Anda di halaman 1dari 16

1

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Perkembangan budidaya ikan dari sistem tradisional, ekstensif menjadi

sistem intensif dirasakan sangat pesat. Namun perkembangan tersebut telah

banyak menimbulkan masalah. Salah satu masalah yang dirasa sangat serius

adalah masalah penyakit ikan. Penyakit ikan biasanya timbul karena adanya

interaksi antara tiga faktor yaitu lingkungan, inang dan adanya jasad penyebab

penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut berada dalam keseimbangan maka tidak

akan terjadi masalah penyakit. Tetapi apabila terjadi perubahan pada salah satu

faktor maka akan terjadi ketidakseimbangan. Hal ini akan dapat menimbulkan

masah penyakit ikan.


Dengan semakin luasnya sebaran areal budidaya ikan, dan semakin

majunya perdagangan serta lalu-lintas ikan hidup, maka penyebaran penyakit ikan

akan semakin cepat. Demikian juga dengan cara budidaya yang semakin intensif

maka akan semakin banyak masalah penyakit ikan yang timbul. Dalam keadaan

demikian maka kita harus sudah siap dengan teknologi penanggulangan penyakit

ikan yang meliputi tehnik diagnosa cepat, teknik pencegahan penyakit dan teknik

pengobatannya. Untuk menjaga semakin meluasnya penyebaran penyakit ikan

maka peran Karantina Ikan akan sangat berarti.


Beberapa usaha untuk menanggulangi penyakit ikan telah banyak

dilakukan. Berbagai macam bahan kimia dan antibiotik telah banyak dipakai

dalam pengobatan penyakit ikan. Pemakaian vaksin dan immunostimulan telah

mulai digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada ikan. Penggunaan

bakteri probiotik telah pula digunakan dalam usaha penanggulangan penyakit

pada ikan.
2

Usaha pencegahan terhadap timbunya penyakit ikan juga telah dilakukan

dengan jalan memperbaikai kualitas air baik dengan jalan pengguanaan filter

biologi maupun dengan menggunakan proses bio-remediasi.


I.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara

mendiagnosa penyakit pada ikan, pencegahan penyakit pada ikan serta

pengobatan terhadap penyakit ikan. Sedangkan manfaatnya adalah dapat

menerapkan ilmu manajemen kesehatan ikan ini dalam usaha budidaya.

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1. Manajemen Kesehatan Ikan

Manajemen kesehatan akuakultur adalah suatu cara untuk mengelola biota

perairan agar biota tersebut dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik.

Salah satu caranya yaitu dengan manajemen kesehatan. Manajemen kesehatan

dapat dilakukan dengan tindakan pencegahan dan pengobatan. Kesehatan yang

baik merupakan pencegahan terhadap penyakit yang ideal. Oleh sebab itu,

pencegahan lebih baik daripada pengobatan dan hal tersebut dapat dilakukan

dengan manajemen kesehatan (Ghufran, 2004).


3

Ikan dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari lingkungan, yang

dalam hal ini air. Didalam lingkungan itu sendiri baik air maupun lingkungan

perkolaman banyak terdapat berbagai jenis patogen. Dalam keadaan

normal/seimbang walau dalam lingkungan tersebut banyak terdapat patogen,

maka patogen tidak akan dapat menyebabkan ikan menjadi sakit.Apabila

keseimbangan pada salah satu factor tersebut terganggu oleh sesuatu sebab maka

akan terjadi perubahan keseimbangan. Hal tersebut akan dapat memacu timbulnya

penyakit ikan. Jadi dalam hal ini penting sekali untuk dapat menjaga

keseimbangan antara faktor ikan sebagai inang, lingkungan dan jasad penyebab

penyakit.

II.2. Timbulnya Penyakit

Penyakit pada individu atau populasi hewan, pada dasarnya bukan suatu

kesatuan utuh. Timbulnya suatu penyakit adalah proses yang dinamis dan

merupakan hasil interaksi antara ikan, jasad penyakit (virus, bakteri, fungi,

parasit) dan lingkungan. Dalam interaksi ini lingkungan memegang peranan yang

sangat penting karena dapat menimbulkan pengaruh positif dan negatif bagi ikan

dan jasad penyakit. Sebenarnya di alam hubungan antara ketiga faktor tersebut

dalam keadaan seimbang, sehingga tidak menimbulkan suatu wabah penyakit.

