DIREKTORAT PERBENIHAN
2006
KATA PENGANTAR
Dalam upaya memenuhi kebutuhan induk dan benih ikan yang berkualitas
untuk mendukung program Percepatan Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya
untuk Ekspor (PROPEKAN), Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya untuk
Konsumsi Masyarakat (PROKSIMAS) dan Perlindungan dan Rehabilitasi
Sumberdaya Perikanan Budidaya (PROLINDA), maka diperlukan optimalisasi
pemanfaatan sarana Balai-Balai benih ikan, yang telah dibangun, berupa Balai
Benih Ikan Seal (BBIS), Balai Benih Ikan Lokal (BBIL), Balai Benih Udang (BBU),
Balai Benih Udang Galah (BBUG) dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) guna
penyediaan benih bermutu untuk mendukung tercapainya sasaran pembangunan
perikanan budidaya.
Dalam rangka peningkatan kinerja Balai-Balai Benih tersebut untuk mencapai
sasaran produksi yang diharapkan maka perlu disusun buku Petunjuk Pelaksanaan
(Juklak).
Petunjuk pelaksana ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta
pedoman dalam pembangunan dan operasional balai-balai benih ikan didaerah.
Juklak Pembangunan ini juga mencakup tujuan pembangunan, deskripsi teknis,
skala usaha, tata letak, konstruksi sarana prasarana, pembinaan SDM dan pedoman
pembenihan, aspek manajemen dan organisasi UPTD, Standar sarana dan fasilitas
fisik dan operasional.
Disadari bahwa dalam penyusunan Juklak ini tentu masih banyak
kekurangan, untuk itu saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan demi
perbaikan Juklak BBIS, BBIL, BBU, BBUG dan BBIP di berbagai daerah.
Akhirnya kami menyadari bahwa kondisi daerah dan kendala yang dihadapi
pada umumnya berbeda dimasing-masing daerah. Oleh karena itu deskripsi teknis
instalasi unit perbenihan ikan yang dibangun, dapat disesuaikan dengan kondisi
daerah tanpa merubah prinsip dan pedoman yang telah digariskan.
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS BALAI BENIH IKAN (BBI), BALAI BENIH IKAN SENTRAL
(BBIS), BALAI BENIH UDANG (BBU), BALAI BENIH UDANG GALAH (BBUG),
DAN BALAI BENIH IKAN PANTAI (BBIP)
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja Balai Benih Ikan (BBI)
dan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) untuk komoditas air tawar,
Balai Benih Udang (BBU) dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP)
untuk komoditas air payau dan laut dalam meningkatkan
produktivitas dan produksi pembudidayaan ikan, perlu adanya
petunjuk pelaksanaan Unit Pelaksana Teknis Dinas bidang
perbenihan perikanan, standar sarana, standar fasilitas fisik dan
operasional sebagai pedoman baku untuk melaksanakan kegiatan;
b. bahwa untuk mencapai maksud diatas, dipandang perlu untuk
menetapkan Petunjuk Teknis Balai Benih Ikan (BBI), Balai Benih
Ikan Sentral (BBIS), Balai Benih Udang (BBU) dan Balai Benih
Ikan Pantai (BBIP).
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERTAMA : Petunjuk Teknis Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD
Perikanan Propinsi Bidang Perbenihan Perikanan, sebagaimana yang
dimaksud dalam lampiran 1 Keputusan ini sebagai pedoman
pembinaan perbenihan perikanan di daerah.
KEDUA : Standar Sarana, Fasilitas Fisik, dan Operasional Balai Benih Ikan
(BBI) dan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) sebagaimana dalam
lampiran 2 Keputusan ini sebagai pedoman pembinaan dan
pengelolaan Balai Benih Ikan (BBI) dan Balai Benih Ikan Sentral
(BBIS).
KETIGA : Standar Sarana, Fasilitas Fisik dan Operasional Balai Benih Ikan
Pantai (BBIP) sebagaimana dalam lampiran 3 keputusan ini sebagai
pedoman pembinaan dan pengelolaan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP)
untuk komoditas air payau dan laut.
KEEMPAT : Menyiapkan Balai Benih Ikan Ikan Sentral (BBIS), Balai Benih
Udang (BBU), Balai Benih Udang Galah (BBUG), dan dan Balai
Benih Ikan Pantai (BBIP) sebagai unit pelaksana teknis Dinas
Perikanan Propinsi bidang Perbenihan Perikanan.
KELIMA : Melengkapi Balai Benih Ikan Sentral, Balai Benih Ikan Pantai, dengan
struktur organisasi maupun tugas fungsi seperti dalam lampiran
keputusan ini.
KEENAM : Seluruh unit kerja Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan Dinas
Perikanan Daerah wajib mempedomani dan melaksanakan Petunjuk
Teknis Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perikanan
Propinsi bidang Perbenihan Perikanan, Standar Sarana, Fasilitas Fisik,
dan Operasional Balai Benih Ikan Sentral, serta Standar Sarana,
Fasilitas Fisik dan Operasional Balai Benih Ikan Pantai.
KETUJUH : Sejak diberlakukannya Keputusan ini, maka Surat Keputusan Direktur
Jenderal Perikanan Nomor: 12057/Kpts/IK.330/X/99 dinyatakan tidak
berlaku lagi.
KEDELAPAN : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : Desember 2006
Kenyataan saat ini belum semua UPTD yang ada di daerah mampu
melaksanakan Tupoksi tersebut dengan baik. Karena itu guna meningkatkan kinerja
serta menyatukan visi dan misi UPTD, khususnya guna mendukung dan
menyukseskan program Revitalisasi Perikanan Budidaya, Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya menerbitkan buku Petunjuk Teknis Balai Benih Ikan (BBI), Balai
Benih Ikan Sentral (BBIS), Balai Benih Udang (BBU), Balai Benih Udang Galah
(BBUG) dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP).
1.2. Maksud dan tujuan
Petunjuk Teknis ini disusun dengan maksud agar dapat digunakan sebagai
acuan dalam rangka mempersiapkan dan mengoperasionalkan BBI/BBU/BBUG/
dan BBIP sebagai UPTD, dengan tujuan utamanya adalah :
Pengakuan Hak Patent atau Hak Kekayaan Intelektual atas hasil penelitian
perbenihan perlu diatur dalam peraturan perundangan.
Lembaga Litbang Pemerintah dapat mambangun Bank Plasma Nutfah dalam rangka
pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman sumberdaya hayati perikanan.
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) adalah suatu unit kerja dibawah
pengawasan dan pengelolaan Dinas Perikanan atau Dinas yang membidangi
Perikanan baik di Propinsi/Kabupaten/Kota, yang melaksanakan tugas operasional
teknis dalam menunjang keberhasilan pembangunan perikanan.
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang perbenihan perikanan dapat
dikatagorikan atas dua (2) bidang tugas yaitu UPTD Perbenihan Air Tawar yang
meliputi Balai Benih Ikan Lokal (BBI Lokal) dan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS); dan
UPTD Perbenihan Budidaya Pantai yang meliputi Balai Benih Udang/Balai Benih
Udang Galah (BBU/BBUG) dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) yang meliputi
budidaya air payau dan laut.
Secara umum UPTD Perbenihan Perikanan yang meliputi UPTD BBI dan
UPTD BBIP adalah merupakan sarana bimbingan secara langsung kepada unit-unit
Usaha Pembenihan Rakyat (UPR) serta Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT)
dalam rangka pengadaan dan pengendalian mutu benih. Maka UPTD Perbenihan
Perikanan mempunyai tugas pokok melaksanakan bimbingan peningkatan produksi
benih dalam jumlah dan mutu. Dalam melaksanakan tugas pokoknya, UPTD
Perbenihan Perikanan mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. UPTD Propinsi Perbenihan Perikanan Budidaya Air Tawar, Budidaya Air Payau
dan Budidaya Laut terdapat masing-masing satu (1) unit di setiap propinsi di
Indonesia dengan wilayah kerja meliputi Propinsi dimana UPTD berada.
b. UPTD Kabupaten/Kota Perbenihan Perikanan Budidaya Air Tawar, Budidaya Air
Payau dan Budidaya Laut terdapat masing-masing satu (1) unit dengan fasilitas
lengkap disetiap Kabupaten/Kota di Indonesia, dengan wilayah kerja meliputi
Kabupaten/Kota tempat UPTD tersebut berada dan BBI lainnya merupakan Unit
Instalasi dari BBI yang sudah mapan.
3.1.2. Kedudukan
3.1.4. Fungsi
UPTD Perbenihan Budidaya Air Tawar, Budidaya Air Payau dan Budidaya Laut
terdiri dari :
a. Urusan Tata Usaha;
b. Sub Seksi Pelayanan Teknik Produksi dan Sub Seksi Standarisasi dan
Informasi;
c. Kelompok Jabatan Fungsional.
KEPALA
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
Urusan Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha UPTD
Perbenihan.
Jenis dan jenjang jabatan fungsional tersebut diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
IV. PEMBINAAN
Dinas Perikanan Propinsi mengelola unit kerja UPTD Propinsi yaitu Balai
Benih Ikan Sentral (BBIS) dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP); sedangkan unit kerja
UPTD Kabupaten yaitu Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) berada dibawah pengelolaan
Dinas Perikanan Kabupaten. Untuk melaksanakan pembinaan dan koordinasi
kegiatan, Kepala Dinas Perikanan Propinsi Propinsi dibantu oleh Kepala Sub Dinas
Produksi, sedangkan Kepala Dinas Perikanan Kabupaten/Kota dibantu oleh Kepala
Sub Dinas Produksi.
Untuk pembinaan mutu induk dan benih ikan akan dilakukan Sub Direktorat
Standarisasi dan Sertifikasi Direktorat Perbenihan Departemen Kelautan dan
Perikanan untuk merumuskan standar dan sistem sertifikasi mutu benih. Badan
Litbang Kelautan Perikanan akan membantu merumuskan paket-paket teknologi
perbenihan perikanan, produksi induk ikan varietas unggul dan diseminasi teknologi.
