Menurut data dari Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan
RI tahun 2013, prevalensi pengalaman karies nasional adalah 72,3% dan karies aktif
sebesar 53,2%. Survei Bulan Kesehatan Gigi Nasional (BKGN) tahun 2016 juga menunjukkan
bahwa presentase karies gigi sulung pada anak usia 6 tahun di 25 provinsi sebesar 74,44%.
Banyak juga peneliti dan akademisi melakukan penelitian epidemiologi oral untuk menilai
secara spasial penyakit karies dan periodontal serta berbagai intervensi yang memberikan
dampak pada kuailtas hidup berdasarkan faktor-faktor demografi individu atau populasi.
Terbukti bahwa penyakit gigi dan mulut merupakan akibat dari interaksi multifaktor yang
saling berkaitan dan memengaruhi status kesehatan gigi dan mulut serta kuaitas hidup
masyarakat. Oleh karena itu, dengan memelajari penyebaran penyakit gigi dan mulut
berdasarkan tempat dan waktu menjadi kunci untuk mengetahui besarnya masalah kesehatan
gigi dan mulut di masyarakat yang dihadapi. Status kesehatan gigi dan mulut dapat dinilai
untuk kemudian dibandingkan berdasarkan wilayah, negara, dan global.
Pengukuran kualitas hidup dengan status kesehatan gigi dan mulut menunjukkan bahwa
lubang gigi terutama yang menghasilkan rasa nyeri bisa membuat anak kesulitan mengunyah
makanan, akibatnya mengganggu asupan gizi, daya tahan tubuh, kualitas kecerdasan, serta
emosional anak. Sakit gigi mungkin terlihat sepele, tak begitu menyeramkan dibandingkan
kanker atau penyakit tidak menular lainnya.
2
1. Definisi epidemiologi dan epidemiologi oral
2. Faktor penyebab penyebaran penyakit gigi dan mulut pada suatu populasi (segitiga
epidemiologi)
3. Standardisasi dan cara pengukuran hubungan kualitas hidup dengan status kesehatan gigi
dan mulut (instrumen oral health-related quality of life anak dan dewasa)
4. Macam-macam desain studi pada epidemiologi oral
5. Macam-macam pengukuran pada epidemiologi oral
6. Indeks status kesehatan gigi dan mulut
3
1. DEFINISI EPIDEMIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI ORAL
Dibuat oleh Benita Novitasari
Sumber: Chattopadhyay, A., 2011. Oral Health Epidemiologi Principles & Practice. Massachusets:
Jones and Bartlett Publishers.
Etimologi Epidemiologi:
Epi = Pada
Demos = Penduduk
Logos = Ilmu
“Ilmu pada Penduduk”
Tujuan Epidemiologi:
- Mencari etiologi penyakit
- Menentukan perluasan penyakit
- Menilai intervensi terapeutik dan kebijakan
- Mempelajari progesifitas penyakit
- Mengidentifikasi faktor modifikasi yang dapat berpengaruh pada terjadi suatu penyakit
sehingga berguna sebagai landasan yang kuat dalam menyusun suatu kebijakan kesehatan
yang lebih baik
4
Lippincott Williams & Wilkins; 2010. 370 p.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Understanding the Epidemiologic Triangle
through?Infectious Disease. 2015;13. Available from:
https://www.cdc.gov/bam/teachers/documents/epi_1_triangle.pdf
3. Dicker RC, Coronado F, Koo D, Parrish RG. Principles of Epidemiology in Public Health
Practice. 3rd ed. Atlanta, Georgia: U.S. Department of Health and Human Services, Centers
for Disease Control and Prevention (CDC); 2012. 511 p.
4. Shi L, Singh DA. Delivering Health Care in America: A Systems Approach. 5th ed.
Burlington, MA: Jones & Bartlett Learning; 2012.
Dalam epidemiologi, terdapat tiga faktor utama yang dipertimbangkan/dilihat untuk menilai
perkembangan dari suatu penyakit: (i) Agent, (ii) Host, (iii) Environment. Agent (agen) adalah
penyebab dari suatu penyakit, memiliki makna “what/apa”; host adalah individu yang menjadi
target dari agen, berhubungan dengan tingkat kerentanan suatu individu terhadap suatu penyakit,
memiliki makna “who/siapa”; environmental factors adalah faktor-faktor eksternal/lingkungan
yang akan mempengaruhi keterpaparan/penularan penyakit, dan secara tidak langsung juga
dapat mempengaruhi kerentanan individu, faktor ini memiliki makna “where/dimana”. Ketiga faktor
ini sering disebut sebagai “segitiga epidemiologi”.
