Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak dasar (asasi) manusia dan salah satu faktor yang

sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Kesehatan dan keselamatan

bagi masyarakat pekerja terbukti memiliki korelasi langsung dan nyata terhadap

kesejahteraan tenaga kerja. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil

kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu

kesehatannya. Kesehatan kerja merupakan spesialisasi dalam ilmu kesehatan

beserta praktiknya yang bertujuan agar masyarakat atau pekerja memperoleh

derajat kesehatan setinggi tingginya, baik fisik maupun mental, sosial dengan

usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang

diakibatkan faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum (A.M.

Sugeng Budiono, dkk., 2003:97).

Perkembangan pembangunan industri di indonesia telah mengalami

kemajuan yang sangat pesat.Sebagian besar waktu usia produktif akan dilewatkan

di tempat kerja. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak industri yang ada di

Indonesia. Seperti diketahui bahwa hampir semua jenis industri menggunakan

mesin-mesin yang dapat menjadi sumber kebisingan. Dapat diketahui bahwa

dengan berkembangnya industri di Indonesia, akan semakin besar jumlah tenaga

kerja yang dalam pekerjaannya selalu terpapar kebisingan tinggi dan akan

berlangsung lama. Oleh kerana itu sebaiknya kesehatan kerja mendapatkan

perhatian lebih banyak bagi kalangan kesehatan. Perlindungan tenaga kerja

1
meliputi aspek yang cukup luas yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan,

pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat dan moral

bangsa (Budiono, 2003).

Di tempat kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan

kerja seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis.

Semua faktor tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan

berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (Tarwaka, dkk., 2004:33).

Kebisingan di tempat kerja seringkali merupakan problem tersendiri bagi

tenaga kerja, umumnya berasal dari mesin kerja. Sayangnya, banyak tenaga kerja

yang telah terbiasa dengan kebisingan tersebut, meskipun tidak mengeluh

gangguan kesehatan tetap terjadi, sedangkan efek kebisingan terhadap kesehatan

tergantung pada intensitasnya (Anies, 2005:91).

Kebisingan juga menimbulkan gangguan emosional yang memicu

meningkatnya tekanan darah. Energi kebisingan yang tinggi mampu juga

menimbulkan efek visceral, seperti perubahan, frekuensi jantung, perubahan

tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat, dapat juga terjadi efek psikososial

dan psikomotor ringan jika seorang berada dilingkungan yang bising (Harrington

dan Gill, 2005).

Kebisingan dapat berhubungan dengan hypertensi, hasil penelitian

epidemiologis di amerika serikat menyebutkan bahwa masyarakat yang terpapar

kebisingan cenderung memiliki emosi tidak stabil yang akan mengakibatkan stres.

Stres yang cukup lama akan mengakibatkan penyempitan pembuluh darah,

memacu jantung untuk memompa darah lebih keras sehingga tekanan darah akan

2
naik. Penelitian pada tenaga kerja bagian bubut di moskwa dengan intensitas

bising 93dbA menyatakan bahwa tenaga kerja yang mengalami kebisingan,

tekanan darahnya dua kali lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Penelitian

Parvizpoor pada pekerja bagian tenun dngan intensitas bising 96 dbA menemukan

27,1% tenaga kerja mengalami kenaikan tekanan darah, sedangkan pada

kelompok kontrol hanya 8,6%. Penerbangan TNI AU yang terbiasa terpajan

bising 90-95 dbA dalam pesawat mempunyai resiko 2,7 kali menderita tekanan

darah diastolik tinggi dibandingkan dengan penerbangan yang terpajan bising 70-

80 dbA (Andriukin,2007).

Atmaca (2005) meringkas dari beberapa sumber (Cheung, 2004; Ohstrom,

1989; Finegold, 1994), menyebutkan kebisingan juga dapat memberikan efek

terhadap mental psikososial berupa gangguan (annoyance), stress, marah, dan

kesulitan istirahat dan persepsi, selain dampak pada sistem pendengaran,

kebisingan juga menyebabkan gangguan pada fungsi fisiologis lainnya seperti

peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, gerak refleks otot, dan

gangguan tidur yang juga dianggap sebagai efek psikologis.

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber

dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu

dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Berdasarkan Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang

batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja, di dalamnya ditetapkan Nilai

Ambang Batas (NAB) kebisingan sebesar 85 dBA sebagai intensitas tertinggi dan

merupakan nilai yang masih dapat diterima oleh pekerja tanpa mengakibatkan

3
penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak

melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

Dalam kaitannya dengan penyakit akibat kerja, penggunaan alat pelindung

diri diatur dalam Peraturan Menteri Tenaka Kerja dan Transmigrasi No:

Per/01/MEN/1981 tentang kewajiban melapor Penyakit Akibat Kerja. Dalam

Udang-Undang keselamatan kerja diatur di pasal 4 (3) yang berbunyi “ pengurus

wajib menyediakan secara Cuma-Cuma semua alat pelindung diri diwajibkan

penggunaanya oleh tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya untuk

mencegah penyakit akibat kerja (Tarwaka,2008).

Sebagian besar waktu usia produktif akan dilewati di tempat kerja. Oleh

karena itu sebaiknya kesehatan kerja mendapatkan perhatian lebih banyak bagi

kalangan kesehatan. Berbagai masalah kesehatan yang dapat timbul di lingkungan

kerja merupakan dampak negatif dari suatu pekerjaan. Perlindungan tenaga kerja

meliputi aspek yang cukup luas yaitu perlindungan keselamatan,kesehatan,

pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat dan moral

bangsa. Perlindungan tersebut bertujuan untuk memberikan jaminan kesehatan

dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja (Suma’mur,2009).

