Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN AKHIR

PEMURNIAN AIR TANAH DANGKAL DI DESA RABASA DAN


SEKITARNYA, KECAMATAN MALAKA BARAT, KABUPATEN
MALAKA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

OLEH

Dr. Herry Zadrak Kotta, S.T.,M.T (NIDN: 0010076906)

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2018
0
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pemurnian Airtanah Dangkal di Desa Rabasa dan


sekitarnya, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten
Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur
Bidang Penelitian :
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Dr. Herry Z. Kotta, S.T.,M.T
b. NIP/NIK : 196907101997031001
c. NIDN : 0010076906
d. Jabatan Fungsional : Lektor
e. Jabatan Struktural : Kepala PPLHSA dan Agro Ekologi
f. Fakultas/Jurusan : Sains dan Teknik / Teknik Pertambangan
g. Pusat Penelitian : Universitas Nusa Cendana
h. Alamat Institusi : Jl. Adisucipto Kampus Undana Penfui Kupang
i. Telpon/Faks/E-mail : (0380)881560
Waktu Penelitian :
Pembiayaan : : Rp. 10.000.000,-

Kupang, 06 April 2018


Mengetahui, Pengusul,
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan

Ika F. Krisnasiwi, S.Si M.Sc Dr. Herry Z. Kotta, S.T.,M.T


NIP.19790201 2014 042 001 NIP. 196907101997031001

Menyetujui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknik
Universitas Nusa Cendana

Drs. Hery Leo Sianturi, M.Si


NIP. 19651205199103 1 006

BAB I

1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Air merupakan kebutuhan vital bagi makluk hidup, oleh karena itu tanpa air,
makhluk hidup tidak mampu bertahan hidup. Salah satu makhluk hidup yang sangat
membutuhkan air adalah manusia. Air yang bersih sangat dibutuhkan oleh manusia,
baik untuk kehidupan sehari-hari, untuk industri, dan untuk keperluan pertanian.
Untuk mendapat air yang baik sesuai dengan standar tertentu, diperlukan banyak
biaya, karena saat ini air tanah dangkal telah tercemar oleh bermacam-macam limbah
dari berbagai hasil kegiatan manusia, sehingga secara kualitas sumberdaya air tanah
dangkal telah mengalami penurunan. Seiring pertumbuhan penduduk yang semakin
pesat, kebutuhan air juga semakin besar, sehingga muncul masalah yang dihadapi
oleh manusia tentang ketersediaaannya air bersih untuk keperluan sehari-hari, dalam
hal ini adalah keperluan minum. Peninggkatan kualitas air tanah dangkal adalah
syarat utama karena semakin maju tingkat hidup masyarakat, maka akan semakin
tinggi juga tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut (Sutrisno dkk, 2006).
Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat tau komponen lain (polutan)
kedalam perairan sehingga mutu air menurun. Sumber-sumber pencemaran air,
terutama berasal dari limbah industri, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan
limbah hasil tambang. Air yang tercemar memiliki beberapa kriteria atau ciri-ciri
sebagai berikut;
1. Adanya perubahan suhu, pada kondisi normal suhu air di bawah suhu lingkungan.
Sebagai contohnya, pada daerah yang memiliki suhu lingkungan 28°C, maka suhu
air di daerah tersebut berkisar 20°C – 25°C.
2. Adanya perubahan pH, pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang pada suatu larutan. Pada kondisi
normal pH air adalah netral, yaitu berkisar 7. Pada kondisi tercemar, pH air
berkisar antara 4 – 6 atau 8 – 9.
3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa, Air yang bersih atau tidak tercemar
adalah air yang bening (tidak berwarna), tidak berbau dan tidak berasa jadi jika
ada iklan air mineral yang katanya ada manis-manisnya tersebut patut
dipertanyakan kemurnian dan keamanannya.
4. Adanya endapan atau bahan terlarut, endapan atau bahan terlarut yang ada di
sungai dapat berasal dari polutan yang masuk ke sungai. Polutan tersebut dapat
berupa insektisida (limbah pertanian), tumpahan minyak, sampah-sampah rumah
2
tangga seperti plastik, air cucian sabun dan detergen serta limbah industri yang
berbahaya bagi makhluk hidup, dan lain-lain.
5. Adanya kandungan mikroorganisme, salah satu peranan mikroorganisme adalah
menguraikan bahan-bahan pencemar yang bersifat organik. Semakin banyak
limbah di suatu perairan, semakin banyak pula mikroorganisme yang ada di
perairan tersebut.

