Disusun oleh :
1. Diska Dwi Putri
2. Firman Gultom
3.Helsya Meiyora
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Metodelogi.
Shalawat beriring salam juga Penulis kirimkan kepada junjungan umat Nabi Muhammad
SAW.
Makalah ini merupakan bahan materi untuk proses belajar mengajar Metodelogi.
Dimana makalah ini membahas Konsep Asuhan Keperawatan Pada Masalah Lingkungan.
Akhir kata Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu dengan rendah hati dan lapang dada, Penulis menerima segala saran dan kritikan
yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu dan wawasan bagi Penulis
sendiri dan pembaca sekalian, terimakasih.
A. Latar Belakang
Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk
pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Pada perkembangannya
ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu keperawatan
merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman.
Demikian juga dengan pelayanan keperawatan di Indonesia, kedepan diharapkan
harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara aradigmnal sesuai dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat serta teknologi bidang kesehatan yang senantiasa
berkembang. Pelaksanaan asuhan keperawatan di sebagian besar rumah sakit Indonesia
umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah melalui proses keperawatan.
Dalam dunia keperawatan, masyarakat secara umum masih memandang profesi
keperawatan sebagai profesi asistensi dokter atau perkerja aradi yang sifatnya membantu
orang sakit atas instruksi – instruksi dokter bahkan dikalangan praktisi perawat pun kadang –
kadang masih memiliki pandangan yang tidak utuh terhadap profesinya sendiri, hal ini dapat
dilihat di beberapa pelayanan kesehatan, pelayanan keperawatan masih bersifat vocasional
belum sepenuhnya beralih ke pelayanan yang aradigmnal.
Untuk itulah paradigma dalam keperawatan sangat membantu masyarakat secara
umum maupun perawat khususnya dalam menyikapi dan menyelesaikan berbagai persoalan
yang melingkupi profesi keperawatan seperti aspek pendidikan dan pelayanan keperawatan,
praktik keperawatan dan organisasi profesi.
B. Rumusan masalah
- Bagaimana pengertian dan komponen lingkungan
- Bagaimana Hubungan Lingkungan dengan kesehatan
- Bagaimana Segitiga Epidemiologi Agent-Host-Environment
C. Tujuan
- Untuk Mengetahui Pengertian Dan Komponen Lingkungan
- Untuk Mengetahui Hubungan Lingkungan dengan kesehatan
- Untuk Mengetahui Segitiga Epidemiologi Agent-Host-Environment
BAB II
KOMPONEN LINGKUNGAN
A. Pengertian dan Komponen Lingkungan
Falsafah keperawatan merupakan pandangan dasar tentang hakekat manusia dan
esensi keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktek keperawatan. Hakekat
manusia yang di maksud disini adalah manusia sebagai makhluk biologis, psikologis, sosial
dan spiritual. Paradigma keperawatan adalah suatu cara pandang yang mendasar atau cara
kita melihat, memikirkan, memberi makna, menyikapi dan memilih tindakan terhadap
fenomena yang ada dalam keperawatan.
Lingkungan adalah faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia baik
faktor dari dalam diri ( internal ) maupun dari luar ( eksternal ). Lingkungan internal meliputi
aspek – aspek genetika, struktur dan fungsi tubuh dan psikologis.
a) Genetika
Yang dimaksud genetika adalah lingkungan dalam diri manusia yang mempengaruhi
unsur-unsur sifat dan struktur fungsi tubuh.
b) Struktur dan fungsi tubuh
Struktur dan fungsi tubuh merupakan lingkungan yang berada dalam diri manusia,
didalamnya berisi tulang-belulang, daging, darah dan sebagainya.
c) Lingkungan psikologi (psychology enviroment)
Florence Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif dapat
menyebabkan stress fisik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien. Oleh karena
itu ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar
matahari, makanan yang menarik dan aktivitas manual dapat merangsang semua
faktor untuk membantu pasien dalam mempertahankan emosinya.
Sedangkan lingkungan eksternal meliputi lingkungan sekitar manusia baik lingkungan fisik,
biologis, sosial, kultural dan spiritual.
a) Lingkungan fisik (physical enviroment)
Lingkungan fisik yang dimaksud adalah segala bentuk lingkungan secara fisik yang
dapat mempengaruhi perubahan status kesehatan seperti adanya daerah-daerah wabah,
lingkungan kotor, dekat pembuangan limbah atau sampah, dan lain-lain. Lingkungan ini jelas
dapat mempengaruhi kebutuhan dasar manusia dalam bentuk keamanan dan keselamatan dari
bahaya yang dapat ditimbulkannya.
b) Lingkungan biologis
Lingkungan biologis merupakan lingkungan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur
biologis atau makhluk hidup. Seperti mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, parasit, protzoa,
metazoa, dll), hewan, dan tumbuhan yang dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang.
c) Lingkungan sosial dan kultural (social and culture environment)
Lingkungan sosial dan kultural dapat juga mempengaruhi proses perubahan status
kesehatan seseorang karena akan mempengaruhi pemikiran atau keyakinan sehingga dapat
menimbulkan perubahan dalam perilaku kesehatan.
d) Lingkungan Spiritual
Lingkungan spiritual tersebut akan berhubungan dengan kondisi spiritual seseorang.
