Oleh
Adi Saputra 1414111001
Anisah Qulub 1614201007
Ayu Rahmasari 1614201018
Faiza Anisa Ulfa 1614201005
Jaya Wardana 1614201017
M. Fauji Saputra 1614201012
Wahyu Hari Nugroho 1614201020
Kelompok 9 (Sembilan)
Nama :
1. Adi
2. Anisah Qulub 1614201007
3. Ayu Rahmasari 1614201018
4. Faiza Anisa Ulfa 1614201005
5. Jaya Wardana 1614201017
6. M. Fauji Saputra 1614201012
7. Wahyu Hari Nugroho 1614201020
Putri Yulia
NPM.1514111082
I. PENDAHULUAN
Menurut Achmad (2004), pengaruh suhu sangat penting dalam kasus oksigen.
Kelarutan oksigen dalam air pada berbagai suhu berpengaruh terhadap kelarutan
gas-gas dalam air. Dengan kenaikan suhu air, terjadi penurunan kelarutan oksigen
(O2) yang dibarengi dengan naiknya kecepatan pernapasan organisme perairan,
sehingga sering menyebabkan adanya suatu keadaan naiknya kebutuhan oksigen
diikuti oleh turunnya kelarutan gas tersebut dalam air
2.1. 4 Kedalaman
Kedalaman adalah lokasi sebuah titik yang diukur secara vertikal terhadap
ketinggian titik acuan. Kedalaman merupakan jarak dari permukaan sampai
dasar. Kolam harus memiliki kedalaman yang berbeda-beda untuk dapat
berfungsi dengan baik. Dasar yang dangkal di sekitar tepian dan bagian yang
lebih dalam di daerah tengah merupakan kondisi yang ideal untuk kolam atau
bisa dalam di satu sisi dan dangkal di sisi lainnya. Daerah kolam yang dangkal
memberikan tempat bagi tanaman air yang menyediakan pangan bagi ikan dan
rumah bagi ikan-ikan kecil dan daerah dengan suhu yang lebih hangat akan
mendorong plankton dan hewan kecil (yang menjadi pakan ikan) untuk tumbuh
di daerah ini. Kedalaman kolam yang optimum adalah 100-200 cm ( Asmawi,
1983).
Kedalaman menentukan zonasi secara vertikal badan air, yang dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari dan suhu. Berdasarkan intensitas cahaya matahari yang
masuk ke perairan lentik dikelompokkan menjadi tiga yaitu : (1) Lapisan eutrofik,
yaitu lapisan yang masih mendapat cukup cahaya matahari; (2) Lapisan
kompensasi yaitu lapisan dengan intensitas cahaya 1 % dari intensitas cahaya
permukaan; (3) Lapisan profundal yaitu lapisan dibawah lapisan kompensasi,
dengan intensitas cahaya yang sangat kecil atau bahkan tidak ada cahaya (afotik).
(Effendi, 2003).
2.1. 5 Substrat
Menurut Hamid (2010), bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang
terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan lalu hidup merupakan medium
atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tepat hidup.
Menurut Odum 1971 dalam Sahri et al 2000, substrat dasar yang berupa bantuan
merupakan habitat yang paling baik dibandingkan substat pasir dan kerikil.
Substrat pasir dan kerikil mudah sekali terbawa oleh arus air, sedangkan substrat
batuan tidak mudah terbawa oleh air.
2.1. 6 Salinitas
Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air. Setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida,semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida dan
semua bahan anorganik telah dioksida. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg
atau promil (%). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 5%. Perairan
payau antara 0,50%-30%, dan perairan laut 30%-40%. Pada perairan pesisir, nilai
salinitas sangat dipengaruhi oleh masuknya air tawar di sungai (Pratama, 2009).
2.2. 2 DO
DO atau Dissolved Oxygen atau oksigen terlarut adalah parameter kimia perairan
yang menunjukkan banyaknya oksigen yang terlarut dalam ekosistem perairan
(Erikarianto, 2008). Kadar oksigen di atmosfer sekitar 210 mg/l.Oksigen adalah
salah satu gas yang ditemukan terlarut pada perairan.alam bervariasi bergantung
pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen
berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian/altitude dan
berkurangnnya tekanan atmosfer (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi,2000).
Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, tekanan atmosfer semakin
rendah.Setiap peningkatan suatu tempat sebesar 100 m diikuti dengan penurunan
tekanan hingga 8 mm Hg – 9 mm Hg.Pada kolom air, setiap peningkatan
kedalaman sebesar 10 m disertai peningkatan tekanan sebesar 1 atmosfer (Cole,
1998 dalam Effendi, 2000).
2.2. 3 Amonia
Amonia (NH3) merupakan salah satu parameter kualitas air yang merupakan
masalah besar bagi ikan dan dalam kegiatan budidaya ikan. Menurut Pillay
(2004), konsentrasi amonia yang toksik dalam periode waktu yang singkat
berkisar antara 0,6-2,0 mg/l. Adanya amonia dalam perairan, selain menyebabkan
toksisitas tinggi, konsentrasi amonia juga membahayakan bagi ikan. Pengaruh
langsung dari kadar amonia tinggi yang belum mematikan adalah rusaknya
jaringan insang, yaitu lempeng insang membengkak sehingga fungsinya sebagai
alat pernafasan akan terganggu (Rully, 2011).
Amonia yang ada di perairan berasal dari sisa metabolisme ikan yang terlarut
dalam air, feses ikan, serta dari makanan ikan yang tidak termakan dan
mengendap di dasar 2 kolam budidaya. Ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan konsentrasi amonia meningkat antara lain membusuknya makanan
ikan yang tidak termakan, menurunnya kadar DO pada kolam yang apabila
oksigen terlarut berkisar antara 1 -5 ppm mengakibatkan pertumbuhan ikan
menjadi lambat sedangkan oksigen terlarut yang kurang dari 1 ppm dapat bersifat
toksik bagi sebagian besar spesies ikan (Rully, 2011).
2.2. 4 TAN
Proses imobilisasi dan mineralisasi terjadi pada bakteri yang mengonsumsi
detritus. Jika detritus memiliki kandungan N rendah, mikroorganisme harus
mengambil N dari lingkungan, dan apabila kelebihan N akan dilepaskan ke
lingkungannya (Robertson and Groffman, 2007). Proses imobilisasi N terlihat
pada awal penelitian, dimana kandungan TAN awalnya 1 mg/l pada hari ke-4
mengalami penurunan menjadi 0,5 mg/l, pada saat itu warna air sudah sedikit
coklat menandakan bakteri mulai berkembang. Penurunan TAN sepertinya
dikarenakan bakteri menyerap nitrogen berupa yang terdapat di air dibandingkan
memineralisasi protein sebagai sumber N yang terdapat pada air leri, karena
bentuk yang lebih sederhana sehingga langsung diserap oleh bakteri. Kebanyakan
bakteri cenderung memanfaakan ammonia dalam bentuk NH4 + daripada NH3 hal
tersebut berkaitan dengan fisiologis metabolik bakteri (Sukenda et all., 2006).
Amonia (NH3) adalah gas tidak berwarna berbau tajam dan sangat larut dalam air
terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Amonia adalah senyawa yang stabil dan
berfungsi sebagai bahan awal untuk produksi banyak senyawa nitrogen yang
penting secara komersial. Amonia adalah gas tidak berwarna dengan bau yang
tajam menyengat. Titik didihnya adalah -33,35 ° C (-28,03 ° F), dan titik bekunya
adalah -77,7 ° C (-107,8 ° F). Memiliki kalor penguapan tinggi (23,3 kilojoule per
mol pada titik didihnya) dan dapat ditangani sebagai cairan dalam wadah termal
terisolasi di laboratorium. (Kalor penguapan suatu zat adalah jumlah kilojoule
yang dibutuhkan untuk menguapkan satu mol zat dengan tidak ada perubahan
suhu.) Molekul amonia memiliki bentuk piramida trigonal dengan atom hidrogen
tiga dan sepasang elektron melekat pada atom nitrogen. Konstanta dielektrik
amonia (22 pada -34 ° C [-29 ° F]) adalah lebih rendah dari air (81 pada 25 ° C
[77 ° F]), jadi pelarut yang lebih baik untuk bahan organic (Effendi, 2003).