Pencemaran air yang terjadi mendorong banyak pihak agar mencari cara untuk
mengolah air yang tercemar menjadi air yang layak digunakan. Pengolahan air terdiri
dari 3 aspek, yaitu pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi. Pada pengolahan
secara fisika, biasanya dilakukan secara mekanis, tanpa adanya penambahan bahan
kimia. Contohnya adalah pengendapan, filtrasi, adsorpsi, dan lain-lain. Pada
pengolahan secara kimiawi, terdapat penambahan bahan kimia, seperti klor, tawas,
dan lain-lain, biasanya bahan ini digunakan untuk menyisihkan logam-logam berat
yang terkandung dalam air. Pengolahan secara biologis, biasanya memanfaatkan
mikroorganisme sebagai media pengolahnya. Secara umum, skema pengolahan air
bersih di daerah-daerah di Indonesia adalah sebagai berikut: bangunan intake
(bangunan pengumpul air) berfungsi sebagai bangunan pertama untuk masuknya air
dari sumber air. Kemudian bak pra-sedimentasi (optional), bak ini digunakan bagi
sumber air yang karakteristik turbiditasnya tinggi (kekeruhan yang menyebabkan air
berwarna coklat). Bentuknya hanya berupa bak sederhana, fungsinya untuk
pengendapan partikel-partikel diskrit dan berat seperti pasir, dll. Selanjutnya air
dipompa ke bangunan utama pengolahan air bersih yakni WTP. WTP (Water
Treatment Plant) hingga tahap akhirnya adalah reservoir yang berfungsi sebagai
tempat penampungan sementara air bersih sebelum didistribusikan.
Ada berbagai cara yang telah ditemukan untuk mendapatkan air bersih antara
lain, dengan membuat sumur gali dan sumur bor pada daerah yang memungkinkan
terdapatnya air bawah tanah. Untuk daerah-daerah yang sulit ditemukannya air
bawah tanah maka diperlukan cara lain untuk mendapatkan air bersih. Salah satu
caranya adalah dengan penjernihan air. Dalam proses penjernihan air, biasanya
digunakan beberapa metode. Salah satunya adalah metode filtrasi ganda. Untuk
menggunakan metode ini, tidak terlalu diperlukan banyak biaya. Dalam metode filter
ganda ini, digunakan bahan-bahan yang mudah untuk ditemukan, diantaranya adalah
pasir kuarsa, arang, ijuk, kerikil, kapur, dan biji Kelor.

3
Desa Rabasa merupakan salah satu desa yang terletak di pesisir selatan
Kabupaten Malaka, dimana kondisi air tanah dangkal di wilayah ini sebagian tidak
layak dikonsumsi karena telah berasa asin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kandungan yang terdapat dalam sumber air yang terjadi pencemaran agar
dapat dicari cara pemurniannya untuk menjadi sumber air yang layak. Berdasarkan
latar belakang di atas maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Pemurnian
Air Tanah Dangkal di Desa Rabasa dan sekitarnya, Kecamatan Malaka Barat,
Kabupaten Malaka.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagimana hasil pengukuran sifat fisik air tanah dangkal di Desa Rabasa dan
sekitarnya, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka?
2. Bagaimana upaya pemurnian air tanah dangkal di Desa Rabasa dan sekitarnya
Kecamatan Malaka barat, Kabupaten Malaka, agar layak dikonsumsi?

1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sifak fisik air tanah dangkal di Desa Rabasa dan sekitarnya,
Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka.
2. Untuk mengetahui Upaya Pemurnian Air Tanah Dangkal di Desa Rabasa dan
sekitarnya Kecamatan Malaka barat, Kabupaten Malaka, agar layak
dikonsumsi.

BAB II
STUDI PUSTAKA

4
Pemurnian Air adalah proses mengeluarkan bahan kimia yang tidak diinginkan,
bahan dan kontaminan biologis dari air yang terkontaminasi. Tujuannya adalah untuk
menghasilkan air sesuai dengan tujuan tertentu. Sebagian besar air yang dimurnikan
untuk konsumsi manusia (air minum) tetapi pemurnian air mungkin juga dirancang
untuk berbagai tujuan lain, termasuk memenuhi persyaratan medis, farmakologi,
kimia dan aplikasi industri. Secara umum metode yang digunakan mencakup proses
fisik seperti filtrasi dan sedimentasi, proses biologis seperti filter pasir lambat atau
lumpur aktif, proses kimia seperti flokulasi dan klorinasi dan penggunaan radiasi
elektromagnetik seperti sinar ultraviolet. Proses pemurnian air dapat mengurangi
konsentrasi partikel termasuk ditangguhkan partikel, parasit, bakteri, ganggang, virus,
jamur, dan berbagai terlarut dan partikel bahan yang berasal dari air permukaan yang
mungkin telah melakukan kontak dengan setelah jatuh sebagai hujan. Standar untuk
minum kualitas air biasanya ditetapkan oleh pemerintah atau dengan standar
internasional. Standar-standar ini biasanya akan menetapkan konsentrasi minimum
dan maksimum kontaminan untuk penggunaan yang akan dibuat dari air. Hal ini tidak
mungkin untuk mengatakan apakah air adalah suatu mutu yang sesuai dengan
pemeriksaan visual. Sederhana prosedur seperti merebus atau penggunaan rumah
tangga karbon aktif filter tidak cukup untuk mengobati semua pencemar
kemungkinan hadir dalam air dari sumber yang tidak diketahui. Bahkan alam mata air
- dianggap aman untuk semua tujuan praktis di abad ke-19 - sekarang harus diuji
sebelum menentukan apa jenis perawatan, jika ada, diperlukan. Analisis kimia,
sementara mahal, adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan untuk menentukan metode yang tepat dari pemurnian. Menurut 2007
Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan, 1,1 miliar orang tidak memiliki akses ke
peningkatan air minum pasokan, 88% dari 4 miliar kasus tahunan penyakit diare yang
disebabkan oleh air yang tidak aman dan tidak memadai sanitasi dan kebersihan, dan
1,8 juta orang meninggal akibat diare penyakit setiap tahun. WHO memperkirakan
bahwa 94% dari kasus-kasus diare dapat dicegah melalui modifikasi lingkungan,
termasuk akses terhadap air yang aman. Teknik sederhana untuk pengolahan air
dirumah, seperti klorinasi, filter, dan disinfeksi surya, dan menyimpannya dalam
aman kontainer bisa menyelamatkan sejumlah besar nyawa setiap tahun. Mengurangi
kematian akibat penyakit yang ditularkan melalui air adalah utama kesehatan
masyarakat sasaran di negara berkembang.

