Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

PRAKTIKUM INDIVIDU BAHAYA KEBISINGAN

Oleh :
Emi Firdausiyah
362041311047

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV AGRIBISNIS


POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat
proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentudapat menimbulkan
gangguan pendengaran (Kepmenaker No 51. tahun 1999). Pendegaran akibat terpapar
suara yang bising atau Noise Induced Hearing Loss (NHL) merupakan salah satu penyakit
akibat kerja paling banyak dijumpai diperusahaan. Noise Induced Hearing Loss dalam
bahasa Indonesia disebut Tuli Akibat Bising (TAB). TAB adalah suatu kelainan atau
gangguan pendengaran berupa penurunan fungsi indera pendengaran akibat terpapar oleh
bising dengan intensitas yang berlebih terus-menerus dalam waktu lama (Rotinsulu, 2008
didalam Lianasari, 2010).
Gangguan pendengaran dapat terjadi pada manusia diakibatkan oleh bising yang
umumnya mengacu pada tingkat pendengaran dimana individu tersebut mengalami
kesulitan untuk melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami
pembicaraan (Lubis, 2002 didalam Lianasari, 2010). Angka gangguan pendengaran dan
ketulian sesuai survey kesehatan indera pendengaran di delapan provinsi tahun 1993-1996
menyebutkan prevalensi morbiditas Telinga Hidung Tenggorokan (THT) mencapai
38,6%, kesakitan telinga 18,5 %, gangguan pendengaran 16,8 % dan ketulian mencapai
0,4 % (Arifiani, 2004 didalam Lianasari 2010).
Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja,seperti gangguan
fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang
menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya gangguan terhadap
pendengaran dan gangguan non auditory seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya
keselamatan, menurunnya performance kerja, kelelahan dan stress (Buchari, 2007).
Kebisingan ditempat kerja sering kali merupakan problem tersendiri bagi tenaga
kerja. Umumnya berasal dari mesin kerja, peralatan yang bergerak, kontak dengan logam,
kompresor dan sebaginya. Sayangnya banyak tenaga kerja yang telah terbiasa dengan
kebiasaan tersebut, bahkan banyak pekerja yang tidak mau memakai alat pelindung
dengan alasan: tidak mengerti, panas, sesak, tidak enak dipakai, berat, atasan juga tidak
memakai. Meskipun tidak mengeluh tetapi gangguan kesehatan tetap terjadi (Santoso,
2004).
Minimnya pemakaian APD yang digunakan oleh karyawan pabrik pada saat bekerja
dan minimnya penyuluhan kesehatan tentang masalah K3 yang ada di pabrik tersebut.
Kebisingan tidak dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi dan kemajuan
industrialisasi. Alat-alat yang diciptakan manusia dengan maksud mengurangi beban
kerja baik di pabrik maupun di rumah hampir selalu disertai dengan kebisingan ( YPE-
Maxus : 2000 ). Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki
ataupun yang merusak kesehatan. Saat ini, kebisingan merupakan salah satu penyebab
“penyakit lingkungan“ yang penting.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa mampu mengetahui mengapa kebisingan berbahaya.
2. Mahasiswa mampu cara mengendalikan bahaya kebisingan.
3. Mahasiswa mampu penyakit akibat dari kebisingan dalam keselamatan dan kesehatan
kerja.
BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di rumah masing-masing, pada Hari Rabu, 16 November
2022 pukul 14.00 WIB – 18.00 WIB.

2.2 Alat dan Bahan


1. Laptop untuk penunjang pengerjaan laporan praktikum K3
2. Jaringan internet untuk mengakses informasi pengerjaan praktikum K3
3. Alat tulis digunakan untuk mencatat penyakit akibat dari kebisingan dalam
keselamatan dan kesehatan kerja

3.3 Metode
Prosedur Kerja
1. Mencari data yang dibutuhkan mengenai kebisingan dalam K3
2. Menemukan upaya dalam mengendalikan bahaya kebisingan
3. Melakukan analisis penyakit akibat dari kebisingan dalam keselamatan dan kesehatan
kerja.
4. Mengkoordinisir data-data yang didapat dari internet ke format laporan praktikum
yang telah disediakan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Mengapa Kebisingan Berbahaya