UPT Pusat setelah mendapatkan petunjuk dari Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya dan masukan teknologi serta produk varietas unggul, selanjutnya akan
membina UPTD Propinsi dalam bentuk masukan teknologi perbenihan, grand parent
stock varietas induk unggul dan sertifikasi personil. Demikian selanjutnya UPTD
Propinsi akan membina UPTD Kabupaten dalam teknologi, hasil induk unggul dan
sertifikasi mutu benih. UPTD Kabupaten selanjutnya membina Unit Pembenihan
Rakyat (UPR) Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) didaerah yang akhirnya
bermuara di Pembudidaya Ikan di daerah. Secara terinci alur pembinaan dapat
dilihat pada skema tata hubungan kerja pembinaan perbenihan halaman 13.
UPT Pusat yang ada di balai benih ikan air tawar membantu Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya memonitoring pelaksanaan uji lapangan di UPTD
mengenai teknik pembenihan yang dilaksanakan dan kegiatan peningkatan mutu
induk. Sedangkan UPT Pusat yang ada di balai benih ikan air payau/laut
memonitoring pelaksanaan uji lapangan terhadap Balai Benih Ikan Pantai (BBIP)
dan Balai Benih Udang (BBU/BBUG) yang ada didaerah.
Sejalan dengan kegiatan monitoring dan evaluasi ini maka secara periodik
dua (2) tahun sekali akan dilakukan pula pemilihan UPTD terbaik dengan cara
menilai seberapa jauh UPTD telah melaksanakan kegiatan perbenihan sesuai
dengan tugas dan fungsinya. Dalam penilaian ini kriteria yang akan digunakan
antara lain:
Penilaian terhadap UPTD ini akan dilaksanakan secara terpisah antara UPTD
Propinsi perbenihan Perikanan dan UPTD Kabupaten perbenihan perikanan lokal.
Laporan kegiatan UPTD dan perkembangan perbenihan dibuat secara berjenjang
berdasaran hasil monitoring yang telah dilakukan baik oleh UPTD Dinas Perikanan
Kabupaten, Dinas Perikanan Propinsi, maupun Direktorat jenderal Perikanan
Budidaya yang meliputi segala aspek yang berkaitan dengan benih antara lain aspek
produksi, distribusi pemasaran, teknologi penelitian dan peraturan perundangan.
Laporan ini disusun dengan maksud agar semua kegiatan UPTD dan
perkembangan perbenihan dapat dievaluasi sebagai bahan pertimbangan dalam
penyusunan kebijakan perbenihan di Indonesia.
a. Prosedur Pelaporan
b. Materi Laporan
c. Waktu Pelaporan
LAPORAN BULANAN/TAHUNAN
PERKEMBANGAN PERBENIHAN DIMASING-MASING BALAI
PROPINSI/KABUPATEN/KOTA :
BULAN :
TAHUN ANGGARAN :
1. Produksi Benih
Sumber Benih
NO Jenis Ikan
BBIS BBIP BBI HSRT Hatchery Alam
2. Distribusi Benih
Catatan :
Distribusi benih harus menyertakan dokumen kelayakan :
1. SK Asal
2. SK Uji Bebas Virus dan Bacteri
3. Produsen Benih Milik Propinsi/Kabupaten/Kota
No Nama Lokasi Luas (Ha) Tahun berdiri Jenis Ikan Produksi/tahun (1.000 ekr)
Kapasitas Produksi
6. Harga Induk
9.1. Produksi
a. Teknologi
b. Mutu
c. Tenaga
d. Sarana Produksi
e. Wabah Penyakit
f. Pencemaran
g. dan lain-lain
9.2. Distribusi/Pemasaran
a. Transportasi
b. Pengepakan
c. Harga
d. Supplay – Demand
e. dan lain-lain
9.3. Pengaturan
a. Hambatan
b. dan lain – lain
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN .............................................................. 1
V. OPERASIONAL .............................................................. 12
5.1. Pengelolaan Induk .............................................................. 12
5.2. Pemijahan .............................................................. 12
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
Benih ikan merupakan salah satu faktor penentu dalam usaha peningkatan
produksi budidaya perikanan. Tersedianya benih ikan yang terjamin pengadaannya
baik species, tempat, jumlah, mutu, ukuran, waktu dan harga yang tepat akan
sangat mempengaruhi suksesnya usaha budidaya tersebut.
Dari total produksi benih secara nasional, 97% dihasilkan oleh Usaha
Pembenihan Rakyat (UPR) dan hanya 3% berasal dari produksi Balai Benih Ikan
(BBI) milik pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa usaha pembenihan merupakan
usaha komersial yang cuckup menarik minat masyarakat. Karena itu didalam upaya
meningkatkan produksi benih nasional, kebijaksanaan Pemerintah terutama
diarahkan pada pembinaan dan pengembangan usaha pembenihan rakyat.
BBI adalah sarana pemerintah untuk menghasilkan induk dan benih ikan yang
bermutu baik dalam jumlah yang memadai dan juga merupakan sarana untuk
pengujian lapangan terhadap teknologi yang dihasilkan oleh Balai Budidaya Air
Tawar.
Karena itu BBI mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
Selain tugas dan fungsi tersebut diatas, BBI diharapkan dapat pula sebagai perintis
pembangunan budidaya ikan air tawar didaerah baru.
Pada buku standar ini dilampirkan pula gambar contoh konstruksi, komposisi
pakan ikan dan beberapa petunjuk pengelolaan BBI.
(1). Prasarana
•
•
Species dan jumlah ikan yang ingin diproduksi;
•
Teknologi yang ingin diaplikasikan dan dikembangkan;
Lokasi BBI tidak terlalu jauh dari lokasi kegiatan perikanan budidaya ikan
•
danpasar benih;
Hubungan lalu lintas dengan daerah sekitarnya lancar sehingga
memudahkan pengangkutan bahan-bahan yang diperlukan BBI dan hasil-
•
hasil dari BBI;
Fasilitas hatchery yang akan dibangun untuk memproduksi benih sesuai
•
dengan permintaan pasar;
•
Perkiraan dana untuk konstruksi;
•
Jumlah dan kualifikasi SDM yang dibutuhkan;
•
Perkiraan dana operasional yang dibutuhkan per tahun
Analisa ekonomi.
Detail Desain :
•
•
Gambar detail setiap penampang bangunan;
•
Gambar teknis bangunan BBI;
•
Spesifikasi teknis dan bahan bangunan yang digunakan;
•
Rencana Angaran Biaya (RAB);
Jadual pelaksanaan pembangunan fisik/konstruksi
Pelaksanaan Konstruksi :
•
•
Prasarana pokok pembenihan perioritas pertama, baru prasarana lainnya;
•
Pengawasan (konsultan pengawas + tim teknis)
Semua fasilitas dipastikan berfungsi baik
¾ Tujuan
¾ Tingkat pengembangan yang dilakukan
¾ Potensi
¾ Kendala (constrain)
¾ Prakondisi
Sehingga prasarana yang dibangun tersebut dapat memberikan manfaat
yang optimal.
A. Faktor Teknis
• Ketersediaan lahan;
berkaitan dengan kegiatan budidaya antara lain:
• Potensi lahan;
• Kesesuaian komoditas perikanan yang akan dikembangkan;
• Skala usaha yang akan dikembangkan (skala rumah tangga, skala
sedang, skala lengkap)
• Aspek sosial;
pembangunan prasarana budidaya :
• Aspek ekonomi;
• Aspek manfaat;
• Ketersediaan dana.
1. Prasarana pokok adalah bangunan yang harus ada karena terkait langsung
dalam proses produksi benih.
Misalnya : kolam/bak induk, kolam/bak pemijahan, dll.
Ketinggian tempat sedapat mungkin tidak lebih dari 700 m diatas permukaan
laut, sedangkan kemiringan tanah yang ideal berkisar antara 1 – 5%
(3). Tanah.
Tanah yang baik untuk BBI adalah tanah dengan struktur yang kuat, dapat
menahan air (tidak poreus), subur dan tidak berbatu-batu, teksturnya terdiri dari
tanah liat dan liat berpasir
Untuk menjamin suplai air pada BBI secara kontinyu dengan kualitas air yang
memenuhi persyaratan, maka diperlukan langkah-langkah lebih lanjut sebagai
berikut :
a. Sebaiknya air berasal dari sumber mata air, sumur artesis atau sumur bor yang
sepenuhnya dikuasai BBI. Debit air mineral 20 liter/ha/detik untuk kolam induk,
pembenihan, pembesaran dan terpadu, sedangkan untuk kolam air deras
sebesar 250 liter/detik/100 m2. Untuk meningkatkan kualitas air (temperatur dan
oksigen terlarut) mengurangi adanya gas terlarut, dan mengurangi pengendapan
lumpur, maka perlu dibuat filter biologis dengan menggunakan tanaman air
(Hidrilla sp).
b. Terhadap BBI yang memperoleh suplai air dari sungai dan irigasi perlu perlakuan
melalui sistem pengendapan dan filterisasi mekanik maupun biologis, utamanya
untuk kolam-kolam pembenihan dan pendederan. Untuk itu perlu dilengkapi
dengan bak pengendapan air dan bak-bak filter yang dapat berfungsi secara baik
dengan luas minimal 10% dari luas kolam pendederan P1.
c. Untuk menjamin kontinuitas suplai air yang berasal dari irigasi khususnya pada
saat perbaikan saluran, maka Dinas Perikanan Daerah seyogyanya mengadakan
pendekatan dengan pihak pengairan untuk mencari jalan pemecahannya. Dalam
hubungan ini disarankan agar Dinas Perikanan Daerah menjadi anggota Panitia
Irigasi Daerah.
Luas keseluruhan BBI Sentral minimal 5 Ha, sedangkan luas keseluruhan BBI
Lokal minimal 2 Ha.
3.2. Perkolaman
Kelandaian saluran yang baik adalah 0,5% dan pada pinggiran pematang
dibuat peluncuran atau terjunan. Pada lampiran 18 dapat dilihat konstruksi saluran
dan peluncuran. Saluran pembuangan haraus dihubungkan dengan jaringan
drainase (selokan atau sungai) diluar komplek BBI harus dapat menyalurkan air
buangan dengan lancar. Dasar saluran pembuangan minimal harus lebih rendah 25
cm dari dasar kolam dengan lebar 0,5 m. Setiap kolam harus dapat bebas
memperoleh air langsung dari saluran pemasukan dan bebas pula melepaskan air
kesaluran pembuangan.
