Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tenaga kerja harus dapat dibina dan diarahkan menjadi sumber daya yang
penting. Pengembangan sumber daya manusia terutama dari aspek kualitas
memerlukan peningkatan perlindungan terhadap kemungkinan akibat teknologi atau
proses produksi sehingga keselamatan, kesehatan, kesejahteraan dan produktivitas
kerja akan lebih meningkat pula. Sehingga perlu diketahui dan dimasyarakatkan
usaha-usaha pengendalian dan pemantauan lingkungan kerja agar tidak membawa
dampak atau akibat buruk kepada tenaga kerja yang berupa penyakit/gangguan
kesehatan ataupun penurunan kemampuan atau produktivitas kerja (Depkes, 2008).
Salah satu faktor yang mengganggu kenyamanan dalam bekerja adalah
kebisingan, yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat
dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-
alat kerja pada tingkat tertentu (Depkes, 2008).
Ukuran fisik kenyaringan dipengaruhi dengan adanya amplitudo dan tingkat
tekanan suara. Kecenderungan saat ini adalah menggabungkan semua hal yang
merupakan sifat dari suara, termasuk tingginya, nyaringnya dan distribusi spektral
sebagai nada. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengukur kebisingan
agar sehingga dapat diketahui kelayakan atau nilai ambang batas yang sesuai pada
daerah percobaan (Sasongko dkk, 2000).
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia.
Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang
dikerjakannya secara jelas dan cepat (Depkes, 2008).
Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang memenuhi
persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan, karena jika pencahayaan terlalu
besar atau pun lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang
diterima oleh mata. Pupil akan mengecil jika menerima cahaya yang besar dan
sebaliknya, hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah (Depkes, 2008).

1
Oleh karena itu, pengukuran kebisingan dan pencahayaan ini dilakukan untuk
mengetahui perbandingan baku mutu dengan kegiatan masyarakat kota Samarinda.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
a. Melakukan pengukuran faktor fisik kebisingan di lokasi kerja
b. Melakukan pengukuran faktor fisik penerangan/pencahayaan di lokasi
kerja

1.2.2 Tujuan
a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi faktor fisik kebisingan
serta dampak dan cara penanganannya
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi faktor fisik penerangan
(cahaya) serta dampak dan cara penanganannya

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak di inginkan karena tidak sesuai dengan
konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap
kenyamanan dan kesehatan manusia. Bunyi yang menimbulkan kebisingan
disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu
keseimbangan molekul-molekul udara di sekitarnya sehingga molekul-molekul udara
ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambat energi
mekanis dalam medium udara menurut pola rambat longitudinal. Rambatan gelombang
di udara ini dikenal sebagai suara atau bunyi (Sasongko dkk., 2000).
Laju rambat gelombang suara di udara sangat bergantung terhadap suhu
sekitarnya. Pada suhu 20C laju rambat suara sekitar 344 m/s. Setiap kenaikan 10oC
maka laju rambat suara di udara bertambah sekitar 0,61 m/s. Dalam pengendalian
kebisingan diasumsikan bahwa laju rambat suara di udara tidak bergantung pada
frekuensi dan kelembaban udara (Sasongko dkk., 2000).
Suara yang merambat melalui medium udara berlangsung melalui pola
mampatan-regangan molekul udara yang dilalui. Banyaknya mampatan renggangan
yang terjadi dalam suatu interval watku tertentu disebut frekuensi suara. Satuannya
dinyatakan dalam hertz (Hz) jika interval waktu kejadian dinyatakan dalam detik
(Sasongko dkk., 2000).
Satuan tekanan suara sebagai satuan tingkat kebisingan atau suara dinilai
kurang praktis karena daerah pendengaran manusia memiliki jangkauan yang sangat
lebar (2105 Pa sampai 200 Pa) dan respon telinga manusia tidak linier tehadap
tekanan suara, tetapi bersifat logaritmis. Berdasarkan alasan ini maka ukuran tingkat
kebisingan biasanya dinyatakan dalam skala tingkat tekanan suara (sound pressure
level = SPL) dengan satuan desibel (dB).
Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik terhadap
kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suatu
medium yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan antara lain
oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodisitas (kontinyu atau terputus) dan
durasinya. Faktor-faktor tersebut juga ikut mempengaruhi dampak suatu kebisingan
terhadap kesehatan (Mansyur, 2003).