5
Metode pemurnian air dapat dilakukan dengan dua sistem yaitu sistem
terdesentralisasi atau dengan teknologi membran. Pada sistem terdesentralisasi,
sumber air permukaan dalam jumlah besar tidak selalu tersedia. Ada 2 jenis sumber
air yang dapat cepat didapat, yaitu air tanah dan air hujan. Air sumur merupakan
pilihan skala rumah tangga pada saat krisis air, karena jaraknya pendek dan idealnya
sedikit polutannya. Air dapat dipompa dengan mudah menggunakan pompa tenaga
manusia atau pompa listrik, hanya saja bila tidak ada data hidrogeologikal, penentuan
lokasi sumur yang menghasilkan air akan menjadi sulit. Pada daerah dengan kadar
mineral tertentu dan daerah yang kaya akan polusi tanah seperti perkebunan dan
daerah industri, air pada kedalaman yang rendah tidak memiliki kualitas yang layak
sebagai air minum karena memiliki kadar garam yang tinggi, terkontaminasi limbah
industri atau memiliki kadar arsenik alami seperti di Bangladesh, atau florida di
Tanzania. Air hujan juga merupakan sumber air alternatif. Namun, air hujan memiliki
banyak polutan dan terkontaminasi sesuai tempat jatuhnya, dan sangat bergantung
dengan musim. Sumber air yang umum lainnya adalah limbah dan limbah rumah
tangga. Limbah jenis ini biasanya tidak digunakan untuk air minum, melainkan air
untuk menyiram kebun, air pada boiler dan heat exchanger. Air limbah merupakan
pilihan utama pada kondisi krisis seperti permintaan yang tinggi atau musim
kemarau. Ketiga sumber air ini memiliki banyak polutan dan tidak dapat langsung
diminum, serta biasanya memiliki kadar mineral dan polutan yang tinggi sehingga
pemurnian tidak bisa dilakukan dengan dipanaskan saja pada skala rumahan. Perlu
adanya proses pemurnian sebelum didistribusikan, antara lain:
a. Pemanasan dengan bahan bakar f. Adsorpsi
minyak g. Pertukaran Ion
b. Pemanasan dengan solar h. Disinfeksi dengan kimia
c. Radiasi UV dan kombinasi i. Sendimentasi
dengan pemanasan dengan j. Filtrasi
bahan bakar minyak k. Filtrasi dengan media butir/
d. Koagulasi l. granula
e. Pengendapan m. Aerasi

Pemurnian dengan menggunakan membran secara hakikatnya merupakan


penyaringan dengan gaya pemicu dan selaput semipermiabel yang tipis. Pemicu dari
penyaringan menggunakan membran dapat berupa perbedaan tekanan, konsentrasi,