*Faktor keempat (time/waktu) juga merupakan komponen dari setiap proses penyakit.
5
Saat ini, epidemiologi telah diterapkan pada kondisi noninfeksi, sehingga konsep agen dalam
model ini telah diperluas untuk memasukkan penyebab kimia dan fisik dari suatu penyakit. Ini
termasuk kontaminan kimia, seperti kontaminasi l-tryptophan yang bertanggung jawab untuk
eosinophiliamyalgia syndrome, dan kekuatan fisik seperti kekuatan mekanik berulang yang terkait
dengan carpal tunnel syndrome.
Host - “who/siapa”
Host adalah organisme, biasanya manusia atau hewan, yang terpapar dan menyimpan penyakit.
Host adalah faktor intrinsik yang mempengaruhi paparan, kerentanan, atau respons individu
terhadap agen penyebab. Usia, ras, jenis kelamin, status sosial ekonomi, perilaku (merokok,
penyalahgunaan narkoba, gaya hidup, praktik seksual dan kontrasepsi, kebiasaan makan),
komposisi genetik, status gizi dan imunologi, struktur anatomi, keberadaan penyakit atau obat-
obatan, dan susunan psikologis adalah beberapa faktor host yang mempengaruhi kerentanan dan
respons seseorang untuk terpapar agen.
Host dapat menjadi organisme sakit, serta membawa hewan (termasuk serangga dan cacing) yang
mungkin atau mungkin tidak disertai sakit. Meskipun host mungkin tahu atau mungkin tidak tahu
bahwa ia memiliki penyakit atau memiliki tanda-tanda penyakit, namun tetap saja penyakit ini
“tinggal” dalam host. Orang yang berbeda mungkin memiliki reaksi berbeda terhadap agen yang
sama.
Environment - “where/dimana”
Lingkungan adalah kondisi eksternal dari host yang menyebabkan atau memberikan kesempatan
terjadinya penularan penyakit. Beberapa penyakit hidup paling baik di air kotor. Yang lainnya
bertahan hidup dalam darah manusia. Yang lainnya, seperti E. coli, berkembang dalam suhu
hangat tetapi terbunuh oleh panas tinggi. Faktor lingkungan lainnya termasuk musim dalam setahun
(contohnya: di AS, puncak musim flu adalah antara November dan Maret), geologi, dan lingkungan
fisik (misalnya: panti jompo, rumah sakit); faktor biologis seperti serangga yang mengirim agen;
dan faktor sosioekonomi seperti crowding (kesesakan, kepadatan penduduk), sanitasi, dan
ketersediaan layanan kesehatan.
Time (waktu)
Di tengah-tengah segitiga terdapat waktu. Kebanyakan penyakit menular memiliki masa inkubasi
(waktu antara saat inang terinfeksi dan ketika gejala penyakit muncul). Atau, waktu dapat
menggambarkan durasi penyakit atau berapa lama waktu seseorang sakit sebelum kematian atau
pemulihan terjadi.
6
Waktu juga menggambarkan periode dari infeksi ke ambang epidemi (penyakit yang timbul
sebagai kasus baru pada suatu populasi tertentu manusia, dalam suatu periode waktu tertentu,
dengan laju yang melampaui laju "ekspektasi" (dugaan), yang didasarkan pada pengalaman
mutakhir) untuk suatu populasi.
Segitiga epidemiologi adalah dasar (basic and fundamental) bagi seluruh prinsip epidemiologi.
Segitiga epidemiologi adalah model yang dikembangkan para ilmuwan untuk mempelajari
masalah-masalah kesehatan. Model ini dapat membantu memahami penyakit menular dan
bagaimana mereka menyebar. Agent-host-environmental factors saling terkait dalam berbagai
cara yang rumit untuk menghasilkan penyakit pada manusia. Keseimbangan dan interaksi mereka
berbeda untuk penyakit yang berbeda. Ketika kita mencari hubungan kausal, kita harus melihat
ketiga komponen dan menganalisis interaksi mereka untuk menemukan langkah-langkah
pencegahan dan pengendalian yang praktis dan efektif. Misi/tujuan seorang ahli epidemiologi
adalah memutus setidaknya salah satu sisi segitiga, sehingga akan mengganggu/merusak
hubungan antara ketiga faktor tersebut (host-agent-environment), dan menghentikan kelanjutan
penyebaran penyakit.