Penelitian yang dilakukan pada Tahun 2013 di PT Dua kelinci

didapakan,hasil percobaan pada karyawaan bagian gravity sekitar 15 pekerja dan

di dapatkan hasil 4 perkerja (26,6%) merasa lelah, 4 pekerja(26,6) sakit kepala, 3

pekerja (13,3%) cemas, 1 pekerja(6,67%) baik-baik saja. Sehingga dapat

disimpulkan bahawa ada 14 pekerja yang mengalami stres kerja.

4
Hasil penelitian yang dilakukan Tri Budiyanto dan Erza Yanti Pratiwi

(2010), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatara tingkat

kebisingan dengan stres kerja pada pekerja di bagian tenun “Agung Saputra Tex”

Piyungan Bantul Yogyakarta. Hal ini dilihat dari nilai p-value sebesar 0,039 (< α

0,05). Kemaknaan secara biologis menyatakan bahwa terdapat pekerja yang

mengalami tingkat kebisingan (>85 desibel) memiliki peluang resiko terkena stres

kerja sedang yaitu 1,857 kali (0.463-7,455) di bandingkan pekerja yang tidak

mengalami tingkat kebisingan (<85 desibel).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh khairat

pada karwayawan produksi PT Mataram Tunggal Garment Yogyakarta,

menyimpulkan bahwa nilai p =0.000 < 0,05 sehingg Ha diterrim dn Ho ditolak.

Dengan ini maka ada pengaruh yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan

stres kerja.

CV Bonar Jaya Abadi Perkara Nusantara ialah industri yang bergerak

dibidang penggilingan padi, dimana dalam proses produksinya menggunakan alat-

alat mesin dan alat-alat produksi lainnya yang menghasilkan kebisingan.

Berdasarkan survey pendahuluan yang telah peneliti lakukan, bahwa semua para

tenaga kerja yang ada di CV Bonar Jaya Abadi Perkara Nusantara tidak

dilengkapi dengan Personal Protective Equipment (PPE) berupa ear plug atau

earmuff guna untuk mengurangi paparan kebisingin. Dimana saat survey

pendahuluan intensitas kebisingannya ialah 98dbA, dimana hal ini sudah melewati

nilai ambang batas (NAB), kemudian para pekerja di CV Bonar Jaya Abadi

Perkara Nusantara bekerja lebih dari 8 jam dalam seminggu dan jarak mesin

5
dengan aktivitas pekerjaan ialah 2m (meter).CV Bonar Jaya Abadi Perkasa

Nusantara terdiri dari tiga wilayah kerja yaitu wilayah produksi, marketing dan

wilayah penjemuran padi. Setelah melakukan wawancara kuisioner terhadap

seorang perkerja didapat hasil bahwa pekerja tersebut mengalami stres kerja.

Berdasarkan, hal tersebut diatas penulis tertarik untuk meneliti hubungan

paparan kebisingan dengan stres kerja di CV Bonar Jaya Abadi Perkasa

Nusantara.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraiaan dalam latar belakang diatas adapun rumusan masalah

dari penelitian ini adalah : Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres Kerja

pada Pekerja Penggilingan Padi Tahun 2018

1.3 Tujuan penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan paparan kebisingan dengan stres kerja pada

pekerja di Penggilingan Padi Tahun 2018

1. 1.3.2 Tujuan Khusus

2. Mengukukur intensitas kebisingan di lingkungan kerja CV Bonar Jaya Abadi

Perkasa Nusantara

3. Menilai keadaan stres pada pekerja di CV Bonar Jaya Abadi Perkasa

Nusantara

4. Menganalisis hubungan paparan kebisingan dengan stres kerja di CV Bona

Jaya Abdi Perkasa Nusanatara

5. Menganalisis hubungan paparan kebisingan dengan stres kerja di CV Bonar

Jaya Perkasa Nusantara berdasarkan umur, lama kerja, dan jarak kerja

6
1.4 Manfaat Penelitian

Adapun secara rinci manfaat penelitian ini adalah

1.4.1 Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan

ilmu pengetahuan yang telah diterima selama kuliah.

1.4.2 Bagi institusi Pendidikan

Menambah refrensi pengetahuan tentang hubungan paparan kebisingan

dengan stres kerja serta dapat digunakan sebagai refrensi dalam memberikan

penyuluhan kepada masyarakat/tenaga kerja tentang kebisingan

1.4.3 Bagi Tenaga Kerja/CV Bonar Jaya Abadi Perkasa Nusantara

Dapat memberikan informasi pengetahuan tentang hubungan paparan

kebisingan dengan stres kerja, sehingga CV Bonar Jaya Abadi Perkasa Nusantara

dapat melakukan pengendalian akan hal tersebut.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebisingan

Kebisingan ialah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang

dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan (Anizar,2009).

Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai

dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap

kenyamanan dan kesehatan manusia (Sasongko,2000).

Bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh telinga karena getaran media

elastis. Sifat bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi bunyi

adalah jumlah gelombang bunyi yang lengkap yang diterima oleh telinga setiap

detik (Anizar, 2009:155).

Bising (noise) adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara

dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Di sektor industri, bising

berarti bunyi yang sangat mengganggu dan membuang energi (Ridwan Harrianto,

2010:130).

Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang sifatnya subjektif

dan psikologik. Subjektif karena bergantung pada orang yang bersangkutan.

Secara psikologik bising adalah penimbul stres karena sifatnya yang mengganggu

(Sartilo Wirawan Sarwono 1995:92).

Menurut Tarwaka, dkk., (2004:39), sumber kebisingan di perusahaan

biasanya berasal dari mesin untuk proses dan alat lain yang dipakai untuk

melakukan pekerjaan. Contoh beberapa sumber kebisingan di perusahaan baik

8
dari dalam maupun dari luar perusahaan seperti: (1) generator; mesin diesel untuk

pembangkit listrik; (2) mesin produksi; (3) mesin potong, gergaji, serut

diperusahaan kayu; (4) ketel uap atau boiler untuk pemanas air; (5) alat yang

menimbulkan suara dan getaran seperti alat pertukangan; (6) kendaraan bermotor

dari lalu lintas dll.

Suara ditempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja

(occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak

diinginkan secara fisik (menyakitkan pada telinga pekerja) dan psikis

(mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi) yang akan menjadi polutan

bagi lingkungan, sehingga kebisinngan didefinisikan sebagai polusi lingkungan

yang disebabkan oleh suara (Sihar Tigor B.T., 2005:6).

2.1.1 Sumber bising

Sumber bising dapat diidentifikasikan jenis dan bentuknya. Kebisingan

yang berasal dari berbagai peralatan memiliki tingkat kebisingan yang berbeda-

beda dari suatu model ke model lain. Proses pemotongan seperti proses

penggergajian kayu merupakan sebagian contoh bentuk benturan antara alat kerja

dan benda kerja yang menimbulkan kebisingan. Penggunaan gergaji bundar dapat

menimbulkan tingkat kebisingan antara 80-120 dB (Sihar Tigor B.T., 2005:4).

Menurut Tarwaka, dkk., (2004:39), sumber kebisingan di perusahaan

biasanya berasal dari mesin untuk proses dan alat lain yang dipakai untuk

melakukan pekerjaan. Contoh beberapa sumber kebisingan di perusahaan baik

dari dalam maupun dari luar perusahaan seperti: (1) generator; mesin diesel untuk

pembangkit listrik; (2) mesin produksi; (3) mesin potong, gergaji, serut

9
diperusahaan kayu; (4) ketel uap atau boiler untuk pemanas air; (5) alat yang

menimbulkan suara dan getaran seperti alat pertukangan; (6) kendaraan bermotor

dari lalu lintas dll.

Suara ditempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja

(occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak

diinginkan secara fisik (menyakitkan pada telinga pekerja) dan psikis

(mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi) yang akan menjadi polutan

bagi lingkungan, sehingga kebisinbgan didefinisikan sebagai polusi lingkungan

yang disebabkan oleh suara (Sihar Tigor B.T., 2005:6).

2.1.2 Jenis Kebisingan

Menurut Suma’mur (2009) menurut sifatnya kebisingan dapat dibedakan

menjadi beberapa jenis yaitu:

a. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide

band noise). Misal: mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar.

b. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow

band noise). Misal: gergaji sirkuler, katup gas.

c. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Misal: lalu lintas, suara kapal terbang.

d. Kebisingan impulsive (impact impulsive noise). Misal: tembakan bedil,

meriam, ledakan.

e. Kebisingan impulsive berulang. Misal: mesin tempa, pandai besi.

10
Sedangkan menurut Anizar (2009) kebisingan dapat dikelaskan jadi

beberapa jenis yaitu :

1. Bising secara terus menerus adalah bising yang mempunyai tingkat intensitas

bunyi diantara maksimum dan minimum kurang dari 3 dbA. Contohnya ialah

bunyi yang dihasilkan mesin penenun tekstil.

2. Bising fluktuasi ialah bunyi bising yang mempunyai perbedaan tingkat diantara

intensitas yang tinggi dengan yang rendah tidak lebih dari 3 dbA

3. Bising impuls ialah bising yang mempunyai intensitas yang sangat tinggi dalam

waktu yang singkat seperti tembakan senjata api, lagan besi dan sebagainya.

4. Bising bersela ialah bunyi yang terjadi dalam jangka waktu tertentu serta

berulang. Contoh bising ketika memotong besi akan berhenti ketika gergaji itu

dihentikan. Terdapatnya kombinasi dari jenis bunyi diatas, contohnya kebisingan

berterusan dan bersela dapat terjadi secara serentak.

2.1.3 Pengukuran Kebisingan

Pengukuran ada yang hanya bertujuan untuk pengendalian terhadap

lingkungan kerja namun ada juga pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui

pengaruhnya terhadap tenaga kerja yang bersangkutan (Anizar, 2009:167).

Bunyi diukur dengan satuan yang disebut desibel, dalam hal ini mengukur

besarnya tekanan udara yang ditimbulkan oleh gelombang bunyi. Satuan desibel

diukur dari 0 sampai 140, atau bunyi terlemah yang masih dapat didengar oleh

11
manusia sampai tingkat bunyi yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen

pada telinga manusia. Desibel biasa disingkat dB dan mempunyai skala A, B, C.

Skala yang terdekat dengan pendengaran manusia adalah skala A atau dBA

(Anies, 2005:93).