6
potensial listrik maupun suhu. Pori-pori membrane, terutama ultrafiltrasi memiliki
pori-pori yang cukup kecil untuk mencegah mikroba dan virus. Perkembangan
teknologi membran yang pesat membuat membran dapat dibuat menjadi tetap
canggih dan mudah beradaptasi tetapi juga murah. Hanya saja, membran rentan akan
fouling, sehingga diperlukan langkah pencegahan seperti melakukan pretreatment,
back flushing dan metode crossflow. Membran biasanya dibuat dengan konsep dead-
end. Konsep ini praktis dan digunakan pada aplikasi industri seperti pembuatan beer
dan penyaringan oli. Cara seperti ini efektif untuk penyaringan pada konsentrasi
rendah dan pressure drop yang kecil. Untuk penyaringan air, akan ditemukan kasus-
kasus dimana air yang disaring memiliki konsentrasi pengotor yang tinggi, sehingga
membran yang digunakan harus memiliki konsep crossflow, dimana desain sistem
disesuaikan dengan sifat aliran umpan. Modul crossflow dapat berupa turbular,
lembaran, gulungan atau hollow fiber, dengan penggunaannya adalah tergantung dari
tujuan proses. Bahan membran yang efektif dan murah adalah polimer dengan
kestabilan kimia yang tinggi. Bahan anorganik seperti keramik hanya digunakan pada
kondisi pH spesifik, temperatur atau aliran masuk dengan komposisi kimia tertentu
sehingga tidak bisa menggunakan polimer. Membran yang dapat digunakan pada
skala desentralisasi sebagai berikut :
Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi merupakan mebran yang hampir mengeliminasi semua patogen
karena pori-porinya yang sangat kecil (<100nm). Ultrafiltrasi menguntungkan karena
membutuhkan pressure drop yang kecil. Contoh plant ultrafiltrasi adalah plant
Chesnut Avenue Water Works, Chesnut Avenue, Singapura dengan kapasitas 72 MGD
atau sekitar 272.000 m3/hari. Ultrafiltrasi dapat dikatakan jarang digunakan untuk
penyaringan air minum rumahan. Biasanya, ultrafiltrasi digabung dengan pre-
treatment dan penyaringan dengan membran hollow fiber. Tujuan dari pretreatment
adalah mengurangi turbiditas dan mengurangi kadar klor. Meskipun jarang digunakan
pada skala rumahan, ultrafiltrasi berbentuk hollow fiber mulai dikembangkan untuk
pemurnian tap water dirumah tangga, seperti yang dikembangkan Homespring dan
Memfil. Pretreatment yang digunakan pada skala kecil ini adalah filter karbon, yang
harus diganti secara berkala. Sistem filtrasi menggunakan hollow fiber ultrafiltration
sebaiknya dirancang untuk sistem yang kontinu. Bahkan low-pressure ultrafiltration
sudah dicobakan di Afrika Selatan, untuk menyaring air dari alga dan polusi lainnya.
Membran ini perlu dibersihkan secara berkala. Pada daerah pinggiran dan peri-urban,

7
sumber energi tidak banyak, sehingga energi potensial atau head dari umpan
dimaksimalkan agar feed tidak perlu disedot dengan pompa, namun pompa tetap
dibutuhkan agar proses tetap terjadi terus menerus sehingga penyaringan berulang-
ulang (Sitanggang, 2016).
Mikrofiltrasi
Mikrofiltrasi dengan keramik merupakan penyaringan yang sedang
dikembangkan di negara berkembang dan direkomendasikan oleh WHO. Karena
ukurannya yang besar (0,2 mikrometer), ada sebagian bakteri dan virus yang dapat
lolos. Biasanya membran dibuat dari tanah liat, dan tidak membutuhkan driving force,
atau cukup dengan pompa tangan saja. Biasanya, membran komersial akan dilengkapi
dengan per perak sebagai disinfektan dan menghindari penumpukan mikroorganisme.
Mikrofiltrasi juga dikemas secara ergonomis dalam bentuk “filter pen” untuk
pengembara dan militer untuk bertahan hidup, dengan tujuan menghindari
kontaminasi cacing, dan juga bakteri seperti yang dilakukan LifeStraw. Mikrofiltrasi
juga dikembangkan untuk mendapatkan air bersih pada kondisi bencana alam.
Mikrofiltrasi ini biasanya memerlukan pretreatment klorinasi dan membutuhkan
operator yang handal, dan perlu dicuci dengan hipoklorit dan dilakukan backflush
sehingga perlu operator yang handal. Teknologi ini sudah diterapkan di Asia
Tenggara, Asia Tengah dan Amerika Selatan (Sitanggang, 2016)
Reverse Osmosis
Reverse Osmosis merupakan modul yang paling umum digunakan pada
penyaringan skala rumah tangga. Reverse Osmosis saat ini menempati 60% plant dari
plant desalinasi diseluruh dunia. Plant reverse osmosis terbesar saat ini terletak di
Israel yaitu Sorek Desalination Plant. Reverse osmosis juga memerlukan pre-
treatment untuk menghindari terjadinya fouling, diantaranya pemisahan dari
sedimentasi, mikrofiltrasi, dan filter karbon aktif sebagai post-treatment. Reverse
Osmosis, hampir sama dengan ultrafiltrasi, hampir tidak membutuhkan beda tekan
yang besar, cukup dengan tekanan feed water saja. Reverse Osmosis lazim digunakan
pada keran rumah tangga pada negara maju, namun membutuhkan perawatan secara
berkala sehingga ada biaya maintenance yang harus dikeluarkan. Reverse Osmosis
unggul dan banyak digunakan pada desalinasi air laut pada kondisi darurat. Desalinasi
air laut harus melalui pretreatment bertahap dan membutuhkan driving force sehingga
harga investasinya akan menjadi lebih mahal, oleh karena alasan inilah penggunaan
menjadi terbatas (Sitanggang, 2016).

