Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FAKTOR BAHAYA FISIK DILINGKUNGAN TEMPAT KERJA

Sriayu Ningsi Lisdaatutim Wandira

1910075

SEKOLAH TINNGI ILMU KESEHATAN TAMALATEA

YAYASAN PENDIDIKAN TAMALATEA

MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Hazard Fisik“. Pada
makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber, referensi dan pengarahan dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.Penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.Akhir kata penyusun
mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang
membaca.
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tempat kerja selalu terdapat seumber bahaya dan resiko yang dapat mengancam keselamatan
maupun kesehatan tenaga kerja sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Potensi bahaya
dan resiko kerja dapat ditimbulkan mulai dari proses kerja maupun dari lingkungan fisik suatu
ruangan kerja. Sumber bahaya di tempat kerja dapat berupa faktor fisika, kimia, biologis, psikologis,
dan ergonomi. Banyaknya kecelakaan kerja pada dasarnya diakibatkan oleh faktor manusia (personal
factor) dan faktor pekerjaan (job factor).

Lingkungan kerja fisik di suatu tempat kerja baik terbuka maupun tertutup sangat
mempengaruhi berbagai jenis proses produksi di dalamnya, salah satu faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja tersebut adalah iklim kerja (Kuswana, 2014). Orang Indonesia pada umumya
memiliki iklim tropis, yang suhunya sekitar 28-32 0 C dengan kelembapan sekitar 85-95% bahkan
lebih. Perkerjaan dan tempat kerja pada umunya beriklim panas yang biasanya tekanan panasnya
melebihi keadaan sehari-hari pada umumnya (Suma’mur, 2009). Suhu panas dapat menurunkan
kemampuan kerja berfikir. Penurunan kemampuan kerja berpikir demikian sangat luar biasa terjadi
sesudah suhu melampaui 320 C. Suhu panas merupakan faktor lingkungan kerja yang sangat erat
kaitanya dengan kesehatan pekerja. Berbagai kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja, maupun
gangguan kesehatan lainya, sering disebabkan oleh faktor lingkungan kerja yang tidak memenuhi
syarat, di samping ada beberapa faktor lainya (Budiono, 2003). Pekerja di lingkungan panas seperti di
sekitar peleburan, boiler, oven, tungku pemanas dan bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari
dapat mengalami tekanan panas. Panas lingkungan kerja yang berlebihan, akan mengakibatkan suhu
tubuh meningkat. Suhu tubuh yang tinggi dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Bahaya
lingkungan kerja panas mengakibatkan pekerja cepat lelah karena kehilangan cairan dan garam
(Sucipto, 2014).

2. Rumusan Masalah

1 Apa itu Bahaya fisik ?

2 Apa saja macam-macam hazard fisik ?

3. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui pengertian bahaya fisik dilingkungan kerja?
Untuk mengetahui macam- macam bahaya fisik dilingkungan kerja?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bahaya Fisik

Bahaya fisik dapat menjadi faktor atau keadaan yang dapat menyebabkan bahaya


tanpa atau dengan adanya kontak. Biasanya bahaya fisik diklasifikasikan sebagai bahaya
lingkungan atau pekerjaan. Radiasi, tekanan panas dan dingin, getaran, dan kebisingan,
misalnya, adalah jenis bahaya fisik.

Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan
kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, bahaya fisik erat sekali hubungannya dengan
manusia, managemen kegiatan yaitu salah satu cara untuk mengatur hazard yang nampak ini.
Terkait dengan aspek dari resiko yang dapat mempengaruhi munculnya suatu kerugian, baik dari
segi frekuensi atau dari segi tingkat kerusakan. Beberapa contoh bahaya fisik adalah seperti
bangunan yang berbahan kayu, gudang yang menyimpan bahan mudah terbakar, parkir di luar pada
saat keadaan sepi, atau penggunaan bahan kimia di tempat kerja, terpapar kebisingan intensitas
tinggi, suhu ekstrim (panas dan dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.

2.2 Macam-Macam Bahaya Fisik

2.2.1 Kebisingan

Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di
tempat kerja.Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja
misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik / komputer, mesin cetak, dan sebagainya.Namun sering
bunyi-bunyi tersebut meskipun merupakan bagian dari kerja kita tetapi tidak kita inginkan, misalnya
teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran, dan sebagainya.Bunyi
yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan.Kebisingan
dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif
terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.Kualitas bunyi ditentukan
oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya.Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik
yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap
detiknya.Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam
frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu
logaritmis yang disebut desibel ( DB ).

Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi
frekuensi,dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi,
turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.Pajanan
kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang
bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di
klaim .Contoh : Pengolahan kayu, tekstil dan metalKebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain
dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil
penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi
kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB.

Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60
dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan
pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang
bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang
teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss
communication) atau salah persepsi terhadap orang lain. Oleh karena sudah biasa berbicara keras di
lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-
tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras.Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan

keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah.Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat
mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan
dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu
kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber
getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan
telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada
umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya.Untuk
itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan
akhirnya mau memakainya.

2.2.2 Getaran

Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi,
amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Metode kerja
dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan
manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang
dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF). Peralatan
yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-
skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.Contoh : Loaders, forklift
truck, pneumatic tools, chain saws.

Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:

1. 3 . 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.

2. 6 . 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan volume
perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran
darah.

3. 10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.

4. 13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.

5. < 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak
enak dan kurang ada perhatian.

2.2.3 Radiasi

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas,
partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber
radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat
pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain.Selain benda-benda tersebut ada
sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan berada di udara, di dalam air atau berada di
dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi;
Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air.Secara garis besar
radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion.
2.2.3.1 Radiasi Mengion

Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya
ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi
pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi
memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta
(β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.

2.2.3.1 Radiasi Non Mengion

Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila
berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang
termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa
informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam
microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi
dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan
matahari) Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi
untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang
telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk
dipatuhi, yaitu

:1. Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada
azaz manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui jika
kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat
dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.

2. Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh
melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi
dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi
peluang terjadinya efek stokastik.

3. Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably


achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan pemanfaatan
tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk
menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya.

2.2.4 Pencahayaan atau Penerangan ( Illuminasi )

Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena
mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu
penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping
itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan
jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.Tujuan pencahayaan adalah untuk Memberi
kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan dan untuk Memberi lingkungan kerja yang
aman.Efek pencahayaan yang buruk yaitu mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala,
berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Untuk mengurangi kelelahan
akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat
dilakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang
objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan
warna objek yang dikerjakan.
2. Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.
Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.

3. Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja.
Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.
Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan /
pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila
pengaturannya kurang baikyakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus
dilakukan pengaturan atau dicegah.Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :

1. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau
dibandingkan lampu biasa.

2. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga tidak `


langsung mengenai bidang yang mengkilap.

3. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang


langsung memasukkan sinar matahari 4. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak
mengkilap.

5. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal
sebagai berikut :

1. Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

2. Kelemahan mental

3. Kerusakan alat penglihatan (mata).

4. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.Sehubungan dengan hal-hal
tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan,
dan sebagainya)

sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :

1. Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya
matahari ke tempat kerja.

2. Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup,
seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan. Apabila cahaya matahari tidak
mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti dengan penerangan lampu yang cukup.

3. Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32
derajat celsius).

4. umber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu
kerja.

5. Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta
tidak berkedip-kedip.

2.2.5 Bau-Bauan
Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja Yang dimaksud bau-
bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-bauan yang tidak enak di lingkungan
kerja dan mengganggu kenyamanan kerja.Selanjutnya bau-bauan ini dapat mengganggu kesehatan
dan produktivitas kerja.Bau-bauan sebenarnya merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya
mengganggu penciuman tetapi juga dari segi higiene pada umumnya. Cara pengukuran bau-bauan
yang dapat mengklasifikasikan derajat gangguan kesehatan belum ada sehingga pengukurannya
masih bersifat objektif.Hal ini disebabkan karena seseorang yang mencium bau tertentu dan merasa
tidak biasa dengan bau tersebut, apabila sudah lama atau biasa mencium bau aneh tersebut maka
akhirnya menjadi terbiasa dan tidak mencium bau yang aneh tersebut.