Pada pengukuran ini dapat digunakan alat “Sound Level Meter” . Alat

tersebut dapat mengukur intensitas kebisingan antara 40-130 dB(A) pada

frekuensi antara 20-20.000 Hz. Sebelum dilakukan pengukuran harus dilakukan

countour map lokasi sumber suara dan sekitarnya. Selanjutnya pada waktu

pengukuran “Sound Lever Meter” di pasang pada ketinggian ± (140-150 m) atau

setinggi telinga (Tarwaka, dkk., 2004:39).

Tiga metode pengukuran kebisingan menurut suma’mur (1995) :

a. Pengukuran dengan Titik Sampling

Pengukuran dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas

hanya pada satu atau beberapa lokasi aja. Pengukuran ini juga digunakan untuk

mengevaluasi kebisingan yang disebabkan oleh peralatan sederhana, misal

kompresor dan generator.

b. Pengukuran dengan Peta Kontur

Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam

mengukur kebisingan karena dapat memberikan gambaran tentang kondisi

kebisingan dengan cakupan area.

12
c. Pengukuran dengan Grid

Teknik pengukuran dengan grid adalah dengan membuat contoh data

kebisingan pada lokasi yang diinginkan. Titik-titik sampling harus dibuat dengan

jarak interval yang sama di seluruh lokasi. Setelah titik sampling di pot dalam

peta, maka kebisingan dapat digambarkan dengan menjumlahkan hasil

pengukuran titik-titik sampling. Sebelum mengukur kebisingan maka terlebih

dahulu dilakukan pemetaan lokasi kerja, apabila luas lokasi kerja < 10 m² maka

sampel diambil pada tiap 1m², apabila luas lokasi kerja 10m² – 100m² persegi maka

sampel diambil pada tiap 3 meter persegi, dan apabila luas lokasi kerja > 100m²,

maka sampel diambil pada tiap 6m

2.1.4 Faktor Pengaruh Terhadap Pekerja

Tidak semua kebisingan dapat mengganggu para pekerja. Hal tersebut

tergantung dari beberapa faktor, diantaranya adalah (Slamet Riyadi, 2011:12).

1. Intensitas Bising

Nada 1000 Hz dengan intensitas 85 dB, jika diperdengarkan selama 4 jam

tidak membahayakan. Intensitas menentukan derajat kebisingan.

2. Frekuensi Bising

Bising dengan ftrekuensi tinggi lebih berbahaya dari pada bising dengan

intensitas rendah

3. Masa Kerja

Semakin lama berada dalam lingkungan bising, semakin berbahaya untuk

kesehatan, misalnya stres kerja.

13
4. Sifat Bising

Bising yang didengarkan secara terus menerus lebih berbahaya

dibandingkan bising terputus-putus.

2.1.5 Efek Kebisingan

Menurut Depkes RI (2003:36), kebisingan di tempat kerja menimbulkan

gangguan. Gangguan tersebut dapat dikelompokkan secara bertingkat sebagai

berikut:

1. Gangguan fisiologis

Gangguan fisiologis yaitu gangguan yang mula-mula timbul akibat

bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat

terganggu. Pembicaraan atau insruksi dalam pekerjaan tidak dapat

didengar secara jelas sehingga dapat menimbulkan ganguan lain misalnya

kecelakaan, pembicaraan terpaksa berteriak, selain memerlukan ekstra

tenaga juga dapat menambah kebisingan.

2. Gangguan Patologis Organis

Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruh

terhadap pendengaran atau telinga yang dapat menimbulkan ketulian yang

bersifat sementara hingga permanen.

14
3. Stres

Gangguan fisiologis semakin lama bisa menimbulkan stres. Suara

yang tidak dikehendaki juga dapat menimbulkan gangguan jiwa, sulit

konsentrasi, dan lain sebagainya.

Menurut A.M Sugeng Budiono (2003:100), hubungan kebisingan

terhadap kesehatan pekerja adalah, (1) stres; (2) tekanan darah naik; (3)

pusing; (4) denyut jantung bertambah; (5) menggaggu konsentrasi.

2.1.6 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Menurut Suma’mur P.K, 2009:129, Nilai Ambang Batas (NAB)

kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar sebagai pedoman

pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan

penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak

melebihi 8 jam sehari dan 5 (lima) hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu.

NAB kebisingan adalah 85 dB(A), NAB kebisingan tersebut merupakan ketentuan

dalam Kepmenker RI Nomor: Kep-51/Men1999.

2.1.7 Pengendalian Kebisingan

Adapun pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :

a. Pengendalian Administratif

Adapun pengendalian secara administratif yaitu :

15
1. Menetapkan peraturan tentang rotasi pekerjaan

Merupakan salah satu pengendalian administratif untuk mengurangi

akumulasi dampak kebisingan pada pekerja

2. Menetapkan peraturan bagi pekerja tentang keharusan untuk beristirahat dan

makan

Peraturan ini menetapkan pekerja untuk beristirahat dan makan

ditempat khusus yang tenang dan tidak bising. Apabila tempat istirahat

tersebut masih terdapat dalam lokasi kebisingan, maka untuk tempat tersebut

perlu dilakukan penanganan lebih dalam (pengurangan kebisingan).

3. Melakukan pemasangan tulisan bahaya

Tindakan ini dilakukan sebagai suatu perhatian pada titik yang

mempunyai potensi kebisingan, misalnya dituliskan pada mesin produksi yang

mempunyai kebisingan yang tinggi.