2.3. 2 Periphyton
Perifiton adalah komunitas organisme yang hidup di atas atau sekitar substrat
yang tenggelam. Substrat tersebut dapat berupa batu-batuan, kayu, tumbuhan air
yang tenggelam, dan kadangkala pada hewan air (Odum 1971). Agustini ( 2014 )
perifiton terdiri dari mikroflora yang tumbuh pada semua substrat
tenggelam. Pada umumnya perifiton di perairan mengalir terdiri dari diatom,
(Bacillariophyceae), alga biru berfilamen (Myxophyceae), alga hijau berfilamen
(Chlorophyceae), bakteri atau jamur berfilamen, protozoa, dan rotifera (tidak
banyak pada perairan tidak tercemar), serta beberapa jenis serangga (Anggraini,
2016). Berdasarkan tipe substrat tempat menempelnya, perifiton dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Epilithic, perifiton yang menempel pada batu.
2. Epipelic, perifiton yang menempel pada permukaan sedimen.
3. Epiphytic, perifiton yang menempel atau hidup pada permukaan daun atau
batang tumbuhan.
4. Epizoic, perifiton yang menempel pada permukaan tubuh hewan.
5. Epidendritic, perifiton yang menempel pada kayu.
6. Epipsamic, perifiton yang menempel pada permukaan pasir
2.3. 3 Benthos
Dalam suatu ekosistem perairan, bentos menjadi salah satu komunitas sangat
penting terutama pada perairan danau dan sungai (Sharma et al. 2013). Salah satu
parameter biologi yang di gunakan untuk meniali kualiata air pada suatu
lingkuangan adalah Makrozoobentos (Vyas et al. 2012). Makrozoobentos adalah
organisme yang sering digunakan sebagai indikator pencemaran (Minggawati
2013) dan berperan juga dalam biomonitoring dari suatu perairan (Roy dan Gupta
2010; Sharma et al. 2013). Bentos menjadi biomonitoring suatu perairan karena
hidupnya yang cenderung menetap (Trisnawaty et al. 2013), pada sedimen dasar
perairan (Purnami et al. 2010), baik substrat lunak maupun substrat keras
(Lumingas et al. 2011), memiliki sifat kepekaan atau sangat peka terhadap
beberapa bahan pencemar, mobilitas yang rendah (Sharma et al. 2013), selain itu
juga, bentos sangat mudah di tangkap dan ia memiliki kelangsungan hidup yang
panjang (Purnami et al. 2010).
Makrozoobentos pada suatu perairan berkontribusi sangat besar terhadap fungsi
ekosistem perairan (Vyas dan Bhawsar 2013) dan memegang peranan penting
seperti proses mineralisasi dalam sedimen dan siklus material organik (Vyas et al.
2012), serta berperan dalam transfer energi melalui bentuk rantai makanan (Roy
dan Gupta 2010; Sharma et al. 2013), sehingga bentos berfungsi sebagai
penyeimbang nutrisi dalam suatu lingkungan perairan (Minggawati 2013).
Komposisi dari makrozoobentos dapat merespon dengan baik perubahan variasi
karakteristik fisika kimia air diatasnya (Stamenkovic et al. 2010).
Bentos adalah organisme yang hidup di daerah dasar perairan dan mendiami pada
kedalaman tertentu. Bentos mendiami atau hidup di daerah intertidal dengan
kedalaman yang bervariasi (Hutabarat dan Evans, 1985). Dengan mempelajari
berbagai jenis bentos, akan diketahui berbagai jenis mahluk hidup yang ada di
perairan laut. Kehidupan bentos dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yaitu
tipe sedimen, salinitas dan kedalaman di bawah permukaan sehingga tercipta
keanekaragaman jenis bentos yang menghuni perairan (Susanto, 2000). Bentos
merupakan hewan-hewan seperti kelompok Bintang Laut, Bulubabi, Gastropoda,
Teripang, Bivalvia, dan Bintang ular (Oemarjati dan Wardhana, 1990).
Bentos adalah organisme yang hidup pada daerah dasar laut atau sungai, baik
dengan cara menempel pada pasir maupun lumpur. Bentos memegang beberapa
peranan penting dalam peraira seperti dekomposisi dan mineralisis meterial
organik yang memesuki perairan dan ia juga menduduki beberapa tingkat trofik
dalam suatu rantai makan (Odum, 1993).