Sarana BBI yang disediakan dalam pedoman BBI ini diperhitungkan pada
kebutuhan minimal operasional BBI dan merupakan paket pembenihan ian mas dan
nila di BBI. Jumlah paket yang disediakan untuk operasional BBI dapat diminta
sesuai dengan rencana kerja dan operasional tahunan BBI. Dengan demikian tiap
BBI akan mempunyai dana operasional yang berbeda.
4.1. Bahan-bahan
Induk ikan yang dimaksud dalam pedoman BBI adalah induk ikan mas dan
nila dengan kriteria ikan mas dengan deskripsi yang jelas. Ditinjau dari mutu induk
ikan tersebut mempunyai criteria sebagai berikut :
¾ Karakter morfometrik dan genetic sesuai dengan varietasnya, meliputi :
bentuk tubuh, warna, bentuk sisik, cepat pertumbuhannya, respon terhadap
pakan buatan dan relatif tahan terhadap penyakit.
¾ Deskripsi varietas jelas.
¾ Fekunditas ikan mas antara 80.000 – 120.000 butir/kg berat induk, dan untuk
ikan nila rata-rata 900 butir per 300 gram berat induk.
¾ Tidak cacat.
¾ Sehat, tidak berpenyakit.
¾ Gerakan normal.
¾ Ratio panjang berat sesuai dengan deskripsi varitasnya.
Jumlah induk yang dimiliki BBI didasarkan pada jumlah minimal induk yang
akan digunakan. Tabel dibawah ini menunjukkan jumlah induk minimal yang harus
dimiliki oleh BBI :
a. Sumber protein, misalnya tepung ikan, cincangan bekicot, ampas tahu dan
tepung banawa.
b. Sumber karbohidrat dan lemak, misalnya bekatul, dedak, singkong, bungkil
kacang dan kedelai.
c. Sumber mineral misalnya: tepung tulang, darah dan cangkang kerang-
kerangan.
d. Sumber serat, misalnya daun singkong, daun gamal dan daun petai cina.
e. Sumber perekat, misalnya tepung kanji.
f. Vitamin dan mineral.
Contoh formulasi pakan seperti tertera dalam lampiran 3.
(3). Pupuk
(4) Kapur
Kapur tohor (CaO dipakai sebesar 50 – 100 gr/m2 (tergantung kesuburan
lahan) untuk kolam pendederan ikan mas/nila.
(5) Insektisida
4.2. Peralatan
Peralatan perkolaman yang digunakan untuk kegiatan BBI diuraikan seperti dalam
lampiran 6.
Induk ikan betina dan pejantannya dipelihara dalam wadah secara terpisah.
Induk-induk tersebut dipeliharadalam kolam air mengalir dengan debit air 1,5 liter air
per 1.000 m2 luas kolam induk.
5.2. Pemijahan
a. Wadah Pemijahan
Induk ikan dipijahkan dalam wadah berupa bak tembok, atau hapa pemijahan
berukuran 4x2x1 m3 atau tergantung fasilitas kolam pemijahan yang ada di BBI.
Dalam kondisi normal, kepadatan induk dalam hapa/kolam pemijahan adalah 2
kg/m2. Dalam hapa seukuran tersebut dipijahkan 4 ekor induk ikan betina dengan
berat rata-rata 2 kg per ekor. Kakaban dibuat dari ijuk berukuran panjang 100 cm
dengan lebar 20 cm yang diletakkan dalam wadah pemijahan, sehingga jumlah
kakaban setiap pemijahan adalah 30 buah.
b. Proses pemijahan
Menjelang sore hari induk betina dan jantan yang telah matang telur
dimasukan bersamaan kedalam wadah pemijahan. Padat tebar induk betina adalah
2 kg per m2 dalam wadah pemijahan, sehingga untuk wadah dengan luas 8 m2
diperlukan 4 ekor induk betina. Dengan perbandingan berat yang sama dengan
induk betina, maka ikan jantan yang diperlukan adalah seberat 8 kg, dengan jumlah
8 ekor atau berat rata-rata per ekornya adlah 1 kg.
Telur menetas dalam waktu 48 – 72 jam, tergantung dari suhu air media.
Sekitar 7 hari dalam bak penetasan telur, larva dipanen untuk didederkan lebih
lanjut. Setelah telur pada kakaban menetas, kakaban diangkat dan larva dibiarkan
pada bak/hapa pemijahan sampai kuning telurnya habis. Setelah 7 hari dalam
hapa/bak pemijahan, larva dipanen dan didederkan lebih lanjut. Dengan asumsi
bahwa setiap induk ikan menghasilkan 100.000 butir telur, maka telur yang
dihasilkan dari 8 kg induk adalah 800.000 butir telur. Selanjutnya diasumsikan pula
bahwa tingkat penetasan telur adalah 50% sehingga telur yang menetas menjadi
larva adalah 400.000 larva.
a. Wadah pendederan
b. Pola produksi
Bln I II III IV
M 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
KLP I LI II LII III LIII IV LIV I LI II LII III LIII IV LIV
Pi BI BI BII BII BIII BIII BIV BIV BI BI BII BII BIII BIII
Keterangan :
Bln : Bulan L : Larva Kelompok Induk
M : Minggu B : Benih Kelompok Induk
KLP : Kelompok Induk P1 : Pendederan 1
a. Wadah Pemijahan
b. Persiapan Pemijahan
c. Proses Pemijahan
d. Pemanenan Benih
Siapkan 5 liter air bersih yang dimasukan kedalam ember beraerasi. Masukan
benih ikan yang baru ditangkap tersebut, lalu masukan serbuk hormone 17 alpha
methyl testoeteron sebanyak 5 miligram kedalam 5 liter air di ember. Biarkan
selama 6 – 10 jam agar proses sex reversal berlangsung. Dengan cara ini
diharapkan benih ikan nila menjadi jantan semua.
a. Wadah
b. Kegiatan Pendederan
Persiapan kolam :
Kolam dikeringkan hingga dasar kolam retak-retak, pematang diperbaiki,
lumpur dasar kolam dikeduk teplok dan diangkat ke pematang. Kemalir/saluran
air diagonal diperbaiki. Kolamselanjutnya diberi kapur sebanyak 50 gr/m2 dan
diberi pupuk kotoran ayam (organik) sebanyak 250 gr/m2. Setelah kolam
dikapur dengan kapur tohor dan dipupuk, air dimasukan perlahan-lahan
setinggi 20 cm kemudian kolam dibiarkan 2 hari tergenang untuk memberi
kesempatan pakan alami tumbuh. Setelah atu air dinaikan lagi hingga air
didalam kolam mencapai ketinggian 60 cm. Pengisia air dilakukan secara hati-
hati agar sampah tidak masuk kedalam kolam, sehubungan dengan hal itu
pada saluran pemasukan harus dipasang saringan kasa.
Penebaran benih :
Benih berumur 30 hari ditebarkan dengan kepadatan 30 ekor per m2. Untuk
mencegah kematian benih massal, penebaran dilakukan pada udara sejuk yaitu
pada pagi atau sore hari. Benih ditebar dengan mengadaptasikannya terlebih
dulu. Caranya adalah memasukan air kolam sedikit demi sedikit sehingga
tercapai keseimbangan suhu air antara air dalam wadah transportasi dengan
air kolam. Jika air diperkirakan telah mempunyai suhu yang sama maka benih
ikan dapat ditebar kedalam kolam.
Pemeliharaan benih :
Setiap hari benih ikan diberi pakan tambahan berupa pakan buatan berbentuk
tepung, dengan kandungan protein lebih kurang 30%. Jumlah pemberian pakan
sebanyak 10% perharinya yang diberikan 3 kali sehari. Pengawasan terhadap
air dan lingkungan perkolaman senantiasa diperhatikan setiap harinya. Air
harus dijaga agar tetap mengalir dan pematang yang bocor diperbaiki.
Pemanenan Benih :
Setelah berumur satu bulan pemeliharaan, benih sudah dapat dipanen. Adapun
cara pemanenannya adalah kolam disurutkan airnya secara perlahan-lahan,
tetapi air tetap dibiarkan mengalir perlahan-lahan agar ikan mudah ditangkap
sebab ikan akan menyongsong air baru. Penangkapan ikan dilakukan pada
pagi hari dengan menggunakan waring dan seser. Benih ikan yang sudah
ditangkap ditampung dalam wadah/hapa penampung benih yang ditempatan
pada kolam ikan yang berair bersih dan mengalir. Seleksi benih dilakukan
berdasarkan ukuran benih tertentu. Benih yang diperoleh dari hasil
pendederan biasanya berukuran 3 – 5 cm dengan derajat kelangsungan hidup
lebih kurang 90%, akan dihasilkan benih ikan untuk setiap 500 m2 luas kolam
sebanyak 13.500 ekor.
5.2.5. Contoh Komposisi Makanan
Jumlah Distribusi
No Jenis Ukuran (1000 Maksud Daerah Keterangan
ekor) Penggunaan Tujuan
1 Mas 1-3 cm Diisesuaikan
>3-5 cm dengan
>5-8 cm keperluan
perairan
umum,
bantuan
proyek gizi,
bantuan
daerah
transmigrasi,
dsb
2 Tawes 1-3 cm
>3-5 cm
>5-8 cm
dst dst dst dst dst
Distribusi
No Jenis Ukuran Jumlah (1000 ekor) Maksud Daerah Keterangan
Penggunaan Tujuan
1 Mas 1.calon Diisesuaikan
induk dengan
2.induk keperluan
BBI Lokal
dan UPR
2 Tawes 1.calon
induk
2.induk
dst dst dst dst dst
I. PENDAHULUAN
Benih ikan merupakan salah satu faktor penentu dalam usaha peningkatan
produksi budidaya perikanan. Tersedianya benih ikan yang terjamin pengadaannya
baik species, tempat, jumlah, mutu, ukuran, waktu dan harga yang tepat akan
sangat mempengaruhi suksesnya usaha budidaya tersebut.