4. Menetapkan peraturan tentang sanksi

Sanksi diberikan karena tindakan indisipliner bagi seorang pekerja yang

melanggar ketetapan perusahaan yang berkaitan dengan masalah pengendalian

bahaya kebisingan (Sihar Tigor B.T., 2005:97).

b. Pengendalian Teknik

Mekanisme pengendalian bising dapat dilaksanakan melalui tiga arah,

yaitu sumber bising, transmisi bising, dan penerima bising. Pengendalian ini

dilakukan dengan cara: (suma’mur P.K 1996) :

16
1. Mengurangi intensitas sunber bising

Cara yang digunakan (1) memilih mesin dengan teknologi yang

lebih maju; (2) memodifikasi teknologi sumber bising; (3) pemeliharaan

mesin; (4) substitusi; (5) mengurangi intensitas bunyi dari komponen

peralatan yang bergetar; (6) mengurangi bunyi yang dihasilkan akibat

aliran gas, mengurangi tekanan dan turbulensi gas; (7) mengganti kipas

pendorong yang kecil dan berkecepatan tinggi dengan yang lebih besar dan

berkecepatan lebih rendah.

2. Penempatan penghalang pada jalan transmisi

Mengurangi (1) transmisi suara melalui benda padat dengan

digunakan bantalan yang fleksibel atau yang mempunyai daya pegas; (2)

mengurangi transmisi bising melalui udara dengan digunakan bahan

peredam suara pada dinding dan atap ruangan; (3) mengisolasi sumber

bising; (4) peralatan yang dapat mengatur distribusi suara; (5) mengisolasi

operator pada ruangan yang kedap suara.

3. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga(APD)

Alat pelindung diri merupakan alternatif terakhir bila pengendalian

yang lain telah dilakukan. Tenaga kerja dilengkapi dengan sumbat telinga

(ear plug) atau tutup telinga (ear muff) disesuaikan dengan jenis pekerjaan,

kondisi dan penurunan intensitas kebisingan yang diharapkan ( A.M.

Sugeng Budiono, dkk., 2003:35).

17
Ear plug merupakan sumbat telinga yang paling sederhana terbuat

dari kapas yang dicelup dalam lilin sampai dengan dari bahan sintetis

sedemikian rupa sehingga sesuai dengan liang telinga pemakai. Sumbat

telinga ini dapat menurunkan kebisingan sebesar 25-30 Db.

Menurut Anizar (2009:174), Ear muff merupakan penutup telinga

lebih baik dari pada penyumbat telinga, karena selain menghalangi

hambatan suara melalui udara, juga menghambat hantaran melalui tulang

tengkorak.Penutup telinga ini dapat menurunkan intensitas kebisingan

sebesar 30-40 dB.

2.1.8. Tahapan Pengurangan Hazard di Tempat Kerja

HIRAC (Hazard identification, Risk assessment and Risk Control)

merupakan serangkaian proses mengidentifikasi bahaya yang dapat terjadi dalam

aktifitas rutin ataupun non rutin di tempat kerja, kemudian melakukan penilaian

resiko dari bahaya tersebut lalu membuat program pengendalian bahaya tersebut

agar dapat diminimalisir tingkat resikonya ke yang lebih rendah dengan tujuan

mencegah terjadinya kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja.

Kendali (kontrol) terhadap bahaya dilingkungan kerja adalah tindakan-

tindakan yang diambil untuk meminimalisir atau mengeleminasi resiko

kecelakaan kerja melalui tahap sbb:

1. Eliminasi

Hirarki teratas adalah eliminasi dimana bahaya yang ada harus dihilangkan

pada saat proses pembuatan/desain dibuat. Tujuannya adalah untuk

menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu sistem

18
karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya merupakan metode

yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan perilaku pekerja dalam

menghindari resiko.

2. Subsitusi

Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, prose, operasi

ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan

pengendalian ini akan menurunkan bahaya dan resiko melalui sistem ulang

maupun desain ulang. Contohnya: menggantikan bahan baku padat yang

menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.

3. Engineering control

Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan

pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini

terpasang dalam satu unit sistem mesin atau peralatan.

4. Administrasi control

Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi pekerja

dengan lingkungan kerja, seperti rotasi kerja, pelatihan, shift kerja, dan

housekeeping.

6. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri (APD) dirancang untuk melindungi diri dari bahaya

dilingkungan kerja serta zat pencemar agar selalu aman dan sehat.

2.2 Stres

Stres merupakan sesuatu yang menyangkut interaksi antara individu dan

lingkungan yaitu interaksi antara stimulasi dan respons. Stres adalah konsekuensi

19
setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan

fisik yang berlebihan pada seseorang.

Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang

menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku.

Lingkungan pekerjaaan berpotensi sebagai stressor kerja.

Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan

sebagai tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Waluyo,2009).

Stres kerja adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik

yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri. Stres dapat

menimbulkan bermacam-macam efek yang merugikan mulai dari menurunnya

kesehatan sampai pada dideritanya suatu penyakit ( Tarwaka, dkk., 2004:145).

Pemahaman mengenai stres dapat dilakukan dengan mengetahui terlebih

dahulu sumber potensial penyebab stres. Adapun sumber-sumber tersebut adalah

faktor-faktor lingkungan terutama karena adanya ketidakpastian dalam lingkungan

baik itu bersifat ekonomi, politik, maupun teknologi.

2.2.1 Sumber stres

Berikut ini adalah penyebab stres (Jhon Suprihatno, 2003:65):

1. Penyebab fisik

Penyabab fisik meliputi :

a. Kebisingan

Kebisingan yang terus menerus dapat menjadi sumber stres bagi

banyak orang. Namun perlu diketahuhi bahwa terlalu tegang juga

menyebabkan hal yang sama.