8
Nanofiltrasi
Nanofiltrasi banyak digunakan pada pengolahan air permukaan. Contoh plant
nanofiltrasi saat ini adalah plant Boca Raton di Florida dengan kapasitas 150.000
m3/hari (Sitanggang, 2016).
Membran Bioreaktor
Membran bioreaktor bukan dilakukan untuk menyaring air, tetapi melakukan
reklamasi air dari limbah seperti lumpur. Membran bioreaktor bertujuan untuk
menggantikan proses konvensional seperti lumpur aktif dan klarifier. MBR digunakan
untuk memisahkan mikroba dari air limbah yang sebelumnya telah diolah. Membran
bioreaktor ini unggul karena air hasil penyaringan yang dihasilkannya memiliki
kualitas tinggi, serta pengoperasian fleksibel. Akan tetapi, penambahan membrane
bioreaktor akan membuat biaya produksi menjadi mahal dan operasi akan lebih rumit
(Sitanggang, 2016).
Proses pemurnian air dapat menggunakan sistem pengolahan air bersih dan air
minum (Reverse Osmosis & Ultra Filtration System). Sistem pengolahan air minum
dengan sumber air bersih dengan skala atau standar air minum, memerlukan beberapa
proses yang perlu diterapkan, adapun proses yang diperlukan tergantung dari kualitas
air baku antara lain: proses penampungan air dalam bak penampungan air yang
bertujuan sebagai tolak ukur dari debit air bersih yang dibutuhkan. Ukuran bak
penampungan disesuaikan dengan kebutuhan (debit air) yang mana ukuran bak
minimal 2 kali dari kebutuhan. Proses oksidasi atau dengan kata lain penambahan
oksigen ke dalam air agar kadar-kadar logam berat serta zat kimiawi lainnya yang
terkandung dalam air mudah terurai. Dalam proses ini ada beberapa perlakuan yang
bisa dilakukan seperti dengan penambahan oksigen dengan sistem aerasi (dengan
menggunakan alat aerator) dan juga dapat dilakukan dengan menggunakan katalisator
bahan kimia untuk mempercepat proses terurainya kadar logam berat serta zat
kimiawi lainnya (dengan menggunakan clorine, kaporite, kapur dll). Proses
pengendapan atau koagulasi, proses ini bisa dilakukan dengan menggunakan bahan
kimia seperti bahan koagulan (Hipoklorite/PAC dengan rumus kimia Al2O3), juga
proses ini bisa dilakukan dengan menggunakan teknik lamela plate. Proses filtrasi,
proses ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran air yang masih terkandung
dalam air. Biasanya proses ini menggunakan bahan sand filter yang disesuaikan
dengan kebutuhan baik debit maupun kualitas air dengan media filter (silica
sand/quarsa, zeolite, dll). Proses filtrasi (carbon actived), proses ini bertujuan untuk

9
meningkatkan kualitas air agar air yang dihasilkan tidak mengandung bakteri (sterile)
dan rasa serta aroma air. Proses demineralisasi, proses ini berfungsi untuk
mengurangi bahkan menghilangkan kadar – kadar logam serta mineral-mineral yang
terkandung dalam air. Proses Reverse Osmosis system, proses ini merupakan proses
utama dalam proses pemurnian air dengan hasil qualitas air non mineral. Proses ini
melalui alat yang disebut membran semipermiable, membran ini mempunyai lubang
air 1/10000 mikron yaitu air yang melewati lubang tersebut sudah merupakan air
bebas bakteri mineral, virus dan logam-logam berat lainnya. Proses terakhir adalah
proses pembunuhan bakteri, virus, jamur, makroba dan bakteri lainnya yang
tujuannya air itu tidak perlu dimasak kembali, proses ini menggunakan proses ultra
violet atau dengan kata lain sterilisasi dengan menggunakan penyinaran ultra violet
serta dengan ozonisasi.

10
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.1.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Desa Rabasa dan sekitarnya Kecamatan
Malaka Barat Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur.
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian direncanakan selama 6 bulan mulai bulan April 2018 hingga Agustus 2018,
dengan rincian jadwal pelaksanaan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian


Bulan Ke-
No KEGIATAN
1 2 3 4 5 6
1 Pengurusan Izin
1 Survei lapangan dan Pengadaan sampel air
3 Preparasi contoh
4 Penyiapan alat
5 Pembuatan alat pemurnian air
6 Pengukuran sifat fisik dan kimia
7 Pelaporan

3.2. Populasi dan Sampel


3.2.1. Populasi
Menurut Sugiyono (2014), populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek/subyek yang memiliki kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini merupakan sumber
air tanah dangkal yang berada di Desa Rabasa dan Sekitarnya, Kecamatan
Malaka Barat, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
3.2.2. Sampel
Menurut Sugiyono (2014), sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh sebuah populasi. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah air yang diambil dari sumber air tanah dangkal
yang mengalami pencemaran.

