MAKALAH
Oleh :
ROMI NOVRIADI
(PHPI Terampil Lanjutan)
1
MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DI
WILAYAH PULAU MELUR, KELURAHAN SIJANTUNG, KECAMATAN
GALANG- KOTA BATAM
Romi Novriadi
Balai Budidaya Laut Batam
Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam
PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422
E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id
Abstrak
2
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
3
I.2 Tujuan dan Manfaat
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
VIRUS
Salah satu virus yang telah diketahui menyerang ikan laut dan tersebar luas
di dunia adalah Nervous Necrosis Virus (NNV) yang menyebabkan Viral
Nervous Necrosis (VNN). Virus ini mempunyai genom RNA dan tergolong
Nodaviridae. Nodaviridae banyak menyerang dan menyebabkan kematian
yang tinggi pada larva dan juwana. Berdasarkan genomnya, nodaviridae
dibagi empat genotipe yaitu tiger puffer nervous necrosis virus (TPNNV),
striped jack nervous necrosis virus (SJNNV), barfin flounder nervous necrosis
virus (BFNNV) dan re grouper nervous necrosis virus (RGNNV). Nodaviridal
yang menyerang ikan laut tersebut telah diteliti baik di Amerika, Eropa,
Jepang maupun di Taiwan (Chi, Lo dan Lin, 2001). Di Taiwan, budidaya
grouper merupakan industri penting dalam sektor perikanan. Penyakit VNN
termasuk masalah serius terutama di perbenihan baik untuk larva maupun
juwana. Uji laboraturium menunjukkan bahwa virus ini dapat menyebabkan
kematian 100 % dalam waktu 3 hari (Che et al., 1999) .
Di Philipina VNN pada kerapu ditemukan pertama kali oleh Maeno et.
al. (2002) dengan menggunakan mikroskop elektron dan PCR. Uji coba
infeksi dengan filtrat jaringan yang terinfeksi berhasil cukup baik. Di Indonesia
telah ditemukan dua jenis virus yang menjadi kendala dalam perbenihan,
yaitu VNN (virus RNA) dan iridovirus (virus DNA). Kedua jenis virus tersebut
secara rinci belum banyak diketahui dan belum dapat dikendalikan dengan
tepat kecuali pencegahan (Rukyani, 2001). Beberapa cara yang mungkin
dapat dilakukan adalah seleksi benih, sanitasi lingkungan termasuk wadah
dan air dengan desinfektan, pemberian obat-obatan dan antibiotik untuk
mengendalikan parasit dan patogen lain yang turut memperburuk kondisi ikan
(penyakit sekunder) serta meningkatkan daya tahan dengan immunostimulan.
Namun hal ini masih perlu penelitian lebih lanjut untuk memperoleh metode
yang tepat. Menurut Yuasa et. al. (2001) VNN ternyata tidak saja menyerang
kerapu di perbenihan tetapi juga di pembesaran. Koesharyani dkk. (2001)
juga menyatakan bahwa VNN dan iridovirus menyerang kerapu di
pembesaran yang dikenal dengan sleepy grouper disease. Gejala yang jelas
teramati adalah ikan menjadi anemia dan limpa membesar. Tingkat kematian
larva dapat mencapai 100 %. Perlu ditambahkan, bahwa VNN ternyata
mempunyai sekitar 20 jenis inang. Teknik diagnosa yang paling tepat adalah
dengan PCR.
5
BAKTERI
Ada beberapa jenis bakteri yang bersifat patogen pada ikan laut dan
sangat mengganggu ikan budidaya. Tetapi yang sangat di kenal luas
penyebarannya dan dapat menyebabkan kematian dalam jumlah besar
secara singkat adalah Vibrio spp. Sampai saat ini telah dikenal lebih dari 20
species Vibrio yang menyerang ikan, udang dan beberapa hewan laut serta
payau (salinitas di bawah 10 promil) (Evelyn, 1984). Tingkat kematian oleh
serangan Vibrio berbeda-beda tergantung jenis, ukuran ikan, kualitas air dan
faktor virulen yang dimiliki. Faktor virulen pada Vibrio terutama adalah
plasmid. Perbedaan jenis plasmid yang dimiliki akan membedakan tingkat
keganasannya (Crosa et. al., 1983). Murdjani (2002) melaporkan bahwa ada
beberapa jenis bakteri yang berasosiasi dengan kerapu tikus (Cromileptes
altivelis) antara lain V. alginolyticus., V. anguillarum., V. fuscus.,
Pseudomonas sp dan Branhamella sp. Hasil uji laboratorium ternyata hanya
V. alginolyticus dan V. anguillarum yang menyebabkan kematian larva kerapu
tikus. Vibrio alginolyticus dapat mematikan 100 % ikan uji, sedang V.