20
b. Kelelahan

Masalah kelelahan dapat menyebabkan stres karena kemampuan untuk

bekerja menurun. Bekerja menurun menyebabkan prestasi menurun

dan tanpa disadari stres.

c. Penggeseran kerja

Mengubah pola kerja yang terus menerus dapat menimbukan stres. Hal

ini disebabkan karena seorang karyawan sudah terbiasa dengan pola

kerja yang lama dan sudah terbiasa dengan kebiasaan yang lama.

d. Jetlag

Jetlag adalah jenis kelelahan khusus yang disebabkan oleh perubahan

waktu sehingga mempengaruhi irama tubuh seseorang. Untuk itu

disarankan bagi mereka yang baru menempuh perjalanan jauh dimana

terdapat perbedaan waktu, agar beristirahat minimal 24 jam sebelum

melakukan suatu aktivitas.

e. Suhu dan Kelembapan

Bekerja dalam suatu ruangan yang suhunya terlalu tinggi dapat

mempengaruhi tingkat prestasi karyawan. Suhu yang tinggi harus

dapat ditoleransi dengan kelembapan yang rendah.

2. Beban kerja

Beban kerja yang terlalu banayak dapat menyebabkan ketegangan

ketegangan dalam diri seseorang sehingga menimbulkan stres. Hal ini

disebabkan oleh tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja

mungkinteralu tinggi, volume kerja mungkin terlalu banyak dan sebagainya.

21
3. Sifat Pekerjaan

a. Situasi baru dan asing

Menghadapi situasi baru dan asing dalam pekerjaan atau organisasi,

seseorang akan terasa sangat terkesan sehingga dapat menimbulkan

stres.

b. Umpan-balik

Standar kerja yang tidak jelas dapat membuat karyawan tidak puas

karena mereka tidak pernah tau prestasi mereka. Disamping itu,

standar kerja yang tidak jelas juga dapat dipergunakan untuk menekan

karyawan.

2.2.2 Gejala Stres

Ada beberapa gejala stres dapat dilihat dari berbagai faktor yang

menunjukkan adanya perubahan baik secara fisiologis, psikologis, dan sikap

(Sutarto Wijono, 2010:122)

1. Perubahan Fisiologis

Ditandai oleh adanya gejala seperti lelah, kehabisan tenaga, pusing,

gangguan pencernaan, mulut dan kerongkongan kering, tangan dan kaki

dingin berkeringat, otot sekitar leher tegang .

2. Perubahan Psikologis

Ditandai oleh adanya kecemasan berlarut-larut, sulit tidur, napas tersengal-

sengal.

22
3. Perubahan Sikap

Ditandai perubahan sikap seperti keras kepala, mudah marah, tidak puas

terhadap apa yang dicapai, Bingung, gelisah, sedih, jengkel, salah paham,

tak berdaya, hilang semangat.

2.3 Terjadinya Stres Kerja

Stres timbul setiap kali karena adanya perubahan dalam keseimbangan

sebuah kompleksitas antara manusia, mesin dan lingkungan. Kompleksitas

merupakan suatu sistem interaktif, maka stres yang dihasilkan tersebut ada

diantara beberapa komponen sistem. Demikian, stres terjadi dalam komponen-

komponen fisik, salah satunya pekerjaan atau lingkungan yang bising dapat

mengakibatkan ketegangan pada manusia, sehingga stres akan muncul dan banyak

kondisi penghambat lain mempunyai kemungkinan yang tak terelakan sebagai

penyebab stres di lingkungan kerja (Pandji Anoraga, 2006:112).

2.3.1 Mengatasi Stres ditempat Kerja

Menurut Anies (2005:144), dalam menghadapi stres (to fight), mencakup

tiga macam strategi yang mestinya dilakukan yaitu:

1. Mengubah lingkungan kerja, jika perlu dengan memanipulasi sedemikian

rupa, sehingga nyaman bagi tenaga kerja.

2. Mengubah lingkungan kerja melalui persepsi tenaga kerja, misalnya

dengan meyakinkan diri bahwa ancaman itu tidak ada.

Meningkatkan daya tahan mental tenaga kerja terhadap stres.

23
2.3.1 Hubungan kebisingan dengan Stres Kerja

Di tempat kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan

kerja seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis.

Semua faktor tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan

berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (Tarwaka, dkk., 2004:33).

Lingkungan kerja merupakan salah satu sumber utama bahaya potensial

kesehatan kerja. Salah satu dari faktor yang terdapat dalam lingkungan kerja

adalah kebisingan. Kebisingan di tempat kerja seringkali merupakan problem

tersendiri bagi tenaga kerja, umumnya berasal dari mesin kerja. Sayangnya,

banyak tenaga kerja yang telah terbiasa dengan kebisingan tersebut, meskipun

tidak mengeluh gangguan kesehatan tetap terjadi, sedangkan efek kebisingan

terhadap kesehatan tergantung pada intensitasnya (Anies, 2005:91). Kebisingan

dapat menimbulkan efek berupa gangguan fisiologis, psikologis dan gangguan

patologis organis, salah satu contoh gangguan psikologis yang diakibatkan oleh

kebisingan adalah stres kerja (Depkes RI, 2003:36).

Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Pekerja yang

menentukan sejauh mana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau tidak.