Berikut adalah contoh segitiga epidemiologi untuk karies gigi:
7
1. Sischo, L., & Broder, H. L. (2011). Oral Health-related Quality of Life: What, Why, How,
and Future Implications. Journal of Dental Research, 90(11), 1264–1270.
http://doi.org/10.1177/0022034511399918
2. Shamrany M. Al. Oral health-related quality of life: a broader perspective. Eastern
Mediterranean Health Journal [Internet]. 2006;12(6): 894-899. Available from:
http://applications.emro.who.int/emhj/1206/12_6_2006_894_901.pdf?ua=1
3. Allen, P.F. Health Qual Life Outcomes (2003) 1: 40. https://doi.org/10.1186/1477-7525-1-
40
4. Deepan Kumar, C. V., Mohamed, S., Janakiram, C., & Joseph, J. (2015). Validation of
dental impact on daily living questionnaire among tribal population of India.
Contemporary Clinical Dentistry, 6(Suppl 1), S235–S241. http://doi.org/10.4103/0976-
237X.166841
5. Bettie, N. F., Ramachandiran, H., Anand, V., Sathiamurthy, A., & Sekaran, P. (2015). Tools
for evaluating oral health and quality of life. Journal of Pharmacy & Bioallied Sciences,
7(Suppl 2), S414–S419. http://doi.org/10.4103/0975-7406.163473
6. Gilchrist, F., Rodd, H., Deery, C., & Marshman, Z. (2014). Assessment of the quality of
measures of child oral health-related quality of life. BMC Oral Health, 14, 40.
http://doi.org/10.1186/1472-6831-14-40
Penyakit dapat mengganggu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dan dapat menyebabkan
penurunan pada kualitas hidup secara general. Oleh karena itu diciptakan oral health-related
quality of life (OHRQoL) untuk mengobservasi dan meriset mengenai dampak dari penyakit mulut
pada berbagai aspek dalam kehidupan.
Konsep OHRQoL signifikan pada 3 bagian yaitu praktek klinis kedokteran gigi, riset, dan
edukasi:
1. OHRQoL berperan dalam praktek klinis dimana klinisi tidak merawat gigi dan gusi tapi
merawat seorang manusia. Selain itu, OH yang baik dari pengecekan secara teratur
dimotivasi oleh OHRQoL.
2. Riset yang berhasil dapat berkontribusi pada kualitas hidup pasien. (meningkatkan
perawatan oral dan akses perawatan)
3. OHRQoL dapat mengedukasi individu mengenai kesehatan oral mereka. Masyarakat
mengerti bagaimana penyakit mulut dapat mempengaruhi kualitas hidup
8
- Secara individual, kualitas hidup (quality of life) merupakan persepsi individu mengenai posisi
mereka dalam kehidupan dalam berbudaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan
berhubungan dengan tujuan, ekspektasi, standar, dan masalah yang dihadapi
- Kualitas hidup dijadikan parameter pasien dalam menilai perawatan kesehatan secara fisik
dan mental serta kesehatan rongga mulut.
- Kesehatan rongga mulut mencerminkan kenyamanan masyarakat ketika makan, tidur dan
berinteraksi sosial, kepercayaan diri, dan kepuasan terhadap kesehatan rongga mulut
- Secara teoritis terdapat model yang diadaptasi dari Wilson dan Cleary (1995) dalam
OHRQoL yang menyatukan faktor biologis, sosial, psikologis, dan kebudayaan
- Gambaran model tersebut menghubungkan status kesehatan/penilaian klinis (tipe dan
keluasan penyakit), status fungsional (berbicara, tampilan wajah dan rongga mulut), status
psikologis, faktor lingkungan (sosial-budaya, edukasi, struktur keluarga, dan kemampuan
untuk memperhatikan kesehatan rongga mulut)
9
Instrumen yang digunakan untuk menilai dampak penyakit rongga mulut
terhadap kualitas hidup yaitu:
10
Untuk Dewasa
11
Dental Impact Profile (DIP)
- Pengukuran bersifat kohort
- Pentingnya gigi bagi individu/ populasi dan dampak pada kualitas hidup.