3
Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas:
1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas.
Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik
berturut-turut. Misalnya mesin, kipas angin, dan dapur pijar.
2. Bising yang kontinyu dengan spektrum fekuensi yang sempit.
Bising ini juga relatif tetap, namun hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada
frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji sirkuler dan katup gas.
3. Bising terputus-putus (Intermittent).
Bising ini tidak terjadi terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya
suara lalu lintas dan kebisingan di lapangan terbang.
4. Bising Impulsif.
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu yang
sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara
ledakan, dan meriam.
5. Bising Impulsif berulang.
Bising ini identik dengan bising impulsif, hanya saja terjadi secara berulang-ulang.
Misalnya mesin tempa (Nainggolan, 2007).

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas:


1. Bising yang mengganggu (Irritating noise).
Bising ini memiliki intensitas yang tidak terlalu keras, misalnya suara dengkuran.
2. Bising yang menutupi (Masking noise)
Bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung, bunyi ini akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau
isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (Damaging noise)
Bunyi yang intensitasnya melampaui nilai ambang batas (NAB). Bunyi jenis ini akan
merusak atau menurunkan fungsi pendengaran (Nainggolan, 2007).

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah angka desibel yang dianggap
aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. SE-01/MEN/1978,
niali ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan
merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak

4
lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah
sebagai berikut:
1. 82 dB : 16 jam per hari
2. 85 dB : 8 jam per hari
3. 88 dB : 4 jam per hari
4. 91 dB : 2 jam per hari
5. 97 dB : 1 jam per hari
6. 100 dB : jam per hari

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti


gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi, dan ketulian. Namun
ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya
gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory seperti komunikasi
terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya produktivitas kerja, kelelahan
dan stres. Adapun beberapa jenis gangguan akibat kebisingan dalam bekerja, yaitu:
1. Gangguan Fisiologis
Gangguan yang dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut
nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian
kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat
menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung koroner dan
lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan
mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum
berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan
mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena
tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat
menurunkan mutu pekerjaan dan produktivitas kerja.
4. Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran dapat berupa hilangnya kemampuan mendengar atau
ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi

5
bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan
menghilang secara menetap atau tuli (Nainggolan, 2007).
Menurut Nainggolan (2007), terdapat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
ketulian akibat kerja (Occupational Hearing Loss), yaitu:
1. Intensitas suara yang terlalu tinggi
2. Usia karyawan
3. Ketulian yang sudah ada sebelum kerja
4. Tekanan dan frekuensi bising
5. Lamanya bekerja
6. Jarak dari sumber suara
7. Gaya hidup pekerja di luar tempat kerja

2.2 Cahaya
Cahaya adalah gejala kelistrikkan dan kemagnetan sehingga dapat
digolongkan gelombang elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh cahaya mata dan
dapat memungkinkan untuk membeda-bedakan warna-warni (Padmanaba, 2006).
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia.
Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang
dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut Sumamur (1996), sumber
pencahayaan dapat dibagi menjadi :
1. Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar
matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi
listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada
suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-
kurangnya 1/6 daripada luas lantai.
Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan
penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap,
sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu:
a. Variasi intensitas cahaya matahari
b. Distribusi dari terangnya cahaya
c. Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan
d. Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung

6
2. Pencahayaan buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber
cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi
ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak
mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara
tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai
berikut:
a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail
serta
b. terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat
c. Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman
d. Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja
e. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara
merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-
bayang.
f. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi

Tabel 2.1 Tingkat pencahayaan umum dan renderasi yang direkomendasikan


Tingkat Kelompok
Fungsi ruangan pencahayaan renderasi Keterangan
(lux) warna
Rumah Tinggal:
Teras 60 1 atau 2
Ruang tamu 120 -250 1 atau 2
Ruang makan 120 -250 1 atau 2
Ruang kerja 120 -250 1
Kamar tidur 120 -250 1 atau 2
Kamar mandi 250 1 atau 2
Dapur 250 1 atau 2
Garasi 60 3 atau 4
Perkantoran:
Ruang Direktur 350 1 atau 2
Ruang kerja 350 1 atau 2
Gunakan amatur berkisi untuk
Ruang komputer 350 1 atau 2
mencegah silau akibat layar monitor