Menurut Stephen P. Robbins, (2002,319), stres dapat dikategorikan menjadi 3

faktor yaitu:

1. Faktor Lingkungan Kerja

Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur suatu

organisasi juga mempengaruhi tingkat stres dalam suatu organisasi. Faktor

lingkungan penyebab stres dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

24
a. Lingkungan kerja fisik

Aspek-aspek lingkungan kerja fisik antara lain (1) Rancangan ruang

kerja; (2) Rancangan pekerjaan; (3) Bising ditempat kerja; (4)

Ventilasi yang kurang.

b. Lingkungan kerja psikis

Beberapa lingkungan kerja psikis yang dapat menyebabkan stres antara

lain (1) beban kerja fisik yang berlebihan; (2) Waktu yang terbatas

dalam menyelesaikan tugas; (3) ketidakjelasan peran; (4) perselisihan

antar pribadi maupun kelompok.

2. Faktor Individual

Mencakup faktor-faktor kehidupan pribadi pekerja terutama adalah isu

keluarga, masalah ekonomi, dan karakteristik kepribadian yang intern.

Ada beberapa faktor individual antara lain:

a. Usia

Menurut Depkes RI (2003:15), menyebutkan bahwa usia produktif

adalah antara 18-40 tahun. Semakin tua usia seseorang, semakin kecil

kemungkinan keluar dari pekerjaan. Faber dalam artikel Jacinta F. Rini

(2002) menyatakan tenaga kerja < 40 tahun paling beresiko terhadap

gangguan yang berhubungan dengan stres. Hal ini disebabkan karena

pekerja berumur muda dipengaruhi oleh harapan yang tidak realistis

jika dibanding dengan mereka yang lebih tua.

25
b. Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja dari pertama

mulai masuk hingga sekarang masih bekerja. Masa kerja yang rentan

terhadap penyakit akibat kerja adalah pekerja yang masa kerjanya

antara 2-6 tahun, semakin lama orang tersebut bekerja maka semakin

lama juga mereka terpapar berbagai penyakit (Suma’mur P. K,

1996:71) .

Sedangkan pada pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan

intensitas kebisingan yang tinggi dan dalam waktu yang lama beresiko

lebih mudah stres dan mengalami kebosanan dalam rutinitas pekerjaan

yang cenderung monoton (Suma’mur P.K., 1996:129).

c. Kondisi Kesehatan

Kondisi sehat dapat diartikan tidak menderita salah satu atau lebih dari

penyakit yaitu tidak memiliki gangguan kesehatan seperti tekanan

darah tinggi,sakit kepala, nyeri punggung dan leher, karena seseorang

yang sedang menderita sakit akan mudah terpengaruh oleh efek

lingkungan (Sartono, 2002:23).

26
2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Kebisingan Stres Kerja

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Soekidjo

Notoatmodjo, 2005:72). Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan

antara kebisingan dengan stres kerja di CV Bonar Jaya Perkasa Nusantara”.

27
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan metode analitik observasional

dengan cara pendekatan cross sectional yaitu penelitian untuk mencari hubungan

antar variabel. Pendekatan cross sectional adalah suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor risiko dengan cara pendekatan,

observasi atau pengumpulan data di ukur atau dikumpulkan dalam waktu

bersamaan atau sekaligus pada suatu waktu (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:145).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di CV Bonar Jaya Abadi Perkasa Nusantara.

Adapun alasan lokasi penelitian ini adalah karena CV Bonar Jaya Abadi Perkasa

Nusantara ialah salah satu industri Kilang padi terbesar di siantar. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Januari 2018.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja yang ada di CV Bonar

Jaya Abadi Perkasa Nusantara yaitu sebanyak 32 0rang.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian semua pekerja yang ada di CV Bona Jaya Perkasa

Nusantara sebanyak 32 orang (Total sampling).

28
3.4 Defenisi Operasional

1. Kebisingan

Bunyi yang didengar oleh pekerja dengan tingkat kebisingan lebih dari 85

dBA dan terpapar lebih dari 8jam bekerja (Sihar Tigor, B.T: 2005).

2. Stres Kerja

Stres adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang

menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik yang berlebihan pada

seseorang.

3.5 Aspek Pengukuran

1. Kebisingan

Pengukuran menggunakan Sound Level Meter (SLM). Dikatakan bising jika

intensitas kebisingannya > 85 dBA. Dikatakan tidak bising jika intensitas

kebisingannya <85

2. Stres Kerja

Pengisian kuisioner TES DASS 42. Dikatakan stres normal apabila X=0-14,

dikatakan stres ringan apabila X=15-18, dikatakan stres sedang apabila

X=19-25, dikatakan stres berat apabila X=26-33, dikatakan stres sangat

berat apabila X= >34

3.6 Metode Pengumpulan Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini meliputi:

a. Data Primer

Data primer penelitian ini yaitu data kebisingan di CV Bonar Jaya Perkasa

Nusantara yang diperoleh dengan metode pengukuran menggunakan alat

29
Sound Level Meter Krisbow KW06-291 dan pengisian lembar kuesioner

oleh pekerja CV Bonar Jaya Perkasa Nusantara.

Teknik pengukuran dengan menggunakan teknik grid yaitu dengan

membuat contoh data kebisingan pada lokasi yang diinginkan. Titik-titik

sampling harus dibuat dengan jarak interval yang sama di seluruh lokasi.