3.3. Teknik Pengumpulan Data


11
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data berbeda berdasarkan jenis
dan sumber data yang diperoleh, yakni:
3.3.1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan sebelum atau selama penelitian
berlangsung. Literatur yang digunakan sebagai acuan tidak hanya sebatas
buku namun dapat pula bahan-bahan lain misalnya artikel, tulisan ilmiah,
jurnal, skripsi/tesis, laporan kajian/studi pemerintahan dan internet.
3.3.2. Pengumpulan Data
Setelah studi literatur dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang
ada, maka yang selanjutnya dilakukan adalah pengumpulan data yang
berhubungan dengan penelitian. Data yang diambil tersebut terbagi atas
data primer dan sekunder.
a. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi pemerintahan daerah
terkait atau dari penelitian-penelitian terdahulu. Data-data sekunder
tersebut berupa peta tematik, dimana antara lainnya adalah; peta
topografi, peta geologi, peta administrasi, dan peta hidrogeologi.
b. Data primer adalah data yang diambil sendiri dan diperoleh secara
langsung dalam penelitian, yaitu data dari hasil analisa laboratorium.
Data tersebut adalah data hasil uji kualitas air yang layak untuk
dikonsumsi. Data primer diperoleh dari sumber air tanah dangkal di
Desa Rabasa dan sekitarnya yang telah tercemar.
3.3.3. Penyusunan Laporan Penelitian
Setelah pengumpulan data dan analisis laboratorium dilakukan,
maka hasil yang diperoleh dibuat dalam bentuk suatu laporan penelitian.

3.4. Teknik Analisis Data


Tahapan pengolahan data yaitu dengan cara kualitatif kuantitatif yakni
mengevaluasi kriteria terhadap sumber air sesuai standar yang layak dikonsumsi.
Analisis data dibagi atas dua tahapan yaitu sebagai berikut:

3.4.1. Penetapan Parameter/ Kriteria


Pada tahapan ini disesuaikan dengan standar kualitas air bersih
kemudian dibandingkan dengan sampel hasil pengujian yang diambil dari
sumber air tanah dangkal yang telah tercemar di Desa Rabasa dan
Sekitarnya.
3.4.2. Analisis Media dalam perangkat Pemurnian Air
12
Pada tahapan ini setiap parameter/ kriteria ditentukan agar dapat
dilakukan pemurnian sesuai dengan desain perangkat pemurnian air yang
diperlukan.

3.5. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Pengumpulan
data

Data Primer Data Sekunder


Pengambilan Standar penentuan
Sampel Air kualitas air dan Design
Tercemar Perangkat Pemurnian
Air

Analisis Data
Penetapan parameter/kriteria Aspek-aspek 13
dan Analisis air tercemar kualitas air layak
konsumsi
Kandungan Design Perangkat
pada sumber air Pemurnian Air
tercemar

Design Perangkat Pemurnian Air


sesuai dengan kebutuhan agar air
tercemar menjadi layak konsumsi
Selesai
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Morfologi Daerah Penelitian


Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, morfologi daerah Rabasa dan
sekitarnya adalah morfologi dataran rendah (low plain), umumnya tergenang air
pada saat musim penghujan. Menurut peta topografi yang diterbitkan oleh
Pemerintah Kabupaten Malaka, kemiringan daerah Rabasa dan sekitarnya
berkisar antara 0 – 8%, termasuk daerah bertopografi datar, terletak pada
ketingggian 0 – 25 mdpl.

5.2. Geologi Daerah Penelitian


Hasil pengamatan di lapangan dan mengacu pada peta geologi regional
serta berdasarkan pada dominasi litologinya, batuan yang menyusun daerah
Rabasa dan sekitarnya adalah Satuan alluvium. Pada peta geologi regional
bernotasi Qa, artinya: Quarter Alluvium: Terdiri atas lempung warna hitam
sampai kecoklatan, lanau, pasir berwarna abu- abu, fragmen batuan aneka jenis
berukuran pasir halus – pasir kasar, terdapat pula cangkang-cangkang binatang
laut, bersifat lepas (unconsolidated). Satuan aluvium, merupakan produk
rombakan batuan yang ada. Satuan aluvium ini berumur Kuarter (Resent).
Keberadaan satuan aluvium meliputi hamparan Desa Rabasa dan sekitarnya.

14
5.3. Hidrogeologi Daerah Penelitian
Berdasarkan peta hidrogeologi lembar Kupang, Kefamenanu dan
Atambua skala 1: 250.000 (sumber: Direktorat Geologi Tata Lingkungan, tahun
1990), Daerah Desa Rabasa dan sekitarnya yang secara geologi disusun oleh
satuan aluvium, secara hidrogeologi daerah ini memiliki kelulusan sedang hingga
tinggi pada material halus - kasar, berkelulusan rendah pada material halus.
Akuifernya termasuk akuifer produktif (akuifer dengan keterusan sedang, muka
airtanah umumnya di atas atau dekat permukaan).