7
Tabel 2.1 Tingkat pencahayaan umum dan renderasi yang direkomendasikan (lanjutan)

Ruang rapat 300 1 atau 2


Gunakan pencahayaan setempat pada
Ruang gambar 750 1 atau 2
meja gambar
Gudang arsip 150 3 atau 4
Ruang arsip aktif 300 1 atau 2
Lembaga
Pendidikan:
Ruang kelas 250 1 atau 2
Perpustakaan 300 1 atau 2
Laboratorium 500 1
Gunakan pencahayaan setempat pada
Ruang gambar 750 1
meja gambar
Kantin 200 1
Hotel dan
Restauran:
Pencahayaan pada bidang vertical
Lobby, koridor 100 1 sangat penting untuk menciptakan
suasana ruang yang baik
Sistem pencahayaan harus dirancang
untuk menciptakan suasana yang
Ballroom/ruang sesuai. Sistem pengendalian switching
200 1
sidang dan dimming dapat digunakan untuk
memperoleh berbagai efek
pencahayaan
Ruang makan 250 1
Cafetaria 250 1
Diperlikan lampu tambahan pada bagian
Kamar tidur 150 1 atau 2
kepala tempat tidur dan cermin
Dapur 300 1
Rumah
sakit/balai
pengobatan:

8
Tabel 1. Tingkat pencahayaan umum dan renderasi yang direkomendasikan (lanjutan)

Ruang operasi, Gunakan pencahayaan setempat pada


300 1
ruang bersalin tempat yang diperlukan
Laboratorium 500 1 atau 2
Ruan rekreasi
250 1
dan rehabilitasi
Pertokoan/ruang
pamer:
Ruang pamer Tingkat pencahayaan ini harus dipenuhi
dengan obyek 500 1 pada lantai
berukuran besar
Toko kue dan
250 1
makanan
Toko buku dan
300 1
alat tulis
Toko perhiasan 500 1
Toko barang kulit
500 1
dan sepatu
Toko pakaian 500 1
Pencahayaan pada bidang vertikal pada
Pasar Swalayan 500 1 atau 2
rak barang
Toko alat listrik 250 1 atau 2
Industri:
Ruang parkir 50 3
Gudang 100 3
Pekerjaan kasar 100 200 2 atau 3
Pekerjaan sedang 200 500 1 atau 2
Pekerjaan halus 500 1000 1
Pekerjaan amat
1000 2000 1
halus
Pemeriksaan
750 1
warna
Rumah Ibadah:

9
Tabel 1. Tingkat pencahayaan umum dan renderasi yang direkomendasikan (lanjutan)

Gunakan pencahayaan setempat pada


Masjid 200 1 atau 2
tempat yang diperlukan
Gereja 200 1 atau 2
Vihara 200 1 atau 2
Sumber: SNI 03-6575-2001

Kesilauan adalah brightness yang berada dalam lapangan penglihatan yang


menyebabkan rasa ketidaknyamanan, gangguan (annoyance), kelelahan mata atau
gangguan penglihatan. Menurut jenis-jenisnya kesilauan yang dapat menyebabkan
gangguan pengelihatan dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) Dissability
Penyebab kesilauan ini adalah terlalu banyaknya cahaya secara langsung masuk ke
dalam mata dari penglihatan. Dissability glare mempengaruhi seseorang untuk
dapat melihat dengan jelas. Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang yang
mengendarai mobil pada malam hari dimana lampu dari mobil yang berada
dihadapannya terlalu terang.
2) Discomfort
Kesilauan ini sering menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada mata, terutama bila
keadaan ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Kesilauan ini sering dialami
oleh mereka yang bekerja pada siang hari dan menghadap ke jendela atau pada
saat seseorang menatap lampu secara langsung pada malam hari. Efek kesilauan
ini pada mata tergantung dari lamanya seseorang terpapar oleh kesilauan tersebut.
3) Reflected
Reflected glare adalah kesilauan yang disebabkan oleh pantulan cahaya yang
mengenai mata, dan pantulan cahaya ini berasal dari semua permukaan benda
yang mengkilap (langit-langit, kaca, dinding, meja kerja, mesin-mesin, dan lain-lain)
yang berada dalam lapangan penglihatan (visual field). Pantulan cahaya kadang-
kadang lebih menganggu daripada disability glare atau discomfort glare karena
terlalu dekatnya letak sumber kesilauan dan garis penglihatan (Sumamur, 996).

Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang, maka diperlukan
sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Sistem pencahayaan di
ruangan, termasuk di tempat kerja dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu:

10
1. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu
diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada
kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang
mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya.
Untuk efek yang optimal, disarankan langit-langit, dinding serta benda yang ada di
dalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak terang maksimal.
2. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu
diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan
sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui
bahwa langit-langit dan dinding berwarna putih memiliki efiesiensi pemantulan 90%.
3. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari,
sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dalam pencahayaan
sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke
bawah dan sisanya ke atas. Masalah bayangan dan kesilauan masih ditemukan.
4. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas,
sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal
disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada
sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.
5. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas
kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit
dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang
baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan
sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada
permukaan kerja (Prabu, 2009).

11
BAB III
METODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Kesehatan dan Keselamatan Kerja pengukuran faktor fisik
kebisingan dan pencahayaan dilakukan pada hari Selasa tanggal 8 Mei 2012 pada
pukul 15.30-16.00 WITA di Bengkel Mobil Cakra Surya Motor Jalan Sirajd Salman No.
3 Samarinda

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
a. Sound Level Meter (Model SL-4011) Merk Lutron
b. Light Meter (Model LX-101A) Merk Lutron
c. Kamera (Dokumentasi)
d. Stopwatch
3.2.2 Bahan
a. Batrai type 6F22 9V (For Transistor Radios)
b. Alat Tulis

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Kebisingan
a. Ditentukan lokasi pengukuran kebisingan
b. Dipersiapkan alat pengukuran Sound Level Meter
c. Ditentukan titik sampling yang baik dengan jarak yang sesuai
d. Dipegang Sound Level Meter pada ketinggian 1,00-1,20 meter
e. Diarahkan mikrofon ke sumber suara
f. Dihidupkan Sound Level Meter dengan menggeser switch On/Off
g. Disetel respon F (fast) dan liter A pada intensitas yang continue atau slow
pada intensitas impulsif
h. Digeser range suara
i. Dicatat angka yang muncul pada display setiap 5 detik pada formulir yang
telah dibuat
j. Dilakukan pengukuran selama 10 menit
k. Dihitung tingkat kebisingan

12
3.3.2 Cahaya
a. Ditentukan lokasi pengukuran pencahayaan
b. Dipersiapkan alat pengukuran Light Meter
c. Ditentukan titik sampling yang baik dengan jarak yang sesuai
d. Dipegang Light Meter di lokasi yang akan diukur
e. Diarahkan Light Meter pada sumber cahaya
f. Dihidupkan Light Meter dengan menggeser switch On/Off
g. Dicatat angka yang muncul pada display, angka yang menunjukkan
besarnya pencahayaan pada lokasi kerja tersebut.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengukuran


4.1.1 Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kebisingan Pada Bengkel Mobil Cakra Surya Motor Jalan
Sirajd Salman No.3 Samarinda
Lokasi dan Waktu
No Data Pengukuran (dB)
Pengukuran
1 Bengkel Mobil 71; 69; 72; 76; 67; 68; 74; 73; 72; 73; 79; 82;
Jalan Sirajd 69; 72; 70; 78; 70; 67; 79; 71; 71; 67; 69; 89;
Salman No.3 70; 72; 71; 73; 69; 63; 71; 63; 69; 72; 69; 90;
Samarinda 72; 71; 74; 73; 67; 62; 68; 67; 69; 78; 66; 75;
(15.30-16.00) 72; 72; 70; 70; 67; 70; 73; 69; 75; 67; 75; 78;
73; 70; 70; 73; 71; 68; 71; 71; 72; 77; 78; 77;
70; 70; 71; 77; 71; 62; 77; 71; 60; 75; 81; 66;
73; 69; 71; 76; 67; 67; 71; 72; 71; 71; 68; 78;
73; 71; 70; 76; 67; 63; 80; 75; 70; 75; 86; 72;
68; 70; 71; 78; 67; 64; 71; 76; 70; 69; 82; 69;