Wabah penyakit akan timbul apabila hubungan antara ketiga faktor terganggu atau

dalam keadaan labil.

Pada kondisi lingkungan yang jelek, dapat menyebabkan ikan mudah stres

dan menurunnya sistem pertahanan tubuh ikan terhadap penyakit. Stres akibat

lingkungan merupakan pemicu utama bagi timbulnya penyakit parasiter, bakterial

dan viral (Warsito, 1995). Menurut Afrianto (1992), faktor lain yang mendukung
4

terjadi penyakit pada ikan adalah tingkat kepadatan tebar yang tinggi, karena

kepadatan yang tinggi akan menyebabkan ikan berkompetisi memperebut oksigen

dan makanan, aktivitas tersebut akan menimbulkan gesekan dengan sesama ikan

sehingga ikan mudah mengalami luka. Munculnya luka tersebut memberikan

kesempatan kepada bakteri atau jamur untuk menempel pada ikan. Selain itu

menggunaan bahan kimia yang tidak tepat akan memudahkan penyebaran

penyakit dalam usaha budidaya.

Diagnosa untuk penyakit tersebut memerlukan pengamatan yang sangat

intensif baik terhadap gejala luar maupun dalam. Pengamatan terhadap kimia

darah dan cairan tubuh lainnya, pengamatan histologi akan sangat membantu

dalam mendiagnosa penyakit.

Probiotik adalah mikroba yang merupakan bahan tambahan di peraian

(Moriarty, 1998). Umumnya bakteri probiotik terdiri dari bakteri nitrifiying dan

atau bakteri heterotrofik. Bakteri heterotrofik adalah bakteri yang mengkonsumsi

oksigen untuk menghasilkan karbodioksida dan amoniak pada saat proses

oksidasi. Sedangkan bakteri autrofik nitrtiying mengkonsumsi oksigen dan

karbondioksida pada saat oksidasi amoniak dengan produk akhirnya nitrat

(Moriarty, 1996)

Tujuan utama penggunaan probiotik (kultur tunggal atau multikultur),

antara lain meningkatkan kualitas air dan dasar tambak, meningkatkan kesehatan

udang atau ikan dan sebagai agen hayati (biological control agents) untuk

mengendalikan berbagai penyakit pada tambak.

Pemberian probiotik melalui lingkungan air dan dasar tambak bertujuan

Memperbaiki serta mempertahankan kualitas air dan dasar tambak, mengoksidasi


5

senyawa organik sisa pakan, kotoran udang, plankton dan organisme mati,

menurunkan senyawa metabolit beracun (ammonia, nitirt, H2S), mempercepat

pembentukan dan kestabilan plankton, menurunkan pertumbuhan bakteri yang

merugikan, penyedia pakan alami dalam bentuk flok bakteri dan menumbuhkan

bakteri pengurai.

III. METODE PRAKTIKUM

III.1. Waktu dan Tempat

Praktikum lapangan Manajemen Kesehatan Ikan ini dilaksanakan pada

tanggal 22 Mei 2017 yang bertempat di Balai Benih Ikan Desa Sipungguk

Bangkinang

III.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kamera untuk

dokumentasi, alat-alat tulis untuk mencatat data primer dan data sekunder yang

didapat dari lokasi praktikum.

III.3. Metode Praktikum


6

Metode praktikum yang digunakan adalah metode survey yaitu melakukan

pengamatan langsung ke lokasi praktek serta wawancara dengan beberapa orang

karyawan yang ada di lokasi tersebut.

III.4. Prosedur Praktikum

Adapun prosedur dari praktikum ini yaitu untuk data primer praktikan

melakukan wawancara atau tanya jawab kepada karayawan tambak seputar

aktivitas perikanan yang mereka lakukan di sana

Kegiatan pertama, semua praktikan mengikuti seminar atau presentasi

seputar kegiatan perikanan yang ada di Dinas Perikanan Kabupaten Kampar.