Pada ekosistem danau, tumbuhan air berfungsi sebagai sumber makanan bagi
organisme perairan (feeding ground), tempat bertelur ikan (spawning ground),
tempat memijah ikan (nursery ground), sekaligus tempat berlindung bagi ikan dan
hewan-hewan invertebrata perairan (shelter ground). Selain itu, tumbuhan air juga
memproduksi oksigen selama proses fotosintesis, memberikan nilai keindahan
bagi danau, bahkan beberapa di antaranya mampu menyerap unsur logam berat,
sehingga dapat mengurangi pencemaran (Sunanisari et al. 2008).
Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di
atmosfer dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air. Proses respirasi tumbuhan
air dan hewan serta proses dekomposisi bahan organik dapat menyebabkan
hilangnya oksigen dalam suatu perairan. Selain itu, peningkatan suhu akibat
semakin meningkatnya intensitas cahaya juga mengakibatkan berkurangnya
oksigen (Effendi, 2003). Meningkatnya suhu air akan menurunkan kemampuan air
untuk mengikat oksigen, sehingga tingkat kejenuhan oksigen di dalam air juga
akan menurun. Peningkatan suhu juga akan mempercepat laju respirasi dan
dengan demikian laju pengunaan oksigen juga meningkat (Afrianto dan Liviawati,
1992).
3.3.3 Kecerahan
Pada perlakuan pengukuran kecerahan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Secchi disk disiapkan dan ditentukan titik yang akan diamati,
2. Secchi disk dicelupkan dan diamati pada kecerahan berapa warna putih
dan hitam tidak terlihat lagi,
3. Dihitung kecerahan dengan menggunakan rumus kecerahan
4. Kemudian hasilnya dicatat dan diulangi sebanyak 3 kali pada 3 titik.
3.3.4 Kedalaman
Pada perlakuan pengukuran kedalaman dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Secchi disk yang telah terdapat tongkat pengukur disiapkan untuk
mengukur kedalaman,
2. Secchi disk dimasukkan kedalam air kemudian diukur kedalamannya,
3. Hasilnya dicatat dan diulangi sebanyak 3 kali pada 3 titik.
3.3.5 pH
Pada perlakuan pengukuran pH dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. pH paper dimasukkan ke dalam air,
2. Ditunggu beberapa saat sampai setengah mengering ,
3. Perubahan warna yang terjadi dicocokkan dengan kotak pH,
4. Hasilnya dicatat dan diulangi sebanyak 3 kali pada 3 titik.
3.3.7 BOD
Pengukuran BOD dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sampel dimasukkan dalam botol winkler sampai penuh
3. Ditambahkan MnSO4 masing-masing 2ml
4. Ditambahkan alkali iodida azida masing-masing 2ml
5. Dikocok selama 5 menit
6. Ditambahkan larutan H2SO4 pekat masing-masing 2ml, dikocok hingga
homogeny
7. Ditambahkan indicator amilum masing-masing 2ml
8. Dititrasi dengan natrium tiosulfat hingga sampel terlihat jernih
3.3.9 Plankton
Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Plankton net disiapkan.
2. Air diambil dengan menggunakan ember 10L dkemudian dituangkan
kedalam plankton net dan dilakukan sebanyak 5 kali.
3. Air yang ada didalam botol plankton net dituangkan ke dalam botol film.
4. Lugol dimasukkan ke dalam botol film dan diberi label.
5. Perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali pada 3 titik.
3.3.10 Perifiton
Pengambilan sampel perifiton dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Habitat yang mewakili sungai ditentukan titiknya.
2. Tiga buah batu dipindahkan dari sungai untuk di analisis kuantitatif bentuk
alga. Diusahakan memilih bebatuan yang permukaannya datar yang
tergeletak secara paralel terhadap badan sungai.
3. Masing-masing permukaan batu diisolasi seluas 4 cm2 dengan membuat
garis bantu.
4. Masing-masing permukaan yang telah diisolasi di sikat dan di kerik bentik
alga nya dan dimasukkan kedalam botol sampel.
5. Sampel diawetkan menggunakan lugol dengan cara penetesan lugol pada
larutan sampel.
3.3.11 Bentos
Penganbilan sampel bentos dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Titik lokasi pengambilan sampel ditentukan.