angguillarus 20 % dalam waktu 96 jam. Penelitian lebih lanjut menemukan
bahwa extracelluler product (ECP) dapat mematikan larva kerapu tikus
melalui penyuntikan. Tetapi setelah dipisahkan berbagai proteinnya, hanya
satu dari beberapa jenis protein pada ECP yang dapat menyebabkan
penyakit dan mematikan ikan uji. Taufik (2001) menemukan disamping V.
alginolyticus terdapat pula V. Parahaemolyticus
6
Pekerjaan di laboratorium
Tindakan penanganan
Penyakit viral : jika ikan terinfeksi oleh virus sangatlah sulit untuk diobati.
Ada dua cara tindakan pencegahan yaitu membersihkan virus penyebab
penyakit dari lingkungan clan meningkatkan kekebalan ikan terhadap viral.
Tindakan pencegahan pertama, desinfeksi semua wadah dan peralatan,
seleksi induk dan telur bebas virus. Tindakan selanjutnya bila
memungkinkan adalah meningkatkan kualitas telur, penggunaan vaksin
clan immunostimulan atau vitamin. Diantara tindakan penanganan yang
ada, vaksin merupakan tindakan yang paling efektif untuk mencegah
penyakit viral.
Penyakit bakterial : penyakit bakterial dapat diobati dengan antibiotika.
Namun, penggunaan antibiotika yang tidak tepat menghasilkan efek yang
negatif. Itulah sebabnya pemilihan antibiotika yang tepat merupakan
pekerjaan yang paling penting untuk masalah infeksi bakteri. Pemilihan
antibiotika dilakukan berdasarkan hasil uji sensitivitas obat.
Penyakit jamur : sampai sekarang belum dikembangkan tindakan
penanganan untuk infeksi jamur pada hewan air. Jadi pencegahan
merupakan tindakan terbaik yang dapat dilakukan.
Penyakit parasitik : pada umumnya ektoparasit dapat ditangani dengan zat
kimia. Namun, telur dan siste memiliki resistensi terhadap zat kimia.
Berdasarkan keberadaan parasit, pengobatan kedua harus dilakukan
setelah spora atau oncomiracidium menetas. Untuk menentukan jadwal
pengobatan untuk setiap parasit, studi siklus hidup parasit sangatlah
penting.
7
POTENSI YANG BELUM TERGARAP
Ekonomi
Sebagai salah satu kawasan yang menjadi bagian dari Kota Batam,
maka perekonomian Kawasan Rempang – Galang tidak akan lepas dari
struktur perekomian Kota Batam sendiri.
Pada tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Kota Batam mencapai 3,07%.
Angka ini relatif menurun jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
pada tahun 1997 yang mencapai sekitar 13,55%. Dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional, angka ini jauh lebih baik (pada tahun 1998,
angka pertumbuhan ekonomi nasional sekitar –13,68% dan pada tahun 1997
sekitar –7%). Membaiknya perekonomian Kota Batam mampu menggerakkan
8
kembali kegiatan produksi di seluruh sektor ekonomi. Hal ini terlihat
meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi Kota Batam pada tahun 2000
mencapai 7,67%.