Selanjutnya seluruh praktikan mulai berinteraksi dengan para karyawan BBI

untuk mendapatkan data primer. Secara bergantian praktikan menanyakan banyak

hal seputar aktivitas mereka ketika melakukan aktifitas perikanan yang ada di BBI

Mulai dari persiapan, anggaran, bahan logistik, dan lain-lain.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.1. Hasil
IV.1.1. Keadaan Umum BBI SiPungguk

Kabupaten Kampar merupakan daerah yang sebahagian besar wilayah

adalah daratan Rendah 75% yang membentang sepanjang aliran Sungai Kampar,

sedangkan sisanya 25% merupakan daratan tinggi yang terletak di daerah

bahagian barat berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat.

Balai Benih Ikan Sipungguk Secara struktural berada dibawah Balai benih

Perikanan (BBIP) terbentuk berdasarakan peraturan daerah (PERDA) No. 12

Tahun 2001 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Dinas

Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau yang berada di daerah Bangkinang

Kabupaten Kampar.
7

IV.1.2. Letak Geografis dan Batas Wilayah

Secara geografis daerah kabupaten kampar terletak pada bahagian tengah,

memanjang dari punggung Bukit Barisan sebelah Barat sampai ke Pantai Timur

pulau Sumatera, mengikuti aliran Sungai Kampar dengan posisi berada antara 1

25 LU dan 02 LS serta 100 42 dan 103 28 BT. Batas admistratif daerah

Kampar adalah.

Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Riau

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Indragiri Hilir.

IV.1.3. Organisasi dan Tata Kerja

Secara struktur organisasi Balai Benih Ikan Sipungguk berada di bawah

Balai Benih Perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, terdiri dari

kepala balai, tata usaha, dan bagian pelayanan teknik.

a.Tata Usaha

Bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanankan penyusunan rencana

program dan angaran, pengolahan administrasi keuangan, kepegawaian,

persuratan dan pengaturan penggunaan barang milik negara.

b. Bagian pelayanan teknis

Bagian pelayanan teknik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan

standar teknik, alat dan mesin pembenihan, pembudidayaan, pengendalian hama

dan penyakit ikan air tawar, pengendalian lingkungan dan sumberdaya induk dan
8

benih ikan air tawar, kegiatan pengkajian, penerapan teknik dan pemantauan, serta

pengawasan pembenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.

IV.1.4. Sarana dan Prasarana

Untuk mendukung kegiatan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kampar

secara keseluruhan, maka BBIS Kampar dilengkapi dengan berbagai sarana

dan prasarana.

Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh BBI dilihat pada Tabel 1 di

bawah.

Tabel 1. Jumlah minimal induk yang diperlukan BBI

Jenis ikan

Ikan mas
Ikan nila
Ikan lele
Ikan patin
Tabel 2.Standar Fasilitas Fisik Sarana Balai Benih Ikan Budidaya

No Fasilitas Ukuran/ Jumlah Benyuk/Bahan


Kapasitas (Unit)

1. Bak filter dan lower 4x4x1,5 m 2 Segi empat,semen

2. Bak resevoar air tawar 1 ton 2 Segi empat semen


3. Bak induk Dia 10 m
dalam 3m 3 Bulat,beton
4. Bak larva 6x2x1,25 18 Segi empat semen
5. Bak Algae m 6 Segi empat,semen
a. Algae massal : 3 Segi empat,semen
- Phytoplankton 10 Persegi,fibergelass
- Rotifera 40 ton
b. Algae semi massal 40 ton
1-2 ton

Tabel 3. Peralatan dan mesin balai benih ikan budidaya ikan

No Jenis Peralatan /Mesin Jumlah Keterangan


1 Peralatan Umum
9

1. Genset 50 KVA 2 buah


30 KVA 1 buah
2. Pompa air laut:
8 inchi 2 buah
4 Inchi 2 buah
2 inchi 2 buah
3. Pompa air tawar /deep-
wheel 1 unit
4. Pompa celup : 1 inchi 2 buah
2 inchi 2 buah
5. Blower 2,5 PK dan
instalansi 4 unit
6. Aerator listrik /high
blower
Peralatan laboratorium 2 unit
Kendaraan : Roda 4 1 unit
Roda 2

