Disusun Oleh :
Nama : Rista Agustin
NIM : P2F119027
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2020
MATA KULIAH : MIL508 – Konservasi Tanah dan Air
SEMESTER :2
KOORDINATOR MATA KULIAH : Dr. Ir. Heri Junedi, M.Sc.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas lahan yang telah terdegradasi
adalah penggunaan pembenah tanah dikombinasi dengan teknik konservasi tanah dan
air, pengelolaan bahan organik, system pemupukan berimbang spesifik lokasi
berdasarkan hasil uji tanah dan kebutuhan tanaman. Manfaat langsung penggunaan
pembenah tanah bagi pembangunan pertanian adalah memperbaiki/meningkatkan
produktivitas lahan kritis, sehingga produksi tanaman pangan (padi, jagung, dan
kedelai) dan tanaman lainnya dapat ditingkatkan dan ketergantungan impor komoditas
terutama tanaman pangan secara bertahap dapat dikurangi (Prihatini et al. 1987
Suwardi, 1997a; Al-Jabri, 1990; Rachman et al. 2006). Arsyad (2000) mengemukakan
bahwa konsep penggunaan pembenah tana untuk merehabilitasi lahan terdegradasi
adalah: (1) pemantapan agregat tanah guna mencegah erosi dan pencemaran, (2)
merubah sifat hydrophobic atau hydrophilic, sehingga mampu meningkatkan
kapasitas tanah menahan air (water holding capacity), (3) meningkatkan kapasitas
tukar kation (KTK), sehingga unsur hara dalam tanah tidak mudah tercuci dan dapat
diserap akar tanaman.
Dalam penanggulangan degradasi lahan dilakukan bukan hanya dengan secara
teknis dalam upaya upaya pemulihan kesuburan tanah, konservasi dan rehabilitasi
lahan tetapi juga diperlukan komitmen politik dan kebijakan yang mendukung
termasuk di dalamnya harmonisasi kelembagaan peningkatan kompetensi, penguatan
ketangguhan sosial, penggalakan ekonomi hijau dan perbaikan tata kelola.
1. Pemulihan kesuburan, Konservasi dan Rehabilitasi
Kesalahan pengelolaan air dan sungai tidak hanya disebabkan oleh tindakan
fisik system sosial yang memiliki ketergantungan terhadap air dan ekosistem DAS
di sepanjang sungai, namun juga karena melemahnya kesadaran kolektif
masyarakat akan peran penting air dan upaya pelestarian sumber dayanya bagi
kehidupan mereka. Perubahan nilai dan norma sosial dan kultural tradisional telah
bergeser, bahkan tersingkirkan oleh nilai-nilai kultur modern yang lebih
berorientasi kesejahteraan ekonomi dan keamanan finansial. Ukuran sukses dan
pencapaian individu yang secara tradisional diukur dengan nilai sosial dan
kekukuhan terhadap norma dan moral, kini lebih diukur dengan pencapaian
ekonomi dan finansial. Upaya pelestarian sumber daya dan ekosistem yang secara
tradisional merupakan tanggung jawab kolektif dan bersifat sosio-teknis telah
berubah menjadi tanggung jawab sepihak kelompok yang seringkali tidak memiliki
akses tradisional, namun memiliki kepentingan yang bersifat tekno-ekonomi. Hal
ini telah mengubah pola akses terhadap lahan dan ekosistem yang semula bersifat
kolektif menjadi bersifat kepemilikan dan akses kelompok atau individu.
Perubahan sikap sosial tersebut bersifat irreversible atau tidak dapat dikembalikan
ke kondisi semula dan terus berubah secara gradual ke bentuk adaptif atau
transformatif. Sikap baru tersebut juga dapat bersifat permanen atau terus berubah.
Gambar 1. Peta penggunaan lahan dan tutupan lahan Indonesia tahun 1990-2000-2005 (dari
atas sampai bawah)
Luasan hutan di Indonesia menurun dari 128,72 juta hektar di tahun 1990 menjadi
99,6 juta hektar di tahun 2005. Peta tutupan lahan tahun 2005 menunjukkan bahwa
40% (38,5 juta hektar) hutan yang ada adalah hutan terganggu/bekas tebangan, hal ini
menunjukkan tingginya tingkat kerusakan hutan akibat penebangan dan pengambilan
kayu. Proporsi tutupan hutan Indonesia di tahun 2005 adalah 51,5% dari luas daratan
Indonesia. Jumlah ini menurun dibandingkan proporsi hutan di tahun 1990 yang
mencapai 68%. Jumlah hutan tanaman industri terus meningkat seiring berjalannya
waktu walaupun hanya mencakup 1,7% dari keseluruhan total lahan di Indonesia.
