Anda di halaman 1dari 25

MATA KULIAH EVALUASI KINERJA

DINAS KELAUTAN & PERIKANAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Dosen : Dr. Indrayani., SE.,MM

Nama : PUTRI ELISABETH PAKPAHAN.,SE


NPM : 64118012
Fakultas : Ekonomi
Jurusan / Prodi : Magister Akuntansi

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BATAM
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Singkat

Balai Perikanan Budidaya Laut Batam merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya di bidang pengembangan teknlogi

budidaya laut. Balai Budidaya Laut Batam berdiri sejak tahun 1986 dengan nama

Stasiun Budidaya Laut yang berkantor di Tanjung Pinang, kemudian berganti

nama menjadi Sub Balai Budidaya Laut yang berkantor di Tanjung Riau,

Sekupang, Batam.

Sejak Tahun 1994 Sub Balai Budidaya Laut resmi terbentuk dengan nama Loka

Budidaya Laut Batam melalui surat keputusan Menteri No.

347/KPTS/OT.210/5/94 tanggal 06 Mei 1994 lalu disempurnakan dengan SK

Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan Nomor : 64 Tahun 2000 tanggal 31 Juli

2000 kemudian disempurnakan lagi dengan surat keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor KEP.26 C/MEN/2001 tanggal 01 Mei 2001.

Pada Juni 2002 Loka Budidaya Laut Batam menempati lokasi baru di Pulau

Setoko, Kecamatan Bulang, Kota Batam dan pada tahun 2006 melalui Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.10/MEN/2006, tanggal 12 Januari 2006

resmi menjadi Balai Budidaya Laut Batam dan seluruh kegiatan dipusatkan di

lokasi dengan luas 6,5 Ha tersebut. Pada tahun 2014 Balai Budidaya Laut Batam

melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 06/PERMEN-

KP/2014 berubah nama menjadi Balai Perikanan Budidaya Laut Batam yang
memiliki tugas pokok : Melaksanakan Uji Terap Teknik dan Kerjasama, Produksi,

Pengujian Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan, serta Bimbingan Teknis

Perikanan Budidaya Laut.

1.2 Visi dan Misi

Visi

Mewujudkan Budidaya Perikanan Laut yang maju, berdaya saing dan

berkelanjutan

Misi

Mensejahterakan masyarakat pembudidaya ikan laut di wilayah kerja

1.3 Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau

dibentuk berdasarkan Peraturan Mentri Nomor : 6 /Permen – KP 2014 Dinas

Kelautan dan Perikanan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan rumah

tangga Provinsi Kepulauan Riau dan tugas pembantuan yang diberikan oleh

Pemerintah Provinsi dan tugas-tugas khusus yang didelegasikan oleh Pemerintah

Pusat dibidang Kelautan dan Perikanan.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut Dinas Kelautan dan Perikanan

mempunyai fungsi :

1. Menyusun kebijakan dibidang Kelautan dan Perikanan;

2. Melaksanakan pengaturan administrasi dan teknis bidang Kelautan dan

Perikanan;
3. Melaksanakan koordinasi dengan instansi lain;

4. Melaksanakan pembinaan umum dibidang Kelautan dan Perikanan;

5. Melaksanakan bimbingan teknis dibidang Kelautan dan Perikanan;

6. Melaksanakan pemberian izin dan pelaksanaan pelayanan umum lintas

Kabupaten dan Kota di bidang Kelautan dan Perikanan;

7. Melaksanakan pembinaan teknis dibidang Kelautan dan Perikanan;

8. Melaksanakan pengkajian penerapan teknologi anjuran di tingkat usaha

Kelautan dan Perikanan;

9. Melaksanakan pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kelautan dan

Perikanan;

10. Melaksanakan urusan Tata Usaha Dinas;

11. Melaksanakan peningkatan sumberdaya manusia aparatur dan masyarakat

serta melaksanakan pengaturan dibidang Kelautan dan Perikanan;

12. Melaksanakan pembinaan / pengelolaan kelompok fungsional.

Dalam mengemban tugas pokok dan fungsi memajukan kelautan dan

perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi di daerah selalu

berkoordinasi dengan semua komponen pelaku pembangunan kelautan dan

perikanan yang ada di wilayah Provinsi Kepulauan Kepulauan Riau ini, baik

yang berupa UPT (Unit Pelaksana Teknis) Pusat dan Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten/Kota serta Unsur Masyarakat Kelautan dan Perikanan.


