unggul,

benih bermutu, dan sarana produksi, serta bimbingan teknis perikanan budidaya

air tawar dan laboratorium. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud,

Bidang Pengujian dan Dukungan Teknis menyelenggarakan fungsi :

a. Pelaksanaan pengujian laboratorium persyaratan kelayakan teknis perikana

budidaya air tawar;

b. Pelaksanan bimbingan teknis laboratorium;

c. Pelaksanaan produksi induk unggul dan benih bermutu perikanan

budidaya air tawar;

d. Pelaksanaan produksi vaksin dan pakan perikanan budidaya air tawar; dan

e. Pelaksanaan bimbingan teknis perikanan budidaya air tawar.


37

d. Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan

perekayasaan, pengujian, penerapan dan bimbingan penerapan standar/sertifikasi

pembenihan dan pembudidayaan ikan air tawar, pengendalian hama dan penyakit

ikan, pengawasan benih dan budidaya serta kegiatan lain yang sesuai dengan

tugas masing-masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

4.1.6. Sumber Daya Manusia di Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Tawar (BBPBAT) Sukabumi

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi

memiliki staf dan pegawai dengan tingkat pendidikan formal yang beragam yang

berjumlah 102 orang pegawai diisi mulai dari pendidikan SMA/SLTA (39 Orang),

diikuti oleh sarjana Strata I/D4 (30 Orang), Sarjana S2 (18 Orang), Sarjana

Muda/D3 (13 Orang), SMP/SLTP (1 Orang). S3 (1 Orang) dan SD (0 Orang)

disajikan pada Tabel 3 .

Tabel 3. Kondisi PNS BBPBAT Berdasarkan Pendidikan dan Jabatan Tahun 2019

No Profesi Pendidikan Jumlah


S3 S2 S1/D4 D3 SLTA SLTP SD
Struktural

Kepala 1 1
Balai
1 Bagian Tata 1 4 2 12 19
Usaha
38

Bidang Uji
Terap 1 2 2 5
Teknik dan
Kerjasama
Bidang
Pengujian
dan 1 2 2 6 1 12
Dukungan
Teknis
Fungsional
Perekayasa 1 13 7 21
Litkayasa 3 5 16 24
Pengawas 1 11 2 2 16
dan PHPI
2 Pustakawan
Pranata 1 1 2
Humas
Pranata 1 1
Komputer
Arsiparis 1 1
Jumlah 1 18 30 13 39 1 102

(Sumber : Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi, 2019)


39

4.2. Hasil Kegiatan PKL

4.2.1. Pemeliharaan dan Pematangan Gonad Induk Ikan Baung (Mystus

nemurus)

Pemeliharaan induk ikan baung dipelihara di kolam beton dengan ukuran

17 x 5,5 x 1 meter dengan kedalaman air 100 cm dan padat tebar 0,5 per m 2.

Pemeliharaan induk baung dilakukan terpisah antara jantan dan betina dengan

kepadatan 50 ekor yang memiliki bobot rata-rata 0,8 – 1,3 g di masing-masing

kolam agar mempermudah dalam proses pengecekan. Kolam dilengkapi dengan

saluran pemasukan (inlet) dan saluran pengeluaran (outlet). Sumber air yang

digunakan berasal dari saluran irigasi gunung gede. Selama pemeliharaan, induk

diberi pakan pelet dengan kandungan protein 40%. Pakan diberikan sebanyak 1%

dari bobot bimassa dengan frekuensi pemberian dua kali sehari (pagi dan sore).

Cara pemberian pakan yaitu dengan menebar pakan satu titik, agar induk lebih

mudah memperoleh pakan yang diberikan.

Gambar 4. Kolam Induk Ikan Baung (Mystus nemurus)


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022)
40

Pada pemeliharaan induk ini kualitas air selalu diupayakan dalam kondisi

yang baik seperti yang telah disyaratkan, terutama untuk kandungan oksigen

terlarut sehingga pada malam hari digunakan aerasi dengan pompa air. Suhu

perairan optimum untuk pemeliharaan induk ikan baung sekitar 27°C (Ali dan

Junianto 2014).