Dari total produksi benih secara nasional, 97% dihasilkan oleh Usaha
Pembenihan Rakyat (UPR) dan hanya 3% berasal dari produksi Balai Benih Ikan
(BBI) milik pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa usaha pembenihan merupakan
usaha komersial yang cuckup menarik minat masyarakat. Karena itu didalam upaya
meningkatkan produksi benih nasional, kebijaksanaan Pemerintah terutama
diarahkan pada pembinaan dan pengembangan usaha pembenihan rakyat.
BBI adalah sarana pemerintah untuk menghasilkan induk dan benih ikan yang
bermutu baik dalam jumlah yang memadai dan juga merupakan sarana untuk
pengujian lapangan terhadap teknologi yang dihasilkan oleh Balai Budidaya Air
Tawar.
Karena itu BBI mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
Selain tugas dan fungsi tersebut diatas, BBI diharapkan dapat pula sebagai perintis
pembangunan budidaya ikan air tawar didaerah baru.
Pada buku standar ini dilampirkan pula gambar contoh konstruksi, komposisi
pakan ikan dan beberapa petunjuk pengelolaan BBI.
(1). Prasarana
•
•
Species dan jumlah ikan yang ingin diproduksi;
•
Teknologi yang ingin diaplikasikan dan dikembangkan;
Lokasi BBI tidak terlalu jauh dari lokasi kegiatan perikanan budidaya ikan
•
danpasar benih;
Hubungan lalu lintas dengan daerah sekitarnya lancar sehingga
memudahkan pengangkutan bahan-bahan yang diperlukan BBI dan hasil-
•
hasil dari BBI;
Fasilitas hatchery yang akan dibangun untuk memproduksi benih sesuai
•
dengan permintaan pasar;
•
Perkiraan dana untuk konstruksi;
•
Jumlah dan kualifikasi SDM yang dibutuhkan;
•
Perkiraan dana operasional yang dibutuhkan per tahun
Analisa ekonomi.
Detail Desain :
•
•
Gambar detail setiap penampang bangunan;
•
Gambar teknis bangunan BBI;
•
Spesifikasi teknis dan bahan bangunan yang digunakan;
•
Rencana Angaran Biaya (RAB);
Jadual pelaksanaan pembangunan fisik/konstruksi
Pelaksanaan Konstruksi :
•
•
Prasarana pokok pembenihan perioritas pertama, baru prasarana lainnya;
•
Pengawasan (konsultan pengawas + tim teknis)
Semua fasilitas dipastikan berfungsi baik
¾ Tujuan
¾ Tingkat pengembangan yang dilakukan
¾ Potensi
¾ Kendala (constrain)
¾ Prakondisi
Sehingga prasarana yang dibangun tersebut dapat memberikan manfaat
yang optimal.
C. Faktor Teknis
• Ketersediaan lahan;
berkaitan dengan kegiatan budidaya antara lain:
• Potensi lahan;
• Kesesuaian komoditas perikanan yang akan dikembangkan;
• Skala usaha yang akan dikembangkan (skala rumah tangga, skala
sedang, skala lengkap)
• Aspek sosial;
pembangunan prasarana budidaya :
• Aspek ekonomi;
• Aspek manfaat;
• Ketersediaan dana.
1. Prasarana pokok adalah bangunan yang harus ada karena terkait langsung
dalam proses produksi benih.
Misalnya : kolam/bak induk, kolam/bak pemijahan, dll.
Ketinggian tempat sedapat mungkin tidak lebih dari 700 m diatas permukaan
laut, sedangkan kemiringan tanah yang ideal berkisar antara 1 – 5%
(3). Tanah.
Tanah yang baik untuk BBI adalah tanah dengan struktur yang kuat, dapat
menahan air (tidak poreus), subur dan tidak berbatu-batu, teksturnya terdiri dari
tanah liat dan liat berpasir
Untuk menjamin suplai air pada BBI secara kontinyu dengan kualitas air yang
memenuhi persyaratan, maka diperlukan langkah-langkah lebih lanjut sebagai
berikut :
d. Sebaiknya air berasal dari sumber mata air, sumur artesis atau sumur bor yang
sepenuhnya dikuasai BBI. Debit air mineral 20 liter/ha/detik untuk kolam induk,
pembenihan, pembesaran dan terpadu, sedangkan untuk kolam air deras
sebesar 250 liter/detik/100 m2. Untuk meningkatkan kualitas air (temperatur dan
oksigen terlarut) mengurangi adanya gas terlarut, dan mengurangi pengendapan
lumpur, maka perlu dibuat filter biologis dengan menggunakan tanaman air
(Hidrilla sp).
e. Terhadap BBI yang memperoleh suplai air dari sungai dan irigasi perlu perlakuan
melalui sistem pengendapan dan filterisasi mekanik maupun biologis, utamanya
untuk kolam-kolam pembenihan dan pendederan. Untuk itu perlu dilengkapi
dengan bak pengendapan air dan bak-bak filter yang dapat berfungsi secara baik
dengan luas minimal 10% dari luas kolam pendederan P1.
f. Untuk menjamin kontinuitas suplai air yang berasal dari irigasi khususnya pada
saat perbaikan saluran, maka Dinas Perikanan Daerah seyogyanya mengadakan
pendekatan dengan pihak pengairan untuk mencari jalan pemecahannya. Dalam
hubungan ini disarankan agar Dinas Perikanan Daerah menjadi anggota Panitia
Irigasi Daerah.
Luas keseluruhan BBI Sentral minimal 5 Ha, sedangkan luas keseluruhan BBI
Lokal minimal 2 Ha.
3.2. Perkolaman
Kelandaian saluran yang baik adalah 0,5% dan pada pinggiran pematang
dibuat peluncuran atau terjunan. Pada lampiran 18 dapat dilihat konstruksi saluran
dan peluncuran. Saluran pembuangan haraus dihubungkan dengan jaringan
drainase (selokan atau sungai) diluar komplek BBI harus dapat menyalurkan air
buangan dengan lancar. Dasar saluran pembuangan minimal harus lebih rendah 25
cm dari dasar kolam dengan lebar 0,5 m. Setiap kolam harus dapat bebas
memperoleh air langsung dari saluran pemasukan dan bebas pula melepaskan air
kesaluran pembuangan.
Sarana BBI yang disediakan dalam pedoman BBI ini diperhitungkan pada
kebutuhan minimal operasional BBI dan merupakan paket pembenihan ian mas dan
nila di BBI. Jumlah paket yang disediakan untuk operasional BBI dapat diminta
sesuai dengan rencana kerja dan operasional tahunan BBI. Dengan demikian tiap
BBI akan mempunyai dana operasional yang berbeda.
4.1. Bahan-bahan
Induk ikan yang dimaksud dalam pedoman BBI adalah induk ikan mas dan
nila dengan kriteria ikan mas dengan deskripsi yang jelas. Ditinjau dari mutu induk
ikan tersebut mempunyai criteria sebagai berikut :
¾ Karakter morfometrik dan genetic sesuai dengan varietasnya, meliputi :
bentuk tubuh, warna, bentuk sisik, cepat pertumbuhannya, respon terhadap
pakan buatan dan relatif tahan terhadap penyakit.
¾ Deskripsi varietas jelas.
¾ Fekunditas ikan mas antara 80.000 – 120.000 butir/kg berat induk, dan untuk
ikan nila rata-rata 900 butir per 300 gram berat induk.
¾ Tidak cacat.
¾ Sehat, tidak berpenyakit.
¾ Gerakan normal.
¾ Ratio panjang berat sesuai dengan deskripsi varitasnya.
Jumlah induk yang dimiliki BBI didasarkan pada jumlah minimal induk yang
akan digunakan. Tabel dibawah ini menunjukkan jumlah induk minimal yang harus
dimiliki oleh BBI :
g. Sumber protein, misalnya tepung ikan, cincangan bekicot, ampas tahu dan
tepung banawa.
h. Sumber karbohidrat dan lemak, misalnya bekatul, dedak, singkong, bungkil
kacang dan kedelai.
i. Sumber mineral misalnya: tepung tulang, darah dan cangkang kerang-
kerangan.
j. Sumber serat, misalnya daun singkong, daun gamal dan daun petai cina.
k. Sumber perekat, misalnya tepung kanji.
l. Vitamin dan mineral.
Contoh formulasi pakan seperti tertera dalam lampiran 3.
(3). Pupuk
(4) Kapur
Kapur tohor (CaO dipakai sebesar 50 – 100 gr/m2 (tergantung kesuburan
lahan) untuk kolam pendederan ikan mas/nila.
(5) Insektisida
4.2. Peralatan
Peralatan perkolaman yang digunakan untuk kegiatan BBI diuraikan seperti dalam
lampiran 6.
V. OPERASIONAL
Induk ikan betina dan pejantannya dipelihara dalam wadah secara terpisah.
Induk-induk tersebut dipeliharadalam kolam air mengalir dengan debit air 1,5 liter air
per 1.000 m2 luas kolam induk.
5.2. Pemijahan
c. Wadah Pemijahan
Induk ikan dipijahkan dalam wadah berupa bak tembok, atau hapa pemijahan
berukuran 4x2x1 m3 atau tergantung fasilitas kolam pemijahan yang ada di BBI.
Dalam kondisi normal, kepadatan induk dalam hapa/kolam pemijahan adalah 2
kg/m2. Dalam hapa seukuran tersebut dipijahkan 4 ekor induk ikan betina dengan
berat rata-rata 2 kg per ekor. Kakaban dibuat dari ijuk berukuran panjang 100 cm
dengan lebar 20 cm yang diletakkan dalam wadah pemijahan, sehingga jumlah
kakaban setiap pemijahan adalah 30 buah.
d. Proses pemijahan
Menjelang sore hari induk betina dan jantan yang telah matang telur
dimasukan bersamaan kedalam wadah pemijahan. Padat tebar induk betina adalah
2 kg per m2 dalam wadah pemijahan, sehingga untuk wadah dengan luas 8 m2
diperlukan 4 ekor induk betina. Dengan perbandingan berat yang sama dengan
induk betina, maka ikan jantan yang diperlukan adalah seberat 8 kg, dengan jumlah
8 ekor atau berat rata-rata per ekornya adlah 1 kg.