BAB II

KONSEP EVALUASI KINERJA

2.1 Evaluasi Kinerja

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Istilah Evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka

(rating) dan penilaian (assesment). Evaluasi kinerja sangat penting untuk menilai

akuntabilitas organisasi dalam menghasilkan pelayanan publik. Akuntabilitas

bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan,

akan tetapi meliputi apakah uang tersebut dibelanjakan secara ekonomis, efektif,

dan efisien.

Menurut Commonwealth of Australia Department of Finance Evaluasi biasanya

didefinisikan sebagai kegiatan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan

kebijakan. Secara umum, evaluasi dapat didefinisikan sebagai the systematic

assessment of the extent to which:

1. Program inputs are used to maximise outputs (efficiency);

2. Program outcomes achieve stated objectives (effectiveness);

3.Program objectives match policies and community needs (appropriateness).

(Commonwealth of Australia Department of Finance, 1989: 1)

Menurut pendapat di atas, evaluasi adalah penilaian secara sistimatis untuk

melihat sejauh mana efisiensi suatu program masukan (input) untuk


memaksimalkan keluaran (output), evaluasi juga digunakan untuk mencapai

tujuan dari program pencapaian hasil atau afaktifitas, dan kesesuaian program

kebijakan dan kebutuhan masyarakat. Evaluasi juga termasuk salah satu kegiatan

yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan.

Sudarwan Danim mengemukakan definisi penilaian (evaluating) adalah:

“Proses pengukuran dan perbandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya

dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya. Ada beberapa hal yang penting

diperhatikan dalam definisi tersebut, yaitu:

1. Bahwa penilaian merupakan fungsi organik karena pelaksanaan fungsi

tersebut turut menentukan mati hidupnya suatu organisasi.

2. Bahwa penilaiaan itu adalah suatu proses yang berarti bahwa penilaian

adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan oleh administrasi dan

manajemen

3. Bahwa penilaian menunjukkan jurang pemisah antara hasil pelaksanaan

yang sesungguhnya dengan hasil yang seharusnya dicapai” (Danim,

2000:14).

Pendapat di atas dapat diperoleh gambaran bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan

yang dilakukan untuk mengukur serta membandingkan hasil-hasil pelaksanaan

kegiatan yang telah dicapai dengan hasil yang seharusnya menurut rencana,

sehingga diperoleh informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan, serta

dapat dilakukan perbaikan bila terjadi penyimpangan di dalamnya. Evaluasi


mempunyai karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis

kebijakan lainnya yaitu:

1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada

penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan

program.

2. Interdependensi Fakta-Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik ”fakta”

maupun “nilai”.

3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan

tuntutan-tuntutan advokat, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu,

ketimbang hasil di masa depan.

4. Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai

kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.

Berdasarkan penjelasan di atas, karakteristik evaluasi terdiri dari empat karakter.

Yang pertama yaitu fokus nilai, karena evaluasi adalah penilaian dari suatu

kebijakan dalam ketepatan pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. Kedua yaitu

interdependensi fakta-nilai, karena untuk menentukan nilai dari suatu kebijakan

bukan hanya dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga dilihat dari bukti atau fakta

bahwa kebijakan dapat memecahkan masalah tertentu. Ketiga yaitu orientasi masa

kini dan masa lampau, karena tuntutan evaluatif diarahkan pada hasil sekarang

dan masa lalu sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan nilai dari kebijakan

tersebut. Keempat yaitu dualitas nilai, karena nilai-nilai dari evaluasi mempunyai
arti ganda baik rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai

yang diperlukan dalam mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain.

2.1.2 Fungsi Evaluasi

Evaluasi mempunyai beberapa fungsi yaitu :

1) Memberi informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan, program dan

kegiatan, yaitu mengenai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah

dicapai. Dengan evaluasi dapat diungkapkan mengenai pencapaian suatu

tujuan, sasaran dan target tertentu.