Keadaan spiritual seseorang akan dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang.
Lingkungan internal dan eksternal akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia termasuk
persepsinya tentang sehat sakit, cara – cara memelihara dan mempertahankan kesehatan serta
menanggulangi penyakit. Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai hubungan yang dinamis
dengan lingkungannya dan tidak dapat dipisahkan dari lingkungan. Oleh karena itu
diperlukan kemampuan untuk merespon secara adaptif terhadap pengaruh lingkungan agar
dapat mempertahankan derajat kesehatannya.
Ketidakmampuan manusia merespon terhadap pengaruh lingkungan internal maupun
eksternal, akan mengakibatkan gangguan kesehatan atau pergeseran status kesehatan dalam
rentang sehat sakit.
B. Hubungan Lingkungan
a. Hubungan Lingkungan dengan Kesehatan
Lingkungan dengan kesehatan sangat berpengaruh karena dengan cara terapi lingkungan
dapat membantu perawat dalam menjaga pola pertahanan tubuh terhadap penyakit untuk
meningkatkan pola interaksi yang sehat dengan klien.
b. Hubungan Lingkungan dengan Timbulnya Penyakit
Lingkungan dengan timbulnya penyakit yaitu apabila lingkungan kita kotor dan tidak bersih
maka akan berpotensi sekali untuk terciptanya banyak penyakit – penyakit.
c. Hubungan Keempat Komponen Paradigma Keperawatan
Lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan dimana apabila lingkungan itu
kotor maka kesehatan manusia akan terganggu sehingga manusia perlu merawat dirinya atau
membutuhkan perawatan dari orang lain. Keperawatan dengan lingkungan juga sangat
berpengaruh dimana jika seseorang sedang rehabilitasi maka akan memerlukan lingkungan
yang bersih.
C. Segitiga Epidemiologi Agent-Host-Environment
Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelasakan
kosep berbagai permasalahan kesehatan termasuk salah satunya adalah terjadinya penyakit.
Hal ini sangat komprehensif dalam memprediksi suatu penyakit. Terjadinya suatu penyakit
sangat tergantung dari keseimbangan dan interaksi ke tiganya.
Interaksi diantara ketiga elemen tsb(Agent,Host,environment) terjadi karena adanya
faktor penentu pada setiap element, yaitu :
a. Agent
Agent ini sangat berpengaruh dalam proses terjadinya penyakit. Yang disebabkan
oleh berbagai unsur seperti unsur biologis yang dikarenakan oleh mikro organisme (virus,
bakteri, jamur, parasit, protzoa, metazoa, dll), unsur nutrisi karena bahan makanan yang tidak
memenuhi standar gizi yang ditentukan, unsur kimiawi yang disebabkan karena bahan dari
luar tubuh maupun dari dalam tubuh sendiri (karbon monoksid, obat-obatan, arsen, pestisida,
dll), unsur fisika yang disebabkan oleh panas, benturan, dll, serta unsur psikis atau genetik
yang terkait dengan heriditer atau keturun. Demikian juga dengan unsur kebiasaan hidup
(rokok, alcohol, dll), perubahan hormonal dan unsur fisioloigis seperti kehamilan, persalinan,
dll.
b. Host
- Faktor penentu yang ada pada host :
- Faktor-faktor yang dibawa atau sudah ada sejak lahir, misalnya umur, jenis kelamin, Ras/
suku, genetik.
c. Environment
-Definisi
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik benda mati, benda
hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua
elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain.
- Peran Lingkungan dalam kesehatan
Lingkungan berperan sebagai media transmisi yang mendukung terjadinya penyakit
apabila media/lingkungan itu dapat membawa atau mendekatkan agent pada host.
-Media transmisi yang tidak hidup seperti air, udara, makanan, debu disebut vehicle.
Sedangkan yang hidup secara spesifik seperti insekta atau arthropoda disebut vektor.
- Penularan penyakit dapat terjadi karena :
o Fingers atau tangan yang kotor karena terkontaminasi agent
o Flies atau lalat merupakan media transmisi yang hidup
o Food atau makanan
o Field atau ladang merupakan lingkungan padat atau litosfer dan
menyebabkanpenyakit lewat debu
Faeces/tinja merupakan buangan manusia yang berisi banyak agent.