Tingkat keasaman optimum untuk pemeliharaan induk baung yaitu kisaran

nilai pH 6,0–8,5. Muflikhah dan Aida (1994) menyatakan bahwa kisaran pH yang

baik untuk induk ikan baung 5–7.

Menurut Tang (2003) Ikan baung dapat hidup secara optimal pada kadar

oksigen antara 5–6 mg/L. Kandungan oksigen terlarut dalam air >4 mg/L

dibutuhkan untuk ikan baung (Effendi, 2000). Induk ikan baung membutuhkan

kadar oksigen tinggi karena kadar oksigen terlarut yang optimum dapat

mempercepat proses elemen-elemen meristik embrio (Kossakowski, 2008).

Menurut Boyd (1982), tingkatan amonia untuk jangka pendek berada di

antara 0,6–2,0 mg/L. Kadar amonia dalam air tawar dapat bersifat racun bagi ikan

apabila jumlahnya >0,2 mg/L (Effendi, 2000).

4.2.2. Pemijahan

a. Seleksi Induk Matang Gonad

Seleksi induk merupakan salah satu tahap dalam kegiatan budidaya ikan

yaitu pembenihan yang akan menentukan keberhasilan produksi. Kegiatan seleksi

induk ini juga merupakan kegiatan untuk memilih induk-induk yang sudah

matang gonad dan siap dipijahkan dimana telur bisa dibuahi dan sperma bisa
41

membuahi. Kegiatan seleksi induk ini dilakukan sebelum pemijahan dimana

setelah induk ikan mengalami matang gonad. Tingkat kematangan gonad pada

indukan baung untuk betina memiliki berat sekitar 1,3 kg dan berumur minimal 2

tahun sedangkan pada jantan yaitu memiliki berat sekitar 0,8 kg dan berumur

minimal 2 tahun.

Dalam seleksi induk pada ikan baung perlu dilakukan dengan seksama

dimana dilakukannya penanganan induk yang baik pada saat menangkap agar

indukan terhindar dari stress. Cara agar indukan terhindar dari stress yaitu dengan

cara terlebih dahulu dilakukannya pengeringan kolam induk dengan air yang

masih tersisa atau tidak membuang semua air di dalam kolam tersebut kemudian

untuk mempermudah penangkapan indukan, ikan baung (Mystus nemurus)

ditangkap menggunakan scopnet selanjutnya Induk baung dipindahkan ke

akuarium dengan tujuan mengurangi kandungan lemak yang berada pada tubuh.

Menurut Subagja et al. (2019) Kandungan lemak yang berlebihan pada tubuh

induk ikan akan terganggunya proses pengurutan (stripping) untuk keluarnya

telur.

Secara umum, Ikan baung jantan dan betina yang telah matang gonad dan

siap memijah cukup mudah dibedakan dengan melihat tanda-tanda pada tubuh.

Induk jantan ditandai dengan memiliki alat kelamin dengan ujung genital papilla

yang meruncing mengarah ke pangkal sirip anal. Ciri induk betina alat kelamin

betina berwarna kemerahan, serta bentuknya membulat bila dilakukan

pengambilan telur menggunakan kateter akan keluar telur yang berwarna

kecoklatan.
42

A B

C D

Gambar 5. Morfologi Induk Jantan (a) (c) dan Morfologi Induk Betina (b) (d)
(Sumber : Buku Bunga Rampai Potensi Budidaya Ikan Baung dan Dokumentasi
Pribadi, 2022)
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan induk jantan dan betina
Ikan Baung (Mystus nemurus) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbedaan Jantan dan Betina

No Induk Jantan Induk Betina

1 Ukuran tubuh ramping dan panjang Ukuran tubuh gemuk dan melebar
2 Warna kulit lebih cerah Warna kulit kusam
43

3 Alat kelamin/papilla genitalia Alat kelamin berwarna kemerahan


melewati pangkal sirip anal dan serta bentuknya membulat dan
ujung alat kelamin bewarna sedikit menonjol
4 kemerahan Gerakannya kurang lincah
Gerakannya lincah
b. Pemberian Hormon (Penyuntikan)

Induk yang sudah terpilih, kemudian ditampung dalam akuarium.