2) Memberi sumbangan pada klarifiaksi dan kritik. Evaluasi memberi

sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari

tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan

tujuan dan target.

3) Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan, termasuk

perumusan masalah dan rekomendasinya. Informasi mengenai tidak

memadainya suatu kinerja kebijakan, program dan kegiatan memberikan

kontribusi bagi perumusan ulang kebijakan, program dan kegiatan. Evaluasi

dapat pula menyumbangkan rekomendasi bagi pendefinisian alternatif

kebijakan, yang bermanfaat untuk mengganti kebijakan yang berlaku dengan

alternatif kebijakan yang lain. (Tim Penyusun Modul Sistem AKIP;2007)

Menurut pendapat di atas, fungsi evaluasi untuk memberi informasi yang baik

dan benar, kepada masyarakat. Memberi kritikan pada klarifikasi suatu nila-
nilai dari suatu tujuan dan target, kemudian Membuat suatu metode kebijakan

untuk mencapai kinerja sehingga program dan kegiatan yang di evaluasi

memberikan kontribusi bagi perumusan ulang kebijakan suatu kegiatan dalam

organisasi atau instansi.

2.1.3 Pengertian Kinerja

Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).

Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:67) bahwa istilah kinerja

berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau

prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas

dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Notoatmodjo bahwa kinerja tergantung pada kemampuan pembawaan

(ability), kemampuan yang dapat dikembangkan (capacity), bantuan untuk

terwujudnya performance (help), insentif materi maupun nonmateri (incentive),

lingkungan (environment), dan evaluasi (evaluation). Kinerja dipengaruhi oleh

kualitas fisik individu (ketrampilan dan kemampuan, pendidikan dan keserasian),

lingkungan (termasuk insentif dan noninsentif) dan teknologi.

Definisi kinerja menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya

manajemen sumber daya perusahaan adalah :


“Kinerja Karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya”(Mangkunegara, 2000:67).

Berdasarkan definisi di atas maka disimpulkan bahwa kinerja Sumber Daya

Manusia adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik kaulitas maupun kuantitas yang

dicapai Sumber Daya Manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan

Menurut A. A. Prabu Mangkunegara dalam bukunya Evaluasi Kinerja SDM

(2005:20) manajemen kinerja merupakan proses perencanaa, pengorganisasian,

pelaksanaan, dan pengendalian terhadap pencapaian kinerja dan dikomunikasikan

secara terus menerus oleh pimpinan kepada karyawan, antara karyawan dengan

atasannya langsung. Selanjutnya A. A. Prabu Mangkunegara mengemukakan

tujuan dari pelaksanaan manajemen kinerja, bagi para pimpinan dan manajer

adalah :

a. Mengurangi keterlibatan dalam semua hal;

b. Menghemat waktu, karena para pegawai dapat mengambil berbagai

keputusan sendiri dengan memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan

serta pemahaman yang diperlukan untuk mengambil keputusan yang benar

c. Adanya kesatuan pendapat dan menguarangi kesalahpahaman diantara

pegawai tentang siapa yang mengerjakan dan siapa yang bertanggungjawab;

d. Mnegurangi frekuensi situasi dimana atasan tidak memiliki informasi pada

saat dibutuhkan;
e. Pegawai mampu memperbaiki kesalahannya dan mengidentifikasikan sebab-

sebab terjadinya kesalahan atau inefesiensi.

Adapun tujuan pelaksanaan manajemen kinerja bagi para pegawai adalah :

1. Membantu para pegawai untuk mengerti apa yang seharusnya mereka

kerjakan dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan serta memberikan

kewenangan dalam mengambil keputusan;

2. Membarikan kesempatan bagi para pegawai untuk mengembangkan

keahlian dan kemampuan baru;

3. Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerja dan kebutuhan sumber

daya yang memadai;

4. Pegawai memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pekerjaan

dan tanggungjawa kerja mereka. (Mangkunegara, 2005:20

Berdasarkan definisi dan tujuan-tujuan yang dikemukakan oleh Mangkunegara,

maka manajemen kinerja adalah suatu proses perencanaan dan pengendalian kerja

para aparatur dalam melaksanakan pekerjaannya, dalam tujuan Mangkunegara

berbicara tentang bagaimana adanya pehaman antara pimpinan dan bawahan

dalam menyelesaikan, mengambil keputusan dan mendapatkan pemahaman yang

baik tentang pekerjaan dan tanggung jawab.