2. Sedimen diambil dengan menggunakan core sampler.
3. Sedimen diletakkan diatas saringan dan dilihat hewan bentos apa saja yang
didapat.
4. Bentos yang ditemukan dimasukkan ke dalam plastik zip dan diberi lugol
agar awet.
Suhu Danau 1
31
30
29
28
Titik 1
27
26 Titik 2
°C
25 Titik 3
24
23
22
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelompok
Suhu Danau 2
30
29
28
27 Titik 1
26 Titik 2
°C
Titik 3
25
24
23
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelompok
10 Titik 3
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelompok
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelompok
Grafik 4. pH Danau 1
Danau 2
7.5
7 7 7 7 7 7 7 7 7
6.5
pH
6 6 6
5.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelompok
Grafik 5. pH Danau 2
Sungai
7.5
7 7 7 7 7 7 7 7 7
6.5
pH
6 6 6 6 6
5.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelompok
Grafik 6. pH Sungai
4.3 Hasil Pengamatan Parameter Biologi
4.3.1 Plankton
Plankton Danau 1
70
60
50
40
30
20
10
0
Jumlah
ra l i s ra a m us a ri s ra ya sta ns i e m m m m us
s po ma ogy form i deu a c nem ea opo Lygb bu ri a di ck di u ni u rmu i deu a c
ro y i r a o ra o i n ot ro a o io e
C. ri av s i ra oph zoc os p stero nd
ra
i c a h Sp ari ster end Tri b Sl a e i r i e
M om li A yn h o r
o h d A yn
at ag
C os l
Di Fr
S el Me Mon R yl i n S
M C
Spesies
Plankton Danau 2
35
30
25
20
15
10
5
0
Jumlah
a s m ma re um s s
rata nel l p or
a m
i u ci sti di u g la i a i ca a ri atu
t s d i u n l l i t
es i o cro i
rm a ero oph
y o os rc lo pe ci cu vi s
fn ster i o yr n ci zoc til a n
r i a A M eb s
p h
n or G
ro Rh i
e o u s a us i
l S o
lla k o hl o
Gl des odi s
m c
a be M
hyc
T c ro n
Tra
Spesies ki st pha
An Ste
Plankton Sungai
10
8
6
4
2
0
Jumlah
a s a ri x il n is a m ve va
or he or h a ga rg ri k iu sl ar
sp an
t s p ot Th ll e ne n e i d a
v l
ro hn ro Ul e ii
lim ph ed
r ta
M
ic
Ac m
ic
ella c ia a o ra n a ila
o i y r
ri c th to
r on S
Au
r
Su Ni li l a M
c
Spesies Os
Grafik 9. Plankton Sungai
4.3.2 Perifiton
Perifiton Danau 1
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
a in m us cus ura l a re i um i ca is s a a
n em era i di u occ a l e u n l a l a r i tatu gl en ori n
d rn a p rc o e u s
yto cel l oc dr phi ci zocl l a p a ci c i nvi Eu Eud
Sc bs o tich en m n i ti
m e S n A ro rh oeo us us
ri u Kl Sy h lo l s m isc
o c g
cl ch
y de nod
h i zo ra s tro a
R t
nki teph
a s
Perifiton Danau 2
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
a to i n i x m ei i s ei ve l a ra l a ta m a us a
n em kro era ethr i di u i cki the i cki va l i du l eu nel ul a ni u gl en or ori n
s d
yto ne l l mo rn d a n d ei s vi r hi p ri o ra n cl o Eu em ud
n
Sc a fe ce Ho bs o s i ra Ach s i ra a nt hi a mp Aste i a g hi zo Tet
m E
n um l e l o l o hn zc A o r R
l l a ri K e e
M A Ni
c t
us
a be ocl o M M
T iz
Rh
4.3.3. Bentos
Bentos Danau 1
14
12
10
8
6
4
2
0
Bentos Danau 2
14
12
10
8
6
4
2
0
e ta e e e e a m e a a Sp
i da r ra i da i da i da i da ce iu nic l en vex
b r i l a c a u n m
di se pa
r yn ia pu
e av Sa co iu
Hy ly l a vi pha i th orb m C.D F.J s a ch
i S S C a a
St v
la po nc
pi tehl bra
ra ro
Pa ac
M
4.2 Pembahasan
Kecerahan pada danau ranau di titik 1 memiliki kecerahan yang rendah karna
pada saat pangukurannya dilakukan secara manual jadi endapan endapan yang
berada di dasar perairan naik ke permukaan dan mengakibatkan kekeruhan yang
cukup mengganggu bagi organisme yang hidup di dalamnya. Pada titik 2
kecerahan yang diukur menunjukkan hasil yang cukup cerah, cahaya masih dapat
masuk kedalam badan air karna kedalam nya sudah cukup dalam dan endapan
yang terdapat juga tidakBanyak jadi tidak keruh saat di lewati oleh orang atau
kapal yang lewat, namun kepadatan tanaman air juga cukup tinggi. Pada titik 3
kecerahan yang di dapat cukup tinggi tingkat kecerahan nya, namun tumbuhan air
yang sangat melimpah kemungkinan menutupi cahaya yang masuk sehingga
cahaya tidak sampai dasar perairan. Pada sungai kecerahan yang di dapat rata rata
100%karna kedalaman sungai juga hanya sekitar 20-30 cm dan aliran yang cukup
atau lumayan Deres jadi setiap endapan yang terangkat langsung mengalir dan
mengendap di lokasi lainnya.