Telur menetas dalam waktu 48 – 72 jam, tergantung dari suhu air media.
Sekitar 7 hari dalam bak penetasan telur, larva dipanen untuk didederkan lebih
lanjut. Setelah telur pada kakaban menetas, kakaban diangkat dan larva dibiarkan
pada bak/hapa pemijahan sampai kuning telurnya habis. Setelah 7 hari dalam
hapa/bak pemijahan, larva dipanen dan didederkan lebih lanjut. Dengan asumsi
bahwa setiap induk ikan menghasilkan 100.000 butir telur, maka telur yang
dihasilkan dari 8 kg induk adalah 800.000 butir telur. Selanjutnya diasumsikan pula
bahwa tingkat penetasan telur adalah 50% sehingga telur yang menetas menjadi
larva adalah 400.000 larva.
c. Wadah pendederan
d. Pola produksi
Bln I II III IV
M 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
KLP I LI II LII III LIII IV LIV I LI II LII III LIII IV LIV
Pi BI BI BII BII BIII BIII BIV BIV BI BI BII BII BIII BIII
Keterangan :
Bln : Bulan L : Larva Kelompok Induk
M : Minggu B : Benih Kelompok Induk
KLP : Kelompok Induk P1 : Pendederan 1
f. Wadah Pemijahan
g. Persiapan Pemijahan
h. Proses Pemijahan
i. Pemanenan Benih
c. Wadah
d. Kegiatan Pendederan
Persiapan kolam :
Kolam dikeringkan hingga dasar kolam retak-retak, pematang diperbaiki,
lumpur dasar kolam dikeduk teplok dan diangkat ke pematang. Kemalir/saluran
air diagonal diperbaiki. Kolamselanjutnya diberi kapur sebanyak 50 gr/m2 dan
diberi pupuk kotoran ayam (organik) sebanyak 250 gr/m2. Setelah kolam
dikapur dengan kapur tohor dan dipupuk, air dimasukan perlahan-lahan
setinggi 20 cm kemudian kolam dibiarkan 2 hari tergenang untuk memberi
kesempatan pakan alami tumbuh. Setelah atu air dinaikan lagi hingga air
didalam kolam mencapai ketinggian 60 cm. Pengisia air dilakukan secara hati-
hati agar sampah tidak masuk kedalam kolam, sehubungan dengan hal itu
pada saluran pemasukan harus dipasang saringan kasa.
Penebaran benih :
Benih berumur 30 hari ditebarkan dengan kepadatan 30 ekor per m2. Untuk
mencegah kematian benih massal, penebaran dilakukan pada udara sejuk yaitu
pada pagi atau sore hari. Benih ditebar dengan mengadaptasikannya terlebih
dulu. Caranya adalah memasukan air kolam sedikit demi sedikit sehingga
tercapai keseimbangan suhu air antara air dalam wadah transportasi dengan
air kolam. Jika air diperkirakan telah mempunyai suhu yang sama maka benih
ikan dapat ditebar kedalam kolam.
Pemeliharaan benih :
Setiap hari benih ikan diberi pakan tambahan berupa pakan buatan berbentuk
tepung, dengan kandungan protein lebih kurang 30%. Jumlah pemberian pakan
sebanyak 10% perharinya yang diberikan 3 kali sehari. Pengawasan terhadap
air dan lingkungan perkolaman senantiasa diperhatikan setiap harinya. Air
harus dijaga agar tetap mengalir dan pematang yang bocor diperbaiki.
Pemanenan Benih :
Setelah berumur satu bulan pemeliharaan, benih sudah dapat dipanen. Adapun
cara pemanenannya adalah kolam disurutkan airnya secara perlahan-lahan,
tetapi air tetap dibiarkan mengalir perlahan-lahan agar ikan mudah ditangkap
sebab ikan akan menyongsong air baru. Penangkapan ikan dilakukan pada
pagi hari dengan menggunakan waring dan seser. Benih ikan yang sudah
ditangkap ditampung dalam wadah/hapa penampung benih yang ditempatan
pada kolam ikan yang berair bersih dan mengalir. Seleksi benih dilakukan
berdasarkan ukuran benih tertentu. Benih yang diperoleh dari hasil
pendederan biasanya berukuran 3 – 5 cm dengan derajat kelangsungan hidup
lebih kurang 90%, akan dihasilkan benih ikan untuk setiap 500 m2 luas kolam
sebanyak 13.500 ekor.
Jumlah Distribusi
No Jenis Ukuran (1000 Maksud Daerah Keterangan
ekor) Penggunaan Tujuan
1 Mas 1-3 cm Diisesuaikan
>3-5 cm dengan
>5-8 cm keperluan
perairan
umum,
bantuan
proyek gizi,
bantuan
daerah
transmigrasi,
dsb
2 Tawes 1-3 cm
>3-5 cm
>5-8 cm
dst dst dst dst dst
Tanggal
No Kegiatan dst Keterangan
1 2 3 4 5 6 7
1 Produksi Benih Diberi kode
o persiapan kolam sikluspembenihan
o pemijahan dan nomor kolam
o pembiakan induk
o pemijahan
o penetasan/perawatan
induk
o pendederan I
o pendederan II
o pendederan III
o pendederan IV
o pendederan V
o pemungutan hasil
2 Produksi Induk
o pendederan benih
o seleksi I
o seleksi II
o seleksi III
o seleksi IV
o pemeliharaan calon
induk terpilih
3 Perkolaman Tiap kolam
o pengeringan/perawatan diberi nomor
o pengolahan dasar dan dibuatkan
kolam catatan khusus
o pemupukan Pekerjaan
o pemberantasan mengatur air,
hama/penyakit perbaikan
o babat rumput cocoran kecil
o pengisian air dsb adalah
o dst pekerjaan rutin
(tanpa
perencanaan
khusus
4 Penyaluran Benih
o persiapan
o pengepakan
o pengiriman
o dst
5 Pembuatan pellet
o pengumpulan bahan-
bahan
o penepungan
o pembuatan pellet
o penjemuran
o dst
6 Perawatan Mesin dan
Kendaraan
o servis genset
o servis mesin pellet
o servis kendaraan
o KIR kendaraan
o STNK
o dst
Tanggal
No Kegiatan dst Keterangan
1 2 3 4 5 6 7
1 Produksi Benih Diberi kode
o persiapan kolam sikluspembenihan
o pemijahan dan nomor kolam
o pembiakan induk
o pemijahan
o penetasan/perawatan
induk
o pendederan I
o pendederan II
o pendederan III
o pendederan IV
o pendederan V
o pemungutan hasil
2 Produksi Induk
o pendederan benih
o seleksi I
o seleksi II
o seleksi III
o seleksi IV
o pemeliharaan calon
induk terpilih
3 Perkolaman Tiap kolam
o pengeringan/perawatan diberi nomor
o pengolahan dasar dan dibuatkan
kolam catatan khusus
o pemupukan Pekerjaan
o pemberantasan mengatur air,
hama/penyakit perbaikan
o babat rumput cocoran kecil
o pengisian air dsb adalah
o dst pekerjaan rutin
(tanpa
perencanaan
khusus
4 Penyaluran Benih
o persiapan
o pengepakan
o pengiriman
o dst
5 Pembuatan pellet
o pengumpulan bahan-
bahan
o penepungan
o pembuatan pellet
o penjemuran
o dst
6 Perawatan Mesin dan
Kendaraan
o servis genset
o servis mesin pellet
o servis kendaraan
o KIR kendaraan
o STNK
o dst
Lampiran 3 : Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya
Nomor : 1106/DPB.0/HK.150/XII/2006
Halaman
I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................ 1
1.2. Maksud dan Tujuan ........................................................... 2
LAMPIRAN - LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Penguasaan teknologi budidaya laut di Indonesia baru dirintis sejak tahun 1990, dan
hingga saat ini telah menunjukkan kemajuan yang cukup pesat. Berbagai jenis
komoditi yang berhasil dibudidayakan diantaranya adalah udang windu, udang
vanamei, udang galah, ikan bandeng, kakap putih, beberapa jenis kerapu,
kekerangan termasuk tiram mutiara, teripang, kuda laut serta rumput laut. Namun
demikian diseminasi teknologi ini ke daerah-daerah potensial belum terlaksana
dengan baik. Diseminasi teknologi budidaya akan terlaksana dengan baik bila
daerah tersebut memiliki fasilitas perbenihan. Keberadaan fasilitas pembenihan
selain dimaksudkan sebagai tempat penyedia benih, juga akan mendorong
berkembangnya usaha perbenihan dan pada akhirnya akan meningkatkan produksi
benih didaerah.
Buku Pedoman Petunjuk Teknis Balai Benih Ikan (BBI), Balai Benih Ikan
Sentral (BBIS), Balai Benih Udang (BBU), Balai Benih Udang Galah (BBUG) dan
Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) adalah dimaksudkan untuk menyeragamkan
kelengkapan fasilitas fisik dan operasional dalam rangka mempersiapkan
keberadaan BBU/BBUG sebagai Balai Benih Ikan Pantai, baik dalam struktur,
lingkup organisasi maupunstatus dan pola operasionalnya. Sehingga BBIP mampu
melaksanakan fungsi dan tugas pokok yang telah ditetapkan sesuai dengan
Pedoman yang telah ditetapkan. Oleh karena itu BBU/BBUG dan BBIP yang
beroperasional sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah dibidang perbenihan
perikanan pantai, maka dalamperkembangannya perlu dilengkapi dengan :
a. Komponen Teknis
b. Sarana Operasional
¾ Penyebaran jenis udang dan ikan budidaya pantai komoditas spesifik yang
berkembang diwilayah kerjanya.
¾ Peningkatan produktifitas dengan alih teknologi hasil rekayasa teknologi
perbenihan dari UPT Pusat Ditjen Perikanan Budidaya.
¾ Kelengkapan sarana sebagai lembaga sertifikasi mutu dan sertifikasi uji
laboratorium.