Sebelumnya induk yang terpilih ditimbang bobotnya yang bertujuan untuk

menentukan jumlah hormon yang akan disuntikkan. Penyuntikan ini bertujuan

untuk memasukan hormone agar mempercepat ovulasi dan mempermudah dalam

proses pemijahan. Untuk menghindari pergeseran sirip oleh induk betina satu dan

lainnya, penampungan induk betina hanya dimasukkan satu ekor induk per wadah.

Setelah induk yang dipilih telah matang gonad kemudian ditempatkan

pada wadah penampungan atau akuarium berukuran 80 x 60 x 40 cm yang

dilengkapi dengan aerasi dan suplai oksigen, selanjutnya adalah penyuntikan

hormon, jenis hormon yang biasa dipergunakan adalah hormone ovaprim dengan

menggunakan alat berupa jarum suntik (squit).


44

Gambar 6. Hormon Ovaprim dan Jarum Suntik


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022)

Hormon yang ini praktis digunakan sebagai perangsang ovulasi dengan

dosis 0,6 mL/kg untuk induk betina. Dosis yang digunakan pada penyuntikan ikan

baung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Dosis Hormon Waktu Penyuntikan

Dosis Hormon dan Waktu Penyuntikan


Jenis Berat Induk
Induk (ml)
Hormon (kg)
I Waktu II Waktu

Betina Ovaprim 1,3 0,4 10.00 0,8 20.00

Betina Ovaprim 0,8 0,2 10.02 0,4 20.02

Betina Ovaprim 1,4 0,4 10.04 0,8 20.04

Betina Ovaprim 0,9 0,2 10.06 0,4 20.06

Betina Ovaprim 1 0,3 10.08 0,6 20.08

(Sumber : Data Primer, 2022)

Penyuntikan dilakukan dua kali menggunakan ovaprim dengan interval

waktu penyuntikan 8 jam. Penyuntikan dilakukan secara intramuscular

(dibelakang sirip punggung) dengan sudut penyuntikan 45° atau di bagian sisi

kanan dan kiri dari sirip punggung.


45

Gambar 7. Penyuntikan Induk


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022)

c. Stripping

Proses pemijahan ikan baung belum bisa dilakukan secara alami sehingga

pemijahan baung dilakukan secara buatan (induced breeding). Aktivitasnya

diawali dengan penyuntikan hormon, stripping, pembuahan telur, dan inkubasi

telur. Demikian juga dengan sperma dari ikan jantan diperoleh dari hasil

pembedahan. Setiap pemijahan dilakukan dengan rasio 1:3 (satu ekor jantan

membuahi tiga ekor betina).

Sebelum melakukan stripping ikan betina, langkah yang harus dilakukan

adalah menyiapkan sperma. Ikan jantan dilakukan pembedahan dengan

menggunting dari arah lubang dubur hingga sampai kearah dada. Kemudian

testisnya diangkat/dikeluarkan dari rongga perut, kemudian bersihkan dari darah

yang melekat dengan menempelkan tisu pada testis. Kemudian, testis dipotong-

potong halus menggunakan gunting. Hasil rajangan tadi diperas menggunakan

scoopnet bersih sambil dibilas menggunakan larutan infus (NaCl), sperma hasil

perasan ditampung menggunakan toples. Sperma dari satu induk jantan bisa
46

membuahi tiga ekor induk betina. Teknik pemotongan sperma ditampilkan pada

(Gambar 8).