Tabel 4. Jumlah ukuran bak pembenihan pada BBI


Macam BBI Keterangan
kolam Lokal
jumlah Ukuran Macam Ukuran
kolam
Bak 1 3x5x1 5 3x5x1 Tiap bak
pemijahan diberi 8
sistem hapa kran air
2 1,5x3x1 4 1,5x3x1
Bak
penetasan
(sistem 4 0,5x4x0,5 6 0,5x4x0,5
corong) Tiap bak
Bak sortasi diberi
benih 2 1x2x0,5 2 1x2x0,5 saringan
sortasi
Bak Tidak diberi
pengobatan - - 6 1x3x0,7 aerator
(treatmen)
Bak
penampungan - - 5 4x2,5x0,7
/ pemberokan
Bak
pendederan
10

intensif 1 - 1 6x2x1
Bak
pematangan Termasuk
gonad induk 2 2x2x1 4 2x2x1 bak fiber 2
ikan m
Bak kultur
makanan Bentuk
alami kerucut

Jumlah 81,3 175,6


volume
Jumlah luas 93 m 205 m
Jumlah bak 17 33

Tabel 5. Debit Air yang dibutuhkan untuk mengairi BBI


Debit air
rata-rata
Macam bak/kolam BBI lokal BBI Sentral
dalam 1000
m(l/dt)

Luas Jumlah Luas Jumlah


(m) (l/dt) (M) (ldt)
Kolam induk 3,5 1,4 2,1 3,200 4,8
Kolam pemijahan 10 200 2 300
Kolam pendederan 1,5 13,000 19.5 3
Kolam calon dan 23.500 8.000
1,5 400 0,6 35,25
donorinduk 12
Kolam makanan alami 300-75 0,25
Kolam air deras - 1.000
0,5 0,5
Bangsal 1.500 100 150
pembenihan/pemberokan - 1,5
127 2,54

Jumlah - 15,58 25,95 16,34 208,09

IV.1.5. Komoditi
11

Komoditi unggul ikan di BBIS Sei Tibun, Kampar adalah ikan patin, ikan

mas, ikan lele dan ikan nila. Sumber induk dari ikan tersebut dari BBPAT

Sukabumi dan BBPAT Jambi.

IV.1.6. Manajemen Kesehatan Ikan


Jenis penyakit yang pernah menyerang ikan komoditi yaitu jenis ikan mas

di BBI SIPUNGGUK adalah Trichodinasp, Mycobulussp, dimana gejala klinis

ikan tersebut terdapat berlendir berlebihan dan tutup insang bolong. Ada

beberapacara yang dilakukan di BBI Sei Tibun dalam memanajemen kesehatan

ikan yang menjadi komuditi unggulan di balai tersebut :

1. Biosecurity

Penerapan biosecrurity di BBI Sei Tibun telah dilaksanakan, sejak tahun

2013, tujuan utama dari penerapan biosecurity ini adalah mencegah penyakit dan

mencegah penyebaran penyakit.

2. Sistem pemeliharaan larva/benih ikan budidaya di BBI Sipungguk


Kampar

Panen larva dilakukan setelah telur dianggap selesai menetas paling lambat

12 jam setelah menetas pertama. Sebelum telur yang tidak menetas hancur dan

membusuk. Panen dilakukan dengan menyerok larva dengan menggunakan seser

yang terbuat dari plankton net yang kemudian dimasukkan kedalam media

pemeliharaan
12

Gambar 2. Pemanenan Larva Ikan Patin yang telah menetas

Umumnya larva patin lokal lebih besar dan pendek berwarna hitam dan

pergerakan sangat aktif yaitu berenang mendekati aerasi dan permukaan air larva

baru menetas ini memiliki panjang 0,4 cm dan berat rata-rata 2,3 mg.

Agar kualitas air tetap baik, dilakukan penyifonan kotoran setiap hari

sebelum dilakukan pemberian makan pertama pada pagi hari. Penggantian air

dilakukan pada hari ke-4, 6, 8, 10, 12, dan 14.

Sebelum dilakukan penebaran benih, terlebih dahulu kolam dipersiapkan.

Persiapan kolam meliputi pengeringan kolam, perbaikan pematang, pengolahan

tanah dasar kolam dan pembuatan caren. Lalu dilakukan pemupukan, pengapuran,

pengisian air dan inokulasi moina sp.