PEDOMAN KERJA
2.1. Perencanaan
Rencana kerja Balai Benih Ikan Pantai, disusun menurut kegiatan dan jadwal
yang disesuaikan dengan rencana produksi, distribusi dan penyaluran benih ikan
yang tepat waktu. Penjadwalan yang menyangkut kegiatan produksi benih, distribusi
dan penyaluran benih serta bimbingan teknis pada hakekatnya merupakan
rangkaian kegiatan yang dirinci kedalam uraian pelaksanaan tugas bagi setiap
petugas yang harus dilaksanakan. Kegiatan produksi benih, distribusi dan
penyaluran benih, bimbingan teknis harus diwujudkan dalam satu kesatuan dan
tidak dapat dipisahkan satusama lain yang tertuang dalam perencanaan. Dengan
demikian, penjadwalan dan rencana kerja Balai Benih Ikan Pantai harus
berpedoman kepada rencana operasional.
Penjadwalan dan rencana kerja Balai Benih Ikan Pantai dapat berbentuk
daftar atau ikhtisar kegiatan yang diperuntukkan untuk jangka pendek (bulanan dan
tahunan) atau jangka menengah (triwulan atau semester). Setiap jadwal dan
rencana kerja merupakan rincian kegiatan penjabaran dari rencana kerja jangka
waktu menengah, dan terbagi habis kedalam rincian kegiatan tahunan dan bulanan.
Rincian kegiatan itu, dapat digolongkan seperti dibawah :
Berdasarkan teknik pemijahan udang windu yang telah dilakukan, baik mulai
dari UPT Pusat Ditjen Perikanan, panti-panti benih swasta dan penti benih milik
masyarakat, maka dalam merencanakan produksi nauplii dan benur dapat
diperkirakan kebutuhan bak-bak dengan asumsi sebagai berikut:
Setiap induk udang windu dapat dipijahkan 2 kali atau lebih melalui seleksi dan
pengawasan yang ketat;
Untuk memelihara nauplii hingga siap ditebarkan ketambak dibutuhkan waktu +
21(dua puluh satu) hari;
Dalam 1 tahun unit pembenihan udang windu dapat melakukan pemeliharaan 8
(delapan) siklus.
Dari keseluruhan induk yang matang telur diasumsikan yang bertelur sebanyak
80 %.
Dari 1 ekor induk betina dalam 1 (satu) siklus pemijahan dapat dihasilkan +
500.000 nauplii.
Padat tebar nauplii 75 – 150 ekor per liter air.
Survival Rate (SR) sebesar 30 %.
A. Bandeng
B. Kakap Putih
♣ Induk kakap putih dalam lingkungan panti benih memijah secara bulanan untuk
♣ Tingkat produksi larva umur 45 hari (D-45) pada bak pemeliharaan larva adalah 3
♣ Waktu pemeliharaan larva adalah 45 hari. Satu bak pemeliharaan larva hanya
ekor/liter;
dapat dipakai 4 kali selama musim pemijahan, karena ikan memijah secara
bulanan/siklus, maka harus mempunyai 2 unit bak pemeliharaan larva untuk
♣ Kapasitas bak untuk kultur pakan alami adalah sama seperti bak pemeliharaan
melayani produksi benih secara bulanan/siklus;
larva. Perbandingan antara bak kultur algae dan bak kultur rotifer adalah 2 : 1.
♦ Waktu pemeliharaan
: 250.000/3.000 ekor/ton
♦ Jumlah
juta telur/16 kg
induk betina yang : 20.000.000/1.000.000 = 20 induk
♦ Jumlah
: 1:1
induk jantan yang : 20 ekor
PERSYARATAN LOKASI
a. Lokasi Balai Benih Ikan Pantai harus terletak pada daerah terlindung, bebas
banjir serta ombak yang kuat. Lokasi tersebut juga harus terdiri dari tanah yang
padat/kompak. Karena akan dibangun bak-bak pemeliharaan larva yang
bertonase cukup besar, maka tanah dasar harus dipilih yang cukup stabil
misalnya menghindari bekas timbunan sampah, agar kekuatan bak terjamin.
b. Lokasi berada didaerah pantai dimana suhu udara cukup tinggi, sehingga suhu
air pemeliharaan dapat mencapai kisaran 26o – 33 o C. Pada kisaran suhu
tersebut akan sangat mendukung keberhasilan usaha pemeliharaan larva.
c. Sumber air laut yang dipergunakan untuk pembenihan harus bersih dan jernih
sepanjang tahun tidak tercemar baik limbah industri, limbah pertaniaan maupun
limbah rumah tangga. Perubahan salinitas sebaiknya relatif kecil. Jumlah dan
kualitas air laut yang digunakan harus cukup dan memenuhi persyaratan teknis
kimia/fisika sebagai berikut :
Ψ
Ψ
Salinitas/kadar garam : 28 – 35 ppt
Ψ
pH : 7,8 – 8,3
Ψ
Alkalinitas : 33 – 60 ppm
Ψ
Bahan organik : < 10 ppm
28 – 30 o C
Ψ
Suhu :
Ψ
Amoniak : < 2 ppm
Ψ
Nitrit : < 1 ppm
Kecerahan : maksimum (cahaya matahari
sampai kedasar pelataran)
d. Sumber air tawar yang dibutuhkan untuk menurunkan salinitas air laut yang
diperlukan sesuai kebutuhan, selain itu air tawar juga digunakan untuk mencuci
bak dan peralatan pembenihan lain.
BBU/BBUG sebagai Balai Benih Ikan Pantai idealnya berlokasi didaerah sentra
produksi benih dan didukung oleh akses kedaerah pengembangan budidaya
tambak atau budidaya laut. Kapasitas produksi unit perbenihan budidaya pantai
tersebut adalah seperti telah diuraikan pada Bab II.
b. Pemasaran
Seperti yang telah dikatakan diatas, bahwa Tupoksi BBU?BBUG sebagai unit
pembenihan ikan pantai selain menjamin ketersediaan benih dan penyaluran
benih ikan pantai, maka tugas dan fungsi unit perbenihantersebut adalah juga
menjamin ketersediaan benih ikan budidaya pantai serta penyalurannya,
disamping tetap sebagai tempat pelaksanaan adaptasi dan perekayasaan
teknologi perbenihan pantai diwilayah masing-masing. Oleh karena itu output
yang diusahakan oleh unit perbenihan budidaya pantai tersebut memang
dibutuhkan oleh masyarakat baik jumlah maupun jenis komoditasnya, dan
mempunyai nilai ekonomis penting.
e. Sumber listrik
Suatu usaha perbenihan tidak dapat dioperasikan tanpa tenaga listrik, maka
listrik sangat penting sebagai sumber tenaga untuk menjalankan peralatan
pembenihan seperti blower, pompa air dan sistem penunjang lainnya.
Pemasangan generator mutlak diperlukan terutama untuk daerah yang sering
terjadi pemadaman aliran listrik.
Lokasi unit pembenihan ikan pantai tidak terkena oleh pemekaran kota atau
pengaruh yang kurang baik dari industri dalam jangka waktu minimal 10 tahun.
g. Luas lahan
Lahan yang diperlukan pada sebuah Balai Benih Ikan Pantai untuk
meletakkan bangunan-bangunan, peralatan dan mesin keseluruhannya mempunyai
luas minimum 2 Ha, termasuk untuk pengembangan hatchery dan fasilitas
pendukung lainnya.
Fasilitas minimum yang diperlukan untuk lahan dan bangunan Balai Benih
Ikan Pantai dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
Jumlah
Ukuran/
No Fasilitas (Uni Bentuk/Bahan
Kapasitas
t)
1 Bak filter dan tower 4x4x1,5 m 2 Segi empat, semen
2 Bak reservoar air 1 ton 2 Segi empat, semen
φ 10 m,
tawar
3 Bak induk 3 Bulat, beton
dalam 3
m
4 Bak larva 5x2x1,25 m 18 Segi empat
5 Bak algae :
a. Algae massal :
- phytoplankton 40 M3 6 Segi empat, semen
- Rotifera 40 M3 3 Segi empat, semen
b. Algae semi massal 1 – 2 M3 10 persegi,
fiberglas
6 Penetasan artemia 500 liter 5 Konikel, fiberglas
Peralatan dan mesin untuk operasional teknis Balai Benih Ikan Pantai untuk
perbenihan udang dan ikan bersirip (bandeng, kakap putih dan ikan lainnya) terdiri
dari peralatan untuk induk, peralatan pembenihan dan peralatan laboratorium
minimum dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Peralatan dan Mesin Balai Benih Ikan Pantai.
♦ 50 KVA
1 Genset
♦ 30 KVA
2 buah Bila tidak ada PLN
1 buah Bila ada PLN
♦ 4 inchi
2 Pompa air laut
♦ 2 inchi
2 buah
2 buah
3 Pompa air tawar/deep wheel 1 unit
♦ 1 inchi
4 Pompa celup
♦ 2 inchi
2 buah
2 buah
5 Blower 3,5 inchi dan instalasi 4 unit
6 Aerator listrik/high blower 2 unit
B Peralatan laboratorium 1 paket
♦ Roda 4
C Kendaraan
♦ Roda 2
1 unit
2 unit
Tata letak semua fasilitas Balai Benih Ikan Pantai harus diatur sedemikian
rupa secara matang dan menunjukkan dimensi yang tepat sehingga lahan dan
fasilitas yang tersedia dapat digunakan seefisien mungkin, yang pada gilirannya
dapat memudahkan pekerjaan sehari-hari dan menekan biaya operasional. Salah
satu contoh tata letak fasilitas unit Perbenihan Ikan Pantai seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Contoh Desain/Tata Letak Fasilitas Fisik Sarana Balai Benih
Ikan Pantai
A
A
C
Keterangan :
A. Bak induk
B. Bak filter
& tower
C. Bak larva
D. Bak algae
E. Bak
E D
BAB V
Berat tubuh induk yang berasal dari laut 200 + 25 gr (induk betina) dan 125 +
25 gr (induk jantan). Sedang untuk induk tambak minimum 125 gr (betina) dan 80 gr
(jantang. Anggota tubuh tidak ada yang cacat (lengkap), punggung tidak retak
khususnya untuk induk betina serta organ kelaminnya tidak luka. Sebaiknya
dihindari juga induk yang tubuhnya banyak ditempeli parasit. Bentuk punggung
udang betina relatif mendatar dengan warna tubuh cerah atau kehijau-hijauan.