Peningkatan taraf perekonomian di Kota Batam terlihat pula dari
peningkatan angka PDRB per kapita. Pada tahun 1997, PDRB per kapita
(berdasarkan harga berlaku) adalah Rp 12,8 juta, sedangkan pada tahun
1999 meningkat menjadi Rp 20,1 juta. Namun demikian, jika dibandingkan
dengan pendapatan rata-rata berdasarkan PDRB harga konstan, maka
terlihat bahwa krisis ekonomi ternyata menyebabkan turunnya pendapatan
rata-rata masyarakat Kota Batam sebesar 4,21%, walaupun tetap ada
pertumbuhan ekonomi. Dari PDRB tahun 1998, diketahui bahwa sektor yang
berkontribusi cukup dominan terhadap perekonomian Kota Batam adalah
sektor industri (67,37%), diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran
(18,05%).
Sektor Perikanan
Kota Batam terdiri atas pulau-pulau yang dikelilingi oleh perairan yang
cukup luas. Dilihat dari perputaran arusnya, maka perairan di Kota Batam
yang berada di Selat Malaka ini tergolong subur bagi kegiatan perikanan dan
budidaya biota laut lainnya, karena dipengaruhi oleh gerakan arus yang
berasal dari Samudera Hindia yang melewati Selat Malaka dan gerakan arus
yang berasal dari Laut Cina Selatan.
Sektor pertanian sub sektor perikanan ini telah menjadi basis ekonomi
bagi wilayah hinterland Kota Batam, terutama perikanan tangkapan laut dan
budidaya. Potensi perikanan di perairan Kota Batam ini cukup beragam,
seperti ikan pelagis kecil, demersal, ikan karang, ikan hias, udang, kerang,
mamalia, rumput laut, dan benih alam komersial.
Volume dan nilai produksi perikanan di Kota Batam pada tahun 1997
dan 1998 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 1997,
volume ikan tangkap mencapai 3.703,05 ton, dan pada tahun 1998 meningkat
menjadi sekitar 11.760,41 ton. Pada tahun 1999 terjadi penurunan, menjadi
sekitar 4.954,10 ton dengan nilai Rp 14.862,3 juta. Hal ini diakibatkan oleh
tingginya sedimentasi oleh pengerukan pasir, tingginya arus lalu lintas
perairan, dan pembangunan di daerah Barelang yang kurang memperhatikan
pelestarian potensi perikanan laut. Di masa mendatang, hal-hal ini perlu
diperhatikan karena mengganggu keberlanjutan kegiatan perikanan.
Sebagian besar hasil tangkapan ikan dipasarkan dengan perantara
pengumpul di Pulau Siali dan Pulau Buluh, untuk selanjutnya dibawa ke
Singapura. Hal ini terutama dilakukan oleh para nelayan yang memiliki
seaman book, sedangkan nelayan dengan hasil tangkapan tidak terlalu baik,
membawa hasil tangkapannya ke Pulau Batam.
Sementara itu, pengembangan budidaya perikanan cukup potensial pula
dikembangkan, terutama di Pulau Setoko/Teluk Senimba, Selat Bertam, dan
Dangsi (budidaya perikanan dan kerang-kerangan), serta Pulau Kasu, Pulau
Mubut dan Pulau Melur untuk pengembangan budidaya ikan laut ekonomis
penting.
9
III. METODA PENGAMATAN
III.2.2 Bahan
III.2.3 Metoda
10
Didalam melakukan sampling, patokan yang digunakan oleh Tim
Monitoring Pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan adalah SNI
6989.57:2008, dimana kegiatan yang dilakukan meliputi :
1.1 Untuk penentuan tentang titik sampling, didasarkan pada prinsip
tempat pengambilan sampel dapat mewakili kualitas badan perairan.
1.2 Membuat persyaratan wadah contoh, diantaranya :
a) Menggunakan bahan gelas atau plastik Poli Etilen (PE) atau Poli
Propilen (PP) atau Teflon (Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE);
b) dapat ditutup dengan kuat dan rapat; tidak mudah pecah
c) bersih dan bebas kontaminan;
d) contoh/sampel tidak berinteraksi dengan wadah yang digunakan.