A B

C D

Gambar 8. Testis Induk Jantan (a), Pemotongan testis (b), Hasil ranjangan di peras
dengan NaCl (c) dan Sperma Induk Jantan (d)
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022)

Induk ikan baung yang telah disuntik hormon akan mengalami ovulasi

setelah 10–14 jam setelah penyuntikan. Induk betina yang sudah siap ovulasi

dicirikan tidak aktif bergerak dan perut sangat mengembang. Tahap selanjutnya

adalah melakukan stripping ikan betina. Ikan betina yang siap ovulasi diangkat

dari wadah kemudian ditimbang terlebih dahulu, kemudian badan ikan dibalut

kain, selanjutnya dilakukan pengurutan secara perlahan diawali menekan pada

pangkal urogenital dan pastikan semua telur keluar dari perut induk betina. Telur
47

mulai keluar dan ditampung menggunakan baskom. Telur hasil stripping lalu

ditimbang.

d. Pembuahan Telur (Fertilisasi)

Telur yang sudah ditampung pada wadah baskom kemudian diberi sperma.

Campurkan larutan sperma sebanyak 120 ml ke dalam telur kemudian diberi air

lalu aduk hingga rata menggunakan bulu ayam sebagai alat pengaduk. hingga

merata seluruh permukaan dasar akuarium. Fungsi penambahan air kedalam

campuran telur dan sperma tersebut yaitu agar terjaidinya proses fertilisasi di

dalam baskom. Proses fertilisasi (pembuahan) akan berlangsung cepat karena

sperma ikan baung akan aktif bergerak dan bertahan hidup hampir tiga menit

setelah terkena air (Gambar 9).


48

A B

C D

Gambar 9. Pencampuran Telur dan Sperma (a), Penebaran Telur dan Sperma yang
telah tercampur (b), Telur yang di ratakan (c) dan, Inkubasi Telur (d)
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022)

e. Inkubasi Telur

Telur ikan baung bersifat menempel pada substrat (adhesive), sehingga

pada proses inkubasi telur, telur akan langsung ke dasar akuarium. Akuarium

yang telah ditebar telur sebelumnya telah distrerilisasi, diberi water heater dan

aerasi kemudian ditutup menggunakan plastik penutup untuk mejaga suhu yang

tetap stabil. Telur akan menetas optimal pada suhu 29-31°C setelah 20-24 jam.

Telur yang terbuahi berwarna bening atau transparan, sedangkan telur yang tidak

terbuahi berwarna putih pucat.


49

Gambar 10. Telur yang telah terbuahi


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022)

Selama proses penetasan telur diperoleh data Fekunditas adalah 186.666

butir/kg, derajat pembuahan atau FR (Fertilization rate) adalah 97% dan derajat

penetasan atau HR (Hatching rate) 84%. Dari hasil tersebut dinilai baik karena

sesuai dengan pendapat Subagja et al. 2012, Fekunditas telur ikan baung biasa

mencapai 232.000 butir/ekor dengan nilai derajat pembuahan sebesar 70-97%,

derajat penetasan sebesar 30-90%.

4.2.3. Pemeliharaan Larva dan Benih

a. Pemeliharaan Larva

Telur yang telah terbuahi akan menjadi larva. Larva yang baru menetas

belum dapat diberi pakan dari luar karena larva ikan baung masih memiliki

cadangan kuning telur (yolk sack) selama 2–3 hari. Pemanenan larva dilakukan

setelah 2 hari telur menetas. Pada periode tersebut, cadangan makanan berupa

kuning telur (yolk sack) pada larva sudah mulai menipis. Larva yang telah
50

menetas akan berenang pada permukaan akuarium dan yang tersisa telur yang

tidak menetas karena telur yang tidak menetas akan tetap menempel pada dasar

akuarium. Larva dapat dilakukan pemanenan menggunakan scoopnet fitoplankton

yang memiliki botol, larva akan terkumpul di dalam botol, kemudian dipindahkan

ke tempat pemeliharaan (Bak Fiber) yang berukuran 200 x 100 x 70 cm dengan

padat tebar sebanyak 256,3 per m2 dengan kepadatan sebanyak 25.630 ekor pada

bak fiber sampel.