Selama dalam masa adaptasi induk udang tidak perlu diberi makan bila waktu
yang diperlukan kurang dari 24 jam. Untuk waktu yang lebih lama, kepadatan harus
dikurangi dan harus diberi makan. Proses penyesuaian lingkungan dilakukan secara
pelan-pelan akan memberikan hasil yang lebih memuaskan. Sebelum dimasukan
kedalam bak induk udang sebaiknya diberi disenfektan Methylen Blue 5 ppm selama
2 jam. Padat penebaran induk udang 2 ekor per m2 dengan perbendingan antara
jantan dan betina adalah 2 berbanding 3. Selama pemeliharaan dilakukan
pergantian air 200% perhari.
Gambar 2. Proses pematangan gonad pada udang windu
menghamb
tingkah
Fimale Y-Organ tak birahi
Ovary Gonad-Stimulatory
Hormone
Hormone
Pada individu jantan
tingkah
laku birahi Thoracic Otak
Ganglion
Perkawinan akan terjadi pada saat induk betina ganti kulit dan biasanya
terjadi pada malam hari. Selama dalam bak perkawinan/pemijahan pengelolaan
rutin yang dilakukan meliputi pemberian pakan, pergantian air, pemeriksaaan
kesehatan serta pemeriksaan terhadap perkembangan ovary.
Pada kondisi suhu air 300 – 310C dan salinitas 30 – 31 ppt telur akan
menetas menjadi nauplius dalam waktu 12 – 15 jam setelah dilepaskan. Telur diberi
aerasi 1 batu/m2 dengan kekuatan 1,5 liter/menit/batu. Pengadukan dasar bak 3 kali
selama proses penetasan, dan desinfektan telur dengan menggunakan Methylene
Blue 1 ppm sampai dengan menetas.
¾ Persiapan Bak
Bak-bak sebelum digunakan harus dibersihkan atau dicuci dan disikat, lalu
dikeringkan 2 – 3 hari sampai betul-betul kering. Pengeringan ini dimaksudkan untuk
mematikan organisme yang menempel dalam bak serta mencegah timbulnya
penyakit. Disamping itu pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara
membasuh bagian dalam bak dengan kain yang diselupkan kedalam chlorine 150
ppm (150 ml larutan chlorine 10% dalam 1 m3 air), kemudian didiamkan selama 1- 2
jam dan dinetralisir dengan larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm yang
berguna untuk menghilangkan chlor yang bersifat racun bagi larva udang maupun
alga. Desinfektan lain yang dapat digunakan yaitu Formalin 50 ppm.
Air media pemeliharaan larva dapat langsung diambil dari laut dengan
menggunakan pompa air maupun menggunakan air tambak yang jernih dan tidak
tercemar. Air laut dimasuknan kebak pemeliharaan larva manggunakan kain
saringan ukuran 100 mikron dan diaerasi. Pemberian aerasi bertujuan untuk
meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air dan menciptakan sirkulasi air
dalam media pemeliharaan serta mempercepat penguapan gas beracun sebagai
proses pembusukan sisa-sisa makanan dan kotoran. Jumlah batu aerasi yang
diperlukan 2 – 5 buah/m2 permukaan air. Batu aerasi yang digunakan dipilih yang
menimbulkan gelembung halus, hal ini untuk memperbesar diffusi oksigen dalam air
media. Batu aerasi dipasang menggantung pada jarak + 15 cm dari dasar bak.
Sehari sebelum nauplius ditebarkan ke bak, air diberi EDTA sebanyak 2 ppm
(untuk volume + 20 ton dibutuhkan 40 gram EDTA) yang berfungsi mengendapkan
logam-logam berat.
¾ Penebaran Naplius
Makanan yang diberikan pada larva udang selama pemeliha ada 2 jenis yaitu
makanan alami (phytoplankton dan zooplankton) dan makan buatan. Masing-masing
jenis makanan tersebut diberikan dengan jumlah dan frekuensi tertentu sesuai
dengan stadia larva.
Makanan alami yang dapat digunakan untuk makanan larva dan mudah
dikultur adalah Tetraselmis chui, Skeletoma costatum, Chaeteceros calcitrans dan
nauplii Artemia sp. Sebagai makanan larva, plakton (alga) terlebih dahulu dikultur
dibak kultur alga. Bibit yang digunakan untuk kultur dapat dibeli dari pembenihan
skala besar atau UPT Budidaya milik Pemerintah. Untuk mempercepat pertumbuhan
alga, maka perlu pemupukan air media kultur sebelum dilakukan penebaran bibit.
Makanan alami ini mulai diberikan setelah nauplius berubah menjadi Zoea 1.
Jenis alga yang baik dan sering digunakan untuk makanan larva udang adalah
Skeletonema, Tetraselmis dan Chaetoceros. Jumlah alga yang diberikan pada larva
+ 30.000 sel/ml air media, jumlah alga ini dalam bak larva perlu dipertahankan.
Untuk menghitung kepadatan alga dapat digunakan Haemacytometer. Bila belum
mempunyai haemacytometer, jumlah makanan yang harus diberikan dapat dilihat
dengan mengamati dibawah mikroskop apakah dalam alat pencernaan (perut) larva
terdapat makanan. Kalau perut larva kosong, maka perlu pemberian makanan
secukupnya. Frekuensi pemberian makanan alami ini 2 kali perhari, masing-masing
pada pukul 08.00 pagi dan 20.00 malam.
Disamping makanan alami, pada stadia zoea juga diberi makanan buatan
atau tahu. Hal penting yang harus diperhatikan dan mempersiapkan makanan
buatan antara lain :
9 Nilai gizi, kandungan protein + 60%;
9 Ukuran disesuaikan dengan bukaan mulut pada stadia udang tersebut;
9 Kualitas fisik bahan baik artinya tidak menyebabkan penurunan kualitas air.
¾ Perawatan Larva
Perawatan larva selama pemeliharaan ini sangat penting, karena larva udang
sangat sensitif perubahan kondisi lingkungan yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Untuk itu penanganan larva selama pemeliharaan mulai dari stadia nauplius sampai
post larva harus benar-benar diperhatikan.
Pada stadia nauplius, zoea dan mysis dimana pada ketiga stadia ini
merupakan stadia yang sangat rawan, maka perlu dihindari hal-hal yang dapat
menimbulkan stress pada larva tersebut. Misalnya pada waktu pengambilan
sampling untuk perkembangan pertumbuhan larva dan pengamatan menghitung
kepadatan dalam bak, harus dilakukan dengan cermat.
Memasuki stadia Post Larva 1 (PL1), larva udang sudah mulai sering menempel
(bersifat benthic) dan pada dasar atau dinding bak. Untuk memperluas permukaan
tempat menempel larva dan mengurangi sifat kanibal larva, maka didalam bak
pemeliharaan bisa dimasukan jaring atau daun kelapa kering yang berfungsi sebagai
substrat untuk menempel larva dan tempat berlindung larva.
¾ Pengendalian Penyakit
¾ Panen
¾ Pemeliharaan Induk
¾ Pematangan Gonad
¾ Panen Telur
¾ Inkubasi Telur
Telur yang terkumpul dipindahkan secara hati-hati kedalam ember yang telah
diisi air kurang lebih sepertiga sampai setengah volume ember, kemudian
dipindahkan kedalam bak inkubasi (akuarium kaca). Bak inkubasi diisi air laut dan
dilengkapi dengan aerasi yang cukup kuat. Tingkat pembuahan (fertilasi) dihitung
dengan cara menghitung100 butir contoh telur dibawah mikroskop. Telur yang
dibuahi transparan dengan bintik kekuningan pada dasarnya, sedangkan telur yang
tidak dibuahi berwarna putih opak. Tingkat pembuahan telur dapat dihitung sebagai
berikut :
Telur yang telah dihitung dipindahkan kedalam bak pemeliharaan laeva yang
telah dicuci air tawar dan diisi air laut yang telah disaring dengan saringan 20
micron. Pemindahan telur dilakukan dengan hati-hati. Kepadatan telur yang ideal
sekitar 25 – 30 butir per liter dengan perkiraan persentase penetasan sekitar 80% –
90%.
Telur menetas dalam waktu 24 – 35 jam setelah pemijahan pada suhu 280 –
320C, dan dianggap sebagai larva hari ke 0 (D-0). Cangkang telur dan telur yang
tidak dibuahi akan mengendap didasar bak dan segera disifon agar tidak merusak
kualitas air. Daya tetas telur (hatching rate) dihitung dengancara menghitung
cangkang telur atau telur yang tidak menetas (telur mati) dari hasil penyifonan
dengan menggunakan metode scooping.
Kepadatan larva yang ideal adalah 10 – 20 ekor per liter. Aerasi diatur
sedemikian rupa (cukup agar larva dapat terus terlarut) karena kondisi larva masih
lemah.
¾ Pemberian Pakan
Pemberian pakan dimulai pada hari ke-2 karena pada saat tersebut persedian
pakan dari kantong kuning telur (yolk sac) mulai habis. Pakan yang diberikan berupa
fitoplankton Chlorella sp dengan kepadatan 200.000 – 500.000 sel/ml atau
Tetraselmis chuii dengan kepadatan 10.000 – 20.000 sel/ml. Pemberian pakan
fitoplankton ini berlangsung terus sampai dengan pemeliharaan hari ke-21.
Fungsi pakan fitoplankton ini disamping sebagai stabilisator kualitas air juga
diperlukan sebagai pakan rotifera (Brachionus plicatilis) yang merupakan pakan
langsung larva bandeng. Pemberian pakan rotifera dengan kepadatan 20 – 30
individu/ml dimulai pada hari ke-2 sampai dengan hari ke-10 dan mulai hari ke-11
sampai hari ke-21 kepadatan rotifera diturunkan menjadi 10 – 20 individu/ml.