IV.2. Pembahasan
13

Manajemen kesehatan ikan adalah suatu proses atau cara pengelolaan

kesehatan ikan yang dilakukan untuk menjaga terjadinya penyakit pada ikan

akibat bakteri yang ditimbulkan. BBI Sei Tibun adalah salah satu balai benih ikan

yang berada di daerah Kampar. BBI Sei Tibun memiliki komoditas ikan mas, nila,

baung dan tapah. Manajemen kesehatan ikan yang dilakukan yaitu dengan

pemberian probiotik, bahan alami seperti bawang putih dan mengkudu dan juga

vaksin. Pemberian vaksin yang dilakukan pada saat kunjungan yaitu dengan

pemberian vaksin Caprivac Aero L pada benih ikan mas sebanyak 1 ml/l air.

Pemberian vaksin dicampurkan pada air dan ditunggu selama 15 30 menit

sebelum penebaran. Vaksin ini berguna untuk mencegah terjadinya penyakit yang

disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila. Vaksin ini tiap 0,1 ml mengandung

bakteri Aeromonas hydrophila inaktif dalam bentuk solution.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Timbulnya suatu penyakit adalah proses yang dinamis dan merupakan

hasil interaksi antara ikan, jasad penyakit seperti virus, bakteri, fungi, parasit dan
14

lingkungan. Secara fisika seperti pH, kandungan amoniak NH 3 dan kandungan

H2S juga dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian pada ikan budidaya.

Tindakan pencegahan lain yang sekarang banyak diterapkan adalah dengan

cara menstimulasi kekebalan tubuh. Kekebalan tersebut bisa spesifik maupun

yang non spesifik. Penanggulangan penyakit pada kolam dilakukan dengan cara

pencegahan dan pengobatan. Dan hal yang paling diutamakan dalam budidaya

adalah pengolahan kualitas air dan penerapan system manajemen kesehatan ikan

untuk meningkatkan hasil produksi.

V.2. Saran

Penerapan teknologi probiotik yang sederhana maka disarankan untuk

dapat diterapkan oleh para pembudidaya sebagai usaha pencegahan secara

biologis terhadap serangan penyakit. Adanya kesenjangan antara pelaksanaan di

lapangan dengan landasan ilmiah yang mendukungnya.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit
Kanisisus. Yogyakarta. 89 hal.

Andrews, C., A. Exell and N. Carrington. 1988. The Intervet Manual of Fish
Health. Salamander Books Ltd. London.
Ghufran. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka Cipta :
Yogyakarta.
15

Jurnal Diagnosis Penyakit Bakterial Pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus


Fuscoguttatus) Pada Keramba Jaring Apung Boneatiro Di Kabupaten
Buton Oleh Herfiani, Alexander Rantetondok Dan Hilal Anshary.
Meyer, F.P. 1964. Field treatment of Aeromonas liquefaciens infections in golden
shiners. Prog. Fish-Cult. 26(1): 33-35.
Moriarty, D.J.W. Microbial Biotechnology : a key Inggradient for sustainable
Aaquaculture. Infofish, 1996.
Post, G. 1983. Textbook of Fish Health.TFH Publication, Inc. Ltd.
Sarig, S. 1971. Diseases of Warmwater Fishes. TFH Publ., Neptune City, New
Jersey.
Snieszko, S.F. 1973. The effect of environmental stress on outbreak of infection
diseases of fishes. J. Fish. Biol. (6) : 197 208.
Supriyadi, H. dan P. Taufik. 1983. Penelitian pendahuluan immunisasi ikan
dengan cara vaksinasi. Bull. Pen. PD .4 (1): 34 36.
Supriyadi, H. 1986. The susceptibility of various fish species to infection by the
bacterium Aeromonas hydrophila. p. 241-242. In J.L. Maclean, L.B.Dizon
and L.V. Hosillos (eds) The First Asian Fisheries Forum . Asian Fisheries
Society. Manila. Philippines.
Supriyadi, H and A. Rukyani. 1990. The use of antibiotics and drugs for treatment
of bacterial disease on fish and shrimp in Indonesia. In. Disease in Asian
Aquaculture I. M. Shariff, R.P. Subashinghe and J.R. Arthur (eds), p. 515-
517. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, Philippines.

LAMPIRAN
16

Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan di BBI Sipungguk

Anda mungkin juga menyukai