1.3 Persiapan Wadah Sampel
a) untuk menghindari kontaminasi contoh di lapangan, seluruh wadah
contoh harus benar-benar dibersihkan di laboratorium sebelum
dilakukan pengambilan contoh.
b) wadah yang disiapkan jumlahnya harus selalu dilebihkan dari yang
dibutuhkan, untuk jaminan mutu, pengendalian mutu dan
cadangan.
c) Jenis wadah contoh dan tingkat pembersihan yang diperlukan
tergantung dari jenis contoh yang akan diambil.
1.4 Cara pengambilan contoh dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a) Disiapkan alat pengambil contoh yang sesuai dengan keadaan
sumber airnya;
b) Dibilas alat pengambil contoh dengan air yang akan diambil,
sebanyak 3 (tiga) kali;
c) Diambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan
campurkan dalam penampung sementara, kemudian
homogenkan;
d) Dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai peruntukan analisis;
e) Dilakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan
dan daya hantar listrik, pH dan oksigen terlarut yang dapat
berubah dengan cepat dan tidak dapat diawetkan;
f) Hasil pengujian parameter lapangan dicatat dalam buku catatan
khusus;
g) Pengambilan contoh untuk parameter pengujian di laboratorium
dilakukan pengawetan
Sementara untuk pengamatan hama dan penyakit ikan, sampel
diambil dari suatu populasi secara selektif yang menunjukkan tanda-
tanda klinis ikan terserang penyakit sesuai dengan data yang telah ada.
Apabila tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda klinis pengambilan
sampel dilakukan secara acak. Pengamatan gejala klinis ikan sakit,
pemeriksaan patologi anatomi dan pengambilan / isolasi bakteri dari
organ dalam. Parameter uji untuk penyakit ikan yang diamati yakni
parasit dan bakteri dan virus. Semua sampel dibawa ke laboratorium
kesehatan ikan dan lingkungan Balai Budidaya Laut Batam untuk
dilakukan analisa/uji. Disamping itu juga dilakukan pengambilan data
sekunder dengan mewawancarai pembudidaya mengenai kondisi
budidaya, lingkungan, kasus serangan penyakit, cara penanggulangan
penyakit, taksiran kerugian, obat-obatan yang dipakai, pakan, dan lain
sebagainya.
11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil.
Lokasi Pemantauan
Monitoring HPI
12
Gambaran Lokasi Budidaya
Pada bulan Desember 2009, Bp. A Yau memesan benih Kerapu Macan yang
didatangkan dari bali sebanyak 10.000 ekor. Pengiriman dilakukan dalam 2
(dua) tahap. Tahap 1 sebanyak 7500 ekor secara fisik terlihat sehat, hal ini
diindikasikan dengan responsifnya ikan terhadap pakan yang diberikan.
Namun tahap ke 2, yang datang seminggu kemudian, diperkirakan berjumlah
2500 ekor, kondisi pada saat datang sudah tidak baik, bila dilihat metode
packing yang dilakukan tidak benar. Suhu dalam wadah packing tidak terjaga
karna es yang diletakkan sudah mencair. Pada saat ikan dikeluarkan, ikan
hanya berenang di permukaan tanpa menunjukkan respon ketika pakan
diberikan.
13
Kesalahan fatal yang dilakukan oleh Karyawan Bp. A yau adalah ketika
mencampur ikan sakit yang datang dengan ikan sehat yang telah tiba lebih
dahulu. Sehingga memungkinkan terjadinya penularan penyakit secara
horizontal kepada ikan-ikan yang sehat.
Pada awalnya jumlah kematian hanya berkisar 5 – 10 ekor/hari pada minggu
ke dua dan ketiga Januari 2010, namun jumlah kematian meningkat terus
hingga ratusan ekor pada minggu ke –empat Januari 2010. kematian ikan
disertai dengan munculnya kista-kista berwarna hitam disekujur tubuh ikan.
Dimana ketika kita berusaha untuk melepaskan kista ini, maka dari bekas
tempat kista tersebut mengeluarkan cairan putih seperti nanah.