Gambar 11. Larva yang dipindahkan ke Bak Fiber


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022)

Larva ikan baung baru bisa membuka mulut pada umur tiga hari (Handoyo

et al. 2010). Setelah itu, larva diberi pakan berupa cacing sutra (Tubifex sp.)

sebanyak ukuran satu gelas aqua 220 ml dengan frekuensi pemberian pakan dua

kali sehari. Adapun pakan cacing sutra diberikan dalam cara dicincang sampai

halus. Cacing sutra dimasukkan ke dalam baskom dan kemudian dibilas dengan

air bersih sampai air bilasan tidak berwarna merah. Kemudian, pakan tersebut

dilarutkan ke dalam air dan disebarkan ke bak fiber. Larva yang berumur 4-5 hari

di beri pakan cacing sutra yang dicincang tidak terlalu halus hingga larva berumur
51

14 hari. Kemudian pada umur 15 hari larva mulai diberi pakan pelet dengan

frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari. Selama pemeliharaan larva, dilakukan

penyiponan dan pergantian air 2–3 hari sekali sebanyak 75% agar kondisi air tetap

terjaga.

b. Pendederan

Gambar 12. Ruang Pemeliharaan Larva dan Benih


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022)

Pendederan merupakan proses pemeliharaan benih setelah larva.

Pendederan dilakukan pada bak fiber. Pada pendederan, ukuran larva ikan bisa

mencapai sekitar 2 cm. Sampling pertumbuhan dilakukan pada saat larva ikan

baung berumur 7-14 hari. Kegiatan sampling dilakukan bertujuan untuk

mengetahui pertumbuhan larva per-minggu dengan mengukur panjang dan bobot

larva. Pengukuran larva dilakukan menggunakan penggaris dengan berat larva

ditimbang menggunakan timbangan digital. Sampling dilakukan dengan

mengambil 15 ekor benih secara acak. Rata-rata bobot dan panjang larva dan

benih dapat dilihat pada Tabel 6.


52

Tabel 6. Rata-rata berat dan panjang larva dan benih ikan baung (Mystus nemurus)

No Hari Panjang (cm) Bobot (gr)

1. Hari ke-7 1,8 0,29

2. Hari ke-14 2,5 0,55

(Sumber : Data Primer, 2022)

Gambar 13. Larva ikan baung (Mystus nemurus) yang telah berumur 14 hari
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022)

Kedalaman air 15 cm di wadah fiber adalah yang terbaik dalam

pemeliharaan larva ikan baung (Mystus nemurus) terhadap pertumbuhan berat

mutlak dan pertumbuhan panjang mutlak dengan persentase pertumbuhan berat

sebesar 0,32 g, persentase pertumbuhan panjang mutlak sebesar 1,79 mm

(Rachimi et al. 2015).


53

4.2.4. Panen

Pada tahap pemanenan ini, benih yang telah berukuran 2-3 cm akan

dipanen. Panen benih dilakukan pada siang hari pukul 14.00 WIB sampai 16.00

WIB dan bertempat di hatchery. Pemanenan dilakukan dengan cara pembuangan

air sekitar 20-30% untuk mempermudah pengambilan benih dan menghindari

kematian ikan serta harus banyak suplai oksigen. Pengambilan benih dengan

menggunakan scoopnet dan ditampung sementara dengan menggunakan baskom

yang diberi aerasi.

4.2.5. Distribusi dan Transportasi Benih

Setelah dilakukannya penampungan sementara yang bertujuan untuk

mempermudah penyortiran untuk kegiatan distribusi, benih yang telah ditampung

langsung dihitung dan dipisahkan ukuran yang sesuai permintaan. Perhitungan

dari setiap satu kantong plastik berjumlah 500 ekor per-kantong dengan ukuran

kantong 60 x 40 cm. Jumlah kelangsungan hidup (Survival Rate) benih yang di

panen sebanyak 13.000 ekor (51%) dengan ukuran 2-3 cm.

Gambar 14. Benih ikan baung (Mystus nemurus) yang telah disortir
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022)
54

Sintasan yang didapatkan yaitu 51% sehingga dinilai cukup baik, karena

sesuai dengan pendapat Subagja et al. (2012), kelangsungan hidup larva sampai

ukuran benih berumur 14 hari yang optimal yaitu dengan sintasan sebesar 50-

60%.