Orang yang bekerja di lingkungan yang berbau bensin atau oli, mula-mula merasakan bau
tersebut tetapi lama-kelamaan tidak akan merasakan bau tersebut meskipun bau tersebut tetap di
lingkungan kerja itu. Hal ini disebut penyesuaian penciuman.Dalam kaitannya dengan kesehatan
kerja atau dalam lingkungan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian penciuman dan kelelahan
penciuman.Dikatakan penyesuaian penciuman apabila indera penciuman menjadi kurang peka
setelah dirangsang oleh bau-bauan secara terus-menerus, seperti contoh pekerja tersebut diatas.
Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang tidak mampu mencium kadar bau yang
normal setelah mencium kadar bau yang lebih besar. Misalnya orang tidak mencium bau bunga
setelah mencium bau yang kuat dari bangkai binatang.Ketajaman penciuman seseorang dipengaruhi
oleh faktor psikologis sewaktu-waktu, misalnya emosi, tegangan, ingatan, dan sebagainya. Orang
yang sedang mengalami ketegangan psikologis atau stress, ia tidak dapat mencium bau-bauan yang
aneh, yang dapat dicium oleh orang yang tidak dalam keadaan tegang.Disamping itu penciuman juga
dapat dipengaruhi oleh kelembaban udara.Pada kelembaban antara 40-70 % tidak mempengaruhi
penciuman tetapi dibawah atau diatas kelembaban itu dapat mempengaruhi penciuman.
Pengendalian bau-bauan di lingkungan kerja dapat dilakukan antara lain :

1. Pembakaran terhadap sumber bau-bauan misalnya pembakaran butil alkohol menjadi


butarat dan asam butarat.

2. Proses menutupi yang didasarkan atas kerja antagonistis diantara zat-zat yang berbau.
Kadar zat tersebut saling menetralkan bau masing-masing. Misalnya bau karet dapat ditutupi
atau ditiadakan dengan paraffin.

3. Absorbsi (penyerapan), misalnya penggunaan air dapat menyerap bau-bauan yang tidak
enak.

4. Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang berbau
menjadi netral (tidak berbau). Misalnya menggunakan pengharum ruangan.

5. Alat pendingin ruangan (air conditioning) disamping untuk menyejukkan ruangan juga
sebagai cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di tempat kerja.

2.3 Pembebanan Kerja Fisik

1 Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan
derajat kesehatan.

2 Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja
dalam jangka waktu 8 jam sehari.
3 Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila
mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut
harus disesuaikan.

4 Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang
digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit
di atas denyut nadi sebelum bekerja.
BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan gangguan
kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, hazard fisik erat sekali hubungannya
dengan manusia, managemen kegiatan yaitu salah satu cara untuk mengatur hazard yang
nampak ini. Beberapa contoh hazard fisik adalah seperti bangunan yang berbahan kayu,
gudang yang menyimpan bahan mudah terbakar, parkir di luar pada saat keadaan sepi, atau
penggunaan bahan kimia di tempat kerja, terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim
(panas dan dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.Beban kerja fisik
bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan.

3.2 Saran dan Kritik

Masih banyaknya pekerja yang tidak menerapkan K3 dalam sehari-hari karena kurangnya
himbauan dan perhatian dari institusi tempat mereka bekerja dan ketidaktahuan mereka
menyebabkan sering terjadinya kecelakaan dan penyakit kerja terutama disebabkan
terutama oleh hazard fisik. Sebaiknya perlu adanya sosialisasi dan himbauan tentang K3 agar
pekerja dan orang lain terhindar dari kecelakaan dan penyakit kerja. Beban kerja fisik bagi
pekerja perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan.
Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam
jangka waktu 8 jam sehari. Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga
Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka
beban maksimum tersebut harus disesuaikan. Oleh karena penetapan kemampuan kerja
maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi
yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.
Apabila prinsip K3 telah diterapkan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit kerja.

Daftar Pustaka
Anonim. 2012. Makalah Bahaya Fisik Di Lingkugan Kerja Dan Dampakna Bagi Kesehatan.
(Online).

http://sibawellbercerita.blogspot.com/2012/09/makalah-bahaya-fisik-
dilingkungan_27.html . diakses tanggal

Febriandi Rahmat. 2015. Faktor Bahaya Lingkungan Kerja. (Online).

https://febriandhy.blogspot.com/2015/03/k3-faktor-bahaya-lingkungan-kerja.html. Diakses
tanggal

Nurkamri. 2012. Identifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja. (Online).

http://nrkamri.blogspot.com/2012/10/identifikasi-faktor-bahaya-di-tempat.html. Diakses
Tanggal

Anda mungkin juga menyukai