Laju kehilangan hutan menurun dari 2,26 juta hektar per tahun selama periode 1990–
2000 menjadi 1,28 juta hektar per tahun selama periode 2000–2005 (Tabel 1).
Tabel 1. Laju penururnan hutan dan kerusakan hutan tahun 1990, 2000 dan 2005
.
Gambar 2. Jenis penggunaan lahan dan tutupan lahan Indonesia tahun 1990-2000 dan 2000-
2005
Jenis tutupan lahan dominan yang menggantikan hutan pada periode 1990–2000
berbeda dengan periode 2000–2005. Di periode 1990-2000, sebagian besar areal hutan
berubah menjadi lahan semak. Pada periode 2000-2005, hutan dikonversi menjadi
lahan perkebunan atau pertanian, dan penyebab utamanya adalah adanya upaya
pemenuhan kebutuhan akan produk dan komoditi ekspor pertanian.
Gambar 3. Peta tutupan Lahan Indonesia tahun 2017
Adimihardja, A. 2008. Teknologi dan strategi konservasi tanah dalam kerangka revitalisasi
Al-Jabri, M., M. Soepartini, dan Didi Ardi 1990. Status hara Zn dan pemupukannya di lahan
sawah. Hlm. 427-464 dalam Prosiding Lokakarya Nasional efisiensi penggunaan pupuk
V. Cisarua, 12 dan 13 November 1990. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan
Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.
Forest Watch Indonesia. 2019. Angka Deforestasi sebagai Alarm Memburuknya Hutan
Indonesia. www.fwi.or.id. Diakses pada 30 Januari 2020
http://pusatkerisis.kemkes.go.id/dampak-penebangan-hutan-secara-liar-terhadap-lingkugan.
diakses pada 30 Januari 2020
https://ilmugeografi-com.cdn.amppoject.org/v/s/ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hutan/dampak-
penebangan-secara-liar. diakses pada 30 Januari 2020
Obalum, S.E., M.M. Buri, J.C. Nwite, Hermansah, Y. Watanabe, C.A. Igwe, and T.
Wakatsuki. 2012. Soil degradation-induced decline in productivity of Sub-Saharan
African soils: The prospects of looking downwards the lowlands with the sawah
ecotechnology (Review). Appl. Environ. Soil Sci. 10 p.
Philor, L. 2011. Erosion impacts on soil and environmental quality: Vertisols in the
Highlands Region of Ethiopia, Soil and Water Science Department, University of
Florida.
Prihatini, T., S. Moersidi, dan A. Hamid. 1987. Pengaruh zeolit terhadap sifat Tanah dan
Hasil Tanaman. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No. 7:5-8. Pusat Penelitian
Tanah. Badan Litbang Pertanian. Departeme Pertanian.
Rachman, A., Ai Dariah, dan Djoko Santoso. 2006. Pupuk hijau. Dalam Simanungkali, R. D.
M., Didi Ardi Suriadikarta, Rasti Saraswati, Diah Setyoribi, dan Wiwik Hartatik
(Editor). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Halaman 41-57. Balai Besar Sumberdaya
Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.
Subagyono, K., Marwanto, dan U. Kurnia 2003. Teknik konservasi tanah secara vegetatif.
Balai Penelitian Tanah, Bogor. 61 hlm.
Sutrisno. Nono, dan Heryani. Nani. 2013. Land and water Coservation Technology for
Controlling Agricultural Land Degradation on Sloping Area. Balai Penelitian
Agrokilmat dan Hidrologi , Bogor.
Voaje, P.I., B.R. Singh, and R. Lal. 1998. Erosional effects on soil properties and maize yield
on a volcanic ash soil in Kilimanjaro region, Tanzania. J. Sustainable Agric. 12(4): 39–
53.