Tabel 4.2 Pengelompokan berdasarkan nilai yang sama


No Lk (dB) nk No Lk (dB) nk
1 60 1 13 74 2
2 62 2 14 75 6
3 63 3 15 76 4
4 64 1 16 77 4
5 66 2 17 78 6
6 67 11 18 79 2
7 68 5 19 80 1
8 69 11 20 81 1
9 70 14 21 82 2
10 71 19 22 86 1
11 72 11 23 89 1
12 73 9 24 90 1

14
Perhitungan
. . k
Rumus: if log nk

, .6 , .6 , .6 , .6 , .66 , .6
if log { . . . . . .
, .6 , .69 , . , . , . , .
. . . 9. . 9.
, . , . , . 6 , . , . , . 9
. 6. . . 6. .
, . , . , . , . 6 , . 9 , .9
. . . . . . }

if ,9 d
Hasil yang diperoleh dari pengukuran dan perhitungan, yaitu:
1. Perhitungan Lif pada Bengkel Las Jalan Sirajd Salman No.3 Samarinda adalah
75,932 dB
2. Rata-rata angka kebisingan pada Bengkel Las Jalan Sirajd Salman No.3 Samarinda
adalah 71,662 dB

4.1.2 Hasil Pengukuran Penerangan (Cahaya)


Angka pencahayaan alami berdasarkan light meter diperoleh 463 lux

4.2 Pembahasan
Sumber bising di berbagai perindustrian dan tempat kerja dapat berasal dari
mesin-mesin produksi, mesin kompresor, genset atau mensin diesel. Selain itu juga
dapat berasal dari percakapan para pekerja di lingkungan industri tersebut. Reaksi
orang terhadap kebisingan tergantung beberapa faktor, salah satunya adalah interaksi
kebisingan dengan sumber bising (Sasongko, dkk., 2000).
Menurut Sasongko (2000) sumber bising dibedakan atas dua jenis yaitu
sumber titik dan sumber baris.
1. Sumber titik (berasal dari sumber diam), penyebaran kebisingannya dalam bentuk
bola-bola konsentris dengan kebisingan sebagai pusatnya dan menyebar di udara
dengan kecepatan sekitar 360 m/det.
2. Sumber garis (berasal dari sumber bergerak), penyebaran kebisingannya dalam
bentuk silinder-silinder konsentris dan sumber kebisingan sebagai sumbunya
dengan menyebar ke udara dengan kecepatan sekitar 360 m/det. Sumber
kebisingan ini umumnya berasal dari kegiatan transportasi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penglihatan terhadap pencahayaan
adalah faktor usia. Bertambahnya usia menyebabkan lensa mata berangsur-angsur
kehilangan elastisitasnya. Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan
pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh (Prabu, 2009).

15
Kedua faktor penerangan, yaitu luminansi yang berarti banyaknya cahaya yang
dipantulkan oleh permukaan objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga
mempengaruhi kepekaan mata terhadap warna tertentu. Tingkat luminansi juga akan
mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan
intensitas penerangan lebih besar untuk melihat objek gambar. Semakin besar
luminansi dari sebuah objek, rincian objek yang dapat dilihat oleh mata juga akan
semakin bertambah. Ketiga adalah faktor silau (glare) adalah suatu proses adaptasi
yang berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang berlebihan.
Keempat adalah faktor ukuran pupil. Agar jumlah sinar yang diterima oleh retina
sesuai, maka otot iris akan mengatur ukuran pupil. Lubang pupil juga dipengaruhi oleh
memfokusnya lensa mata, mengecil ketika lensa mata memfokus pada objek yang
dekat. Kelima adalah faktor sudut dan ketajaman penglihatan. Sudut penglihatan
(visual angle) didefinisikan sebagai sudut yang berhadapan dengan objek pada mata
(Prabu, 2009).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Tingkat pajanan kebisingan maksimal
selama 1 hari pada ruang proses produksi adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Tingkat pajanan kebisingan maksimal selama 1 hari di ruang produksi
No Tingkat Kebisingan (dBA) Pemaparan Harian
1 85 8 jam
2 87 6 jam
3 88 4 jam
4 90 3 jam
5 91 2 jam
6 94 1 jam
7 97 30 menit
8 100 15 menit

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri, tercantum dalam tabel 2 berikut ini :

Tabel 4.4 Standar Pencahayaan Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002