- Pemberian 25 pertanyaan dengan susunan acak dan 3 pilihan (dampak baik, buruk, tidak
ada dampak)
- Kegunaan:
Memperkenalkan konsep gigi dan gigi palsu berdampak positif dan negatif. Indikator
gigi penting bagi individu atau populasi
Membantu pasien menghargai dan evaluasi gigi geligi
Sederhana dan singkat
Evaluasi ras dan etnik yang berpengaruh untuk pasien
Untuk Anak-Anak
Pertanyaan juga meliputi kesehatan rongga mulut anak secara menyeluruh dengan nilai 0 (sangat
baik) – 4 (buruk) dan berapa besar kondisi rongga mulutnya mempengaruhi kualitas hidupnya
dengan nilai 0 (tidak sama sekali) – 4 (sangat sering)
13
2. keterbatasan fungsional
3. emosional
4. sosial
14
Setiap pertanyaan dinilai dengan 0=tidak pernah, 1=sangat jarang, 2=kadang. 3=sering,
4=sangat sering, 5=tidak tahu
Dalam epidemiologi, terdapat 2 kelompok besar desain studi epidemiologi yaitu kelompok
desain observasional dan eksperimental.
Studi Deskriptif
Menerangkan gambaran umum dari peristiwa terjadinya suatu penyakit pada populasi dan
merupakan langkah awal untuk investigasi epidemiologi. Studi dengan desain deskriptif biasa
dipakai sebagai status kesehatan dalam data statistil kesehatan. Data menggambarkan status
kesehatan dalam periode waktu tertentu.
Studi Analitik
Menganalisis hubungan status kesehatan dengan variabel lainnya.
Studi analitik pada epidemiologi lebih sering ditemukan, namun data deskriptif sangat diperlukan
dalam pengembangan studi epidemiologi suatu penyakit.
15
Studi ekologi → bertujuan untuk menemukan hipotesis. Memiliki unit analisis berupa kelompok.
Mencari korelasi suatu penyakit atau mortalitas dengan faktor determinan. Studi ekologi juga
dapat digunakan dalam melihat perbandingan pada tempat dan waktu yang berbeda. Studi
dengan desain ekologi mudah untuk dilakukan, namun lebih sulit dalam menginterpretasikannya
dikarenakan penjabaran hipotesis atau data yang diterima harus dapat dianalisa dengan teliti
terlebih dahulu, tidak dapat secara langsung dilihat. Disebut juga sebagai studi korelasi.
Contoh: pada tabel 3.3 terdapat grafik yang menggambarkan kejadian kematian selama
peristiwa gelombang panas di paris 2003. Dapat disimpulkan bahwa kejadian kematian memiliki
korelasi dengan peningkatan suhu selama gelombang panas. Walaupun faktor lain seperti
peningkatan polusi udara juga memiliki peran yang besar dalam peristiwa ini. Diketahui korban
lebih banyak meninggal secara mendadak dikarenakan oleh penyakit jantung dan paru-paru.
Studi cross-sectional → mengukur prevalensi suatu kejadian penyakit, sehingga disebut juga
sebagai studi prevalensi. Pengukuran terhadap paparan dan efek dilakukan pada waktu yang
sama. Sulit menilai hubungan yang terdapat pada data studi cross-sectional. Studi cross-sectional
relatif lebih murah dan mudah untuk dilakukan. Pada kejadian luar biasa, cross-sectional dipakai
untuk mengukur tingkat paparan dan menjadi langkah awal dalam menginvestigasi penyebab.
Data cross-sectional juga dapat digunakan untuk mengetahui pelayanan kesehatan yang paling
diperlukan pada suatu kelompok atau populasi dan berguna dalam melihat tren yang ada bila
studi cross-sectional dilakukan berkala. Agar mendapatkan data yang valid diperlukan kuisioner
yang baik, tingkat respon yang baik, dan juga besar sampel yang mencukupi.
16
Studi case-control → memberikan informasi tentang penyabab suatu penyakit, khususnya
penyakit yang jarang terjadi. Terdiri dari atas subjek dengan penyakit dan tanpa penyakit,
sebagai kelompok case dan control. Peneliti melihat secara retrospektif dengan melihat kejadian
penyakit pada pasien saat ini dan paparan terhadap pasien sebelum pasien menderita. Tidak
dapat menggambarkan nilai insidensi penyakit.
Kelompok case : harus dapat menggambarkan keadaan seluruh kasus pada suatu kelompok.
Dipilih karena subjek menderita penyakit tersebut, bukan terpapar kontaminan atau tidak.
Sebaiknya dilakukan pada subjek yang baru menderita penyakit tersebut, karena tidak
terpengaruh oleh reaksi penyembuhan.
Paparan: hal yang sangat berpengaruh adalah awal mula paparan dan durasi paparan yang
diterima oleh subjek. Dihitung semenjak terjadinya perkembangan dari penyakit pada subjek.