14
Pemeriksaan Patologi Klinis Ikan
PARAMETER SATUAN HASIL UJI
No
PARAMETERS UNIT TEST RESULT
Cacing insang
1 Parasit
Diplectanum
2 Bakteri Vibrio sp
Pemeriksaan Kualitas Air Secara Laboratorium
SPESIFIKASI
PARAMETER SATUAN HASIL UJI METODE
No
PARAMETERS UNIT TEST RESULT METHODE
SPESIFICATION
Pembahasan
Berdasarkan data kualitas air baik secara kimia maupun biologi menunjukkan
bahwa perairan Tiaw Wang Kang dan P.Nipah/Setokok masih cukup optimal
dalam mendukung budidaya perikanan. Hanya saja untuk parasit seperti
Benedenia sp dan Diplectanum serta Vibrio sp sudah terdeteksi
keberadaannya pada tubuh ikan. Hal ini harus mendapatkan perhatian
khusus bagi pembudidaya untuk melakukan treatment pengobatan bila ikan
mengalami gejala klinis terserang penyakit mikrobial tersebut.
Untuk keberlanjutan budidaya perikanan, pihak pembudidaya masih sangat
optimis untuk mengembangkan usaha perikanan ini dan mereka sangat
mengharapkan bantuan dari pemerintah baik bantuan berupa modal maupun
sarana dan prasarana.
15
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Kondisi lingkungan perairan cukup optimal mendukung budidaya
perikanan, namun dengan lokasi budidaya yang berdekatan
dengan muara sungai, hal yang harus diperhatikan adalah
kekeruhan yang ditimbulkan oleh arus sungai serta adanya
fluktuasi salinitas di badan perairan.
2. Hasil analisa untuk parameter biologi pada sample ikan yang
dibawa menunjukkan bahwa ikan terserang cacing insang dan
Diplectanum dan cacing insang untuk parasit serta Vibrio sp.
Untuk bakteri.
V.2 Saran
1. Diharapkan pembudidaya ikut aktif dalam memeriksakan kondisi
penyakit ikan yang dialami agar dapat dilakukan tindakan dan
saran perlakuan pengobatan yang efektif.
2. Pakan yang digunakan diharapkan juga bagus dalam hal kualitas
dan gizi. Kana bila pakan yang telah menurun kualitas dan
disertai dengan bau yang menyengat tetap diberikan pada ikan
yang dibudidayakan dikhawatirkan akan menjadi pemicu
tersendiri bagi tumbuh kembangnya penyakit ikan.
3. Perlunya dibentuk tata Ruang Wilayah yang jelas untuk area
pengembangan budidaya ikan agar kasus pencemaran
lingkungan yang merugikan para pembudidaya tidak terjadi lagi
4. Perlu dilakukan uji lanjutan kualitas perairan Pulau Melur terutama
untuk parameter logam berat dan minyak
16
VI. DAFTAR PUSTAKA
17
Olafsen, J.A. 2001. Interaction between fish larvae and bacteria in marine
aquaculture. Aquaculture 200 (1-2) 223-247.
Puja, Y., S. Akbar, dan Evalawati, 2001. Pemantauan teknologi produksi
budidaya Kerapu dalam program intensifikasi perikanan.
Pertemuan LintasUPT Lingkup Ditjen Perikanan Budidaya,
Yogyakarta. 11-14 September 2001.
Rukyani, A. 2001. Strategi pengendalian penyakit viral pada budidaya ikan
kerapu. Seminar Nasional Pengembangan Budidaya Laut
Berkelanjutan. Jakarta, 7-8 Maret 2001.
Tanaka, S., K.M.M. Arimoto, T. Iwamoto, and T. Nakai, 2001. Protective
immunity of seven band grouper Epinephelus septafasciatus,
agints experimental viral nervous necrosis. J. Fish Diseases 24
(1) 15-22.
Taufik, P. 2001. Bakteri patogen pada ikan Kerapu (Epinephelus sp) dan
Bandeng Chanos chanos. Seminar Nasional Pengembangan
Budidaya Laut Berkelanjutan. Jakarta, 7-8 Maret 2001.
Zhou, Y.C., Huang, J.wang, B.Zhang, and Y.Q. Su, 2002. Vaccination of the
Grouper, Epinephelus awoara, against Vibriosis using the
ultrasonic technique. Aquaculture, 203 (1-2) 229-238.
18