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor
kimia di tempat kerja menyebutkan kebisingan adalah semua suara yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Kebisingan adalah
suara yang tidak dikehendaki oleh pendengaran manusia, kebisingan adalah suara yang
mempunyai multi frekuensi dan multi amplitudo dan biasanya terjadi pada frekuensi
tinggi. Sifat kebisingan terdiri dari berbagai macam antara lain konstan, fluktuasi,
kontinu, intermiten, impulsif, random dan impact noise.
Kebisingan yang banyak ditimbulkan oleh daerah-daerah industri dapat dibedakan
kedalam 3 jenis yaitu bising frekuensi tinggi (wide band noise), bising frekuensi rendah
(narrow band noise) dan bising tiba-tiba dank eras (impulse noise). Bahaya yang
ditimbulkan dari kebisingan juga beragam. Diantaranya ialah merusak indera
pendengaran, mengganggu konsentrasi, serta menyebabkan emosi yang tidak stabil.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi resiko kehilangan pendengaran yang
berhubungan dengan paparan dari kebisingan yaitu :
- Intensitas kebisingan (tingkat tekanan suara)
- Jenis kebisingan (wide band, narrow band, impulse)
- Jumlah dan hitungan durasi terpapar
- Usia pekerja yang terpapar
- Masalah pendengaran yang telah diderita sebelumnya
- Lingkungan sekitar yang bising
- Jarak pendengar dengan sumber kebisingan
Berdasarkan data yang didapat, telinga manusia yang tidak menggunakan pelingung
hanya dapat menerima frekuensi dalam kisaran 16-20.000 Hertz saja. Jika terpapar lebih
dari 115 dBA maka akan sangat berbahaya. Maka dari itu penting untuk menggunakan
alat pelindung diri (APD) untuk mengurangi resiko bahaya dari kebisingan yang ada.
Serta tidak lupa untuk terus melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala agar
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Bising dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu
atau bunyi yang menjengkelkan. Suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh
siapapun, lebih-lebih dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi pekerja
akan dapat terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaan yang
dilakukkan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan sehingga akan
menimbulkan kerugian.

3.2 Bagaimana Cara Mengendalikan Bahaya Kebisingan? Jelaskan!


Pengendalian kebisingan merupakan suatu hal yang wajib diterapkan dalam suatu area
kerja yang menghasilkan kebisingan pada level tertentu. Namun, pengendalian
kebisingan tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perancangan
perusahaan yaitu faktor kelayakan ekonomi, faktor safety, kemudahan operasi alat, dan
kemudahan perawatan (maintenance).
Dalam hirarki pengendalian bahaya metode pengendalian dapat dilakukan dengan
cara eliminasi, substitusi, isolasi, engineering, administratif, dan alat pelindung diri.
Dilihat dari kondisi lingkungan kerja di area fabrikasi pengendalian kebisingan yang
mungkin bisa dilakukan yaitu:
a. Isolasi

Merupakan teknik pengendalian dengan memindahkan pekerja ke area yang tingkat


kebisingannya lebih rendah atau memperbesar jarak dari sumber bising sehingga tingkat
tekanan suara kebisingan yang sampai ke alat pendengaran pun berkurang.

Contonya seperti adanya wacana untuk pemindahan genset dengan intensitas tingkat
kebisingan mencapai 107,6 dBA ke sisi tepi agar tidak terlalu bersampingan dengan
workshop maintenance. Akan tetapi, hal ini belum bisa terealisasikan karena lahan yang
tidak memungkinkan dan pemantauan yang belum bisa jarak jauh. Namun, untuk
pembuatan workshop baru hal ini sudah dapat dirancangkan.

b. Rekayasa Engineering

Teknik pengendalian ini pada umumnya dilakukan dengan membuat atau merekayasa
mesin dengan tingkat kebisingan yang tinggi, seperti penggantian alat dari tingkat
kebisingan tinggi dengan alat yang tingkat kebisingan rendah, memodifikasi alat,
menyerap kebisingan yang dihasilkan alat/mesin, menempatkan mesin di ruang kedap
bunyi dengan ventilasi yang memadai agar mesin tidak kepanasan.