Arus perairan pada danau ranau terbilang cukup rendah karna pada perairan danau
memang tidak terlalu cepat, arus yang terdapat juga disebabkan oleh pergerakan
angin atau adanya upwelling dan atau downwelling yang mengakibatkan endapan
endapan di dasar danau naik ke permukaan mengakibatkan perairan yang bersifat
toksik bagi biola di dalamnya. Arus danau yang mengakibatkan upwelling dan
downwelling hanya terjadi satu tahun sekali menurut para pembudidaya yang ada
disana. Arus pada perairan sungai terbilangcukup cepat karna kecepatan nya
0.100-0.350 m perdetik.
Berdasarkan tabel dan grafik yang kandungan pH pada titik atau pada danau satu
pada kelompok 1 kadar pH nya sebesar 7, kelompok 2 kadar pH nya 7, kelompok
3 kadar pH nya 7, kelompok 4 kdar pH nya sebesar 7, kelompok 5 kadar pH nya 7
begitu seterusna dari kelompok 6 sampai 10 kadar pH yang didapat adalah 7.
Dilakukan pengamatan pH air pada titik 2 Danau ranau dan didadaptkan hasil dari
masing-masing kelompok yaitu pada kelompok 1 didapat pH 7, kelompok 2
didapat pH 7, Kelompok 3 didapat pH 7, kelompok 4 didapat pH lebih rendah
yaitu 6, kelompok 5 didapat hasil pH 7, kelompok 6 didapat pH 7, kelompok 7
didapat pH 6, kelompok 8 didapat pH 7, kelompok 9 didapat pH 7, dan kelompok
10 didapat pH 7. Rata-rata sebaran pH pada tiap titik di stasiun 2 Danau Ranau
yaitu 7 yang berarti pH air di perairan tersebut relatif normal.
Dilakukan pengamatan pH air pada titik sungai di Danau ranau dan didadaptkan
hasil dari masing-masing kelompok yaitu pada kelompok 1 didapat pH 7,
kelompok 2 didapat pH 6, Kelompok 3 didapat pH 7, kelompok 4 didapat pH
yaitu 6, kelompok 5 didapat hasil pH 7, kelompok 6 didapat pH 6, kelompok 7
didapat pH 6, kelompok 8 didapat pH 7, kelompok 9 didapat pH 7, dan kelompok
10 didapat pH 7. Rata-rata sebaran pH pada tiap titik di stasiun 2 Danau Ranau
yaitu 7 yang berarti pH air di perairan tersebut relatif normal atau masih
mendekati pH asam.
Efendi, 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Hutabarat dan Evans.2006. Analisis Kualitas Air Pada Sentral Outlet Tambak
UdangSistem Terpadu Tulang Bawang Lampung. ITB. Bandung.
Sukenda, P., Hadi, dan E. Harris. 2006. Pengaruh Pemberian Sukrosa Sebagai
Sumber Karbon Dan Probiotik Terhadap Dinamika Populasi Bakteri Dan
Kualitas Air Media Budidaya Udang Vaname, Litopenaeus Vannamei.
Jurnal Akuakultur Indonesia. (2) 179-190.