Odds ratio: hubungan paparan dan penyakit digambarkan melalui nilai OR yang didapat. OR
didapat dengan memandingkan nilai odds pada kelompok case dan control dengan rumus:
Exposed Not OR = AD/BC
Exposed OR > 1 = memiliki hubungan
Case A B OR = 1 = tidak memiliki hubungan
Control C D OR < 1 = terdapat efek protektif
17
Studi Cohort → disebut juga dengan studi follow-up atau insiden. Meliputi sekelompok subjek
sehat dan dibagi menjadi subgrup menurut paparan. Studi bertujuan untuk melihat
perkembangan penyakit pada subjek yang terpapar dan tidak terpapar. Bersifat prospektif
karena pengumpulan data diambil setelah subjek menderita penyakit. Sangat baik dalam
menggambarkan penyebab dan faktor risiko terhadap suatu penyakit. Namun sangat
membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang banyak.
18
Desain Studi Eksperimental
Pada desain studi eksperimental, peneliti melakukan eksperimen atau intervensi pada faktor
determinan dari suatu penyakit. Pada desain studi eksperimental terdapat beberapa jenis:
Field trials
Pada desain studi ini, dilibatkan subjek yang sehat namun diduga memiliki risiko. Data diambil
langsung di lapangan sehingga subjek bisa jadi sangat banyak. Dapat dilakukan untuk
mengevaluasi intervensi yang sudah dilakukan sebelumnya.
Community trials
Dilakukan pada sebuah
komunitas dan cocok untuk
penyakit yang berkaitan
dengan kondisi sosialekonomi
penderita.
19
Tabel 3.1 tipe studi epidemiologi
UFP biasanya diukur dengan rate atau proporsi. Jenis UFP umumnya adalah insidensi, prevalensi,
dan mortalitas:
20
Insidensi
- Digunakan untuk estimasi probabilitas/risiko terkena penyakit selama satu periode waktu
tertentu.
- Angka insidens meningkat = probabilitas terkena penyakit juga meningkat
Insidensi kumulatif
- Probabilitas seseorang terkena penyakit pada periode waktu tertentu.
- Untuk mengetahui masalah kesehatan dan risiko yang mungkin dihadapi
21
Contoh:
Pada waktu terjadinya wabah morbili di kelurahan Y pada tahun 1987, terdapat 18 anak yang
menderita morbili. Jumlah anak yang berisiko di kelurahan tersebut adalah 2000 anak.
Berapakah attack rate pada kasus tersebut ?
Densitas Insidens (Hazard rate, incidence density rate, person time incidence)
Untuk mengukur kecepatan terjadinya suatu kasus baru dalam populasi.
Prevalensi
- Jumlah kasus yang ada (lama dan baru) dalam populasi, pada satu periode waktu tertentu.
22
- Interpretasinya adalah probabilitas seorang individu menjadi kasus (atau jadi sakit), pada
periode waktu tertentu
- Faktor penentu:
Tingkat keparahan penyakit, apabila perkembangan penyakit terjadi pada waktu
singkat maka prevalensi menurun
Lama waktu/durasi suatu penyakit, apabila durasi terjadinya penyakit lebih lama maka
prevalensi akan tinggi
Jumlah kasus baru, besarnya perkembangan suatu penyakit menjadikan prevalensi
semakin meningkat
Prevalensi titik
Probabilitas seorang individu menjadi kasus (atau jadi sakit) pada suatu titik waktu
Ciri-ciri:
- Tidak memiliki dimensi
- Nilai antara 0-1
23
Prevalensi periode
Disebut juga:
- Prevalens tahunan (annual of prevalence)
- Prevalens selama hidup (lifetime of prevalence)
24
Mortalitas
Contoh: Jika ada 25 kasus kematian karena kanker paru dalam 1 tahun pada populasi dengan
jumlah penduduk 30.000, berapakah maka mortality rate untuk populasi tersebut?
25
7. INDEKS STATUS KESEHATAN GIGI DAN MULUT
Dibuat oleh Daniel Steven
26
- Perhitungan DMF tidak mengikutsertakan kriteria berikut:
ekstraksi ortodontik
injury loss
Nilai DMFT pada dewasa berkisar antara 0-28, sedangkan untuk DMFS ialah antara 0-128.
Perhitungan DMFS melihat peraturan berikut: gigi posterior dewasa berjumlah 16 buah dan
masing-masing memiliki 5 permukaan sedangkan gigi anterior 12 buah dengan masing-masing 4
permukaan
Terdapat pula indeks def yakni decayed, indicated for extraction, and filled untuk karies pada
gigi sulung. Indeks def akan selalu memiliki nilai yang sama dengan indeks df karena indeks df
mengkombinasikan gigi decayed dan indicated for extraction ke dalam kategori yang sama.
