Anda di halaman 1dari 6

RESPON IKAN PATIN (Pangasius sp.

) DAN IKAN NILA


(Oreochromis Niloticus) TERHADAP KEKERUHAN

PROGRAM STUDI BUDIAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNOVERSITAS SRIWIJAYA
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kekeruhan merupakan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.
Kekeruhan disebabkan adanya bahan-bahan antara lain pasir halus, lumpur, plankton dan
bahan-bahan tersuspensi dan terlarut lainnya. Dampak kekeruhan terhadap ikan antara
lain menganggu pandangan ikan dalam mencari makanan, mengganggu mekanisme filter
feeding, menutupi insang dan abrasi permukaan tubuh.

Kekeruhan air dalam kegiatan akuakultur merupakan hal yang harus diperhatikan karena
dapat mempengaruhi tingkat penyerapan nutrient di air serta tingkat presentase cahaya
matahari masuk ke air. Partikel halus penyebab kekeruhan pada ikan air tawar yaitu:
menyebabkan kematian pada ikan, mengurangi tingkat pertumbuhan, mengurangi
ketahanan terhadap penyakit, mencegah keberhasilan pengembangan telur dan larva ikan;
serta mempengaruhi pergerakan dan migrasi alami ikan. Kekeruhan yang berlebihan
dapat menyebabkan pernafasan ikan terganggu dan merusak insangnya sehingga terjadi
kematian pada ikan. Ikan dikelompokkan berdasarkan habitatnya terdiri dari ikan air
dingin (dibawah 20C), dan ikan air hangat (diatas 20C). Toleransi ikan air hangat
terhadap kekeruhan lebih tinggi (25 NTU) dibandingkan ikan habitat air dingin (10
NTU). Kekeruhan merupakan salah satu parameter kualitas air yang menentukan
kelayakan suatu kegaitan budidaya. Kekeruhan (turbidity) perairan dipengaruhi oleh
bahan-bahan halus yang melayang-layang dalam air baik berupa bahan organik seperti
plankton, jasad renik, detritus maupun berupa bahan anorganik seperti lumpur dan pasir.
Menurut Boyd and Lichtkoppler (1979) kekeruhan kurang dari 30 cm yang disebabkan
oleh tanah liat dapat mencegah terjadinya blooming plankton. Kekeruhan antara 30-60
cm baik untuk pertumbuhan ikan. Kekeruhan diatas 60 cm mengakibatkan menurunnya
oksigen terlarut dan sinar matahari dapat mencapai dasar kolam sehingga mendorong
tumbuhnya tumbuhan air (macrophyte). Menurut Santhosh dan Singh (2007). Kekeruhan
antara 30 sampai 40 cm mengindikasikan produktivitas kolam yang optimum untuk
budidaya ikan.

1.2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kekeruhan terhadap ikan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan


Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Menurut Saparinto & Rini (2013) klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Pisces
ordo : Perciformes
famili : Cichlidae
genus : Oreochromis
spesies : Oreochromis niloticus

Gambar 2.1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Ikan nila memiliki ciri khas dimana bentuk tubuhnya pipih, memanjang, bersisik
berukuran besar dan kasar, serta memiliki garis linealateralis (gurat sisi) yang terbagi
menjadi 2 yaitu, bagian atas dan bagian bawah. Mata pada ikan nila sedikit menonjol
berwarna hitam dengan tepiannya berwarna putih (Saparinto & Rini, 2013). Ukuran
panjang tubuh dari mulut hingga ekor mencapai 30 cm dengan ditutupi sisik sisir
(stenoid) dimana warna sisik ditentukan oleh jenis ikan itu sendiri. Tubuh ikan nila
memiliki garis atau pita gelap vertikal (belang) yang akan semakin memudar dengan
bertambahnya umur ikan tersebut. Garis vertikal yang terdapat pada tubuh ikan nila
berjumlah 8 buah, sirip punggung 8 buah, sirip ekor 6 buah, warna sirip punggung akan
berubah menjadi berwarna kemerahan saat musim berbiak. Ikan nila dilengkapi dengan
sirip yang sempurna, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip perut (ventral fin), sirip dada
(pectoral fin), sirip dubur (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin) (Saparinto & Rini, 2013).
2.2. Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan
Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar, terkadang
ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau). Ikan nila dikenal
sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup pada kisaran salinitas yang lebar). Ikan
nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk saluran air yang dangkal, kolam,
sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi masalah sebagai spesies invasif pada habitat
perairan hangat, tetapi sebaliknya pada daerah beriklim sedang karena ketidakmampuan
ikan nila untuk bertahan hidup di perairan dingin, yang umumnya bersuhu di bawah 21 °
C (Harrysu, 2012). Menurut Mudjiman (2012)
Ikan Nila (Oreochormis niloticus) adalah termasuk campuran ikan pemakan
campuran (omnivora). Ikan nila mempunyai kemampuan tumbuh secara normal pada
kisaran suhu 14-38°C dengan suhu optimum bagi pertumbuhan dan perkembangannya
yaitu 25-30°C. Pada suhu 14°C atau pada suhu tinggi 38°C pertumbuhan ikan nila akan
terganggu. Pada suhu 6°C atau 42°C ikan nila akan mengalami kematian. Kandungan
oksigen yang baik bagi 4 pertumbuhan ikan nila minimal 4mg/L, kandungan
karbondioksida kurang dari 5mg/L dengan derajat keasaman (pH) berkisar 5-9 (Amri,
2015).