Benih ikan baung yang sudah siap dipasarkan akan dipelihara ke wadah

yang lebih luas agar mencapai ukuran 4–5 cm. Ukuran tersebut merupakan ukuran

yang umum pada segmen benih ikan baung.

4.2.6. Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air bertujuan menyediakan lingkungan yang optimal

bagi benih baung untuk dapat bertahan hidup, berkembang dan tumbuh sehingga

dapat menunjang optimalisasi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan baung.

Penyiponan dan pergantian air merupakan cara yang tepat untuk menjaga kualitas

air. Penyiponan dan pergantian air dilakukan dengan tujuan untuk mengeluarkan

kotoran dalam wadah pemeliharaan. Kotoran-kotoran yang dimaksud yaitu sisa-

sisa pakan cacing sutra yang tidak termakan ataupun sisa feses ikan. Padat tebar

yang tinggi merupakan salah satu penyebab air di wadah pemeliharaan cepat

kotor, sebaiknya padat tebar disesuaikan dengan wadah sehingga kualitas air tetap

terjaga dan mencegah air yang cepat kotor. Penyiponan dilakukan sebanyak 75%

dengan rentang waktu 2-3 hari.

Pengukuran kualitas air juga diperlukan untuk menunjang kegiatan

budidaya ikan. Hal ini karena selain faktor genetik, lingkungan sangat

memengaruhi keberhasilan dalam proses pertumbuhan ikan. Performa


55

pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi suhu, pH, dan oksigen terlarut. Adapun

data kualitas air pada pembenihan Ikan Baung (Mystus nemurus) disajikan pada

Tabel 7 dibawah ini

Tabel 7. Data Kualitas Air pada Pembenihan Ikan Baung (Mystus nemurus)

No Media Parameter Satuan Hasil

1. Akuarium Suhu °C 29
Oksigen Terlarut mg/L 4,24
pH - 7,34
Amonia mg/L 0,48
2. Bak Fiber Suhu °C 26,1
Oksigen Terlarut mg/L 4,9
pH - 7
Amonia mg/L 3,46

(Sumber : Data Primer, 2022 dan Data Sekunder, 2017)

Pada media akuarium dimana proses inkubasi telur sedang terjadi, kualitas

air harus sangat diperhatikan untuk perkembangan embrio baung oleh karena itu

suhu air, pH, Oksigen Terlarut dan Amonia harus sesuai dengan yang telah

disyaratkan. Sama seperti pada wadah pemeliharaan seperti bak fiber pada

pemeliharaan larva dan benih kualitas air dapat mempengaruhi tumbuh

kembangya larva dan benih baung.

Untuk Suhu air, telur akan menetas pada suhu 26-30°C, berdasarkan data

yang didapatkan dilapangan suhu pada akuarium yaitu 29°C dengan bantuan

water heater sehingga termasuk dalam kategori baik dalam inkubasi telur dan

penetasan telur yang berkisar selama 2 hari. Pada media pemeliharaan bak fiber

yaitu diperoleh data 26,1°C dengan bantuan water heater, yang menurut Bunasir
56

et al. (2005) menyatakan suhu untuk perawatan larva dan pertumbuhan benih ikan

baung berkisar antara 27–30°C sehingga termasuk dalam kategori yang cocok

untuk pertumbuhan dan perawatan. Untuk menjaga suhu air yang tetap stabil pada

wadah pemeiliharaan baik akuarium atau bak fiber digunakan plastik/terpal untuk

menutupinya agar suhu pada air tetap hangat karena suhu air berpengaruh

terhadap suhu tubuh dan proses metabolismenya.