Kebanyakan program surveillance kesehatan oral melaporkan skor dft atau dfs dibandingkan
skor deft atau defs.
Indeks dmf digunakan pada anak berusia < 5 tahun untuk menghitung dmft dan dmfs anak.
Perhitungan dmft/dmfs digunakan untuk anak balita sedangkan dft/dfs digunakan pada anak
dengan periode gigi campur.
27
Root caries index (RCI)
- Perhitungan ini tidak memasukan kehilangan akar gigi seperti pada karies koronal
- Kekurangnan metode ini adalah kurang dapat memprediksi keparahan pada permukaan
atau perkembangakn kerusakan karies di dalam akar
- Apabila hasil perhitungan > 12%, mengindikasikan resesi
28
Perhitungan CPI:
Dengan menggunakn probe 0,5 mm ball tip dan black band 3,5-5,5mm dengan cincin kedalaman
8,5-11,5mm
➔ Dewasa (20 tahun ke atas): diperika 10 gigi indeks yaitu 17, 16, 11, 26, 27, 36, 35, 31, 46,
47
➔ Usia <20 tahun: diperiksa 6 gigi indeks diealuasi dengan 16, 11, 26, 36, 31, 46
29
Pengukuran oral hygiene indices
Oral Hygiene Index (OHI) (Greene and Vermilion 1960)
OHI terkomposisi dari indeks debri dan kalkulus. Setiap indeks yang terdaftar merupakan
komposisi dari 12 determinasi yang merepresentasi jumlah debris serta kalkulus yang ditemukan
pada permukaan bukal dan lingual dari setiap 3 segmen pada lengkung rahang, segmen ini
adalah:
1. Distal dari kuspid kanan
2. Distal dari kuspid kiri
3. Mesial antara bikuspid kanan dan kiri
Setiap segmen dilihat secara seksama akan adanya debri ataupun kalkulus, hanya 1 gigi yang
diambil dari setiap segmen untuk menghitung indeks individual dan memiliki tingkat debri atau
kalkulus tertinggi.
30
Contoh kasus:
31
Oral Hygiene Index- Simplified (OHI-S) (Greene and Vermillion, 1964)
Perbedaan utama antara OHIS dan OHI adalah jumlah gigi yang
dianalisa yakni OHI-S menilai setengah dari jumlah keseluruhan
OHI. Kriteria penilaian yang digunakan sama dengan penilaian
OHI.
6 permukaan terpilih:
Aspek posterior → umumnya gigi M1(16, 26) dipilih dengan gigi
yang sama pada kontralateralnya
Aspek anterior → I1 (11, 31) apaabila tidak ada maka (21, 41)
Cara menghitung:
32
33
Plaque Index (Pl) Silness-Löe Index
Indeks ini digunakan dalam pengukuran dikhususkan untuk mengetahui jumlah plak melalui debri
halus dan deposit mineral pada gigi berikut:
* Gigi hilang tidak dapat disubsitusi
Setiap permukaan dari gigi tersebut (bukal, lingual,
mesial, dan distal) diberi kriteria penilaian 0-3 lalu
dibagi empat.
34
Quigely Hein Index (modified)/Quigley Hein Index (Modified by Turesky et al,
1970)
Kriteria perhitungan plak ini memiliki angka 0-5
untuk mengetahui keseluruhan indeks di dalam mulut.
Gigi yang dipilih sebagai indeks merupakan gigi
yang tidak pernah direstorasi.
35
Plaque Control Record
Menghitung permukaan gigi menjadi 4 sisi yakni:
1. Mesial
2. Distal
3. Bukal
4. Lingual
Setelah pasien berkumur, Bismark brown solution, Diaplac, atau warna yang ditujukan diberikan
kepada gigi yang diindikasikan. Pada dentogingival junction diperiksa apakah ada akumulasi
plak. Jika ada, pada catatan diberikan warna merah.
36
Dental fluorosis
Dean’s Fluorosis Index
37
1. Di bawah ini yang bukan merupakan tujuan dari epidemiologi adalah:
A. Mencari etiologi penyakit
B. Menentukan persebaran penyakit
C. Merupakan tahap awal pencegahan penyakit
D. Mempelajari progresifitas penyakit
E. Menilai keberhasilan intervensi terapeutik atau kebijakan kesehatan
2. Siswa A seringkali mengonsumsi aneka makanan manis yang tersedia di kantin sekolah. Ketika
dilakukan pemeriksaan oleh dokter gigi sekolah, siswa A memiliki 5 gigi yang berlubang. Dari
sudut pandang segitiga epidemiologi, setting sekolah yang tidak menyediakan makanan ramah
gigi dikategorikan dalam faktor...