16
Tingkat
Jenis Pekerjaan Pencahayaan Keterangan
Minimal (Lux)
Ruang penyimpanan dan ruang
Pekerjaan kasar dan
100 peralatan/instalasi yang memerlukan
tidak terus-menerus
pekerjaan yang kontinyu
Pekerjaan keras dan Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar
200
terus- menerus
Ruang administrasi, ruang control, pekerjaan
Pekerjaan rutin 300
mesin & perakitan/penyusun
Pembuatan gambar atau bekerja dengan
Pekerjaan agak
500 mesin, kantor, pekerja pemeriksaan atau
halus
pekerjaan dengan mesin
Pemilihan warna, pemrosesan tekstil,
Pekerjaan halus 1000
pekerjaan mesin halus dan perakitan halus
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan
Pekerjaan amat
1500 pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat
halus
halus
Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat
Pekerjaan terperinci 3000
halus

Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakukan terhadap:


1. Sumber Kebisingan
a. Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur atau memilih
alat yang lebih sedikit menimbulkan bising
b. Subtitusi alat yang digunakan dalam bekerja
c. Mengubah proses kerja
d. Melakukan perawatan mesin (Maintenance)
e. Melakukan pemasangan penyerap bunyi

2. Perjalanan/rambatan kebisingan
a. Jarak diperjauh
b. Akustik ruangan
c. Enclosure, meredam kebisingan dengan ruang khusus
3. Penerima Kebisingan

17
a. Alat pelindung telinga
b. Enclosure, ruang kontrol terhadap karyawan
c. Administrasi dengan rotasi, mengubah jadwal kerja, dan training karyawan

Pemakaian alat pelindung diri merupakan pilihan terakhir yang harus dilakukan. Alat
pelindung diri yang dipakai harus mampu mengurangi kebisingan hingga mencapai
level TWA (Total Weight Average) atau kurang dari itu, yaitu 85 dB. Ada 3 jenis alat
pelindung pendengaran yaitu:
1. Sumbat telinga (earplug), dapat mengurangi kebisingan 8-30 dB. Biasanya
digunakan untuk proteksi sampai dengan 100 dB. Beberapa tipe dari sumbat telinga
antara lain: Formable type, Costum-molded type, Premolded type.
2. Tutup telinga (earmuff), dapat menurunkan kebisingan 25-40 dB. Digunakan untuk
proteksi sampai dengan 110 dB.
3. Helm (helmet), mengurangi kebisingan 40-50 dB.

Faktor yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan alat pelindung telinga adalah:
1. Alat pelindung telinga harus dapat melindungi pendengaran dari bising yang
berlebihan
2. Harus ringan, nyaman dipakai, sesuai, dan efisien (ergonomik)
3. Harus menarik dan harga yang tidak terlalu mahal
4. Tidak memberikan efek samping atau aman dipakai
5. Tidak mudah rusak

Penerangan yang kurang baik akan menyebabkan mata tidak dapat melihat benda-
benda dengan jelas, kemudian tidak dapat melihat sumber bahaya dengan jelas pula
atau dapat melihat suatu bahaya tetapi bahaya tersebut tidak dapat dikenali dengan
cepat (Tarwaka, 1998).

Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang memadai, maka
dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya kelelahan otot mata
dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata,
walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah
beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi
kepuasan kerja, penurunan mutu produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan,
mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja (Padmanaba, 2006).

18
Agar masalah penerangan yang muncul dapat ditangani dengan baik, faktor-
faktor yang harus diperhatikan adalah sumber penerangan, pekerja dalam melakukan
pekerjaannya, jenis pekerjaan yang dilakukan dan lingkungan kerja secara
keseluruhan.
Langkah-langkah pengendalian masalah penerangan ditempat kerja yaitu:
1. Modifikasi sistem penerangan yang sudah ada seperti:
Menaikkan atau menurunkan letak lampu didasarkan pada objek kerja,
merubah posisi lampu, menambah atau mengurangi jumlah lampu, mengganti jenis
lampu yang lebih sesuai seperti mengganti lampu bola menjadi lampu TL,
mengganti tudung lampu, mengganti warna lampu yang digunakan.
2. Modifikasi pekerjaan seperti:
Membawa pekerjaan lebih dekat ke mata, sehingga objek dapat dilihat dengan
jelas, merubah posisi kerja untuk menghindari baying-bayang, pantulan, sumber
kesilauan, dan kerusakan penglihatan, modifikasi objek kerja sehingga dapat dilihat
dengan jelas. Sebagai contoh : memperbesar ukuran huruf dan angka pada tombol-
tombol peralatan kerja mesin.
3) Pemeliharaan dan pembersihan lampu
4) Penyediaan penerangan lokal
5) Pengunaan korden dan perawatan jendela, dan lain-lain (Tarwaka, 2004).