Penghitungan kepadatan pakan berfungsi untuk memaksimumkan kesempatan
pakan termakan oleh larva, mencegah over feeding, dan memanfaatkan pakan
secara efisien.
Sejak hari ke-10 sudah dapat diberikan pakan tambahan berupa pakan
komersial (flake dengan dosis 0,5 – 1 ppm atau dengan jumlah awal yang sedikit,
tergantung kepada respon larva terhadap pakan tersebut, dengan maksud agar tidak
terjadi kelebihan pakan buatan dalam medium yang dapat merusak kualitas air.
Mulai hari ke-15 dapat diberikan pakan nauplii artemia (instar I-II) dengan
kepadatan 0,3 individu per ml air. Pemberian pakan artemia tidak mutlak diberikan
pada umur larva tersebut hal ini tergantung kepada ukuran dan respon larva
terhadap pakan nauplii artemia. Nauplii artemia penting diberikan sebagai pakan
larva pada tahap-tahap akhir pemeliharaan ketika larva membutuhkan organisme
pakan dengan ukuran yang lebih besar.
Larva pada umur ke-21 sudah cukup kuat untuk dipanen, namun kadang-
kadang pemeliharaan larva dapat diteruskan sampai hari ke-28 bila pada hari ke-21
kondisi larva masih lemah.
¾ Pengelolaan Air
Sejak hari ke-0 hingga ke-8 pemeliharan larva dilakukan dengan sisitem air
diam (stagnan). Mulai hari ke-10 air sudah dapat dialirkan dengan tingkat pergantian
25% perhari. Tingkat pergantian air ini ditambah setiap hari sehingga mulai hari ke-
21 sudah dapat mencapai 100% perhari. Penyifonan dasar bak yang disebabkan
oleh akumulasi kotoran dari sisa-sisa hasil metabolisme atau sisa pakan perlu
dilakukan untuk menjaga agar kualitas air tetap baik.
¾ Pemanenan
Secara umum sistem reproduksi dalam tubuh ikan dimulai dengan adanya
rangsangan dari luar, yaitu pertama karena pengaruh faktor lingkungan (temperatur,
fotoperiod, salinitas dan sebagainya). Pengaruh lingkungan akan menyebakan
sistem endokrinologi dalam tubuh ikan berjalan secara normal dan ikan akan
bertelur secara alami. Pengeruh lingkungan ini dapat terjadi secara alami, dapat pula
secara buatan. Pengaruh kedua adalah adanya pengaruh hormonal yang
diinduksian kedalam tubuh ikan. Faktor-faktor tersebut secara sendiri-sendiri ataupu
bersamaan dapat merangsangbatau memacu perkembangan gonad dalam proses
reproduksi ikan seperti terlihat dalam skema pada gambar 3 berikut.
Hormon CNS Enviromenta
Hypothalam
Gth-RH
Pituitar
Gth
Ovary
Ovulation
Spawning
Peralatan : Fungsi :
1. Lempengan plastik 60X60X5 mm Membuat lubang cetakan pellet
2. Alat pelobang lempengan pastik sda
3. Bor 3/32 inchi sda
4. Bor 9/64 inchi sda
5. Alat pemanas Mencairkan Cocoa Butter
6. Beaker glass 50 ml+air sda
7. Test tube sda
8. Timbangan matler Timbangan Cholesterol
9. Kertas timbang sda
10. Spatula Melarutkan LHRH-1
11. Alkohol 50 % sda
12. Pipet volume 1 ml sda
13. Cawan pengaduk (mortal) Melarutkan LHRH-a dan Cholesterol
14. Incubator (suhu 370C) Pengering campuran
15. Paku tumpul (3/32 inchi) Packing pellet
16. Pemukul sda
Bahan-bahan : Fungsi :
1. LHRH des GLY-10 (D-ala6) Hormon
2. Cholesterol (C27H460) Pengantar Hormon
3. Cocoa Butter Binder (pengikat)
Cara pembuatan :
1 Tanah 0,5 ha -
2 Bak induk d: 7m, t: 2,5m 1 buah
d: 3m, t: 2 m 2 buah
3 Bak larva 5x2x1,25 m 12 buah
4 Bangsal bak larva (indoor) 19x13 m 1 buah
5 Bak pendederan 2x1x0,8 m 20 buah
6 Bangsal bak pendederan 15x8 m 1 buah
7 Bak pakan hidup 5x4x1,5 m 5 buah
8 Bak stater pakan hidup 1 ton 6 buah
9 Bak penetasan artemia 500 liter 6 buah
10 Aquarium 100 liter 6 buah
11 Lab,kantor, gudang 50 m2 1 unit
12 Mess karyawan 150 m2 1 unit
13 Rumah pimpinan 36 m2 1 buah
14 Rumah pompa 12 m2 1 buah
15 Rumah genset 30 m2 1 buah
16 Rumah blower 12 m2 1 buah
17 Bak tandon air laut 5x10x2 m 2 buah
18 Filter air laut 1 buah
19 Instalasi air laut (laut&darat) 500 m 1 paket
20 Instalansi aerasi 400 m 1 paket
21 Instalansi air tawar 300 m 1 paket
22 Pompa air laut 3 inchi 4 buah
23 Pompa air tawar 1,5 inchi 1 buah
24 Blower (vortex) 2 inchi 4 buah
25 Generator set 40 KVA 2 buah
26 Peralatan laboratorium - 1 paket
27 Peralatan kerja - 1 paket
No Sarana Ukuran Jumlah
28 Meja, kursi, dll - 1 paket
29 Freezer - 1 buah
30 Refrigerator - 2 buah
31 Pemasangan PLN 40 KVA 1 paket
1 Tanah 0,5 ha -
2 Bak induk d: 7m, t: 2,5m 1 buah
d: 3m, t: 2 m 2 buah
3 Bak larva 5x2x1,25 m 20 buah
4 Bangsal bak larva (indoor) 26x13 m 1 buah
5 Bak pendederan 2x1x0,8 m 40 buah
6 Bangsal bak pendederan 29x8 m 1 buah
7 Bak pakan hidup 5x4x1,5 m 8 buah
8 Bak stater pakan hidup 1 ton 10 buah
9 Bak penetasan artemia 500 liter 10 buah
10 Aquarium 100 liter 12 buah
11 Lab,kantor, gudang 50 m2 1 unit
12 Mess karyawan 150 m2 1 unit
13 Rumah pimpinan 36 m2 1 buah
14 Rumah pompa 12 m2 1 buah
15 Rumah genset 30 m2 1 buah
16 Rumah blower 12 m2 1 buah
17 Bak tandon air laut 5x10x2 m 2 buah
18 Filter air laut 1 buah
19 Instalasi air laut (laut&darat) 500 m 1 paket
20 Instalansi aerasi 400 m 1 paket
21 Instalansi air tawar 300 m 1 paket
22 Pompa air laut 1 inchi 4 buah
23 Pompa air tawar 1,5 inchi 1 buah
24 Blower (vortex) 2,5 inchi 4 buah
25 Generator set 60 KVA 2 buah
26 Peralatan laboratorium - 1 paket
27 Peralatan kerja - 1 paket
28 Meja, kursi, dll - 1 paket
29 Freezer - 1 buah
30 Refrigerator - 2 buah
31 Pemasangan PLN 60 KVA 1 paket
Gambar 4. Tata Letak Balai Benih Ikan Pantai
B C C C
E
Keterangan :
J
Keterangan :
J
J A. Bak Pengendapan
F F J
A B. Bak Filter
I G G G C.
D.
Reservoar
Bangsal Perbenihan
F F B E. Kolam Pemijahan
F. Kolam Induk
F F
K G.
H.
Kolam Pendederan
Kolam Donor
I. Kolam Calon Induk
I G G G K J. Kolam Air Deras
C K. Kolam Makanan
F F
E E E E E E D Alami
L. Areal untuk Kantor
dan Bangunan
F F
F F
G G G Lainnya
I I H G G G G G F F
Saluran Pemasukan
dengan Pintu
F F G G G Pemasukan
F F
G G G Saluran Pengeluaran
dengan Pintu
I I H G G G G G F F
Pengeluaran
G G G Parit Kolam
Keterangan :
A. Bak
F A
B.
Pengendapan
Bak Filter
H J C.
D.
Reservoar
Bangsal
F B E.
Perbenihan
Kolam
Pemijahan
G G G G F. Kolam Induk
G. Kolam
F Pendederan
H. Kolam Donor
H I. Areal untuk
Kantor dan
F E E E E D C Bangunan
100 Lainnya
J. Kolam Makanan
Alami
Saluran
Pemasukan
F F G G G G dengan Pintu
Pemasukan
G G G G Saluran
Pengeluaran
dengan Pintu
Pengeluaran
F F G G G
Parit Kolam
200
14. Contoh Tata Letak Bak di Bangsal Pembenihan BBI Lokal
A B
C C C
14.2
A H
F E E E D D
F
G
G
G
G
18.4
Keterangan :
A. Bak makanan alami Saluran pemasukan
B. Bak pendederan intensif
C. Bak pemijahan
D. Bak penetasan Saluran pengeluaran
E. Bak penampungan benih
F. Bak pengobatan
G. Bak sortasi
H. Meja Hipofisa
I. Ruang Pengepakan
E
B
F
Untuk pengurasan
C
G
D
H
Untuk penyaluran air
yang melimpah
I
Keterangan :
Filter E D
A B E
I C E D
E D
E
B E D
A H
B C
A C
B
C
G
G
A B C G
G F
G F
G
Keterangan :
A. Bak makanan alami H. Meja Hipofisa
B. Bak pendederan intensif I. Bak pematangan gonad induk ikan
C. Bak pemijahan dengan sistem resurkulasi
D. Bak penetasan J. Ruang pengepakan
E. Bak penampungan benih
F. Bak pengobatan Saluran pemasukan
G. Bak sortasi Saluran pengeluaran
C
D
F F1 F2 F3
G G1 G2
Keterangan : E. Bangsal
A. DAM F. Bak Pendederan
B. Bak Pengendapan G. Bak Pembesaran
C. Bak Reservoir
D. Bak Induk Saluran pemasukan air