Pengendalian kebisingan di bagian area kerja dengan teknik rekayasa engineering belum
efektif berjalan, karena tingkat kebisingan alat yang digunakan masih melebihi NAB
kebisingan. Pengendalian kebisingan dengan metode engineering / rekayasa mesin lebih
efektif dan efisien dalam mengendalikan kebisingan dibandingkan dengan metode
pengendalian kebisingan lainnya berdasarkan teknik hirarki pengendalian bahaya.
Sehingga perusahaan harus memprioritaskan penghilangan penyebab bahaya kebisingan
dalam pengendalian kebisingan.

c. Administratif

Pengendalian ini dapat dilakukan dengan mengurangi waktu pemajanan terhadap pekerja
dengan cara pengaturan waktu kerja dan istirahat, sehinga waktu kerja dari pekerja masih
berada dalam batas aman. Pengaturan waktu kerja ini disesuaikan antara pemajanan
intensitas kebisingan dengan waktu maksimum yang diizinkan untuk setiap area kerja.
Yang dimaksud dengan pengaturan waktu kerja dan istirahat adalah jika pekerja sudah
berada di lingkungan kerja yang bising sesuai dengan batas waktu yang diperbolehkan,
maka pekerja tersebut harus istirahat meninggalkan tempat kerja tersebut selama
beberapa menit dan kembali lagi ke tempat kerja tersebut untuk bekerja seperti biasa.
Administratif control dapat dilakukan dengan cara :

- Rotasi Kerja

Rotasi kerja yaitu perputaran jam kerja tenaga kerja yang dilakukan oleh pihak Tenaga
kerja yang tidak mengalami paparan bising yang sama dalam waktu yang terus-
menerus, misalnya operator unit power plant yang setelah melakukan
pengawasan terhadap genset langsung meninggalkan tempat tersebut dan menuju
tempat lain yang nilai kebisingannya lebih rendah setelah pangawasannya dirasa
cukup. Ruangan yang bisa digunakan adalah ruangan yang memiliki NAB lebih
rendah yaitu seperti ruangan khusus operator yang didalam ruangan tersebut harus
dipasang alat peredam kebisingan.

- SOP (Standart Operation Procedur)

Pelaksanaan SOP meliputi semua aspek yang berkaitan dengan K3, contohnya pada
mesin-mesin produksi yang digunakan harus memenuhi standaraman dalam
penggunaan maupun dalam perawatannya agar tidak menimbulkan terjadinya
kecelakaan maupun Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada tenaga kerja. Salah satu SOP
yang digunakan adalah bahwa setiap tenaga kerja yang memasuki area-area yang
kebisingannya melebihi NAB (kebisingan 85 dB)diwajibkan memakai APD
berupa earplug ataupun earmuff bagi tenaga kerja yang melanggarnya akan dikanai
sanksi.

- Training

Menurut Peraturan Depnaker yaitu UU No. 01 tahun 1970 bab V pasal 9 tentang
pembinaan, bahwa pihak perusahaan wajib menunjukkan dan menjelaskan termasuk
didalamnya melakukan pembinaan terhadap seluruh tenaga kerja tentang:

a)Kondisi-kondisi berbahaya yang dapat timbul dalam tempat kerjanya.

b)Semua pengaman dan alat-alat pelindung yang harus disediakan di tempat kerja
bising

c)Alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya

d)Cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam melakukan pekerjaannya (Depnaker,
1970)

Perusahaan harus menyadari dengan benar akan pentinganya training atau pelatihan
bagi tenaga kerja karena hal tersebut dirasa dapat meningkatkan pengetahuan
dan kesadaran akan pentingnya K3 bagi dirinya sendiri dan guna untuk meningkatkan
produktivitas tenaga kerja. Program training yang dilakukan meliputi berbagai macam
jenis pelatihan seperti fire training, pelatihan dasar K3 dan pelatihan-pelatihan
yang lainnya seperti penggunaan APD

- Safety Sign

Setelah dilakukan proses identifikasi bahaya di area-area yang telah ditentukan dan
pengukuran intensitas kebisingan, maka dapat dilihat dari data-data yang diperoleh
mengenai tempat-tempat kerja yaitu dengan yang memiliki tingkat kebisingan yang
melebihi NAB kebisingan sebesar 85 dB. Langkah-langkah pengendalian
kebisingan yang dilakukan yaitu pemasangan safety sign yang merupakan bentuk
peringatan berupa tanda bahwa area tersebut NAB kebisingannya melebihi 85 db dan
wajib menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
d. Alat Pelindung Diri