D.Konsep Asuhan Keperawatan pada Masala Lingkunganm
Di bawah ini contoh asuhan keperawatan pada masala lingkungan dengan kasus”
Risiko Hipotermia pada Bayi BBLR”
1. Definisi Risiko
hipotermia ialah berisiko mengalami kegagalan termoregulasi yang dapat
mengakibatkan suhu tubuh berada di bawah rentang normal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017). Suhu normal bayi baru lahir adalah 360 - 36,40 celcius (suhu aksila), dan 36,50 -370
celsius (suhu rektal) (Maryunani, 2008).
2. Faktor Risiko
a. Berat badan ekstrem
b. Kerusakan hipotalamus
c. Konsumsi alkohol
d. Kurangnya lapisan lemak subkutan
e. Suhu lingkungan rendah
f. Malnutrisi
g. Pemakaian pakaian yang tipis
h. Penurunan laju metabolisme
i. Terapi radiasi
j. Tidak beraktivitas
k. Transfer panas (mis, konduski, konveksi, evaporasi, radiasi)
l. Trauma
m. Prematuritas
n. Penuaan
o. Bayi baru lahir
p. Berat badan lahir rendah
q. Kurang terpapar informasi tentang pencegahan hipotermia
r. Efek agen farmakologis
2. Diagnosis
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).Diagnosis keperawatan dibagi
menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif. Diagnosis negatif
menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sakit atau berisiko mengalami sakit sehingga
penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian Perencanaan keperawatan yang
bersifat penyembuhan, pemulihan, dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas diagnosis aktual
dan diagnosis risiko. Sedangkan diagnosis positif menunjukkan bahwa klien dalam kondisi
sehat dan mencapai kondisi yang lebih sehat atau optimal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).
Diagnosis keperawatan dibagi menjadi lima kategori, yaitu fisiologis, psikologis,
perilaku, relasional, dan lingkungan. Lima kategori tersebut dapat dibagi lagi menjadi 14
subkategori. Dalam hal ini peneliti mengambil diagnosis risiko hipotermi yang termasuk ke
dalam kategori lingkungan dan subkategori keamanan dan proteksi (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017). Diagnosis risiko menggambarkan respons klien terhadap kondisi kesehatan atau
proses kehidupannya yang dapat menyebabkan klien berisiko atau mengalami masalah
kesehatan. tidak ditemukan tanda/gejala mayor dan minor pada klien, namun memiliki faktor
risiko mengalami masalah kesehatan. Perumusan diagnosis keperawatan risiko terdiri dari
komponen problem (P) dan etiologi (E), yang penulisan yaitu masalah dibuktikan dengan
faktor risiko. Rumusan diagnosis keperawatan pada penelitian ini ialah risiko hipotermia
dibuktikan dengan berat badan lahir rendah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Risiko hipotermia adalah berisiko mengalami kegagalan termoregulasi yang dapat
mengakibatkan suhu tubuh dibawah rentang normal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Suhu normal bayi baru lahir adalah 360 - 36,40 celcius (suhu aksila), dan 36,50 -370 celsius
(suhu rektal) (Maryunani, 2008). Faktor risiko yang dapat menyebabkan risiko hipotermia,
yaitu : berat badan ekstrem, kurangnya lapisan lemak subkutan, suhu lingkungan rendah,
prematuritas, bayi baru lahir, berat badan lahir rendah. Kondisi yang terkait dalam risiko
hipotermia, yaitu berat badan ekstrem, dehidrasi, kurang mobilitas fisik (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017).
3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari
klien, dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat (Deswani, 2011). Perencanaan
keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Perencanaan keperawatan terdiri dari beberapa komponen,
yaitu label, definisi, dan tindakan. Komponen label merupakan nama dari Perencanaan
keperawatan yang merupakan kata kunci untuk memperoleh informasi terkait Perencanaan
keperawatan tersebut. Komponen definisi menjelaskan tentang makna dari label Perencanaan
keperawatan, pada penilisannya akan diawali dengan kata kerja berupa perilaku yang
dilakukan perawat, bukan perilaku pasien. Komponen Komponen 16 tindakan merupakan
rangkaian perilaku atau yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan
Perencanaan keperawatan. Tindakan pada Perencanaan keperawatan terdiri atas observasi,
terapiutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Berikut ini adalah
Perencanaan keperawatan yang diberikan pada pasien BBLR dengan risiko hipotermia :
Tabel 1
Perencanaan Keperawatan pada Risiko Hipotermia
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Perencanaan
Keperawatan SIKI
1 2 3 4
1 Risiko hipotermia Setelah diberikan tindakan Manajemen hipotermia
dibuktikan dengan keperawatan selama 3 kali 24 1) Monitor suhu
berat badan lahir jam maka diharapkan risiko 2) Identifikasi penyebab
rendah hipotermia tidak terjadi, hipotermia (misalnya:
dengan kriteria hasil : terpapar suhu lingkungan
1) Mengigil menurun rendah, pakaian tipis,
2) Kulit merah menurun kerusakan hipotalamus,
3) Akrosianosis menurun penurunan laju
4) Dasar kuku sianotik metabolisme, kekurangan
menurun lemak subkutan)
5) Suhu tubuh cukup 3) Monitor tanda dan
membaik gejala akibat hipotermia
6) Suhu kulit cukup (hipotermia ringan :
takipnea, disartria,
menggigil, hipertensi,
diuresis; hipotermia sedang
: aritmia, hipotensi, apatis,
koagulopati, refleks
menurun; hipotermia
berat : oliguria, refleks
menghilang, edema paru,
asam basa abnormal ) 4)
Sediakan lingkungan yang
hangat (atur suhu ruangan,
inkubator)
1 2 3 4
5) Ganti pakaian dan/ atau
linen yang basah
6) Lakukan penghangatan
pasif (selimut, menutup
kepala, pakaian tebal)
7) Lakukan penghangatan
aktif eksternal (kompres
hangat, botol hangat,
selimut hangat, perawatan
metode kangguru)
8) Lakukan penghangatan
aktif internal (infus cairan
hangat, oksigen hangat)
Regulasi temperatur
1) Monitor suhu bayi
sampai stabil (36,5o C-
37,50 C)
2) Monitor warna dan suhu
kulit
3) Bedong bayi segera
setelah lahir untuk
mencegah kehilangan
panas
4) Masukkan bayi BBLR
ke dalam plastik segera
setelah lahir
5) Gunakan topi bayi
untuk mencegah
kehilangan panas pada
bayi baru lahir
6) Pertahankan
kelembaban inkubator
50% atau lebih untuk
mengurangi kehilangan
panas karena posisi
evaporasi
7) Atur suhu inkubator
sesuai kebutuhan
8) Hindari meletakkan
bayi di dekat jendela
terbuka atau di aliran
pendingin ruangan atau
kipas angin.
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan (Wartonah, 2015). Implementasi pada proses keperawatan berorientasi pada
tindakan, berpusat pada klien, dan diarahkan pada hasil. Setelah menyusun rencana asuhan
berdasarkan fase pengkajian dan diagnosis, perawat mengimplementasikan Perencanaan dan
mengevaluasi hasil yang diharapkan. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas
melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus
yang diperlukan untuk melaksanakan Perencanaan (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., &
Snyder, 2010).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat menentukan
keberhasilan dalam asuhan keperawatan (Wartonah, 2015). Evaluasi berfokus pada klien,
baik itu individu maupun kelompok. Evaluasi dapat berupa evaluasi tujuan/ hasil, proses, dan
struktur. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menggambarkan hasil observasi dan
analisis perawat terhadap respon klien segera setelah tindakan. Sedangkan evaluasi sumatif
dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan
keputusan. Perawat akan menggunakan pendokumentasian dari pengkajian dan kriteria hasil
yang diharapkan sebagi dasar untuk menulis evaluasi sumatif (Deswani, 2011). Evaluasi
asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (Dinarti,
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawatan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dan salah satu faktor
yang memenuhi tercapainya pembangunan nasional, oleh karena itu tenaga keperawatan
berada ditatanan pelayanan kesehatan terdepan dengan kontak pertama dan terlama dengan
klien, yaitu selama 24 jam perhari dan 7 hari perminggu, maka perawat perlu mengetahui dan
memahami tentang paradigma keperawatan, peran, fungsi dan tanggung jawab sebagai
perawat profesional agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang optimal dalam
memberikan asuhan keperawata pada klien. Perawat harus selalu memperhatikan keadaan
secara individual dari segi bio, psiko, sosial, spiritual dan cultural.
B. Saran
Perawat disarankan untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu keperawatan,
mengingat ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti
perkembangan zaman dan perawat disarankan untuk bersikap profesional dalam memberikan
perawatan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
http://indrysetyaraniblok1903.blogspot.com/
http://arismunawarslalu.blogspot.com/2011/05/pengertian-dan-komponen-lingkungan.html
Sumijatun, (2010). Konsep Dasar menuju Keperawatan Profesional.Trans Info Media.
Jakarta.
Gaffar, (1999). Pengantar Keperawatan Profesional. EGC, Jakarta