2.1. Pengertian Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja disebut juga “Performance evaluation” atau “Performance

appraisal”. Appraisal berasal dari kata Latin “appratiare” yang berarti

memberikan nilai atau harga. Evaluasi kinerja berarti memberikan nilai atas

pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang untuk diberikan imbalan, kompensasi

atau penghargaan. Evaluasi kinerja merupakan cara yang paling adil dalam

memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja. Setiap orang pada

umumnya ingin berprestasi dan mengharapkan prestasinya diketahui dan dihargai

oarang lain. Leon C. Mengginson mengemukakan evaluasi kinerja atau penilaian

prestasi adalah “penilaian prestasi kerja (Performance appraisal), suatu proses

yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan

melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.” (Dalam

Mangkunegara, 2005:10).

Berdasarkan pendapat di atas, maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses

penilaian kinerja aparatur yang dilakukan untuk melihat tanggung jawab

pekerjaannya setiap hari apakah terjadi peningkatan atau penurunan sehingga

pemimpin bisa memberikan suatu motivasi penunjang untuk melihat kinerja

aparatur kedepannya. Evaluasi harus sering dilakukan agar masalah yang di

hadapi dapat diketahui dan dicari jalan keluar yang baik. Evaluasi kinerja yang

dikemukakan Payaman J. Simanjuntak adalah “suatu metode dan proses penilaian

pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit

kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau
tujuan yang ditetapkan lebih dahulu.” (Simanjuntak, 2005:103). Berdasarkan

pengertian tersebut maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses yang

digunakan oleh pimpinan untuk menentukan prestasi kerja seorang karyawan

dalam melakukan pekerjaannya menurut tugas dan tanggung jawabnya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja

adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil

pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Selain itu, juga untuk menentukan

kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai

kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa

mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi

jabatan atau penentuan imbalan.

2.2 Fungsi Evaluasi Kinerja

Fungsi evaluasi kinerja yang dikemukakan Wirawan (2009) sebagai berikut :

1. Memberikan balikan kepada aparatur ternilai mengenai kinerjanya. Ketika

merekrut pegawai (ternilai), aparatur harus melaksanakan pekerjaan yang

ditugaskan kepadanya sesuai dengan uraian tugas, prosedur operasi, dan

memenuhi standar kinerja.

2. Alat promosi dan demosi. Hampir disemua sistem evaluasi kinerja, hasil

evaluasi digunakan untuk mengambil keputusan memberikan promosi

kepada aparatur ternilai yang kinerjanya memenuhi ketentuan pembarian

promosi. Promosi dapat berupa kenaikan gaji, pemberian bonus atau

komisi, kenaikan pangkat atau menduduki jabatan tertentu. Sebaliknya,


jika kinerja aparatur ternilai tidak memenuhi standar atau buruk, instansi

menggunakan hasilnya sebagai dasar untuk memberikan demosi berupa

penurunan gaji, pangkat atau jabatan aparatur ternilai.

3. Alat memotivasi ternilai. Kinerja ternilai yang memenuhi standar, sangat

baik, atau superior, evaluasi kinerja merupakan alat untuk memotivasi

kinerja aparatur. Hasil evaluasi dapat digunakan instansi untuk memotivasi

aparatur agar mempertahankan kinerja yang superior dan meningkatkan

kinerja baik atau sedang.

4. Penentuan dan pengukuaran tujuan kinerja. Sistem evaluasi kinerja yang

menggunakan prinsip manajemen by objectives, evaluasi kinerja dimulai

dengan menentukan tujuan atau sasaran kerja aparatur ternilai pada awal

tahun.