A. Host
B. Agent
C. Environment
D. Place
E. People
Jawaban: C. Environment
38
Pembahasan:
Segitiga epidemiologi merupakan konsep berbagai permasalahan
kesehatan termasuk faktor terjadinya suatu penyakit. Segitiga
epidemiologi terdiri dari:
Host: individu yang terkena penyakit atau menjadi faktor risiko untuk
terjadinya suatu penyakit (faktor intrinsik)
Time: waktu/periode inkubasi penyakit, durasi penyakit, angka harapan hidup host atau patogen
Sekolah merupakan tempat yang dapat dikategorikan sebagai faktor ekstrinsik terjadinya suatu
penyakit. Pada segitiga epidemiologi, environment termasuk ke dalam faktor ekstrinsik. Jadi,
jawabannya adalah lingkungan
Sementara, time, place, dan people adalah variabel epidemiologi yang dikaji/analisis pada
epidemiologi deskriptif.
3. Seorang peneliti ingin melihat apakah dilakukannya perawatan dental dan adanya abnormalitas
anatomi jantung merupakan faktor risiko terjadinya penyakit infective endocarditis. Desain
penelitian analitik digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan desain yang tepat adalah...
A. Cross-sectional
B. Deskriptif
C. Randomized Control Trial
D. Case-control studies
E. Field Trial
39
Berhubungan dengan timbulnya suatu penyakit yaitu infeksi endokarditis, maka desain penelitian
yang diambil adalah case-control studies. Kalau cohort agak tidak etis untuk penelitian sekarang
dan biasanya ada kata kunci "follow-up".
- Cross-sectional dilakukan pada satu waktu yang sama, tanpa follow-up, dan biasanya untuk
mengukur prevalensi penyakit.
- Cohort dilakukan untuk mencari informasi mengenai penyebab penyakit dan pengukuran
langsung terhadap risiko perkembangan penyakit serta bisa untuk menginvestigasi efek
kronis. Ciri-cirinya ialah membutuhkan follow-up dan memaparkan suatu penyakit pada suatu
kelompok.
- Case control dilakukan dengan membandingkan 2 kelompok (terpapar dan tidak terpapar)
lalu ditelusuri faktor risiko/penyebab terjadinya penyakit.
- Studi deskriptif hanya menggambarkan jumlah dan distribusi penyakit.
- Randomized Control Trial merupakan studi ekperimental yang melibatkan proses pemberian
perlakuan kepada subjek secara acak. Umumnya dilakukan untuk intervensi secara individu
seperti percobaan obat baru, efektivitas vaksin, atau prosedur medis.
- Field Trial adalah studi eksperimen yang dilakukan di lapangan dengan individu-individu
yang belum sakit sebagai subjek. Peneliti menentukan alokasi faktor penelitian kepada
kelompok studi.
4. Indikator yang menunjukkan probabilitas populasi sakit dalam kurun waktu tertentu dan dapat
digunakan dalam studi penyakit kronis adalah...
A. Insidensi
B. Prevalensi
C. Morbidity
D. Proporsi
E. Rate
Jawaban: B. Prevalensi
Pembahasan:
Insidensi → kasus baru yang muncul dalam kurun waktu tertentu pada suatu populasi.
Morbiditas → indikator untuk mengukur derajat kesehatan penduduk.
Rate → perbandingan jumlah suatu kejadian terhadap jumlah populasi yang memiliki faktor risiko
dalam kurun waktu tertentu.
40
5. Indeks yang tepat digunakan untuk melihat kondisi mulut akibat adanya karies mencapai pulpa
yang tidak ditangani adalah...