Selanjutnya, kisaran oksigen terlarut yang optimum pada pemeliharaan

ikan yaitu 3–7 mg/L (Mallya 2017). Kisaran oksigen terlarut yang didapatkan

berdasarkan data yaitu 4,24 mg/L maka hal ini termasuk dalam kategori optimum

pada pemeliharaan telur. Pada stadia larva dan benih baung diperlukan 3,7–5,6

mg/L (Heltonika dan Karsih, 2017), berdasarkan data yang didapatkan dilapangan

yaitu oksigen terlarut pada wadah pemeliharaan bak fiber 4,9 mg/L ya

Konsentrasi pH pada media akuarium yang diperlukan dalam inkubasi

telur sampai dengan penetasan telur yaitu 7,34, seperti yang dikatakan oleh

Kusmini et al. (2018) bahwa standar kisaran oksigen yang baik berdasarkan

kegiatan penelitiannya yaitu 4,0 – 8,0 sehingga konsentrasi pH yang telah

didapatkan termasuk dalam kondisi yang baik. Pada konsentrasi pH yang berada

di wadah pemeliharaan bak fiber yaitu 7 sehingga seperti yang dikatakan oleh

(Heltonika dan Karsih, 2017) Konsentrasi pH air optimum pada pemeliharaan

benih ikan baung berkisar antara 5,5–6,5 yang menjelaskan bahwa konsentrasi pH

yang didapatkan dilapangan bersifat netral.

Amonia merupakan buangan metabolik yang pada kensentrasi tertentu

sangat beracun bagi ikan (Benli et al. 2008). Sumber amonia di perairan berasal
57

dari pemecahan nitrogen organik (protein, urea, feses) dan nitrogen anorganik

yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba atau jamur (Boyd

2015). Pada wadah penetasan (akuarium), amonia yang terkandung didalamnya

berdasarkan data yang didapatkan yaitu 0,48 mg/L sehingga termasuk dalam

kategori optimum dan pada wadah pemeliharaan (bak fiber) terdapat kandungan

amonia yaitu 3,46 mg/L hal tersebut akan mempunyai dampak pada penurunan

oksigen terlarut dan meningkatkan konsentrasi karbondioksida dalam darah

karena konsentrasi amonia optimum untuk penetasan telur dan pemeliharaan

benih ikan baung berkisar 0,02–0,72 mg/L.

4.2.7. Pengelolaan Kesehatan Ikan

a. Pencegahan Penyakit

Penyakit yang sering menyerang ikan baung dan larva baung adalah

(Ichthyopthirius multifiliis) atau lebih dikenal dengan white spot (bintik putih).

Untuk pencegahan penyakit tersebut, dapat dilakukan dengan persiapan kolam

yang baik, pemberian obat dan juga kualitas air yang selalu diperhatikan.

b. Pengobatan

Pada pengobatan untuk larva ataupun ikan baung yang telah terkena

penyakit yaitu dengan dilakukannya penebaran garam dapur sebanyak 200 gr/m³

setiap 10 hari selama pemeliharaan. Cara lain untuk pengobatan pada penyakit

yang menyerang larva ataupun benih baung yaitu dengan menggunakan kapsul

Tetracycline Hydrochloride 250 mg yang telah dibuka dari kapsulnya dan menjadi
58

obat serbuk kemudian menaburkannya ke bak fiber yang terdapat banyaknya larva

yang mati, sebelumnya larva atau benih yang telah mati di keluarkan terlebih

dahulu dari bak fiber ataupun dengan langsung mencampurkannya ke pakan

cacing sutra (Tubifex sp.) dengan dosis 5 mg/liter atau sebanyak 2 – 3 kapsul yang

dibutuhkan dan diberikan pada larva atau benih. Setelah penaburan kapsul yang

telah menjadi obat serbuk tadi, larva ataupun benih tidak diberikan pakan selama

6-24 jam setelah pengaplikasian obat. Hal ini juga untuk mengantisipasi efek

negatif akibat aplikasi obat terhadap ikan (stres), di mana pada kondisi tersebut

ikan memerlukan oksigen yang lebih tinggi dibandingkan pada kondisi normal.

Apabila memungkinkan, tingkat kesadahan dan pH air juga sebaiknya

diperhatikan karena kesadahan dan pH air yang rendah umumnya akan

meningkatkan sifat toksik beberapa jenis obat.

Anda mungkin juga menyukai