5. Konseling kinerja buruk. Evaluasi kinerja, tidak semua aparatur mampu

memenuhi standar kinerjanya atau kinerjanya buruk. Hal itu mungkin

karena ia menghadapi masalah pribadi atau ia tidak berupaya

menyelesaikan pekerjaannya secara masksimal. Bagi aparatur seperti ini

penilai akan memberikan konseling mengenai penyebab rendahnya kinerja

ternilai dan mengupayakan peningkatan kinerja ditahun

6. mendatang. Konseliang dapat dilakukan sebelum evaluasi kinerja jika

atasan dapat mengetahui kelambanan aparatur.


7. Pemberdayaan aparatur. Evaluasi kinerja merupakan alat untuk

memberdayakan aparatur agar mampu menaiki tangga atau jenjang karier.

Evaluasi kinera menentukan apakah kinerja aparatur dapat dipergunakan

sebagai ukuran untuk meningkatkan kariernya. (Wirawan, 2009:24)

Berdasarkan fungsi di atas, evaluasi kinerja merupakan alat yang di gunakan oleh

instansi pemerintahan atau organisasi tertentu untuk menilai kinerja para aparatur

yang lamban. Evaluasi kinerja untuk memotivasi para aparatur untuk

meningkatkan kinerjanya, pemberian konseling membantu para aparatur untuk

mencegah kinerja yang terlalu lamban sehingga sebelum di adakan evaluasi

kinerja para pemipin sudah lebih dulu menjalankan konseling untuk mengadakan

perbaikan pada waktu mendatang. Evaluasi kinerja merupakan alat motivasi bagi

para aparatur untuk menaikan standar kerja mereka, selain sebagai alat untuk

memotivasi, evaluasi kinerja juga untuk mengukur tujuan kerja serta

memberdayakan para aparatur.

2.3 Sasaran Evaluasi Kinerja

Sasaran-sasaran evaluasi kinerja Aparatur yang dikemukakan Agus Sunyoto

(1999) dalam bukunya Kualitas Kinerja Aparatur (edisi kelima) sebagai berikut :

1. Membuat analisis kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan

periodik, baik kinerja aparatur maupun kinerja organisasi.

2. Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para aparatur melalui audit

keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan


dirinya. Atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan itu dapat menyelenggarakan

program pelatihan dengan tepat. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan

datang dan memberikan tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga

untuk periode yang selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh karyawan,

mutu dan baku yang harus dicapai, sarana dan prasaranan yang diperlukan untuk

meningkatkan kinerja karyawan.

4. Menemukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan kalau

mendasarkan hasil diskusi antara karyawan dan pimpinannya itu untuk menyusun

suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan sistem promosi lainnya,

seperti imbalan (reward system recommendation). (Sunyoto, 1999:1)

Berdasarkan sasaran di atas, evaluasi kinerja merupakan sarana untuk

memperbaikai mereka yang tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam

organisasi. Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang

terbaik dan terpercaya dalam bidangnya. Kinerja sangat tergantung dari para

pelaksananya, yaitu para karyawannya agar mereka mencapai sasaran yang telah

ditetapkan oleh organisasi dalam corporate planningnya. Perhatian hendaknya

ditujukan kepada kinerja, suatu konsepsi atau wawasan bagaimana kita bekerja

agar mencapai yang terbaik. Hal ini berarti bahwa kita harus dapat memimpin

orang-orang dalam melaksanakan kegiatan dan membina mereka sama pentingnya

dan sama berharganya dengan kegiatan organisasi. Jadi, fokusnya adalah kepada

kegiatan bagaimana usaha untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan kinerja

dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Untuk mencapai itu perlu diubah cara
bekerja sama dan bagaimana melihat atau meninjau kinerja itu sendiri. Dengan

demikian pimpinan dan karyawan yang bertanggung jawab langsung dalam

pelaksanaan evaluasi kinerja harus pula dievaluasi secara periodik.


BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

3.1. Capaian Kinerja Organisasi

Pengukuran kinerja merupakan proses pengukuran (assessment) kemajuan

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, termasuk informasi tentang

efisiensi atas output yang dihasilkan, kualitas output termasuk kualitas layanan

yang diberikan. Ini berarti bahwa capaian kinerja adalah tingkat penggunaan input

(berupa alokasi anggaran) untuk memproduksi atau menghasilkan sesuatu

(Keluaran/Output) dengan tingkat efisiensi yang seoptimal mungkin. Pengukuran

kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan

kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dan juga digunakan untuk

menilai pencapaian tujuan dan sasaran. Salah satu fondasi utama dalam

menerapkan manajemen kinerja adalah pengukuran kinerja dalam rangka

menjamin adanya peningkatan dalam pelayanan publik dan meningkatkan

akuntabilitas dengan melakukan klarifikasi output dan outcome yang akan dan

seharusnya dicapai untuk memudahkan terwujudnya organisasi yang akuntabel.

Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan antara kinerja yang

seharusnya terjadi dengan kinerja yang diharapkan.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau telah mengidentifikasikan sasaran

strategis yang ingin dicapai. Untuk setiap sasaran strategis yang ada
diidentifikasikan indikator kinerja yang akan dijadikan tolok ukur keberhasilan

pencapaian sasaran. Sasaran strategis beserta indikator kinerjanyasebagai berikut :

1. Meningkatnya produksi perikanan budidaya (ton)

2. Meningkatnya produksi perikanan tangkap (ton)

3. Meningkatnya area konsumsi ikan di Provinsi Kepulauan Riau

(kg/kapita/tahun)

4. Meningkatnya luas kawasan konservasi perairan yang dikelola secara

berkelanjutan (ha)

5. Meningkatnya kualitas SDM bidang perikanan dan kelautan (orang).

3.2 Indikator kinerja

Indikator Kinerja yang digunakan dalam pengukuran kinerja Instansi Pemerintah

adalah sebagai berikut :

1. Indikator Kinerja Input (masukan), adalah segala sesuatu sumber daya

yang diperlukan agar pelaksanaan kegiatan dapat menghasilkan keluaran

sumber daya manusia, informasi, kebijakan, peralatan dan material.

2. Indikator Kinerja Output (keluaran), adalah sesuatu yang diharapkan

langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan, indikator output dapat berupa

fisik maupun non fisik.

3. Indikator Kinerja Outcome (hasil), adalah segala sesuatu yang

mencerminkan berfungsinya keluaran (output) kegiatan pada jangka

menengah sebagai gambaran dari efek langsung kegiatan.


4. Indikator Kinerja Benefit (manfaat), adalah segala sesuatu yang terkait

dengan tujuan akhir pelaksanaan kegiatan serta merupakan gambaran

manfaat yang terjadi dari pelaksanaan kegiatan.

5. Indikator Kinerja Impact (dampak), adalah pengaruh yang ditimbulkan

oleh rangkaian proses kegiatan yang dapat berupa pengaruh positip

maupun negatif. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau telah

mengidentifikasikan sasaran strategis yang ingin dicapai. Untuk setiap

sasaran strategis yang ada diidentifikasikan indikator kinerja yang akan

dijadikan tolak ukur keberhasilan pencapaian sasaran.

3.3 Permasalahan

Permasalahan Adapun permasalahan-permasalahan yang ada pada kegiatan yang

laksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau sebagai

berikut :

1) Kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan Provinsi Riau belum dapat

menyelesaikan seluruh permasalahan pokok diantaranya adalah

kemiskinan nelayan dan pencemaran lingkungan, penggunaan alat tangkap

yang tidak ramah lingkungan serta keterbatasan sarana dan prasarana;

2) Terjadinya inflasi harga-harga kebutuhan bahan pokok yang menyebabkan

harga bahan baku pakan ikan ikut melonjak dan berakibat pada semakin

tingginya biaya produksi;

3) Masih rendahnya nilai tambah budidaya perikanan karena sebagian besar

masih dijual berupa ikan segar, belum berupa hasil industri sebagaimana

yang kita harapkan;


4) Masih terjadi illegal fishing yang menggunakan pukat harimau (Trawl),

cantrang, dan lampara yang berpotensi menimbulkan konflik antara

nelayan dan penurunan stok ikan.