Sebelum mengukur kebisingan maka terlebih dahulu dilakukan pemetaan

lokasi kerja, apabila luas lokasi kerja < 10 m² maka sampel diambil pada

tiap 1m², apabila luas lokasi kerja 10m² – 100m² persegi maka sampel

diambil pada tiap 3 meter persegi, dan apabila luas lokasi kerja > 100m²,

maka sampel diambil pada tiap 6m2

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diambil di tempat penelitian. Adapun data

sekunder diperoleh dari badan administrasi CV Bonar Jaya Perkasa

Nusantara berupa identitas pekerja dan gambaran umum perusahaan.

3.7 Teknik Analisis Data

3.7.1 Pengolahan Data

1. Cleaning(Membersihkan Data)

Sebelum diolah, data yang dikumpulkan terlebih dahulu dilakukan

pengecekan agar tidak ada data yang double dan menyingkirkan data yang

tidak sesuai dengan kebutuhan

2. Editing(Menyunting Data)

Pengeditan dilakukan untuk mengecek kelengkapan dan kejelasan

pencatatan data

30
3. Coding(Pemberian Kode)

Memberikan tanda pada data yang telah dianggap sesuai dengan variabel

4. Entri Data(Memasukkan Data)

Memasukkan data ke komputer untuk dianalisis menggunakan program

SPSS.

3.7.2 Teknik Analisa Data

Jenis analisa data yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

1. Analisis Unvariat

Analisis dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian. Pada

umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari

setiap variabel seperti kebisingan, stres kerja, dan lain-lain (Soekidjo

Notoatmodjo, 2005:188). Hal ini sangat penting guna mendapatkan

gambaran awal mengenai keadaan umum responden sehingga tidak

akan menimbulkan kerancuan ketika analisis data penelitian dilakukan.

2. Analisi Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

bebas dan terikat. Uji statistik untuk mengetahui hubungan antara

kebisingan dengan stres kerja yaitu mengguanakan uji Chi-Square. Uji

Chi-Square adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji

hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas yang

berupa data kategorik (Sugiyono, 2006:104).

31
KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DENGAN STRES KERJA

PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI TAHUN 2018

I. DATA UMUM RESPONDEN

1. Nama :.....................

2. Umur :………Tahun

3. MasaKerja :.............Tahun

Petunjuk Pengisian

Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan

pengalaman Bapak/Ibu/Saudara dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari.

Terdapat empat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu:

0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.

1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang kadang.

2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan

sering.

3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.

Selanjutnya, Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk menjawab dengan cara memberi

tanda silang (X) pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman

Bapak/Ibu/Saudara selama satu minggu belakangan ini. Tidak ada jawaban

yang benar ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri

32
Bapak/Ibu/Saudara yang sesungguhnya, yaitu berdasarkan jawaban pertama yang

terlintas dalam pikiran Bapak/Ibu/ Saudara.

No PERNYATAAN 0 1 2 3

1 Saya sangat mudah marah karena hal-hal sepele

Saya selalu bereaksi berlebihan terhadap suatu


2
situasi/peristiwa

3 Saya sulit untuk konsentrasi/menenangkan diri

4 Saya mudah merasa kesal

5 Energi saya cepat terkuras saat saya merasa cemas

Saya tidak sabar ketika ada hal mengalami penundaan seperti


6
(antrian, menunggu sesuatu, macet)

7 Saya mudah tersinggung

8 Saya sulit untuk istrahat

9 Saya sangat mudah marah

10 Saya sulit untuk tenang ketika saya kesal

Saya sulit untuk bersabar ketika pekerjaan saya mengalami


11
gangguan

12 Saya sering merasa gelisah

Saya tidak memaklumi apapun yang menghalangi saya ketika


13
saya bekerja

14 Saya sangat mudah gelisah

33
LEMBAR HASIL PENGUKURAN KEBISINGAN

LOKASI LUAS NILAI KEBISINGAN NAB

WILAYAH (≤ / ≥)

PRODUKSI

MARKETING

PENJEMURAN PADI

34
DAFTAR PUSTAKA

A.M. Sugeng Budiono, dkk., 2003, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan
Kerja, Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

Anies, 2005, Penyakit akibat Kerja, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Anizar, 2009, Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri, Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Keputusan Menteri Tenaga


Kerja Nomor:KEP-51.MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika Di Tempat Kerja, 1999, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI.

Depkes RI, 2003, Modul Pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan Kerja, Jakarta:
Hiperkes

Harrington, J. M., dan Gill, F.S. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC

Sasongko D.P.,dkk. 2000.Kebisingan Lingkungan. Semarang. Badan Penerbit


Universitas Diponegoro Semarang

Sarwono, Sarlito Wirawan, 1995, Psikologi Lingkungan. Jakarta : Grasindo.

Sihar Tigor B.T, 2005, Kebisingan di Tempat Kerja, Yogyakarta: ANDI

Sugiyono, 2006, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Soekidjo Notoatmodjo, 2005, Metodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

Suma’mur P.K., 1996, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta: CV


Sagung Seto.

Suma’mur P.K., 1995, Hiegene Perusahaan dan Keselamatan kerja, PT. Gunung
Agung, Jakarta.
, 2009, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta:
CV Sagung Seto

Waluyo,M., Psikologi Teknik Industri, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.


2009

35
LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Fartogi Samosir

Nim : 1604017

Dosen Pembimbing : Diana, SKM, M.Kes

Judul Skripsi : “Hubungan Paparan Kebisingan


dengan Stres Kerja di CV Bona Jaya
Perkasa Nusantara”

Hari dan
No Materi /konsultasi Saran Paraf Dosen
Tanggal

36

Anda mungkin juga menyukai