2.3. Kualitas Air


Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu. Syarat
yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda tergantung tujuan penggunaan air
tersebut. Perubahan kualitas air sungai adalah kondisi kualitas air yang dapat diukur dan
diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undang yang berlaku, ststus kualitas air adalah tingkat kondisi
kualitas air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air
dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan
(Daud, 2011). Kualitas air dapat dipecahkan kepada tiga kategori utama yaitu kualitas
atau sifat fisika, kimia dan biologi. Parameter fisika bagi kualitas air adalah bau dan rasa,
kekeruhan, suhu. Adapun parameter kimia adalah nutrien bahan organik, bahan non
organik. Organisme yang hidup di dalam air seperti sungai merupakan parameter biologi
sebagai penentu kualitas air sungai (Wardhana, 2006). Menurut hasil penelitian
Damarany et al. (2010) pada bagian hilir sungai cipinang menunjukkan kisaran pH 7-
8,04. Lingkungan perairan sungai terdiri dari komponen abiotik dan biotik yang saling
berinteraksi melalui arus energi dan daur hara. Bila interaksi keduanya terganggu maka
akan terjadi perubahan yang menyebabkan ekosistem perairan itu menjadi tidak seimbang
(Ferianita, 2015).
2.3.1. Suhu
Suhu di dalam air dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan
fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas (terlalu
hangat atau terlalu dingin) bagi kehidupan flora dan fauna akuatis. Jenis, jumlah dan
keberadaan flora dan fauna akuatis seringkali berubah dengan adanya perubahan suhu air,
terutama oleh adanya kenaikan suhu di dalam air. Secara umum, kenaikan suhu perairan
akan mengakibatkan kenaikan aktivitas biologi dan, pada gilirannya memerlukan lebih
banyak oksigen di dalam perairan tersebut. Hubungan antara suhu air dan oksigen
biasanya berkorelasi negatif, yaitu kenaikan suhu di dalam air akan menurunkan tingkat
solubilitas oksigen dan dengan demikian, akan menurunkan kemampuan organisme
akuatis dalam memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya proses-proses
biologi di dalam air (Asdak, 2010).

2.3.2. pH
pH air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat
tingkat keasaman atau kebasaan air yang dikaji, terutama oksida sulfur dan nitrogen pada
proses pengasaman dan oksidasi kalsium dan magnesium pada proses pembasaan. Angka
indeks yang umum digunakan mempunyai kisaran 0 hingga 14 dan merupakan angka
logaritmik negatif dari konsentrasi ion hidrogem di dalam air. Angka pH 7 adalah netral,
sedangkan angka pH lebih besar dari 7 menunjukkan bahwa air bersifat basa dan terjadi
ketika ion-ion karbon dominan. Sedangkan angka pH lebih kecil dari 7 menunjukkan
bahwa air di tempat tersebut bersifat asam (Asdak, 2010).
Pada aliran air (sungai) alamiah, pembentukan pH dalam aliran air tersebut sangat
ditentukan oleh reaksi karbon dioksida. Besarnya angka pH dalam suatu perairan dapat
dijadikan indikator adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi
ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang bermanfaat bagi kehidupan
vegetasi akuatik. pH air juga mempunyai peranan penting bagi kehidupan ikan dan fauna
lain yang hidup di perairan tersebut (Asdak, 2010).

2.3.3. DO (Disolved Oxygen)


Oksigen terlarut atau kandungan gas oksigen terurai dalam air mempunyai peranan
menentukan untuk kelangsungan hidup organisme akuatis dan untuk berlangsungnya
proses reaksi kimia yang terjadi di dalam badan perairan. Konsentrasi kandungan unsur
oksigen dalam aliran air ditentukan oleh besarnya suhu perairan, tekanan dan aktivitas
biologi yang berlangsung di dalam air. Dari perspektif biologi, kandungan gas oksigen di
dalam air merupakan salah satu unsur penentu karakteristik kualitas air yang terpenting
dalam lingkungan kehidupan akuatis. Konsentrasi oksigen dalam air mewakili status
kualitas air pada tempat dan waktu tertentu (saat pengambilan sampel air). Proses
dekomposisi bahan organik di dalam air berlangsung secara perlahan-lahan dan
memerlukan waktu yang relatif lama. Perubahan konsentrasi oksigen di dalam air juga
berlangsung secara perlahan-lahan sebagai respon oleh adanya proses oksidasi serta
merupakan respon berbagai macam organisme terhadap suplai bahan makanan (Asdak,
2010).
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, di mana
jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya, dan dari atmosfer (udara) yang
masuk kedalam air dengan kecepatan terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut dalam
keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer. Pada suhu 20oC
dengan tekanan satu atmosfer konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh adalah
9,2 ppm, sedangkan pada suhu 50oC dengan tekanan atmosfer yang sama tingkat
kejenuhannya hanya 5,6 ppm. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah tingkat
kejenuhan. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlarut rendah akan 14 mengakibatkan
ikan-ikan dan binatang air lainnya membutuhkan oksigen akan mati. Sebaliknya
konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi juga mengakibatkan proses pengkaratan
semakin cepat karena oksigen akan mengikat oksigen yang melapisi permukaan logam
(Fardiaz, 2012).

2.4. Pengaruh Ikan Terhadap Kekeruhan

Anda mungkin juga menyukai