BAB IV

PENUTUP

4.1 Sasaran

Sejalan dengan visi dan misi serta memperhatikan permasalahan dan tantangan,

serta potensi dan peluang yang tersedia, maka tujuan dan sasaran jangka

menengah pembangunan Kelautan dan Perikanan dirumuskan sebagai berikut :

1) Meningkatnya kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dan

kinerja aparatur KP dengan sasaran adalah meningkatnya pendapatan dan

taraf hidup masyarakat kelautan dan Perikanan serta kompetensi SDM

aparatur KP

2) Meningkatnya produksi perikanan tangkap dengan sasaran adalah

peningkatan hasil tangkapan dalam setiap upaya tangkap dengan

memperhatikan kelestarian lingkungan;

3) Meningkatnya produksi perikanan budidaya dengan sasaran adalah

peningkatan produksi perikanan budidaya baik dalam volume maupun

nilai ikan hasil budidaya;

4) Meningkatnya kualitas dan kuantitas produksi produk olahan perikanan

dan peningkatan pemasan hasil perikanan dengan sasaran adalah

peningkatan volume dan nilai ekspor serta volume produk olahan

perikanan;

5) Meningkatnya ketaatan dan ketertiban dalam pemanfaatan sumberdaya

kelautan dan perikanan yang lestari dan berkelanjutan dengan sasaran


adalah peningkatan persentase wilayah pengelolaan perikanan yang bebas

ilegal fishing, Unreported & Unregulated (IUU) fishing

6) Meningkatnya pengelolaan dan pemberdayaan potensi laut, pesisir dan

pulau-pulau kecil dengan sasaran adalah peningkatan pemanfaatan potensi

laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari; -

Meningkatnya pengelolaan dan pengembangan industri jasa kelautan di

Kepulauan Riau dengan sasaran adalah peningkatan pengelolaan dan

pengembangan potensi jasa kelautan khususnya di pesisir dan pulau-pulau

kecil

4.2 Strategi Kebijakan

Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran sebagaimana dirumuskan diatas, maka

beberapa strategi kebijakan yang perlu diambil untuk mensukseskan visi dan misi

Dinas Kelautan dan Perikanan dirumuskan sebagai berikut :

1. Pembinaan, pengembangan dan peningkatan keterampilan serta ilmu

pengetahuan bagi masyarakat KP dan aparatur KP, strategi yang

dilakukan berupa :

• Pelatihan dan Penyuluhan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan

usaha perikanan skala kecil

• Pendidikan, pelatihan dan pengadaan sarana prasarana penunjang

kinerja aparatur KP

• Penelitian dan pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan

2. Pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana perikanan

tangkap, strategi yang dilakukan berupa :


• Pembinaan dan Pengembangan kapal perikanan, alat tangkap

ramah lingkungan, pengawakan perikanan

• Pengembangan, Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan

Perikanan

• Pengembangan usaha penangkapan ikan dan pemberdayaan

nelayan skala kecil Pengembangan dan pembangunan sarana dan

prasarana perikanan budidaya, strategi yang dilakukan berupa :

Pembinaan dan pengembangan sistem produksi pembudidayaan

ikan, Pembinaan dan pengembangan sistem perbenihan ikan -

Pembinaan dan pengembangan sistem kesehatan ikan dan

lingkungan pembudidayaan ikan

3. Pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana pembudidayaan

ikan

4. Pengembangan dan peningkatan kuantitas dan kualitas produk perikanan

serta pemasaran hasil perikanan, strategi yang dilakukan berupa :

• Fasilitasi pengembangan industri pengolahan hasil perikanan skala

kecil

• Peningkatan dan pengembangan mutu hasil produksi perikanan -

Fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran hasil produk

perikanan

• Fasilitasi pembinaan dan pengembangan sistem usaha dan

investasi perikanan
5. Pengembangan sistem pengendalian dan pengawasan sumberdaya

kelautan dan perikanan, strategi yang dilakukan berupa : - Pengelolaan

dan pengembangan konservasi kawasan dan jenis - Penataan ruang dan

perencanaan pengelolaan wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil

Anda mungkin juga menyukai