5.4. Kondisi Lingkungan Fisik Sumur


Lingkungan fisik di sekitar lokasi sumur di Desa Rabasa pada umumnya
masih belum tertata baik dan kondisi sumur tidak tertutup. Masih terdapat
sampah, kandang hewan dan limbah buangan di sekitar sumur, demikian pula
lokasi septic tank berada cukup dekat pada sebagian sumur, bahkan ada sumur
yang berdekatan dengan kuburan.
Berdasarkan hasil survey awal ditentukan 4 lokasi pengambilan sampel air
tanah dangkal, yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam penelitian ini
dilakukan pengambilan contoh air pada 4 lokasi. Foto berikut menunjukkan
kondisi lingkungan fisik sumur di daerah penelitian.

15
Fotonya minta ke Ibu Ita dan Ibu Ayu

16
5.5. Hasil Analisis Air Sumur di Desa Rabasa dan sekitarnya
Ada beberapa parameter yang diukur dalam penelitian ini, antara lain sifat fisik
dan sifat kimia.

Tabel 5.1. Hasil Pengukuran Parameter Sumur di Desa Rabasa dan Sekitarnya
Hasil Analisis
No. Parameter Unit Baku Mutu
Sampel
I FISIK :
0
1. Suhu C 30,5 Deviasi 3
Total Dissolved Solid
2. mg/l 912 1.000
(TDS)
3. Salinitas ppt 12,9 -
II KIMIA :
1. Tingkat Keasaman (pH) - 7,8 6–9

Berdasarkan hasil analisis fisik dan kimia air tersebut, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Sifat Fisik
a) Suhu
Suhu air memiliki efek langsung dan tidak langsung di hampir semua
aspek ekologi air serta mempunyai kaitan erat dengan kualitas perairan. Semakin
tinggi suhu air semakin rendah kualitas air tersebut, karena kandungan oksigen
terlarut akan menurun. Suhu perairan yang tinggi akan meningkatkan kelarutan
senyawa-senyawa kimia dan mempengaruhi dampak polutan pada kehidupan air.
Secara umum, suhu air beberapa sumur di Desa Rabasa dan sekitarnya rata-rata
adalah 30,5oC. Sehingga tidak memenuhi baku mutu (BM) air kelas 1 karena
deviasi suhu dari keadaan alamiahnya kurang dari 3oC (kisaran 26 - 28oC).
b) Total Padatan Terlarut (TDS)
Padatan terlarut total (TDS) adalah bahan-bahan yang yang terlarut
dengan diameter < 10-6 mm dan koloid dengan diameter 10-6 mm - 10-3 mm
serta bahan-bahan lainnya yang tidak dapat tersaring pada kertas saringan
dengan diameter 0,45 µm. TDS biasanya terdiri dari bahan-bahan anorganik yang
terdiri dari ion-ion. Nilai TDS sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan,
limpasan dari tanah dan pengaruh antropogenik yang dapat menambah ion-ion ke
dalam badan perairan. Hasil analisis air Sumur dari Desa Rabasa dan sekitarnya,

17
menunjukkan bahwa nilai total padatan terlarut (TDS) awal adalah 912 mg/l dan
hampir mendekati batas maksimum nilai BM yaitu 1000 mg/l.
c) Salinitas
Salinitas menggambarkan konsentrasi total ion yang terdapat di perairan.
Berdasarkan hasil analisis secara in situ tampak bahwa nilai salinitas air sumur di
Desa Rabasa dan Sekitarnya berkisar 12,9 ppt. Meskipun belum ada nilai BM
untuk parameter salinitas air tawar, namun nilai salinitas tersebut sesuai pendapat
Boyd (1988) yang menyatakan bahwa nilai salinitas air payau biasanya berkisar
antara 0,5 - 30 ppt. Disimpulkan bahwa sumber air pada lokasi pengamatan
termasuk dalam kriteria air payau.

2) Sifat kimia
a) Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter penting dalam
pemantauan kualitas air dan penentuan nilai daya guna perairan baik untuk
keperluan rumah tangga, irigasi, kehidupan organisme perairan dan kepentingan
lainnya. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa
dalam air. Besarnya pH air mempengaruhi kelarutan dan bentuk senyawa kimia
dalam badan air. Kategori pH dikatakan buruk jika hasil uji laboratorium
mendekati nilai ≤ 6 (bersifat asam) atau mendekati nilai  9 (bersifat basa).
Derajat keasaman yang dianjurkan menurut baku mutu air minum kelas 1 adalah
pada kisaran 6 – 9. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai pH air sampel
sebelum dimurnikan adalah 7,8. Ini menunjukkan bahwa pH air sumur di Desa
Rabasa masih berada pada kisaran pH air normal yaitu pH 6 – 9.