Pengendalian dengan pemberian dan kewajiban pekerja dalam pemakaian APD


merupakan alternatif terakhir yang harus dilakukan jika urutan hirarki pengendalian
bahaya tidak bisa berjalan serta menyesuaikan dengan kemampuan ekonomi perusahaan.
Jenis alat pelindung telinga yang diberikan perusahaan untuk area fabrikasi yaitu jenis
ear plug dengan merrk Airsoft seri EN352 dengan NRR 27 dBA. Hal ini dapat diartikan
bahwa alat pelindung telinga yang diberikan perusahaan sesuai untuk pekerja di area
kebisingan dengan tingkat NRR 27 dBA untuk area fabrikasi yang tingkat kebisingan
95,6 dBA.

Pengendalian bahaya dengan menggunakan APD sendiri tidak akan maksimal jika
pekerjanya sendiri tidak menggunakan walaupun dari pihak perusahaan telah
menyediakan. Perlu adanya peraturan dan pengawasan secara berkala yang dilakukan
pemberi kerja untuk mengawal program penyediaan APD itu sendiri. Penelitian yang
membahas faktor yang berhubungan dengan pemakaian APD pada pekerja konstruksi
menjelaskan bahwa ada hubungan peraturan dengan praktik penggunaan APD. Peraturan
yang berlaku dapat menjadi tuntutan pekerja dalam melakukan pekerjaanya, adanya
keterikatan yang tidak langsung membuat pekerja harus melakukan apa yang telah
menjadi kebijakan dalam suatu perusahaan.

Pengawasan juga merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi perilaku
seseorang. Perubahan perilaku individu dimulai dari tahap mematuhi tanpa kerelaan
melakukan sauatu tindakan dan seringkali hanya karena ingin menghindari dari terkena
hukuman (punishment) ataupun sanksi. Jika seseorang tersebut pada dasarnya tidak
patuh atau hanya untuk memperoleh imbalan dari yang dijanjikan jika ia dapat mematuhi
suatu aturan, maka biasanya perubahan perilaku yang terjadi hanya sementara, artinya
bahwa tindakan tersebut dilakukan selam masih ada pengawasan. Namun apabila
pengawasannya mengendur perilaku itu pun ditinggalkanya lagi. Pekerja perlu diadakan
pengawasan penggunaan APD secara teratur dengan alasan karena akan membuat para
pekerja tetap merasa aman dan termonitor saat bekerja. Pengawasan dapat dilakukan oleh
pimpinan teratas ataupun pimpinan bagian.

Kepatuhan pekerja dalam pemakaian alat pelindung diri (APD) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pengawasan yang dilakukan dengan kepatuhan pekerja dalam
pemakaian APD. Pengawasan merupakan kegiatan rutin dalam bentuk observasi harian
terhadap penggunaan APD yang dilakukan oleh pengawas yang ditunjuk untuk
melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kerja bawahannya dan memastikan mereka
terus menerus menggunakannya secara benar. Pengawasan yang kontinyu akan
mempertahnkan tingkat keselamatan dan usaha-usaha untuk meminimalisir kejadian
kecelakaan kerja.

3.3 Sebutkan penyakit apa saja akibat dari kebisingan dalam keselamatan dan
kesehatan kerja!

Dampak kebisingan terhadap kesehatan tenaga kerja adalah sebagai berikut :

a. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis, bising bernada


tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-
tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan
nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

b. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur,
cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan
penyakit psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan.

c. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi


pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan
harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan
terganggunya tenaga kerja sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena
tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak
langsung membahayakan keselamatan tenaga kerja.

d. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala
pusing (vertigo) atau mual-mual.

e. Efek Pendengaran

Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan
ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan
segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising, namun bila terus
menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan
tidak akan pulih kembali. Bising dapat menimbulkan beberapa gangguan pada fungsi
pendengaran antara lain:

 Trauma Akustik
Hilangnya pendengaran yang pada umumnya dikarenakan bising dengan intensitas
yang tinggi dan terjadi dalam waktu singkat. Gangguan seperti ini dapat timbul
antara lain seperti: dari ledakan, suara yang sangat keras seperti ledakan meriam yang
dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan sel sensoris saraf pendengaran dan
akibatnya secara mendadak.
 Tuli sementara atau Temporary Threshold Shift (TTS)

Penderita tuli sementara ini bila diberi cukup istirahat, daya dengarnya akan pulih
sempurna.Untuk suara yang lebih besar dari 85 dB dibutuhkan waktu bebas paparan atau
istirahat 3-7 hari. Bila waktu istirahat tidak cukup dan tenaga kerja kembali
terpapar bising semula, dan keadaan ini berlangsung terus menerus maka ketulian
sementara akan bertambah setiap harikemudian menjadi ketulian menetap.