A. DMF-T
B. DMF-S
C. PUFA
D. SiC
E. ICDAS
Jawaban: C. PUFA
Pembahasan:
DMF-T → digunakan untuk mengukur tingkat karies per gigi dan tingkat perkembangan karies
pada individu maupun populasi
DMF-S → digunakan untuk mengukur tingkat keparahan karies dental
PUFA → digunakan untuk menilai keparahan karies gigi yang tidak ditangani dengan
baik/sudah sakit (pulpitis, ulser, fistula, abses)
SiC → digunakan untuk mengukur kelompok yang mempunyai karies lebih tinggi dalam suatu
populasi (1/3 dari populasi nilai DMFTnya tinggi)
ICDAS → digunakan untuk mendeteksi karies pada permukaan koronal gigi
6. Seorang dokter gigi ingin mengevaluasi keberhasilan chairside kontrol plak edukasinya kepada
pasien di kliniknya. Dokter gigi tersebut ingin membandingkan kebersihan mulut pasien sebelum
dan 6 bulan sesudah chairside education dan kontrol plak dilakukan. Apakah pengukuran yang
tepat digunakan?
A. ICDAS
B. OHIS
C. CPI
D. PBI
E. Gingival Index
Jawaban: B. OHIS
Pembahasan:
ICDAS → digunakan untuk mendeteksi karies pada permukaan koronal gigi
OHIS → untuk mengevaluasi efektivitas menyikat gigi, mengevaluasi tingkat kesehatan oral
individu, dan digunakan pada studi epidemiologi penyakit periodontal
CPI → untuk melakukan survei dan evaluasi status periodontal (bleeding, calculus, pocket)
41
PBI → untuk mengevaluasi kondisi gingiva seseorang berdasarkan kecenderungan perdarahan
gingiva
Gingival Index → untuk menilai keparahan inflamasi gingiva
7. Hal-hal atau variabel yang terkait dengan kemungkinan terjadinya suatu penyakit tertentu
dikenal dengan istilah...
A. Faktor kausal
B. Faktor risiko
C. Faktor determinan
D. Faktor modifiable
E. Faktor necessity
8. Kesehatan gigi dan mulut dipengaruhi oleh faktor diet, kebersihan, merokok, penggunaan
alkohol, stres, dan trauma. Faktor-faktor ini juga merupakan faktor risiko sejumlah penyakit kronis
lainnya. Pendekatan kolaboratif untuk mengatasi faktor-faktor risiko ini dianggap lebih rasional
daripada yang spesifik penyakit. Karena satu pendekatan preventif dapat efektif untuk
beberapa penyakit. Pendekatan ini dikenal dengan...
A. Konsep Bloom
B. Mandala of Health
C. Common Risk Factor Approach
D. Social Determinants of Health
E. Pendekatan kesehatan holistik
42
Konsep Bloom → mengusulkan 4 elemen yang berkontribusi dalam kesehatan "force fields" yaitu,
lingkungan, gaya hidup, genetik, dan pelayanan kesehatan.
Mandala of Health → model dari ekologi manusia di mana setiap komponennya memiliki potensi
yang dapat memengaruhi kesehatan manusia. Faktor yang memengaruhi ada human biology,
personal behaviors, pyscho-socio-economy environment, physical dan environment.
9. DMFT sebesar 2,9 untuk anak-anak di negara F sudah sesuai dengan target World Health
Organization, yakni dmft sebesar 3 untuk kelompok umur tersebut. Angka dmft ini tidak dapat
menggambarkan progresifitas karies yang pada kenyataannya terdapat lebih dari 50% karies
tersebut telah berlanjut menjadi infeksi odontogenik. Dmft tidak dapat menggambarkan
keparahan infeksi odontogenik yang terjadi. Indeks apa yang sebaiknya digunakan dalam kasus
di atas?
A. Insidensi
B. Prevalensi
C. PUFA
D. DMFT
E. SiC
Jawaban: C. PUFA
Pembahasan:
Sama seperti no.5
Insidensi → kasus baru yang muncul dalam kurun waktu tertentu pada suatu populasi.
Morbiditas → indikator untuk mengukur derajat kesehatan penduduk.
Rate → perbandingan jumlah suatu kejadian terhadap jumlah populasi yang memiliki faktor risiko
dalam kurun waktu tertentu.
10. Konstruksi multidimensi yang mencakup evaluasi subjektif terhadap kesehatan mulut individu,
kesejahteraan, fungsional, kesejahteraan emosional, harapan, dan kepuasan dengan perawatan,
dan rasa diri adalah pengertian dari...
A. Oral Health Quality of Life
B. Health related quality of life
C. Perception of health
D. Purpose of prevention
E. Causal of disease
43
Jawaban: A. Oral Health Quality of Life
Pembahasan:
Health related quality of life (HRQoL) → kesehatan fisik dan mental individu atau kelompok yang
dirasakan dari waktu ke waktu.
Perception of health → penilaian subjektif oleh individu yang terpengaruhi terhadap status
kesehatannya
44