5.6. Design alat pemurnian air


Untuk menghasilkan alat pemurnian air dengan hasil maksimal perlu
didukung oleh media filter air yang tepat. Karena media filter airlah yang
menentukan kualitas air yang ingin diperoleh.
Media filter yang tepat akan mampu menghilangkan zat-zat kimia maupun
organik yang ada di dalam air menjadi lebih baik dan layak untuk dikonsumsi.
Karena itu menentukan komposisi media filter tidak sama antara satu tempat
dengan tempat lain. Karena setiap tempat tentu memiliki masalah air yang
berbeda.

18
Beberapa media yang digunakan dalam proses pemurnian ini ditentukan dari hasil
pengukuran sifat fisik dan kimia awal pada sampel air dari Desa Rabasa dan sekitarnya. Adapun
media yang digunakan antara lain:
1. Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan sebuah material atau bahan yang memiliki pori-pori
sangat banyak dan luas. Pori-pori ini berfungsi untuk menyerap setiap
kontaminan yang melaluinya. Artinya jika air disaring dengan karbon aktif,
maka kontaminan dalam air dapat masuk dalam pori-pori dan terjebak di
dalamnya.
Karbon aktif bekerja dengan cara penyerapan atau absorpsi. Artinya pada saat ada bahan
yang melalui karbon aktif tersebut, material yang terkandung di dalamnya akan diserap,
itulah mengapa karbon aktif (arang) efektif dalam mereduksi Total Padatan Terlarut (TDS).

Gambar 5.1 Karbon aktif (arang)

2. Kuarsa
Pasir Silika atau kuarsit berfungsi untuk menghilangkan kandungan lumpur, tanah, partikel
kecil dan sedimen pada air. Biasanya difungsikan sebagai pre-filter untuk diproses dengan
filter berikutnya. Kegunaan kuarsa sebagai media pada proses pemurnian air ini adalah untuk
mereduksi salinitas air. Kuarsa yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Kuarsa

3. Sabut Kelapa (Ijuk)


Sabut kelapa dapat
menggantikan peran
kain atau kapas
dalam menyaring air
supaya tidak kotor

19
atau air menjadi jernih, dengan kata lain sabut kelapa (ijuk) berfungsi sebagai penyaring
kotoran-kotoran halus.

Gambar 5.3 Sabut


Kelapa (Ijuk)

Alat pemurnian air pada penelitian ini didesign dengan panjang 100 cm menggunakan pipa
paralon dengan ukuran diameter 2,5 dim.
Untuk susunan medianya sendiri pada bagian dasar pipa dengan jarak 5 cm dari kran yang
merupakan ruang hampa, disusun kuarsit ukuran 4 mm dengan ketebalan 5 cm. Di atas material
kuarsit diletakkan ijuk dengan ketebalan 10 cm. Setelah itu disusun karbon aktif (arang) ukuran 2
mm setebal 10 cm, lalu diletakkan lagi karbon aktif (arang) ukuran 4 mm diatasnya setebal 5 cm.
Kemudian pada bagian atas disusun kuarsit ukuran 2 mm dengan ketebalan 10 cm.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.4.

20
Gambar 5.4 Design alat pemurnian air

5.7. Hasil Analisis Air Sumur di Desa Rabasa dan sekitarnya setelah dilakukan
pemurnian
Berikut hasil analisis air sumur di Desa Rabasa dan sekitarnya setelah dilakukan
pemurnian.

21
Tabel 5.2. Hasil Pengukuran Parameter Sumur di Desa Rabasa dan sekitarnya
sesudah dimurnikan
Baku
Hasil Pengukuran
Mutu
No. Parameter Unit Setelah Setelah
dimurnikan dimurnikan
I II
I FISIK :
0
1. Suhu C 28,9 26,8 Deviasi 3
Total Dissolved Solid
2. mg/l 858 704 1.000
(TDS)
3. Salinitas ppt -
II KIMIA
1. Tingkat Keasaman (pH) - 8,2 7,5 6–9

Dari hasil analisis tersebut dapat dijelaskan bahwa setelah sampel air dari Desa
Rabasa dan sekitarnya mengalami proses pemurnian ganda, hasil analisis untuk
parameter fisik dan kimia yang diuji mengalami penurunan.

22
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil pengukuran sifat fisik air tanah dangkal di Desa Rabasa dan sekitarnya,

Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka adalah 30˚C untuk parameter

suhu, Total Padatan Terlarut (TDS) adalah 912 mg/l, salinitasnya 12,9 ppt dan

nilai pH adalah 7,8.


2. Upaya pemurnian air tanah dangkal di Desa Rabasa dan sekitarnya Kecamatan

Malaka barat, Kabupaten Malaka yang dilakukan agar layak dikonsumsi adalah

dengan membuat alat pemurnian air tanah yang dilengkapi dengan media

filtrasi berupa kuarsa, karbon aktif dan ijuk.

23
DAFTAR PUSTAKA

24

Anda mungkin juga menyukai