 Tuli menetap atau Permanent Threshold Shift (PTS)

Tuli menetap terjadi karena paparan yang lama dan terus menerus. Ketulian ini
disebut tuli perseptif atau tuli sensorineural. Penurunan daya dengar terjadi perlahan
dan bertahap sebagai berikut :

Tahap 1 : timbul setelah 10-20 hari terpapar bising, tenaga kerja mengeluh telinganya
berbunyi pada setiap akhir waktu kerja.
Tahap 2 : keluhan telinga berbunyi secara intermiten, sedangkan keluhan subjektif lainnya
menghilang. Tahap ini berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.

Tahap 3 : tenaga kerja sudah mulai merasa terjadi gangguan pendengaran seperti
tidak mendengar detak jam, tidak mendengar percakapan terutama bila ada suara lain.

Tahap 4 : gangguan pendengaran bertambah jelas dan mulai sulit berkomunikasi. Pada
tahap ini nilai ambang pendengaran menurun dan tidak akan kembali ke nilai ambang
semula meskipun diberi istirahat yang cukup.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kebisingan merupakan gangguan yang pasti dialami pada setiap pekerja. Dasar dari
elemen kebisingan ini adalah dari berbagai suara yang menjadi satu dengan intensitas suara
yang keras yang dapat mengganggu dalam aktivitas pekerja. Banyak dari para pekerja ini
menjadi salah satu dampak dari kebisingan ini yaitu merasakan pendengarannya yang
berfungsi tidak baik. Hal ini disebabkan karena kebisingan mempunyai pertikel partikel suara
yang menjadi satu dan menyentuh permukaan udara sehingga tersebar ke lingkungan yang
dekat pada sumber suara tersebut.  Kebisingan menghasilkan suatu frekuensi suara besar
yang dimana akan menghasilkan gelombang-gelombang seperti gelombang longitudnal dan
gelombang bunyi yang membuat otak dan telinga para pekerja terangsang pada suara yang
dihasilkan dari sumber tersebut. Dari segi kesehatan, kebisingan dapat merusak pendengaran
dan dapat menimbulkan gangguan emosi dan psikologis yang disebabkan karena kebisingan
dapar mempengaruhi otak pekerja dan secara tidak langsung akan merasa terganggu oleh
sumber suara yang mengahsilkan bising tersebut, terganggunya frekuensi jantung, pusing,
mual, dan depresi. Maka dari ini program k3 memegang kunci keberhasilan dalam
mengurangi resiko dari kecelakaan pekerja dan penyakit yang ditimbulkan dari aktivitas
pekerja itu sendiri dapat terjaga serta tertingkatkannya produktivitas pekerja.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan peneliti dapat memberikan saran
untuk perbaikan sebagai berikut :
1. Untuk para pembaca, masyarakat, dan terutama terhadap para pekerja yaitu pekerja
sudah seharusnya memakai APD atau alat pelindung diri pada saat bekerja,
pemerikasaan mesin secara rutin, dan mematuhi prosedur atau arahan yang sudah
dibuat oleh Ahli K3 di industri. 
2. Untuk para pembaca dan masyarakat untuk jauhi tempat tempat yang mengeluarkan
suara bising dan ingatkanlah sesama individu untuk tetap berhati hati dan tanggapi
dengan biasa terhadap kebisingan yang bisa terjadi dimanapun
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Kesehatan No.36. Masalah Kesehatan Tempat Kerja. Jakarta. 2009.


Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
Lingkungan Kerja. Nomor: Kep.13/Men/X/2011. Jakarta. 2011.
Suma’mur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta. Sagung Seto. 2009.
Zauzan. Faktor Risiko Terjadinya Gangguan Pendengaran pada Operator Mesin Shuttle
Bagian Weaving PT. X.Skripsi tidak diterbitkan. Semarang : UNDIP. 2010.

Anda mungkin juga menyukai