Anda di halaman 1dari 5

Program Konservasi Pendengaran (1)

Hearing Conservation Program (1)


Oleh : Dody Indra Wisnu
PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi di sektor industri, telah berhasil menciptakan berbagai
macam produk mesin yang dalam pengoperasiannya seringkali menghasilkan polusi
suara atau timbulnya bising di tempat kerja. Suara bising atau polusi suara, sebagai
salah satu efek dari sektor industri dapat menimbulkan gangguan pendengaran atau
ketulian pada seseorang yang bekerja atau berada di lingkungan industri.
Masalah kesehatan tenaga kerja erat kaitannya dengan penerapan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja sebagai salah satu unsur dari perlindungan tenaga
kerja serta peningkatan produktivitas sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran bangsa Indonesia.
Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di
berbagai negara, termasuk didalamnya adalah Indonesia. Secara umum bising
adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising secara Ilmu Kesehatan Masyarakat
adalah suara yang tidak diharapkan dan tidak menyenangkan yang menggangu,
atau suara yang diinginkan namun berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan.
Bahkan menurut WHO, bising dikategorikan sebagai salah satu jenis polutan.
Risiko kebisingan dapat digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu auditory effect
dan non-auditory effect. Risiko auditorial banyak jenisnya dengan tingkat keparahan
yang beragam, mulai kehilangan pendengaran yang bersifat sementara dan dapat
disembuhkan
Sementara

atau
risiko

sembuh
non

dengan

auditorial

sendirinya
dapat

sampai

dengan

menyebabkan

permanen.

gangguan

sistem

keseimbangan, tekanan darah naik, denyut nadi meningkat, mudah letih saat bekerja
di tempat kerja bising, mengganggu kualitas tidur sampai dengan kondisi kejiwaan /
stress.
Dibutuhkan suatu program yang terstruktur untuk mencegah terjadinya ketulian
atau mencegah terjadinya kebisingan di tempat kerja. Adapun jenis programnya
dapat

berupa

Hearing

Conservation

Program

atau

Program

Konservasi

Pendengaran. Apa itu Program Konservasi Pendengaran? Dalam artikel ini, akan
coba saya bahas mengenai program ini secara aplikatif.

PROGRAM KONSERVASI PENDENGARAN (Hearing Conservation Program)


Program Konservasi Pendengaran merupakan serangkaian kegiatan dan
aktifitas yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehilangan pendengaran (noise
induced hearing loss) pada pekerja yang terpapar kebisingan tinggi. Jika kebisingan
di tempat kerja sudah melebihi 85 dBA, maka pengusaha harus menerapkan
Program Konservasi Pendengaran.
Dari penjelasan diatas diketahui bahwa Program Konservasi Pendengaran
merupakan serangkaian kegiatan, berikut ini adalah kegiatan yang dimaksud :
1. Identifikasi Bahaya Bising
Pelaksanaan identifikasi bahaya bising dapat dilakukan dengan 2
pendekatan, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Pada pendekatan kualitatif dapat
menggunakan

HIRADC

(Hazard

Identification

Risk

Assessment

and

Determining Control) yang menentukan secara kualitatif terhadap paparan


bising yang ada ditempat kerja misalnya : Risiko Tinggi, Risiko Sedang, dan
Risiko Rendah. Sedangkan pendekatan secara kuantitatif adalah mengukur
tingkat kebisingan tempat kerja dengan alat ukur misalnya sound level meter
atau noise dosimeter. Pengukuran ini nantinya dibandingkan dengan nilai
ambang batas yang berlaku, yaitu Permenaker No. 13 tahun 2011 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja.
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Bising di Tempat Kerja
Waktu pemaparan
8
4
2
1
30
15
7,5
3,75
1,88
0,94
28,12
14,06
7,03

Intensitas kebisingan dalam dBA


Jam

Menit

Detik

85
88
91
94
97
100
103
106
109
112
115
118
121

3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11

124
127
130
133
136
139

Pengukuran kebisingan dapat dilakukan oleh pihak eksternal (pihak ke3) atau pihak internal. Yang perlu diperhatikan apabila akan mengukur secara
internal adalah kalibrasi alat, metode pengukuran dan kompetensi operator.
Pengukuran kebisingan dapat dilakukan pada lingkungan kerja dan pada
pekerja

yang

terpapar

bising.

Di

lingkungan

kerja

dapat

dilakukan

menggunakan alat sound level meter sedangan pada pekerja yang terpapar
dapat menggunakan noise dosimeter.

2. Pengendalian Bahaya Bising


Setelah melakukan identifikasi bahaya bising di tempat kerja, langkah
selanjutnya adalah melakukan pengendalian bahaya bising di tempat kerja.
Prinsip pengendalian bahaya adalah melalui hirarki pengendalian bahaya
yaitu : eliminasi, subtitusi, engineering controls, administratif dan APD.

Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan dengan pendekatan teori


energi : Sumber Jalur Penerima. Adapun contohnya adalah sebagai
berikut :

SumberBahayaBising
(Mesin)

PenerimaBahayaBising
(Pekerja)

JalurBahayaBising

Pendekatan pengendalian bahaya bising yang paling baik adalah


dengan menghilangkan atau menurunkan tingkat risiko bahaya dari
sumbernya. Dapat dilakukan dengan engineering control. Sedangkan pada
pekerjanya dapat dilakukan dengan administratif dan penggunaan APD.

Ikuti

kelanjutan

mengenai

pembahasan

program

pendengaran pada artikel kami selanjutnya. Terima kasih

Regards

Dody Indra Wisnu

SentralSistemConsulting
MTHSquareLt.3A
Jl.MT.Haryonokav.10No.2
JakartaTimur13330

(021)29067201

(021)29067204

http://www.sentralsistem.com

konservasi

Anda mungkin juga menyukai