19
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik terhadap
kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suatu
medium yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan
antara lain oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodisitas (kontinyu atau
terputus) dan durasinya. Faktor-faktor tersebut juga ikut mempengaruhi
dampak suatu kebisingan terhadap kesehatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencahayaan meliputi:
a. Flux Cahaya, yaitu energy cahaya yang dipancarkan dalam satu detik
b. Intensitas cahaya, yaitu jumlah flux cahaya per satuan sudut ruang yang
dipancarkan kearah tertentu
c. Intensitas Penerangan (Iluminasi), yaitu Jumlah flux cahaya yang jatuh
pada suatu permukaan
2. Gangguan akibat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas (NAB) atau
abnormal dalam bekerjaadalah sebagai berikut:
a. Gangguan Fisiologis
b. Gangguan Psikologis
c. Gangguan Komunikasi
d. Gangguan Pendengaran
Gangguan akibat penerangan yang tidak memadai, maka dampaknya akan
sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya kelelahan otot mata dan
kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata,
walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi
menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam
kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi,
meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan
produktivitas kerja.
3. Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan cara:
a. Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur atau
memilih alat yang lebih sedikit menimbulkan bising
b. Subtitusi alat yang digunakan dalam bekerja

20
c. Mengubah proses kerja
d. Melakukan perawatan mesin (Maintenance)
e. Melakukan pemasangan penyerap bunyi
f. Penggunaan alat pelindung diri, seperti earplug
g. Enclosure, ruang kontrol terhadap karyawan ataupun mesin
h. Administrasi dengan rotasi, mengubah jadwal kerja, dan training karyawan
Langkah-langkah pengendalian masalah penerangan ditempat kerja yaitu:
a. Modifikasi sistem penerangan yang sudah ada
b. Modifikasi pekerjaan
c. Pemeliharaan dan pembersihan lampu
d. Penyediaan penerangan lokal
e. Pengunaan korden dan perawatan jendela
f. Penggunaan alat pelindung diri, seperti kaca mata

5.2 Saran
1. Sebaiknya pengukuran kebisingan di lokasi kerja dilakukan selama 3 kali untuk
mewakili seluruh kegiatan dalam jam kerja, sehingga diperoleh angka
kebisingan yang tepat berpengaruh terhadap karyawan.
2. Sebaiknya pengukuran cahaya dilakukan di beberapa titik, karena terdapat
banyak aktivitas di lokasi kerja, sehingga diketahui aktivitas yang memiliki
pencahayaan yang di luar baku mutu.

21
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pusat


Kesehatan Kerja: Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang Persyaratan


Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta.

Nainggolan, Bilman. 2007. Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja. Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Propinsi Sumatra Utara: Medan.

Padmanaba, Cok Gd Rai. 2006. Pengaruh Penerangan Dalam Ruang Terhadap


Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Program Studi Desain Interior
FSRD. Institut Seni Indonesia Denpasar, Dissertation: Bali

Prabu. 2009. Sistem dan Standar Pencahayaan Ruang. http://putraprabu.


wordpress.com/2009/01/06/sistem-dan-standar-pencahayaan-ruang diakses
pada tanggal 11 Mei 2012.

Sasongko, D.P., Hadiarto, A., Hadi, Sudharto., Nasio A.H., & A. Subagyo. 2000.
Kebisingan Lingkungan. Badan Penerbit Universitas Diponogoro: Semarang.

Sumamur, P.K. 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV. Gunung
Agung: Jakarta.

SNI-03-6575-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan

Tarwaka, 1998. Penerangan Ditempat Kerja. Balai Hiperkes Dan Keselamatan Kerja:
Bali

Tarwaka, Solichul H.A., & Sudiajeng, Lilik. 2004. Ergonomi. Harapan Press: Surakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai